It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Bnyakin dong update nyaaa
**********
Chapter 4 : Teori Selena
Aku sempat meragukan telingaku sendiri saat mendengarnya memuji namaku. Rasanya seperti saat pidato, presiden memanggil namaku dan mengundangku untuk makan malam ke gedung putih. Aku tahu itu mustahil. Dan aku yakin ini hanya mimpi. Tapi tidak. Orang yang saat ini berada di depanku bukanlah presiden, dia juga bukan penyanyi cadas yang selalu dimainkan oleh Hermionie di gubuk kecilnya. Dia Connor. Ksatria Berbaju Zirahku.
"Ehmm...." gumamku. Entah apa yang harus kuucapkan. Yang pasti saat ini aku sedang merasa melayang layang. "Te... terimakasih..."
"Hahahaha" Dia tertawa! Ini kali pertamaku mendengar tawanya! Suaranya terdengar sangat renyah sekali dan ini semakin membuatku yakin kalau ini adalah mimpi terliar dari mimpi mimpi liarku yang lainnya. "Kamu lucu kalau blushing seperti itu..."
"Ah.. te.. terimakasih..."
"Bagaimana dengan Dadmu?"
"Ehmm... ehm..." Aku mati kutu saat itu. Bibirku mendadak kelu dan keringat dingin bercucuran di pipiku yang diikuti oleh debaran jantung yang sangat kencang. "Ba.. baik-baik saja..."
"Kamu memang punya riwayat gugup seperti itu ya?"
Blush! Lowie! Kamu memalukan! Batinku pada diriku sendiri.
"Tidaaak!"
"Hmmm..." dia tersenyum lagi. Ahh tolong ingatkan aku untuk tetap berdiri dengan baik, karena aku yakin sebentar lagi aku akan meleleh. "Begitu, suaramu terdengar lebih enak kalau tidak gugup"
"Terimakasih!"
"Kamu benar benar orang yang bersemangat ya..." katanya. Saat dia mengatakan itu, hatiku menjadi berbunga bunga. Kalau tadi saat namaku dipuji olehnya saja membuatku yakin kalau ini hanyalah mimpi belaka, kini saat dia memujiku seperti itu saja membuatku yakin kalau sekarang aku sedang berada di kehidupan selanjutnya.
Ingin rasanya aku tetap berada disini bersamanya, memaku kakiku disini demi bisa berhadap-hadapan selama mungkin dengannya. Tapi malam semakin larut, dan mau tak mau aku harus segera pulang atau pencuri akan leluasa mengambil barang barang rumahku. Terutama barang barang Hermionie di gubuknya.
"Ehmm.. aku.. aku pamit pulang dulu..." lirihku.
"Oh. Benar" katanya. "Malam sudah semakin larut. Mau kuantar?"
"Ah! Tidak usah!" Tolakku cepat. Kalau dia mengantarkanku pulang, besok pagi seseorang pasti akan menyebarkan gosip yang aneh aneh tentangku. "Aku bawa skuter kok..."
"Skuter?" Tanyanya. "Kupikir tadi itu kunci motor Harley. Kamu yakin tidak ingin kuantar?"
Aku menggeleng cepat.
Meski kenyataannya aku sangat ingin sekali dan melakukan jungkir balik didalam hatiku karena tawarannya. Dan sesaat kemudian menyesal karena telah menolak tawaran itu.
--
Tiga hari kemudian, kutemukan diriku kembali berada didepan pintu gubuk kecil Hermionie di belakang rumah. Siang itu matahari bersinar dengan sangat kurang ajarnya dan menyilaukan mataku hingga jarak setengah meter kedepan jadi susah kulihat. Aku sampai harus berlari lari ke gubuk yang terletak di belakang rumah, karena belakangan kulitku sedikit sensitif dengan panas matahari.
"Hermionie!! Bangun!!" Pekikku sambil menggedor gedor pintunya. Dia pasti tidur siang lagi. "Hermionie!!!!"
Kali ini tidak ada suara musik yang menggelegar dari dalam kamarnya. Cukup hening dan membuatku penasaran dengan apa yang dia lakukan didalam. Mencurigakan, batinku.
"Yaaa!" Tiba tiba sang empunya kamar bersuara dari dalam. Tak lama setelah itu pintu dibuka sedikit dan kepala Hermionie mencuat dari dalam. "Yak? Ada apa bocah tengik?"
"Apa yang kamu lakukan didalam?" Serangku langsung. Meski bukan itu tujuan utamaku ke gubuk kecilnya. "Aku tadi tidak mendengar suara suara lagu cadasmu yang aneh itu. Kamu tidak sedang tidur siang, kan?"
Hermionie beringsut dari pintu,lalu menutup pintu gubuk kecilnya. "Apapun yang aku lakukan didalam, itu tidak ada urusannya denganmu. Sekarang, katakan padaku alasanmu kesini?"
"Mom memanggilmu" Kataku akhirnya. Hermionie adalah contoh saudara yang cuek diluar, tapi sangat perhatian didalam. Jadi jangan heran kalau cara bicaranya kasar. Dia itu adalah orang yang penyayang yang ramah di beberapa kesempatan.
Tiba tiba saudara perempuanku itu tersenyum lebar dan langsung berlari menuju pintu depan meninggalkanku didepan gubuk kecilnya. Sempat terlintas dalam benakku untuk mengintip masuk kedalam, tapi apa yang harus ku intip? Terakhir kali aku masuk isinya cuman kasur queensize nya yang semakin mempersempit gubuknya yang memang sudah kecik. Dan aku tak pernah lagi melihat dia memasukkan benda benda lain selain kaset-kaset cadasnya yang tidak baik untuk kesehatan telinga itu.
