It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Kamu sudah bangun,?” tanya Levi mendapati Kenzo kini tengah duduk. Matanya yang terpaksa harus dibuka belum sepenuhnya paham dengan kondisi kamar yang lumayan temaran ini.
“Apa yang terjadi denganmu?” tanya Levi panik setelah dengan jelas melihat tubuh Kenzo dipenuhi keringat dan nafas yang tersengal.
Levi langsung membangunkan dirinya lalu duduk sisamping Kenzo dan menyalakan lampu meja di sebelahnya untuk memberi sedikit penerangan.
“Mimpi buruk,?” kembali Levi yang bersuara karena Kenzo sedari tadi hanya diam dengan pandangan kosong.
“Minum ini,!” titah Levi yang kembali belum mendapat jawaban dari Kenzo.
“Sudah lebih tenang?” tanya Levi kembali setelah Kenzo berhasil memasukan sedikit air putih kedalam tenggorokannya. Anggukan yang didapat Levi, Levi yang menngerti kondisi buruk Kenzo hanya ikut mengangguk tak mau memperburuk keadaan dengan pertanyaan penasarannya.
“Tenanglah,! Aku ada disini,” kembali Levi bersuara untuk menenangkan Kenzo.
“Terima kasih,!” akhirnya sebuah kalimat keluar dari mulut Kenzo.
“Mau menggunakan lenganku untuk bantalmu,? Aku pikir rasanya lebih nyaman,” tawar Levi berniat ingin kembali membuat Kenzo terlelap.
“Kau akan pegal,” jawab Kenzo.
“Tenang saja, kan ada kamu yang bisa memijitku,” canda Levi yang berhasil mendapat senyum dan gelengan Kenzo.
“Baiklah jika kamu memaksa,” ujar Kenzo langsung menarik tangan kanan Levi untuk dia jadikan bantal.
“Boleh aku memegang tanganmu,?” sela Levi tiba-tiba.
“Untuk apa,?”
“Hanya untuk menenangkanmu,”
“Tidak perlu melakukannya, aku..................”
“Aku bukan wanita yang harus kemu perlakukan lembut dan romantis. Aku seorang lelaki jadi tidak usah berlebihan, itu yang akan kamu katakan huh,?” rajuk Levi tahu sifat dan kebiasaan Kenzo yang sejujurnya kadang membuatnya sebal.
“Kalau sudah tahu kenapa harus melakukannya,?” sergah Kenzo enteng.
“Apa,? Bahkan disaat seperti ini egomu masih saja mendominasi, dasar,!” omel Levi yang hanya dibalas dengan kikikan Kenzo.
“Ini bukan saatnya untuk menertawakan sesuatu,!” kesal Levi.
“Kamu tahu, justru sekarang yang terlihat seperti wanita adalah Kau, Tuan Levi,” balas Kenzo.
“Terserah,! Aku ngantuk sebaiknya kita tidur,!” balas Levi yang langsung memejamkan matanya. Tangan dan kakinya langsung menindih badan Kenzo yang sontak mendapat tanggapan tidak senang dari sang empunya.
“Biarkah saja seperti ini, kita ada di daerah pantai, anginnya terlalu kencang,” gumam Levi yang tahu dengan ekspresi tak suka dari Kenzo. Kenzo hanya bisa menghela nafas pasrah.
“Terima kasih sudah memberikan lenganmu untuk membuatku nyaman,” bisik Kenzo sukses membuat Levi nyaman untuk menampilkan senyum lega di dalam pejaman mata.
Berlahan Kenzo mencoba untuk kembali memejamkan matanya. Mimpi buruk itu sekarang benar-benar menyita setengah perhatian dan otaknya. Dia ingin kembali menenangkan dirinya sejenak dan kembali pada kenyataan bahwa sekarang dia tidak sendiri dan menderita.
Kenzo tahu bahwa sejujurnya masih begitu banyak hal yang ingin diketahui oleh Levi tentang dirinya. Dia tahu bahwa lelaki yang kini menjadi kekasihnya memendam begitu banyak rasa ingin tahu tentang dirinya. Levi pernah mengatakan bahwa dia mau menunggu dan bersedia menamninya sampai kapanpun, dan sampai sekarang dia memang membuktikannya.
