It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Maaf ya dek, abang lupa klo adek punya trit itu. Hehehe. Btw nggak apa2 kn? Ayolah... Nggak apa2kan. Jdi bkn hanya kmu dek, 'Aku'nya juga berfikiran sma seperti dirimu.
@bayu15213 Semoga si 'Aku' yg tidak d kerahui namanya bisa move on yes. Oh ya, namanya si 'Aku' ada kok, tapi belum 'sempat' di kasih tau k para reader.
@Adrian69 Rasa aku ada deh om, mungkin dia (si aku) beranggapan kalau cinta itu tdk melulu dg seks, walau seks n yg k arah gtu mrpkn bonusnya. Hehe :P Ngebayangin ena2 pasti ada, tapi ya kembali k opsi om tadi kalau dia akan melepas keperjakaanya apabila bnr2 mantap. Atau ad faktor lain seperti norma agama, norma sosial atau kebulatan tekat kalau dia nggk bakalan ena2 sama cowok. Kan ada orang yg seperti itu nggak om?
Soal Reza sih, mungkin terlampau memuncak tuh nafsu jadinya ya... dpt lubang langsung coblos bos. Wkwkw Lupa kalau badan udah punya pacar. Emang brengsek si Reza.
@boyszki Ketawa2 ntar uda sumpal mulutnya pakai sempak Firaun, baru tau rasa.
@Rama212 Tapi sayangnya dikau bukan 'aku' yes. Jadinya nggk bisa nymekdon. Cmn bisa geregatan doang.
@digo_heartfire Apakah anda cenayang?
Tunggu di part depan. Ikeh?
@viji3_be5t Ugh suka yg panjang2 y kk? Bsok2 aku usahain, walau takutnya bnyk pembaca yg bosan nanti kalau panjang. Sama2, kalau rasanya tdk mau d mention peem aj yes.
@lulu_75 @adrian69 @digo_heartfire @rama212 @o_komo @RakaRaditya90 @boyszki @QudhelMars @akina_kenji @Secreters @Algibran26 @rama_andikaa @DafiAditya @viji3_be5t @riordanisme @happyday @CouplingWith
Selamat membaca...
Bagi yang nggk mau di mention lagi, bilang ya. Arigato gozaimas
Doni POV
Gue masih kesal dengan sohib gue si anak Psikologi yang entah kenapa terlampau baik dengan pacarnya Reza. Gue tahu kalau sohib gue itu cinta mati sama Reza, gue tahu. Cinta mereka itu terjalin semenjak mereka masih duduk di bangku SMA. Gue, Rini dan Dia nggak satu sekolahan dulu, jadi kita (gue dan Rini) tidak begitu faham gimana mereka, dua manusia itu bisa jadian. Sungguh menggelikan dua orang keturunan Adam yang sama-sama punya batangan bisa saling jatuh cinta.
Aku kembali menggeser layar ponselku menampilkan status dari Widya, cewek cantik yang baru diselingkuhi oleh pacarnya beberapa saat yang lalu.
'Orang bodoh aja tahu siapa yang setia dan siapa yang selingkuh', ujarnya beberapa menit yang lalu di Fakultas Ekonomi. Dia pasti tengah menyindir mantan pacarnya Fauzan yang kedapatan ngentot di kamar kosnya. Gue menggeleng-gelengkan kepala, sambil memikirkan sobat gue yang gue yakin telah diselingkuhi oleh pacarnya si anak teknik itu.
"Oi! Lu lagi mikirin apaan sih?" ujar Rini mengagetkan gue dari lamunan gue tentang sobat gue.
Gue menyandarkan badan ke dinding Grand Plaza, mall terbesar di kota gue. "Ngak mikirin apa-apa kok," jawab gue dusta sambil melempar pandangan kearah kakak-kakak SPG yang berbaju ketat itu.
Kening Rini mengkerut sambil menatap gue tidak percaya. "Pasti mikirin dia ya?" tebak Rini. Insting wanita memang hebat, mampu membedakan antara orang yang sedang jujur atau orang yang sedang berdusta.
"Nah kan lo tau," jawab gue tanpa mau memandanginya. Bisa-bisa si Alfi si ketua HMJ itu bisa marah besar ke gue karena memandangi tubuh pacarnya yang gue akui bohay itu. Andaikan gue bisa kenal Rini lebih dulu.
