It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
abisnya...bang remy selingkuh dari iqbal...
Lanjuuuuuuuut.................................
Aku tidak bisa tidur malam itu. Berkali-kali aku mengganti posisi, menepuk bantal, memadamkan lampu namun kemudian menyalakannya lagi, tak ada satupun yang bisa membuatku terlelap. Jauhin Nuzul! Jauhin Nuzul! perintahku sendiri diotakku. Jadilah orang egois! jangan terlibat masalah dengan orang lain! perintah otakku lagi. Lalu aku melempar bantalku ke dinding dan turun dari ranjang. Aku melihat jam dinding yang menunjukkan waktu sudah lewat dari jam sebelas malam. Segelas susu panas pasti bisa membuatku tertidur, pikirku. Kemudian aku beranjak ke dapur dan membuatnya.
Ketika melewati ruang tamu, aku melihat Fauzi duduk di teras rumahnya yang belum beres direnovasi dengan gelas dan piring kecil di sebelahnya. Lalu aku membuka kunci pintu depan dan keluar menuju teras. Fauzi menoleh ke arahku dan kupanggil dia dengan isyarat tangan.
Aku dan Fauzi duduk di teras rumahku. Gelas berisi bandrek dan piring berisi ubi rebus milik Fauzi ikut berpindah dengan pemiliknya.
"Ada yang jual bandrek juga ya disini?" tanyaku.
"Iya, lumayan, anget-anget Mas! Buat ngeganjel perut."
"Ente ga tidur di mess?"
"Tanggung lah, aku dah bawa tikar kok. Besok kan sabtu, jadi bisa langsung dilanjut."
Aku mengangguk-angguk.
"Oya Mas, gimana kelanjutannya sama Yuli?" Tanya Fauzi.
"Ane kan udah bilang. Ane belum ada niat buat berhubungan sama cewek sekarang. Dan ane enggak mau dijodohin gitu."
"Tapi si Yuli kayaknya kecewa loh Mas, dia tanya no HP mas, tapi kan aku aja ndak tahu..."
"Itu tanggung jawab ente! Ane kan enggak ngasih harapan sama dia..."
Fauzi terdiam.
"Ente udah mau ngecat ya?" tanyaku karena melihat beberapa kaleng cat yang diletakkan di teras rumah Fauzi.
"Iya Mas. Besok mau ngecat dalamnya dulu." Jawabnya sambil menghirup minumannya.
"Ane bantuin deh besok, kalo sekadar ngecat sih bisa lah..." kataku.
"Wah makasih Mas, berarti ada tambahan bantuan lagi nih..."
"Lagi? emang siapa lagi yang mau ikut ngecat besok? Pak RT?" Tanyaku.
"Bukan... Mas Iqbal temen mas itu loh! Kemarin aku telepon dia soal orang yang mau cari tanah... trus dia bilang mau ke tempat Mas Remy, aku bilang sabtu ini mau ngecat dulu. Terus Mas Iqbal nawarin bantuan..." Jelas Fauzi.
"Yay... eh, Bang Iqbal bilang mau bantuin?" tanyaku tak percaya.
"Iya."
Aku merasa aliran darahku mengalir deras ke kepala hingga terasa panas. Apa maksudnya Iqbal menawarkan bantuan seperti itu? Kenapa dia tidak bilang? Aku kemudian memandang gelas berisi susu hangat yang kini tinggal separuhnya dan langsung kehilangan selera untuk menghabiskannya, sebab aku yakin tak ada satupun yang bisa membuatku terlelap malam ini.
Aku memutar topi petku kebelakang. Sabtu pagi itu walaupun aku masih mengantuk akibat tidak bisa tidur semalam, aku tetap bersemangat untuk membantu Fauzi mengecat rumahnya. Kaus hijau pucat tanpa lengan dan celana jeans lama yang sudah kupotong selutut aku pakai sebagai seragam untuk mengecat. Aku kemudian keluar rumah memakai sandal jepitku menuju rumah Fauzi.
