BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

RUU Pornografi Mau Menghukum Homoseksual

14567810»

Comments

  • Update terbaru dari seorang temen LBH APIK yang turut serta mengadvokasi RUU ini, mulanya ada tendensi bahwa legislatif kan curi start dengan mengesahkan RUU ini lebih cepat dari jadwal semula yaitu sekitar pertengahan bulan Oktober, tapi kemudian karena banyak desakan dari berbagai pihak tentang perlunya meninjau ulang substansi RUU tersebut ada kemungkinan pembahasan akan diundur sampai 6 bulan kedepan
  • Bagus lah ... Emang seharusnya dikaji bener-bener kalo mau buat RUU Pornografi.

    Buat gua sendiri, kalo ada orang yang having sex, terus direkam untuk keperluan sendiri dan terus rekaman itu disimpan, kenapa yang begini mesti dipersalahkan? Kalau kemudian itu dijualbelikan, nah itu yang jadi masalah terutama yang dijual "gelap-gelapan".

    Gua juga gak setuju film "persetubuhan" (gua agak rancu untuk bilang film bokep atau film blue) dijual bebas di lapak-lapak di pinggir jalan (walaupun pernah juga sih beli ke sana ... hihihi ... :wink: ). Tapi, buat orang dewasa (dewasa dalam pengertian gua adalah 21 tahun ke atas, bukan dewasa muda yang masih 18 tahun) kalau mau mengakses film atau media persetubuhan, kenapa harus dipersalahkan? Hubungan seks itu natural dan kalau dilakukan secara sehat seharusnya tidak masalah.

    Untuk itu, pertama harus ada definisi pornografi yang diterima semua pihak. Itu dulu, sebelum berlanjut ke yang lain-lain. Buat gua, definisi pornografi yang paling diterima umum adalah persetubuhan atau senggama.

    Tapi, media (film ataupun majalah ataupun website ataupun lainnya) yang ada unsur persetubuhannya belum tentu media porno. Jadi, ini juga harus hati-hati. Berapa banyak persentase pornografi yang ada di media tersebut. Kalo udah sepakat berapa banyak persentase isi media yang dikategorikan pornografi, baru deh bisa disebut media ini porno atau tidak.

    Kembali lagi pendapat gua, buat film durasi 90 menit, adegan persetubuhan selama 5 menit tidak masuk kategori porno (walaupun jelas-jelas masuk kategori dewasa).

    Setelah ada definisi pornografi dan media pornografi, jangan langsung maen sanksi juga. Harus ada aturan distribusinya. Media pornografi, walaupun bisa dikonsumsi, tapi distribusinya harus benar-benar terbatas dan ketat.

    Jadi, urutannya gitu ... definisi pornografi - definisi media pornografi - aturan distribusi media pornografi. Setelah itu jelas dan diterima umum (istilahnya kalo di diagram itu yang irisannya paling banyak), baru deh ngomong sanksi.
  • Kabar baik..
    Istri Sultan Hamengku Buwono,GKR Hemas,ternyata menolak keras RUU ini.
  • Kenapa ya org Indonesia takut bgt sama sexuality? Isn't sexuality is a natural thing? After all human is a sexual being.
  • Ini aku share Pernyataan Sikap masyarakat sipil yang menolak RUU Pornografi, semoga bermanfaat :)



    Pernyataan Sikap

    Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan

    RUU Pornografi


    Kami, Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan RUU Pornografi, dengan ini menyatakan dengan tegas menolak pengesahan RUU Pornografi. Kami memandang RUU ini cacat hukum karena tidak memenuhi syarat yuridis, filosofis dan sosiologis sebagai basis penyusunan perundang-undangan. Sejak awal RUU ini dibahas secara tertutup, terburu-buru dan dibuat dengan tidak berdasar pada asas partisipasi publik, serta keterbukaan.



    Secara filosofis, RUU Pornografi dibuat untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dan memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Namun dalam perspektif RUU Pornografi ini perempuan justru menjadi pelaku dari kejahatan pornografi sedangkan dalam faktanya perempuan dan anak adalah korban dalam bisnis pornografi. Dengan kata lain, mereka mengalami proses kriminalisasi dan revictimisasi sekaligus.



    Secara yuridis, RUU Pornografi memiliki beberapa kelemahan. Pertama, pengertian pornografi tidak jelas dan multi-tafsir, sehingga membuka celah hukum bagi setiap orang untuk menggunakan pengertian ini sesuai dengan persepsinya. Ketidakpahaman terhadap isu seksualitas dalam RUU ini dapat mendiskriminasi dan mengkriminalkan perempuan dan anak. Kedua, substansi RUU Pornografi ini secara prinsip bertentangan dengan prinsip perlindungan dan pengakuan hak asasi manusia dan perempuan sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi UUD 1945 yang diamandemen, UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, UU No 10 Tahun 1999 tentang HAM, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Ekonomi, Sosial dan Budaya dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Sipil dan Politik. Ketiga, RUU Pornografi melanggar asas-asas penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Peraturan Pembuatan Perundang-undangan yang mensyaratkan adanya asas kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum serta asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan.



    Secara sosiologis, RUU ini juga bertentangan dengan semangat keberagaman yang menjadi prinsip berbangsa dan bernegara. Pengaturan pornografi yang dikaitkan dengan budaya berpotensi memingggirkan kelompo-kelompok adat karena hanya menggalang aspirasi dari sekelompok masyarakat, sedangkan negara Indonesia didirikan dengan semangat perbedaan dan keragaman yang amat kaya



    Lebih jauh RUU Pornografi ini akan berdampak pada munculnya polisi-polisi sipil atas nama moralitas yang potensial memberikan kewenangan/legitimasi pada masyarakat sipil untuk melakukan aksi-aksi anarkis, premanisme dan main hakim sendiri terutama terhadap perempuan. Selain itu RUU Pornografi berpeluang untuk menjadi payung hukum perda-perda diskriminatif di daerah yang kemudian dapat membatasi akses dan kontrol perempuan terhadap tubuh, pikiran dan mobilitasnya.



    Demikian Pernyataan Sikap ini kami sampaikan demi penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, Perempuan dan Anak serta keberagaman Indonesia.





    Jakarta 25 September 2008

    Hormat Kami,

    Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan RUU Pornografi (Jakarta);

    Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (Jawa Tengah); Jaringan Masyrakat Sipil (Jawa Timur); Jaringan Aktivis Perempuan, Ormas dan Ornop Menolak RUU Pornografi (Makasar); Elemen Rakyat Bali Menolak RUU Pornografi (Bali); Jaringan Aktivis Perempuan dan Anak (NTB); Aliansi Organisasi Perempuan Aceh (Aceh); Jaringan Kelompok Diskusi Aktivis Perempuan SUMUT (Sumatra Utara)
  • Ada posisi yg tidak seimbang.
    1. Pansus didominasi orang-orang berhaluan keras dan talibanisme, suara nasionalis kalah gaungnya.
    2. Rencana sosialisasi, yg mestinya mjd forum dengar publik, hanya akan menjadi 'legitimasi' karena dipilih tempat-tempat yg 90% akan menjawab 'mohon segera disahkan' (Banjarmasin Ambon Makasar Jakarta Lampung). Tampaknya nyaris tak terbendung. Perlu antisipasi dengan penolakan konkret pada pasal dan ayat tertentu, agar klo terpaksanya gak tbendung, akibatnya gak parah-parah amat.
Sign In or Register to comment.