It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sudah dua minggu sejak Iqbal memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan denganku. selama dua minggu itu pula aku mengungsi tinggal di rumah orang tua, berangkat dan pulang kerja dari sana dengan menggunakan busway. Benar-benar minggu yang berat buat aku untuk menjalaninya. Bayangkan saja! Tidak lama setelah aku putus dengan Iqbal, Oppie, my first love dari SMA, tiba-tiba datang lagi dan mengajakku melanjutkan hubungan. Padahal dia sudah menikah dan punya anak berumur dua tahun. Apalagi setelah dia memintaku untuk menikahi adiknya agar hubungan kita berdua terus berlanjut tanpa ada kecurigaan dari siapapun. Tapi permintaannya sudah aku tolak, keberanian untuk menolak tawaran itu datang setelah aku memposting masalahku di boyzforum dan mendapat banyak dukungan dari rekan-rekan BF'ers (thanx alot..). Hanya saja satu hal yang Oppie minta, dia tidak ingin aku menuliskan pertemuan kami dalam bentuk cerita. (Oppie.. kalo ente baca... ane udah tepatin janji ya!)
Sekarang aku mau cerita tentang jadwal berangkatku yang baru. Karena aku tidak ingin bertemu Iqbal, mulai senin itu aku berangkat mengikuti jadwal kereta berikutnya yaitu jam tujuh lewat sebelas menit. Dua puluh menit lebih lambat dari jadwal aku dan Iqbal biasa berangkat. Mundurnya jadwal seperti ini tidak membuatku terlambat masuk kantor, cuma kalau biasanya aku agak santai dulu di kantor sebelum jam kerja tiba dan bisa keluar untuk memilih-milih sarapan, kini aku terpaksa membuat sarapan sendiri di rumah.
Pak RT pun agak keheranan melihat aku yang berangkat lebih siang. "Rem.. kok tumben? kesiangan?" tanyanya ketika melihatku mendorong Varioku keluar dari rumah.
"Enggak pak RT! sengaja kok.. bosen kepagian terus.." Jawabku.
"Fauzi nanyain Remy tuh... saya jawab aja lagi ngungsi ke rumah babenya.."
"Oh... dia kapan pindah ke mari pak?"
"Katanya sih enggak jadi, rumahnya mau dikontrakin dulu barang satu atau dua tahun.."
Itu artinya Fauzi batal menjadi tetanggaku setidaknya untuk saat ini.
Aku pun kemudian berangkat menuju stasiun. Aku memastikan tiba di stasiun setelah Kereta yang biasa dinaiki Iqbal telah berangkat. Matahari pagi sudah mulai terasa menyengat. Aku lupa karena terbiasa berangkat di pagi hari yang dingin, aku selalu mengenakan sweater atau kardigan vest selain jaket yang rutin aku pakai. Besok-besok aku tidak perlu memakainya lagi! pikirku.
Bicara soal karma, aku yang biasanya tidak menyukai orang-orang yang membentuk geng di kereta harus menerima kenyataan kalau aku akhirnya terseret masuk ke dalam sebuah geng. Untunglah, geng yang kumasuki bukanlah tergolong 3B (ingat? Babun Babun Berisik di kelas ekonomi waktu bareng dengan Hasan?). Masuknya aku pun karena sebuah peristiwa yang tidak disengaja. Saat aku mengantri membeli karcis ekspress dengan antrian yang mengular, di depanku ada seorang cewek cantik semampai berambut panjang lengkap dengan pakaian kerjanya. Dia menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan untuk membeli karcis yang harganya sebelas ribu rupiah.
"Ada seribuan mbak?" tanya si mas penjual karcis.
"Aduuuuh... kembalian aja deh pak!" keluh si cewek.
"Enggak ada recehan mbak..."
"Ya udah.. bentar!" si cewek kemudian membuka tas tangan coklatnya dan mulai mengaduk-aduk isinya. Cukup lama sekali dia melakukan itu hingga beberapa orang dibelakangku mulai mengeluh tak sabar.
"Mbak.. minggir aja dulu!" protes seorang bapak beruban.
"Iya.. sabar!" kata si Cewek mulai kelihatan cemas.
Aku yang kebetulan memegang uang pas untuk membeli karcis, merogoh kantung celanaku mengambil selembar seribuan dari dalamnya dan kemudian uang sejumlah dua belas ribu itu kuloloskan ke loket.
"Nih pak.. karcisnya satu lagi ya?" kataku.
Aku mengambil dua karcis ekspress itu dan menyerahkan salah satunya pada si cewek. Kamipun keluar dari antrian.
"Eh.. thank you ya... ntar seribunya aku ganti.." kata si cewek.
"Enggak usah..." tolakku sambil tersenyum. Kemudian aku berjalan menyusuri peron tengah di sebelah si cewek.
"Baru ya naik kereta? kok aku enggak pernah liat situ sih?" Si cewek bertanya padaku.