"Weis... udah siap nih!" Kata Fauzi ketika melihatku datang. Saat itu dia sedang membuka tutup salah satu kaleng cat. Sayangnya hari ini dia mengenakan kaus singlet, jadi bodinya yang atletis itu tidak terlihat semuanya. Tapi lumayan lah buat nambah semangat.
"Sebelah mana dulu?" tanyaku sambil berjongkok berhadapan dengan Fauzi yang sedang mengencerkan larutan cat.
"Terserah mas, tapi kayaknya gampangan ruang tamunya dulu."
"Oke! mana kuasnya?" tanyaku sambil menoleh kanan kiri.
Fauzi menunjuk ke tempat dekat tumpukan zak semen yang belum terpakai. Di situ tergeletak satu kuas cat besar.
Saat aku mulai mengecat kudengar suara motor yang kukenal berhenti di halaman rumah Fauzi. Motor Iqbal. Tanpa menoleh aku mendengar Iqbal dan Fauzi bercakap-cakap dan yang jelas kutangkap adalah saat Fauzi berkata, "Tuh.. si Mas Remy udah mulai ngecat."
Aku tetap serius mengecat walau kusadari Iqbal menghampiri dan kemudian berdiri di sebelahku.
"Rapi juga lu ngecatnya." Komentar Iqbal. Aku tidak menanggapi dan meneruskan mengecat.
Selama beberapa saat kami terdiam.
"Gue udah ngeduga sih...." Kata Iqbal lagi.
"Udah ngeduga apaan?" tanyaku akhirnya karena penasaran.
"Waktu si Fauzi telepon gue kemarin dan bilang mau ngecat, gue udah ngeduga elu pasti bakalan bantuin dia. Makanya gue nawarin bantuan sekaligus ngawasin elu supaya jangan larak-lirik si Fauzi... paham?" Kata Iqbal dengan suara yang dipelankan.
"Oh.. sekarang ente berubah jadi pengawas?"
"Iya. Sayang ya? si Fauzi pake singlet sekarang..." sindir Iqbal sambil memerhatikan Fauzi melalui jendela kaca.
Aku mengabaikan perkataan Iqbal dan melanjutkan pekerjaanku. Kemudian Iqbal keluar menghampiri Fauzi. Aku melihat dengan ekor mataku Iqbal menerima sekaleng cat dan kuas yang diserahkan Fauzi.
Kemudian Iqbal berdiri membelakangiku. Dia rupanya hendak mengecat tembok sisi sebelah itu. Baru beberapa saat dia mulai mengecat, Fauzi masuk ke dalam membawa kaleng catnya sendiri.
"Lho, mas Iqbal? Kausnya enggak takut kena cat? kayaknya masih bagus kausnya." kata Fauzi.
"Oh? iya ya?" Iqbal berkata sambil memerhatikan polo shirt putihnya. Lalu dia membuka polo shirtnya dan menggantungnya di pintu sehingga dia cuma memakai celana selututnya saja. Aku melihat ke arah Iqbal sedikit kesal. Kemudian Fauzi menuju dinding tengah diantara dinding bagianku dan bagian Iqbal. Saat melewati Iqbal, Fauzi sempat-sempatnya memuji Iqbal.
"Waaah... Enggak nyangka badannya Mas Iqbal 'jadi' juga ya? sering fitness ya Mas?" Fauzi berkomentar sambil tangannya memijat-mijat lengan Iqbal seperti seorang pelatih memijat petinju di atas ring saat hendak pergantian ronde. Iqbal nyengir.
Aku kemudian menendang sebatang papan yang tergeletak di lantai tak jauh dari tempatku berdiri sehingga menimbulkan suara cukup keras. Fauzi dan Iqbal menoleh ke arahku.
"Sori.. enggak sengaja ketendang.." kataku cuek.
