Rahasia
Apa yang ada di dalam benak kalian,saat rahasia terbesar di dalam hidup kalian yang berusaha kalian kubur dalam-dalam terkuak. KIAMAT.
Itu yang aku rasakan saat itu. Yak, saat itu. Saat waktu yang dibantu oleh tangan Tuhan membongkar rahasiaku. Saat keluargaku pertama kali tahu bahwa aku seorang GAY.
Seperti terdakwa yang langsung dihukum bersalah tanpa ada pembelaan. Duniaku berubah saat detik itu juga. Berurai tangisan, berjuta kata maaf, tak dapat merubah hati mereka saat itu.
Hingga aku dulu pernah sumpah serapah pada Tuhan yang telah menciptakan aku seperti ini.
“ANJING KAU TUHAN! SETAN KAU TUHAN!” dan sumpah serapah yang lebih buruk lagi. (Ya Tuhan maaf kan aku saat itu, setan telah merasuki ku, sekarang setan yang aku persalahkan)
Dunia yang luas ini berubah menjadi kecil, sempit dan menyesakan. Tak ada tempat untuk aku disini. saat mereka keluargaku tak mau menerimaku lagi.
Yak, tindakan bodoh terlintas dalam benakku. Tindakan yang benar-benar bodoh. Aku mencoba bunuh diri dengan menggunakan pisau untuk memotong nadi.
Entah bagaimana caranya, mungkin sudah menjadi kuasa Tuhan aku tidak mati saat itu.
Aku tersadar sudah berada di rumah sakit. Ibuku, hanya ibuku yang kulihat saat itu. Ayah dan saudara-saudaraku yang lain, entahlah.
Dalam masa penyembuhan saat itu, aku baru tersadar akan kalimat yang dulu pernah seorang penceramah ucapkan bahwa ‘Siapa yang harus kita hormati dalam hidup ini? Ia menyebutkan kata ibu sebanyak 3 kali lalu bapak.’
Ibu selalu mengutamakan perasaanya, kasih sayangnya. Sebesar apapun kesalahan anaknya ia akan selalu hadir untuk menenangkan.
Walau aku masih bisa membaca raut kekecewaan di wajahnya, tapi ia merawatku hingga sembuh.
Apakah penderitaanku sudah berakhir?
BELUM, karena cerita ini baru akan dimulai.
Namaku Resky, ini bukan nama sebenarnya. Aku menyamarkan namaku karena aku tahu kalian yang membaca ini pasti ada yang lebih hebat dari detektif Conan atau Sherlock Holmes. Hanya dengan sedikit informasi yang aku tulis pasti langsung ketahuan siapa aku sebenarnya. Selain itu, aku menjaga perasaan keluargaku, terutama bapak dan saudara-saudaraku, yang masih belum bisa menerima aku, sebagai GAY.
Aku tidak tahu apakah kalian mengalami nasib yang sama seperti ku. Aku berdoa sih tidak. Semoga. Amiin.
Pasti ada yang bertanya, bagaimana kok bisa ketahuan oleh keluarga?
Yah, itulah kebodohanku, STUPID, DODOL, GOBLOK, DONGO, BODOH. Semua kata-kata yang bermakna sama atau lebih rendah lagi, kalau ada akan aku pakai untuk mengutuk diriku sendiri.
Kejadian itu terjadi 6 tahun lalu. Saat dunia internet sedang digandurungi. Yah, kalian taulah dengan adanya internet semua jadi mudah terjangkau, termasuk dengan soal pornografi. Dara muda, masa pertumbuhan (21 tahun usia aku saat itu masih dibilang dalam masa pertumbuhan atau enggak, tapi kita anggap saja masih dalam masa pertumbuhan), dan keingintahuan tentang seks akan makin menumpuk.
Coba-cobalah aku mendownload beberapa video seks, bukan video seks straight, tapi gay. Karena dari kecil aku sudah sadari ketertarikanku pada sosok pria, makhluk berbatang, yang mana jenis kelaminya sama dengan aku.