Disaat Kenzo dalam keadaan seperti malam ini, pasti begitu banyak pertanyaan yang ingin Levi ajukan, namun melihat kondisi Kenzo yang tidak tenang, dia memilih untuk menawarkan kenyamanan dibanding penjelasan.
Baginya kebahagiaan dan rasa nyaman adalah yang utama, tak peduli dibelakang masih ada begitu banyak rahasia. Biarkan hal yang memang sulit untuk dikatakan menjadi misteri, apa yang sudah terungkap adalah hal yang patut untuk kita jadikan kebahagiaan.
@lulu_75
@melkikusuma1
@junaedhi
@sogotariuz
@liezfujoshi
@hendra_bastian
@kikyo
Lgy dongggg
*
Apapun yang terjadi dalam hidup adalah sebuah catatan yang memang harus ada di buku perjalanan setiap manusia. Rasa yang timbul dari semua kejadian adalah memang harus tersuguhkan. Menikmati dan terus mencoba tetap bahagia apa adanya, atau menolak serta berontak adalah dua reaksi yang bisa menjadi pilihan. Namun, apapun pilihan itu, yang terpenting adalah rasa tanggung jawab. Tanggung jawab yang kelak akan menjadi penilai akhir bahwa sebuah pilihan bernilai menyenangkan atau tidak.
Sebuah cerita yang tersuguh menjadi kebanggaan di masa depan. Cerita tentang resiko dan keberanian membuat keputusan. Memiliki orang tercinta membuat hati merassa lebih sederhana. Sederhana untuk terus melangkah, sederhana untuk terus percaya, dan sederhana untuk yakin bahwa kita pantas bahagia.
“Akhirnya mobil kesayangku kembali pada tangan yang sah,” gumam lega di pagi hari oleh seorang lelaki berperawakan besar dan tinggi itu.
“Cih, berlebihan,” tanggapan lelaki yang sedari tadi di sampingnya.
“Ini bukan berlebihan Ken, tapi kamu yang memang dengan tega menyiksa sahabat terbaikmu ini,” sangkal Rey tak terima dengan cibiran Kenzo.
“Benarkah,?” tanya Kenzo dengan nada malas.
“Kau tahu,? Sejak seminggu lalu kamu menyita kunci mobilku, hidupku sangat sengsara,”
“Oh iya,?” kembali Kenzo hanya menanggapinya malas.
“Tentu saja. Bagaimana seorang Rey harus pulang pergi kemanapun menggunakan angkutan umum, itu sangat menjengkelkan Kenzo,!” kesal Rey jika mengingat kejadian seminggu kebelakang yang ia katakan sebagai hari paling menderita.
“Hidupku sangat menyedihkan, dan kau tahu,? Itu gara-gara kamu Kenzo,!” pekik Rey tak bisa menahan rasa kesalnya.
“Kenapa jadi aku yang dipersalahkan,?” tanya Kenzo acuh.
“Ya jelas kamu yang salah. Jika kamu tidak menyita mobilku, aku yakin kencanku dengan Mona dan Karin tidak batal dan berujung tamparan di kedua pipiku,” geram Rey makin tak terkendali. Kenzo,? Dia hanya memutar bola matanya malas.
“Itu juga karena otak bodohmu Reymond Sardi,! Jika otakmu sedikit bisa di ajak berpikir aku tidak akan melakukannya,” balas Kenzo kini mulai melayani perdebatan dengan Rey.
“Tap......”
“Apa?” potong Kenzo tanpa memberi waktu pada Rey untuk mencari alasan karena sekarang kakinya sudah melangkah pergi meninggalkan Rey di kelas.
“Hey,! Mau kemana kau,?” teriak Rey melihat sahabatnya malah pergi meninggalkannya. Tanpa berpikir panjang, Rey langsung mengejar Kenzo.
“Perutku lebih penting dari keluhanmu,” jawab Kenzo malas.
“Jadi kita mau ke kantin? Traktir ya,?” ujar Rey yang langsung mendapat respon dadakan dari Kenzo yang menghentikan langkahnya.