Sepuluh menit kemudian kami masih mengecat bagian masing-masing. Sesekali aku melirik ke arah Iqbal. Bodi Iqbal yang sedang telanjang memang sering aku lihat, tapi melihat bodinya yang mulai berkilat karena berkeringat baru hari ini. Dan itu membuatku sedikit Horny. Tetapi yang membuat aku kesal, kudapati Iqbal sesekali mencuri-curi pandang ke
arah Fauzi. Huh! enggak nafsu ama badan kuli apaan? ini diliatin terus! gerutuku dalam hati.
"Duh.. panas banget ya?" celetukku tiba-tiba.
"Istirahat dulu aja mas! minum dulu.. sori ya, enggak ada kipas angin.." kata Fauzi.
"Tanggung ah, baru sepuluh menit..." lalu aku melepas kaus tanpa lenganku dan menggantungnya di pegangan pintu."... nah, sekarang mendingan!" lanjutku sambil melirik ke arah Iqbal. Kulihat Iqbal melihatku dengan wajah seolah berkata 'please deh!'
"Waaah... hasil badmintonan mas Remy, boleh juga ya?" kata Fauzi kagum. Aku cuma tersenyum simpul.
Iqbal menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian melanjutkan mengecat. Lima menit kemudian HP Fauzi berbunyi.
"Halo?" katanya. Aku mendengarkan pecakapan Fauzi.
........
"Musti ke sana? gak bisa diantar aja?"
........
"Gimana sih...? kan tadi aku udah bilang apa aja yang dipesan..."
........
"Ya udah! ya udah! aku ke sana!" Fauzi mengakhiri percakapan.
Fauzi kemudian mengantongi HP nya. "Sori nih mas... aku mau ke toko material dulu. Katanya batako yang aku pesan enggak sesuai harganya nih... gapapa ditinggal sebentar?" Tanyanya.
Aku menggeleng, "Pergi aja Zi, enggak apa-apa kok. Kita berdua aja yang ngelanjutin ngecat." kataku. Iqbal mengangguk-angguk setuju.
"Ya udah... aku ndak lama Mas! makasih ya.." Fauzi menyambar kaus lorengnya dan pergi.
Sepeninggal Fauzi aku dan Iqbal tidak berbicara selama beberapa menit. Kemudian Iqbal bertanya, "Si Fauzi kira-kira lama enggak ya?"
"Emang kenapa?" tanyaku tanpa melihat ke arah Iqbal.
"Gue mau ngaku sama lu, ngeliat lu kerja trus keringetan gitu, bikin gue... horny." Kata Iqbal.
Aku berhenti mengecat dan menoleh ke arah Iqbal. "Ane juga mau ngaku... sama..." kataku sambil tersenyum.
"Fauzi masih lama enggak ya?" tanya Iqbal sambil mendekat ke arahku.
"Ya... kalo enggak cepet-cepet, dianya keburu datang..."
Tanpa dikomando, aku dan Iqbal langsung meletakkan kaleng cat kami masing-masing dan bergegas menuju rumahku. Ketika sampai pintu aku hendak membuka topi petku namun Iqbal melarang. "Jangan... gue mau lu tetep pake topi itu..." Katanya serius.
Aku menuruti permintaan Iqbal dengan tidak melepas topiku, sambil tertawa geli aku menyusul Iqbal masuk rumahku dan menutup pintu.
Setelah kami selesai Iqbal dan aku telah memakai kembali celana pendek masing-masing namun masih di atas ranjang. Iqbal bersandar ke dinding sambil merokok. Aku yang sedang memain-mainkan jari-jari kakiku, sesekali mengibaskan tangan saat asap rokok Iqbal melewati wajahku.
"Ane mau cerita sesuatu tapi ente jangan marah ya?" tanyaku.
"Cerita apaan?" tanya Iqbal.
"Kemarin malem, si Nuzul.. cowok yang ane kenal di supermarket... dia nyium ane." Aku bercerita hati-hati.
Iqbal mengisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya lalu bertanya,"Pipi apa bibir?"
"Mm... dua-duanya.."