Singkat cerita, aku yang gaptek ini, tidak memproteksi file-file yang berisi video itu. Dimana saat itu aku lupa kenapa bapak aku pinjam HP aku untuk menelpon saudara, entah HP-nya rusak atau enggak ada pulsa, aku lupa. Mungkin memang ini juga sudah jadi takdir Tuhan untuk membongkar aib aku di depan bapak aku. (Ini bisa jadi buat pelajaran kalian, sembunyikan-sembunyikan segala bau-bau yang bisa membongkar bangkai kalian sendiri).
Bapak aku teriak manggil-manggil nama aku. Saat wajah aku muncul di ruang tengah dia langsung lempar itu HP ke arah aku dengan video yang masih berputar.
Sontak aku langsung membeku, kaget, dan udah enggak tahu mau ngomong apa lagi. Ibu aku, saudara-saudara aku, berkumpul lihat aku disidang. Oh, iya aku belum kasih tahu bapak aku itu anggota TNI, dan kalian yang anak kolong akan tahu rasanya menjadi anak TNI, hidup itu keras bung.
Udah enggak ada yang bisa menolong saat kekerasan di mulai. Kepala aku di tempeleng. Badan aku dipukul. Aku sudah pasrah. Banyak kalimat yang di ujarkan, tapi yang terdengar dan masuk ke telinga aku adalah DOSA, DOSA, DOSA, DOSA, DOSA, DOSA, DOSA, dan DOSA.
Sejak kejadian itu, tak ada yang berani untuk bicara sama aku karena sebuah ultimatum yang harus dipatuhi. Gila rasanya kaya di neraka. Enggak dianggap sebagai manusia. Hingga bisikan setan merasuk dan terjadilah tindakan bodoh itu. menyayat diri sendiri dengan pisau. (Jangan pernah kalian lakukan).
Pikiranku saat itu, kalau aku mati, mungkin mereka akan senang, enggak ada lagi yang bikin malu nama keluarga. Walau dunia belum ada yang tahu saat itu aku gay.
Aku tidak akan memberikan ciri-ciriku seperti apa pada kalian, rambutku warna apa, badanku gemuk atau kurus, aku kuliah dimana, ambil jurusan apa. Kenapa? Ah, kurang asik. Biarin aja, daripada nanti wujud asliku terkuak oleh kalian yang berjiwa detektif.
Tapi sebelum cerita ini berlanjut, aku mohon maklum bagi kalian yang membaca ceritaku, karena aku baru belajar menulis (menulis sebagai media terapiku saat ini) karena tulisannya bukan seperti tulisan profesional, jadi nanti ada beberapa tulisan yang typo, atau penempatan yang salah harap maklum, yah.
Comments
Kali ini aku akan melanjutkan ceritaku, mungkin aku akan menceritakan tentang usaha kedua orangtuaku yang berusaha untuk menyembuhkanku. Jadi, aku pikir untuk sesi cerita ini aku kasih judul GAY VERSUS DUKUN.
Kenapa dukun?
Yah, karena memang kedua orangtuaku, membawa aku ke tempat dukun. Pasti ada yang ketawa, heran atau apalah-apalah. Tapi, ini seriusan terjadi sama aku. aku dibawa ke dukun.
Jadi, ceritanya, beberapa bulan setelah penyembuhan aku terkurung, terkungkung, hanya di dalam rumah saja. Kuliah? Cuti dulu, padahal tinggal dikit lagi skripsi.
Turun dari mobil, dan mencoba masuk kami disambut oleh wanita tua yang pakai keruduk, pakai kerudungnya kaya model Yenny wahid gitu, rambut masih kelihatan. Basa-basi dikit kami dipersilakan duduk. Bukan di kursi tapi di lantai semen yang beralaskan tikar.
Lanjut, basa-basi lagi sama istri si dukun. Munculah tuh pria tua. Pakai sarung kotak-kotak sama baju batik tangan panjang. Enggak pakai peci. Rambutnya pendek, putih semua. sekali lagi orangnya enggak nyeremin kaya di film-film, yang kaya pakai apalah-apalah di tubuhnya. orangnya malah murah senyum.
Ibu aku langsung pegang pundak aku.
“Yuk, ikut Engkong,”
Sedetik aku berpandangan dengan ibuku, dan ia hanya manggut. Ikutlah aku ke mana si Engkong itu melangkah.