“Kenapa malah berhenti,?” tanya Rey yang tak mendapati Kenzo di sampingnya.
“Ayo,!” ajak Rey tanpa basa-basi menyeret tangan Kenzo menuju kantin kampus.
“Hey,! Kenapa jadi aku yang harus mentraktirmu,?” tolak Kenzo setelah dengan paksa Rey mendudukannya di salah satu kursi kantin.
“Terlambat untuk protes Kenzo,!” ujar Rey tak peduli dengan reaksi tak suka Kenzo.
“Mbak, aku pesan mie ayam bakso dan minumnya jus jeruk. Kamu mau pesan apa,?” tanya Rey yang dengan seenaknya memesan makanan pada pelayan yang sudah dia panggil.
“Buat dua untuk pesanan yang sama dengannya,” jawab Kenzo.
“Oke, tunggu sebentar,” sahut pelayan kantin.
“Jangan lama-lama ya mbak,!” teriak Rey tak mau menunggu.
“Dasar lelaki tak tahu malu,” gumam Kenzo melihat aksi Rey yang tidak sabaran.
“Apa kamu bilang,?” tanya Rey tak terima.
“Selain tidak tahu malu, kamu juga ternyata tuli Rey? Ck kasihan sekali orang tuamu mempunyai anak sepertimu,” jawab Kenzo enteng dengan nada penuh ejekan.
“Sialan kau Kenzo,!” bentak Rey tak terima yang langsung bereaksi dengan melempar kotak tisue kearah Kenzo. Beruntung bagi Kenzo karena berhasil menghindarinya, namun sepertinya tidak dengan orang yang ada di belakangnya.
“Aw,” pekik orang malang yang menjadi korban salah sasaran Rey. Reflek orang itu langsung memutar arah badannya untuk melihat siapa pelaku pelemparan.
‘Mati kau Rey,” maki Rey dalam hati setelah tahu siapa orang yang menjadi korban lemparan kotak tisuenya.
“Ma...maaf pak Levi. Aku tidak sengaja,” lirih Rey meminta maaf dengan nada penuh penyesalan. Kenzo yang semula tak peduli dengan korban Rey sontak kaget ketika Rey menyebut nama korbannya.
“Lev.... maksudku pak Levi,?” kejut Kenzo melihat korban Rey.
“Oh, Kenzo,?” kejut Levi yang tak kalah kaget dari Kenzo.
“Kalian sudah makan siang,?” tanya Levi.
“Pesanan kami akan segera diantar,” jawab Kenzo tak pikir panjang.
“Oh, ya sudah aku duluan. Jangan sampai telat makan,!” ujar Levi.
“Ya,” jawab singkat Kenzo, sedangkan Rey hanya tersenyum kikuk masih merasa bersalah karena ulah gagalnya untuk menimpuk Kenzo dengan kotak tisue.
“Sejak kapan kamu dekat dengannya?” tanya Rey tiba-tiba.
“Maksudmu?” ujar Kenzo bingung.
“Sejak kapan kamu terlihat dekat dengan pak Levi,? Apa hubungan kalian sebenarnya?”
“Dan sejak kapan kamu harus peduli dengan urusan orang lain?” tanya balik Kenzo merasa tak suka dengan topik baru yang diusung Rey.
“Pak Levi memang orang lain bagiku, tapi kamu bukan orang lain bodoh,!” ujar Rey tak ambil pusing.
“Lalu?” tanya Kenzo tak begitu menanggapi ucapan Rey.
“Kok lalu? Jawab pertanyaanku Ken,!” gemas Rey tak juga mendapat jawaban dari Kenzo.
“Ak...............”
“Permisi, ini pesanan kalian,” sela pelayan yang memotong ucapan yang hendak Kenzo keluarkan.
“Terima kasih,” balas Kenzo.
“Sekarang jawab pertanyaanku,” sela Rey yang ternyata tak lupa dengan topik yang tadi sempat terlupakan karena kehadiran pelayan yang mengantar makanan pesanan mereka.
“Lebih baik kita makan saja dulu, aku lapar,” jawab Kenzo yang sempat membuat Rey kesal namun tak berlangsung lama karena perutnya juga tak mau menunda asupan gizi.