"Lu enggak nolak?" tanya Iqbal tenang.
"Dianya tiba-tiba gitu...." lalu aku menjelaskan tentang situasi yang aku alami bersama Nuzul dan permasalahan yang dia hadapi.
Lama Iqbal terdiam kemudian dia berkata kembali."Lu emang baik... tapi gue minta lu jangan ketemu si Nuzul lagi, please! bukan apa-apa. Gue khawatir si Nuzul naruh harepan sama lu! soalnya dari cerita lu, dia kayaknya belum pengalaman.."
Aku mengangguk-angguk setuju dengan permintaan Iqbal. Kekhawatiran yang dirasakan Iqbal memang kurasakan juga. "Iya.. ntar ane ngomong sama dia..."
Kemudian kami terdiam.
"Gue juga mau ngaku sama lu... lu juga jangan marah ya?" kata Iqbal.
Aku menoleh pada Iqbal dan menatapnya heran.
"Mmm... besok rencananya kita sekeluarga mau ke Kebun Raya... trus, waktu si Fauzi nelepon kemaren, gue enggak sengaja ngajak dia duluan sebelum mamanya Kayla ngajak lu. Makanya, nanti kalo mamanya Kayla nelepon lu ngajak ikut, lu pura-pura baru denger ya?"
Pinta Iqbal polos.
"Ente perhatian bener ya sama si Fauzi sampe ngajak-ngajak ke kebun raya segala?" sindirku.
"Sori.. enggak sengaja, keceplosan..."
"Ck!" aku mendecak kesal. Kemudian aku meraih HPku dan mencari-cari satu nomor dan menghubunginya.
"Lu nelepon siapa?" tanya Iqbal keheranan.
Aku tidak menjawab, sambil mendelik kesal ke arah Iqbal aku menunggu nada sambung diangkat. "Halo? Hei.. lagi ngapain?"
"......."
"Oh... eh! ente besok ada acara gak?"
"......."
"Enggak, ane mau ngajakin piknik ke kebun raya sama temen ane... mau ikut?"
"......."
"Bagus deh! berarti besok ane telepon lagi ya, Ya udah ya ZUL! oke! dah..!"
Aku menutup Flip HP ku dan meletakkannya lagi di meja. Kemudian aku turun dari ranjang. Iqbal menatapku keheranan. "Lu ngajak si Nuzul?" tanyanya.
"Iya... ente bisa ngajak si Fauzi, ane juga bisa ngajak si Nuzul!" kataku tak mau kalah.
Kemudian terdengar ketukkan pintu dan suara Fauzi memanggil. "Mas.. Mas Remy... ada di dalem?"
"Iya ada!" teriakku. Kulihat Iqbal menjatuhkan badannya ke atas ranjang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
********
remy, selingkuh mulu nih...cemburuan juga sama fauzi...jaat...hahaha...
ditunggu kabar dari kebun raya nya
bakalan seru neh tar.....cerita selanjutnya ...
di tunggu episode 'Kebun Raya' nya .....
waahh .. banyak penulis berbakat
m0x harus banyak belajar biar karya m0x makin enak dibaca
gw sndiri kyknya susah banget bisa kyk gt klo bukan krn ktmu di room chating,padahal sama2 dibgr juga...
salam kenal
elo ajaa kaliii gak sensitip
ah elu ikutan nyahut2 ajehh
remy lanjutin donk ceritanya
keren jg cerita lo
pinter menin emosi dan tau kpn hrs "kalah" itulah yg bakal menang terakhir...btw, gaya tulisan lo keknye lo emang novelist, tul tak?
Ternyata Nama Gue Disebut-sebut di sini ya???
Gue pengen ketemu elo Rem... Iqbal elo mirip gue yah???
Ne Iqbal Pakula beneranya..
Nah lho nah lho..
*
ceritanya baggoooss..
Jd pngn nulis jg..tp ga da pngalaman..
Haw haw.. :?
itu bikin thread baru tittlenya "He wants me to marry his sister..."