"Enggak.. biasanya sih naik yang tujuh kurang sepuluh." Jawabku sambil berhenti tepat di gerbong enam akan berhenti... kebiasaan!. Si cewek yang jalan terus tidak menyadari aku berhenti, tak lama dia menoleh ke arahku. "Hei! ngapain di situ? ikut aja sama aku..." panggilnya.
Aku semula ragu namun kuikuti juga si cewek.
"Mending ikut aku di gerbong dua.. orangnya asik-asik!"
"Loh? emang udah pada kenal?" tanyaku tidak mengerti.
"Temen satu gerbong... biasa nge-geng!" kata si cewek ringan. Oh My God! si cewek ini anggota geng kereta rupanya! Aku mendadak ingin kabur dan menolak ajakan si cewek, namun sudah kepalang tanggung dan aku merasa tidak enak.
Sesampainya di titik dimana gerbong dua akan berhenti, si cewek melambai pada seorang cowok ganteng berkulit putih sekitar umur 25 an (aku yakin dia masih ada blasteran bule!) tipikal eks-mud sama sepertiku, hanya saja dandanannya lebih trendy. Aku tidak akan terkejut kalo dia ternyata seorang model.
"Jeung! elo lama amat?" kata si cowok pada si cewek. Hmm... ternyata gesturnya si cowok ini rada kemayu. Entah bakat alam atau hanya pura-pura, aku tidak tahu.
"Eh.. siapa nih cowok? gebetan elo ya? cap-cus juga jeung..." katanya sambil memperhatikan aku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Heh! kalo mau jadi bencess pake istilah tuh yang bener dong! cap-cus... enggak sinkron!" protes si cewek.
"Maklum jeung baru belajar... baru meletek! aih..! popcorn kali meletek??" cerocos si cowok.
Aku tertawa kecil mendengar celotehan si cowok. Seru juga nih cowok! pikirku dalam hati. Kalau aku bergaul dengan orang-orang ini mungkin bisa membuat aku melupakan Iqbal sementara waktu.
"Kenalin dong jeung ke ekke?" kata si cowok.
"Eh.. iya.. aku juga belom kenalan... aku Yeyen... trus kutu loncat ini namanya Indra.."
"Hush! kutu loncat! orang kutu busuk! eee... kok kutu busuk...?" Kata si Cowok yang bernama Indra itu mengulurkan tangannya.
"Remy..." aku memperkenalkan diri.
Tak lama terdengar pengumuman bahwa kereta akan masuk ke stasiun. Aku, Yeyen dan Indra bersiap untuk naik. Saat pintu hidrolik gerbong terbuka, aku dan penumpang lain berebut masuk. Yeyen sudah menyelinap masuk terlebih dahulu, disusul olehku dan agak lama dibelakangku Indra dengan susah payah akhirnya berhasil masuk dengan terlebih dahulu mengomel pada seorang bapak-bapak "Aduh... jangan pake dorong-dorong dong Bo!!" protesnya lengkap dengan gaya kemayunya.
Kemudian aku melihat Yeyen melambai ke arah kami, dia sudah ada di pojok sedang menggelar koran mengambil tempat untuk aku dan Indra. Aku kemudian menyelip di antara penumpang lain yang siap-siap lesehan di lantai gerbong menuju tempat Yeyen.
"Duduk sini Rem!" ajaknya. Sebenarnya aku tidak biasa lesehan karena sangat bertentangan dengan prinsipku, apalagi di KRLmania.com aku selalu memposting keluhanku terhadap para penumpang yang hobi lesehan di lantai gerbong. Aku dan Iqbal sama-sama biasa berdiri dalam gerbong, dan paling beruntung kita baru dapat duduk setelah kereta berhenti di stasiun manggarai.
"Huuh.. baju ekke jadi kusut deh!" Indra berkata sambil bersungut-sungut. Kemudian dia melepas sepatunya dan duduk di sebelah Yeyen. Aku pun duduk mengikuti mereka.
"Ci! kenalin nih anggota baru... namanya Remy." Kata Yeyen pada seorang wanita yang duduk di bangku. Wanita yang dipanggil Cici oleh Yeyen itu berusia sekitar 30-an, cantik, langsing dengan rambut model bob yang diwarnai coklat muda. Dia kemudian manatapku lalu tersenyum. Aku membalas senyumannya.
"Rem, ini namanya Ci Reany... nah kalo yang ini namanya Koh Liong.. temen satu kantornya Ci Reany... mereka berangkat dari stasiun Bogor." kata Yeyen sambil memperkenalkan aku pada seorang pria manis berkacamata berusia hampir 40 tahun. Pria yang dipanggil Koh Liong itu menurunkan kacamatanya menatapku dengan alis bertaut. "Orang tua kamu siapa yang chinese?" Tanyanya.
"Ibu saya koh... kalo bapak masih turunan arab.." ujarku berseri-seri.
"Gue sih enggak pernah salah kalo nebak, iya enggak?" katanya pada Ci Reany dengan nada menyombongkan diri. Ci Reany hanya mencibir.