Gue menggeleng-gelengkan kepala mengusir fikiran kotor gue ke sobat gue sendiri. Gue melirik Rini yang nampak memperhatikan sesuatu sambil tangannya berusah meraih tangan gue.
"Don, don lo liat situ deh!" ujar Rini sambil menunjuk kearah toko jam tangan, "Itu Reza kan?"
Gue menggosok-gosok mata gue, mana tahu Rini salah lihat sehingga gue juga ikutan salah lihat. Tidak salah, beberapa kali gue gosok, wajahnya tetap sama. Wajah si Reza si anak teknik pacar mahonya sobat gue.
"Iya njir, itu Reza!" seru gue sambil menyeret Rini beserta tentengannya lebih dekat lagi. Reza nampak bersama seseorang cowok yang tidak asing bagi gue. Wajah cowok itu familiar. Bukan karena wajahnya pasaran, tapi lebih karena gue sering melihatnya di kampus. Gue yakin cowok itu selingkuhan Reza dan gue yakin tuh cowok pasti anak FE.
"Lo kenal tuh cowok nggak?" bisik Rini di belakang gue. Dadanya yang menekan di punggung gue, membuat konsentrasi gue buyar. "Gue rasa dia anak fakultas lo dah," terangnya lagi yang gue balas dengan anggukan.
"Gue rasa juga begitu," balas gue sambil menggeser tubuh gue sehingga potensi adik gue bangun berkurang.
Reza dan cowok selingkuhannya itu lalu meninggalkan toko jam tangan tadi. Begitu pula dengan gue dan Rini yang nenguntiti mereka dari belakang. Reza nampak mesra dengan cowok itu, begitupun cowok sialan perusak hubungan orang itu nampak manja dengan Reza, pacar sohib gue.
"Don, jangan lupa foto mereka berdua buat bukti," ujar Rini sambil menarik-narik baju baru gue. Gue mengangguk sambil nengeluarkan ponsel canggih gue. Gue mengambil tiga buah foto, foto Reza dengan tuh cowok yang saling bertatapan-tatapan, lalu mereka yang saling pegangan tangan, bergenggaman tangan tepatnya, serta si cowok selingkuhan Reza yang nampak bergelayut manja dengan Reza. Gue kembali melihat tiga buah foto yang semoga saja dapat menyadarkan sobat gue kalau pacar mahonya itu selingkuh. Melihat fotonya saja gue jadi mual.
"Don, menurut lo Reza beneran selingkuh nggak ya?" tanya Rini, disela-sela misi memata-matai Reza.
Gue menggangkat bahu, "gue nggak tahu apakah Reza selingkuh. Tapi dilihat dari sikap Reza belakangan ini, dan..." gue menoleh kearah Reza geli, "dilihat kemesraan mereka sih gue yakin kalau Reza selingkuh," jawab gue seadanya. "Nah liat tuh!" gue menunjuk keaeah Reza yang tengah mengusap-usap pantat cowok selingkuhannya, seraya bersiap-siap mengambil foto mereka berdua yang tidak tahu malu. Syukurlah mereka melakukan hal itu di tempat sepi yang tidak ada orang.
Rini langsung meraih tangan gue, "nggak usah, cukup tiga itu foto aja. Gue khawatir dengan sobat kita sekarang. Gimana cara kita harus menjelaskan ke dia kalau..." Rini menggantung perkataannya sambil menggigit bibir bawahnya.
"Bilang aja sejujurnya kalau pacarnya itu..." Gue menoleh kearah dua sejoli yang tengah di mabuk asmara itu, dan... "Anjing!" upat gue otomatis keluar seketika.
Cowok selingkuhan Reza itu menjinjit, lalu mencium bibir Reza kilat sebelum dengan nakalnya meremas selangkangan Reza penuh nafsu. Bangsat emang-emang bangsat mereka berdua. Reza langsung mendorong cowok yang mirip perempuan itu ke dinding sambil menciuminya ganas. Tangan Reza begerilya menyeruakkan kaus cowok itu sambil memelintir puting cowok itu ganas. Fix, Reza telah selingkuh, bermain api di belakang sobat gue.