“Oke,” jawab Rey langsung setuju.
“Sejak kapan kalian lebih dekat,?” tanya Rey yang ternyata tak mampu menahan rasa ingin tahunya walau baru dua menit terdiam dan sibuk mengunyah.
“Sudah cukup lama,” jawab Kenzo masih sibuk dengan makanannya.
“Lalu,?” sela Rey ingin lebih tahu apapun tentang hubungan Kenzo dan dosen terpopuler mereka.
“Lalu apanya?” tanya Kenzo masih tak melihat wajah Rey yang kini mengalihkan pandangan dari makanannya menuju wajah Kenzo.
“Lalu apa hubungan kalian,?” tanya Rey dengan nada yang sedikit menahan emosi.
“Kau sangat ingin tahu?” tanya Kenzo yang sedang membersihkan areal bibirnya dengan tisue karena dia telah selesai dengan makanannya.
“Jawab saja pertanyaanku Kenzo,!” geram Rey.
“Kalau aku bilang pak dosen itu adalah pacarku, kamu akan percaya?” ujar Kenzo dengan nada santai.
“APA???” pekik Rey langsung menyemburkan minuman yang sedang ia minum.
“Hey,! Apa yang kamu lakukan?” kini suara geraman dan jengkel keluar dari mulut Kenzo. Bagaimana dia tak jengkel ketika seseorang di hadapannya dengan tak berperasaan menyemburnya dengan air minum.
“Ma...maaf, aku tidak sengaja,” sesal Rey langsung memberikan tisue pada Kenzo untuk membersihkan pakaiannya.
“Kamu benar-benar membuatku kesal Rey,!” ujar Kenzo yang langsung berdiri hendak meninggalkan kantin.
“Hey,! Kamu mau kemana?” teriak Rey yang melihat Kenzo pergi dari hadapannya.
“Kelas, sebentar lagi ada kelas. Aku tidak mau terlambat gara-gara menusia bodoh sepertimu,!” jawab Kenzo akhirnya mau berbalik dan menghadap Rey walau dengan jarak yang lumanyan jauh.
“.....”
“Dan lagi, sebagai hukumanmu yang dengan seenak hati mengotori bajuku. Hari ini semua makanan kamu yang bayar,” lanjut Kenzo langsung berbalik namun,
BRUUK
“Ah maaf,” ujar orang yang bertabrakan dengan Kenzo.
“Seharusnya ak................” kata yang hendak Kenzo keluarkan terpaksa terhenti begitu saja ketika sorot matanya bertemu dengan tatapan mata orang yang baru saja ditabraknya. Tatapan mata itu bukan tatapan biasa.
“Tatapan itu,? tatapan yang sangat tidak asing untukku. Tatapan yang juga selama ini ingin sekali aku musnahkan dalam hidupku. Tatapan yang penuh dengan emosi dan tatapan seorang pembunuh. Ya, tatapan yang selama ini selalu aku tolak namun selalu hadir dalam hidupku, tatapan......................” gumam Kenzo dalam hati.
“Hey,!” sela Rey membuyarkan lamunan Kenzo. Lamunan tentang tatapan macam apa, yang baru terlintas di depan matanya.
“Dasar orang ceroboh,” lanjut Rey yang sukses mengalihkan perhatian Kenzo.
“Apa kamu bilang,?” tanya Kenzo tak terima.
“Memang apa yang aku bilang huh,?” ujar Rey malah balik bertanya dengan neda polosnya.
“Katakan apa yang tadi kamu ucapkan,!” geram Kenzo masih belum terima dengan apapun kata yang Rey ucapkan.
“Oke, aku ulang sekali lagi ucapanku. Selain ceroboh, ternyata seorang Kenzo juga bermasalah dengan pendengaran rupannya,” ujar Rey yang langsung berlari menghindar dari kejaran Kenzo.
“Nikmati hidupmu sekarang Kenzo, sebelum semuanya hilang”
@lulu_75
@melkikusuma1
@junaedhi
@sogotariuz
@liezfujoshi
@hendra_bastian
@kikyo