Dari pembicaraan kami, aku akhirnya tahu kalau Yeyen bekerja di Project Design. Indra seorang marketing executive di sebuah perusahaan produsen ponsel dan Koh Liong dan Ci reany bekerja di sebuah perusahaan keuangan. Dari urut-urutannya yang turun pertama adalah Yeyen di Gondangdia, kemudian Indra di stasiun Gambir disusul Koh Liong dan Ci Reany di Stasiun Juanda. Dan akulah yang paling belakangan turun di stasiun kota.
"Halo.. iya say... bentar lagi. Baru nyampe di.. (Indra menjulurkan kepalanya mencoba melihat ke luar) Pasar minggu..." Indra berbicara dengan seseorang dengan nada yang tidak kemayu lagi. Kemudian dia menyudahi percakapannya.
"Huuhh.. cerewet banget sih?!" sungutnya.
"Elo kalo ngomong ama cewek lo tiba-tiba bisa jadi normal lagi..." Kata Yeyen.
"Biasa.. Jaim Bow..." Indra membalas sambil menggoyang-goyangkan bahunya.
Yeyen kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri seolah-olah mencari seseorang.
"Enggak ada! tadi aku lihat dia di gerbong lima.." Kata Ci Reany tanpa melepaskan pandangan dari buku yang dibacanya.
"Aneh... padahal biasanya kalo senen dia naek sama-sama di sini."
"Apal banget jadwalnya jeung??" komentar Indra.
Aku yang penasaran mereka membicarakan apa, akhirnya bertanya juga. "Nyari siapa sih?"
"Tommy Tjokroooh..." Kata Indra sambil mendesah.
Aku yakin betul pasti bukan Tommy Tjokro anchor Metro TV yang mereka bicarakan.
"Nyamber aja! Gantengan dia lagi!" kata Yeyen
"Rem, Jeung Yeyen ini ngefans ama cowok yang mirip Tommy Tjokro. Tapi gak berani negor duluan, secara kita udah nge-geng kale..."
"Ajak ngobrol aja padahal sih, susah amat..." Kata Ci Reany.
"Gimana mau diajak ngobrol, wong kalo dia ada pada cekikian semua ngeledekin aku..." Sungut Yeyen kesal.
"Dia turun di mana sih?" tanya Yeyen penasaran.
"Waktu kita turun di Juanda sih dia enggak ikut turun, berarti dia turun di Kota." Kata Koh Liong.
"Ooo... Eh, Rem! elo kan turun di Kota juga, kalo lo ketemu tuh cowok, bilang ke dia salam dari aku ya?" Pinta Yeyen.
"Aku kan enggak tau orangnya yang mana.. enggak janji ah..." ujarku.
"Ekke juga titip salam ya Bow.." kata Indra centil. Aku tertawa.
---
Koh Liong dan Ci Reany bepamitan padaku saat mereka turun di Juanda. Aku duduk memerhatikan gerbong yang isinya sudah hampir kosong. Sendirian seperti ini memang tidak enak, apalagi aku sudah biasa ditemani Iqbal.
Saat Kereta hampir masuk stasiun Kota, seperti biasa penumpang yang dari gerbong-gerbong di belakangku mulai eksodus ke gerbong paling depan yaitu gerbong satu dan gerbong tempatku berada yaitu gerbong dua. Aku iseng-iseng memerhatikan satu persatu orang yang lewat di depanku. Hmm.. cantik, lumayan... Hmm.. cakep juga nih cowok.. Wah.. enggak menarik! Waduh... buncit amat perutnya! Aku berkomentar pada setiap penumpang yang kuperhatikan. Ketika itu lewatlah seorang cowok muda bekemeja biru langit dan bercelana hitam. Wah... ganteng juga pikirku. Mirip siapa ya? Mirip Tommy Tjokro deh.. pikirku tak sadar. Eh?? Tommy Tjokro? jangan-jangan orang ini lagi?
Tanpa sadar aku memerhatikan cowok itu terlalu lama, sampai-sampai si cowok yang berdiri menunggu di dekat pintu gerbong itu menoleh ke arahku dengan dahi berkerut. Aku buru-buru mengalihkan perhatian. Ketika semua pintu gerbong terbuka, cepat-cepat aku bangun dari tempat dudukku dan keluar. Aku menoleh mencoba mencari sosok si Tommy Tjokro yang tiba-tiba menghilang, namun dia tidak terlihat. Saat aku merogoh kantungku mencari karcis yang akan kuserahkan pada petugas di pintu stasiun, aku mendengar suara seseorang menegurku.
"Kamu kenal aku bukan?" tanya suara itu. Aku menoleh dan kulihat si Tommy Tjokro sudah berdiri di depanku.
"Kalo emang kenal, dimana ya? soalnya aku gampang lupa..." tanyanya lagi.
Aku diam sambil memegang karcisku tak tahu harus berkata apa.
lebih keyen......
padahal klo ada, itu yg aku pilih!
Tommy Tjokro emang keren............
Gue ngebut bacanya...
Kesimpulannya cuma 1
Remy pria beruntung, selalu bertemu pria pria menarik dan sepertinya mati satu tumbuh seribu
dunia kita gak seindah dan semudah itu kok... 8) 8) 8)
ngakunya sih getoh... 8)