Rini menutup mulutnya tidak percaya. Begitupun gue yang entah kenapa jadi mual sendiri membayangkan jikalau sobat gue yang ada di posisi cowok itu. Tak sengaja, tubuh gue membentur pintu besi toko yang tertutup hingga mengeluarkan bunyi yang mengagetkan mereka berdua. Rini langsung menyeret gue menjauhi tempat itu. Dia nampak syok dengan pemandangan tadi.
"Lo liat tadi kan?" tanyanya dengan dadanya naik turun. Nafasnya memburu menatap gue meminta supaya gue bilang ke dia bahwa apa yang dia lihat tadi hanya ilusi.
Gue mengangguk, sama kagetnya dengan Rini. Permainan panas mereka terbayang-bayang di mata gue. "Ya, gue lihat," jawab gue menatapnya takjub.
"Jadi Reza selingkuh dong?" tanya Rini lagi, membuat gue sadar bahwa sobat gue sudah diselingkuhi pacarnya. Gue menggeram sambil beranjak ke arah tadi. Gue harus menghajar si keparat yang telah berani menyelingkuhi sobat gue dari belakang. Apa salah sobat gue sehingga Reza bajingan itu tega ngelakuin hal itu ke pacarnya sendiri. Rini langsung memegangi tangan gue sambil mengingatkan gue untuk menjaga emosi. Argh, gue kesal kalau sobat gue yang terlampau polos itu disakiti kayak gini.
"Rin, lo pulang gih. Gue jemput dia ke kosannya. Ntar lo ceritain semuanya ke dia," tandas gue yang dijawab Rini dengan anggukan.
Lo harus tahu ini semua bro.
---
"Ada apa sih?" tanya sobat gue yang polos setelah dia merebahkan badannya di sofa. Gue meliriknya sekilas lalu menatap lantai sambil berlipat tangan. Dia nampak tertekan, dan gue harap ini tidak berhubungan dengan si brengsek Reza.
"Makan dulu gih martabaknya, gue tadi beli di depan. Katanya enak," jawab Rini mencairkan suasana sambil menyodorkan martabak ke hadapannya. Dia melirikku sekilas, ragu-ragu untuk meraih martabak yang gue beli tadi di depan. Gue yakin dia belum makan sejak pagi. Gue hanya kesal, disaat gue tau dia tidak ada di kosannya, tapi malah ada di kosan pacarnya yang brengsek itu.
"Ada apa sih, kok aneh begini? Katanya ada yang mau bicarain tentang Reza?" tanyanya sambil mencomot martabak pisang keju yang ada di hadapannya. Reza yang tengah berselingkuh kembali terbayang di pelupuk mata gue. Ingin sekali gue menyuruhnya untuk segera memutuskan pria brengsek itu sebelum Rini menahan gue supaya tetap tenang. Kita telah bagi tugas, dan tugas Rini adalah untuk menyampaikannya semua ke sobat gue dengan pendekatan seorang wanita.
Rini bergeser mendekati sobat gue itu. Rini memegangi tangannya membuat mulut gue gatal untuk menceritakan semua kebejatan Reza kepada sobat gue itu.
Gue nggak bisa menahan diri lagi. "Sampaiin aja Rin! Biar dia tau siapa bajingan yang dia pacari itu sebenarnya," ujar gue. Sobat gue nampak terkejut dengan perkataan gue yang sarkas. Dia terpana sebelum menatap Rini.
"Ada apa Rin?" tanyanya ke Rini. "Sampaiin aja." Rini kelihatan ragu-ragu sebelum mendesah menatap sobat gue.
"Seberapa besar lo mencintai Reza?" tanya Rini pasti. Sobat gue terkejut dengan pertanyaan Rini. Dia terpana sebelum kembali menguasai dirinya, menutup matanya sejenak sambil menarik nafas dalam.
"Lebih besar daripada rasa cinta gue pada diri gue sendiri."
"Begitupun gue mencintai Alfi. Tapi...," Rini menggantung perkataannya, "kalau Alfi mengkhianati gue, selingkuh misalnya, apa yang bakalan lo lakuin sebagai sahabat gue?" tanyanya.