Aku masuk ke dalam rumahnya, terus masuk hinga ke dalam sebuah ruangan. Sekali lagi enggak ada hal-hal yang serem Cuma ada tiker, meja kecil, piring yang berisi kembang tujuh rupa, rokok, kristal-kristal gitu, sama kaya gerabah yang berisi arang.
Kelarlah ritual yang aku enggak ngerti itu. sebelum keluar, aku diberikan kertas yang dibentuk segitiga. Emang dasar, homo lancang. Enggak disuruh buka, aku mencoba membuka lipatan kertas tersebut.
Basa-basi lagi, aku suruh datang lagi nanti buat mandi.
Nah loh, mandi. mandi bareng gitu? Aku mau digerayangin kali yah, kaya cerita dukun cabul-cabul yang pernah aku nonton di tv.
> no coment ... semoga diberi kekuatan lahir batin ... tetep semangat ...
terima kasih atas dukungannya
Sesuai dengan hari yang ditentukan, aku datang lagi ke rumah dukun itu. sekarang diatar oleh bapak aku langsung sama ibu aku.
Gila ternyata banyak mobil yang berjejer di dekat rumah si Engkong. Waw, ternyata masih banyak yang percaya sama hal-hal kaya gini. Skip,skip,skip.
Sambil lepas baju aku, karena aku disuruh lepas baju, mata aku tertuju pada satu orang yang terlihat seumuran dengan aku, yah lebih tua sedikit. Badannya bagus, wajahnya ganteng. Pokoknya pikiran kotor enggak hilang-hilang.
Ada tiga barisan memanjang ke belakang. Dan setiap orang mulai maju, jongkok, lalu diguyur dengan air sebanyak 3 kali. skip-skip-skip. Giliran aku, jongkok, disiram 3 kali, kembang tujuh rupa dan pusing. Ajib banget tuh air. Dingin, baunya seperti bau air minum yang disuguhin waktu pertama kali datang. Aduh, kaya enggak ada minyak wangi lain kali yah.
Selesai mandi, keringin baju, ganti dengan baju yang kering, dan menunggu lagi. enggak bisa mencari manusia yang ganteng tadi, karena bapak aku ada di sebelah aku, bisa mati nanti aku.
Selama 7 hari aku mandi kembang terus, semakin lama semakin kebal sama wangi itu air.
Setelah 7 hari, akhirnya ibu aku nanya, “Bagaimana perasaan kamu? Apa rasa suka kamu ke cowok sudah hilang?”
Aku bingung mau jawab apa? toh, mandi selama 7 hari dengan kembang dan wangi-wangian enggak jelas, enggak bisa melunturkan sifat kesukaan aku kepada makhluk berbatang. Tapi, aku enggak mau dia kecewa.
Aku hanya bisa mengangguk.
Jadi, ada temen cowok di kuliah aku datang, oh, iya aku mau bilang bahwa aku ini anaknya introvert, jadi punya temen bisa dihitung dengan jari tangan ditambah dengan jari kaki.
Nah, temen aku ini lumayan ganteng. Dulu pertama kali jumpa pernah ada rasa suka, tapi aku enggak berani mengutarakan karena aku tahu dia straight. Ceweknya juga satu kampus dengan aku. jadi aku putuskan untuk buat cuci mata aja (Dasar homo gatel).
Aku enggak sadar, kalau bapak aku mencurigai aku sampai segitunya. Kalau sudah berbuat salah, akan selalu salah.
Setelah dia pulang, aku langsung di introgasi kembali. Bla, bla, bla. Banyak kalimat yang diutarakan. Penjelasan aku pun tak ada yang di percaya. Hingga satu kalimat yang memprovokasi ak\u untuk melawan, “Sudah diobati masih belum sembuh juga?”
“Aku enggak sakit!”
Telinga aku berdenging karena ditampar dua kali.
“Aku malu punya anak kaya kamu!”
Aku enggak bisa ngomong apalagi, ibu aku sudah nangis, sambil menahan bapak aku yang mau menampar aku lagi.
Dan pingitan pun berlanjut. Hingga satu tahun kemudian setelah kejadian percobaan bunuh diri, aku bilang mau melanjutkan skripsi aku. setelah kejadian percobaan diri dulu memang aku malas untuk kuliah. Tapi tekadku sudah bulat sekarang aku harus lulus, kerja, menghasilkan banyak uang, dan keluar dari rumah ini.