"Tentu gue akan marah. Setelah sekian lama dia berpacaran dengan lo, dan dengan mudahnya sekarang dia main belakang di depan lo. Gue pasti akan memberinya pelajaran dan menyuruh lo untuk memutuskannya. Dia nggak pantas buat lo," jawab sobat gue berapi-api. Gue tersenyum, Rini memang hebat berdiplomasi. Sayang sekali dia tidak mengambil jurusan Hubungan Internasional.
Rini melirik gue sekilas. Dia nampak sedikit ragu untuk mengarahkan pembicaraan ke arah sana. Dia kembali menatap sobat gue pasti, "Begitupun kami disaat lo di posisi itu sekarang," ujarnya dengan nada pelan, sangat pelan.
Sobat gue terkejut, "Maksudnya!?" tanyanya tidak mengerti. Gue jadi kesal sendiri dengannya, apa dia emang bodoh atau pura-pura bodoh.
"Si bajingan Reza pacar lo itu udah nyelingkuhin lo," potong gue. Persetan dengan pembagian tugas yang gue rancang bersama Rini tadi. Tidak ada gunanya berkata-kata bagus jikalau orangnya menutup mata hatinya. Gue merogoh saku sambil mengeluarkan ponsel dan meletakkannya di atas meja. Dia nampak tidak percaya dengan apa yang telah gue katakan.
"Itu semua benar Za..." ujar Rini lirih. "Kami tidak mungkin berbohong soal ini."
Sobat gue terpana. "Kalau lo nggak percaya juga, coba lo liat galeri ponsel gue. Lo bisa nemuin foto-foto menjijikan pacar lo itu di sana," ujar gue. Bayangan Reza yang cipokan dengan cowok itu terbayang kembali di pikiran gue. Tubuh gue merinding dan gue serasa mau muntah.
Dia mengambil ponselku ragu-ragu lalu membuka galeriku. Dia sangat terkejut dan seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Ini nggak mungkin kan?" bisiknya sambil memijit keningnya.
Astaga, dia masih belum percaya dengan semua bukti itu? Seberapa cintakah dia dengan Reza sampai dia benar-benar buta seperti ini. Gue benar-benar kesal dengan dia. Serius, benar-benar kesal.
"Lo nggak percaya? Astaga. Setelah bukti yang gue kasih ke elo? Silahkan tanya Rini kalau lo nggak percaya. Kami berdua saksinya," gue menunjuki Rini. "Ditambah sikapnya yang aneh belakangan ini, meyakinkan kami kalau Reza benar-benar selingkuh," tandas gue.
"Udah Don. Lo jangan membentak-bentak gini dong. Lo kira mudah untuk menerima kenyataan? Seharusnya lo turut menguatkan dan memberikan sahabat lo waktu, bukan menekan kayak gini," sahut Rini menyadarkan gue dengan keegoisan gue.
"Maaf, gue kebawa emosi," jawab gue sambil menghempaskan badan ke sofa. Gue meremas rambut gue menahan gejolak di hati gue. Gimana gue nggak marah coba, jikalau sobat gue sendiri diselingkuhi kayak gini. Bukan hanya sekedar jalan bareng atau pegangan tangan. Tapi dengan tidak tahu malunya, mereka cipokan di tempat sepi di emperan toko mall tang tidak buka. Ditambah lagi si sobat gue yang terlampau polos itu tidak mau menerima kenyataan kalau pacarnya yang katanya ganteng itu selingkuh. Kan anjing namanya.
Rini memeluk sobatku erat. Sobat gue itu nampak terguncang sambil meletakkan kembali ponselku ke meja. Air matanya jatuh bercucuran tanpa ada isakan, hanya diam memandang nanar ke depan. Pemandangan yang tidak pernah gue lihat dari seorang sobat gue bahwa dia menangis.
"Lepaskan semuanya, lepaskan saja," ujar Rini membarut-barut punggungnya. Gue terenyuh melihat pemandangan ini. Sobat gue yang selalu ceria, sekarang sedang terpuruk karena si brengsek Reza yang main api di belakangnya. Gue tidak seharusnya bersikap kasar padanya disaat dia dalam kondisi buruk seperti ini. Gue mendekatinya, lalu memeluknya erat.
Tetap semangat bro.
---tbc
R~
@QudhelMars Knp dek??
@andre_patiatama okeh2 kimochi
@viji3_be5t InsyaAllah y bro... Situ kn suka yg panjang2 yes.