Yeah, aku benar. Aku memang tidak seharusnya ikut campur tangan dalam urusan dan kepunyaan orang lain.
--
Hari minggu itupun berlalu dengan cepat. Dan seninpun masih sesibuk senin-senin lainnya : menghadiri beberapa kelas sampai sore. Untungnya pelajaran dijurusanku tidak terlalu menyusahkan otak. Tapi meski begitu, tetap saja durasinya lebih banyak dan sangat memeras keringat.
Dan disinilah aku di Senin siang ini. Duduk sambil melahap sandwhich (yeah, makanan para nerd sepertiku) diatas tribun lapangan futbol sekolahku bersama Selena dan Bart yang sedang bercengkrama.
Ada beberapa alasan kenapa aku siang ini memilih untuk makan ditribun lapangan futbol daripada makan di cafetaria. Pertama, aku sedang tidak dalam mood yang tepat untuk dikerjai dan dibully para hunkies. Kedua, Bart belakangan tengah mengalami Claustrophobia dan aku tidak tahu kenapa. Dan Ketiga, tentu saja aku ingin melihat Connor yang melesat menembus pertahanan lawan dengan bola yang dibawanya disiku kanan.
Sejauh ini, aku berhasil menyembunyikan pertemuanku dengan Connor dari Selena dan Bart. Aku selalu tidak bisa berbohong pada kedua sahabatku itu. Mereka sudah seperti keluarga bagiku. Mungkin jika ditelisik dalam versi hiperbolanya, masing masing dari kami mempunyai kepingan hati kami satu sama lain. Jadi jika satu saja dari kami bahagia atau sakit, maka kami semua juga akan turut merasakan hal yang sama. Hanya saja, aku pikir ini belum saatnya mereka tau tentang cinta monyetku yang bodoh ini.
Kenapa aku sebut bodoh? Jelas sekali alasannya. Apa yang kualami kemarin, hanyalah halusinasi. Pun perasaanku yang dibalas oleh Connor, hanyalah imajinasi. Bagaimanapun juga, Connor itu straight. Semua cewek-cewek cantik tunduk padanya plus mereka juga menggilai pacar imajinerku tersebut. Kalaupun dia gay, hey lihat saja aku. Siapa yang akan mencintai sosok nerd sepertiku? Connor juga pasti akan pilih pilih kalau ternyata dia benar benar 'konslet'.
Aku baru saja menghabiskan roti isi keduaku dan menjilati satu persatu jari seperti siswa playgroup di jam makan siang saat telingaku mendengar sesuatu yang mengejutkan dari Selena.
"Apa kamu sudah tahu kalau Gigi dan Connor itu sudah putus?"
Aku terkesiap. Mereka putus? Aku menoleh pada Selena yang tidak sadar sekarang aku secara tidak langsung ikut dalam percakapannya dengan Bart.
"Huh? Aku tidak terlalu update soal berita-berita hangat di sekolah ini belakangan" jawab Bart cuek sambil menyandarkan punggungnya ke kursi tribun.
"Kamu terlalu stress dengan Kimia dan Claustrophobia bodohmu itu.." Selena mencubit pinggang Bart yang membuatnya mengaduh kesakitan. "Ini yang menjadi hot topic selama tiga hari belakangan!"
"Oh ya?" Akhirnya aku ikut bersuara. "Aku baru tahu kalau mereka pacaran..." kataku. Hey, aku sengaja berakting disini.
"Snap! Hey, Tuan-Celana-Robek-Di-Pantat. Kemana saja kamu selama ini? Huh? Mereka sering tertangkap basah berjalan bersama di sudut sekolah. Kamu pikir hubungan mereka itu apa? Adik kakak?"
"Kenapa kamu bisa begitu yakin mereka itu dulu sepasang kekasih?" Kata Bart.
Selena segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan kemudian memperlihatkan kepada kami sebuah screenshot halaman akun Twitter milik Gigi. "Lihat ini!" Pekiknya. "Mana mungkin orang yang tidak ada apa-apanya sama sekali tiga hari yang lalu berkicau 'Terimakasih atas cintamu selama ini. Aku tahu kau sama seperti cowok brengsek lainnya. Tapi kenangan bersamamu takkan pernah kulupakan'??!"
Ingin rasanya aku jungkir balik kegirangan saat membaca tweet itu. Aku memang bukan penggila sosial media seperti Selena dan Bart, tapi aku cukup bisa dan tau bagaimana cara memakainya. Meski aku tidak cukup yakin tweet itu ditujukan untuk siapa, aku sudah terlanjur merasa disurga dan melayang-layang sendiri di tempatku.
"Tunggu" Tiba tiba saja Bart bersuara. "Bisa saja tweet itu ditujukan untuk cowok lain kan?"
Selena memutar bola matanya. "Ya ampun, Bart! Kamu ini bodoh atau tidak mengerti sih?" Pekiknya yang membuat pelatih dibawah lapangan sana terkejut. Suara sahabatku ini memang terdengar cukup keras. "Coba kamu perhatikan Connor" katanya sambil menunjuk ksatria berbaju zirahku tersebut. Kami pun melihatnya. Tapi aku malah terpukau sendiri dengan wajah tampannya. "Apa selama tiga hari yang sudah lewat ini kamu pernah melihatnya bersama Gigi?"
"Tidak sih..." gumam Bart. "Tapi coba saja lihat wajahnya, dia tidak tampak sedih ataupun kecewa.."
"Itu dia masalahnya!" Pekik Selena lagi. "Apa kamu tidak baca tweetnya dengan teliti tadi? Connor itu cowok!"
"Menurutmu aku bukan cowok?" Tanya Bart kemudian. Sepertinya tersinggung.
Aku kemudian juga ikut bersuara. "Lalu kalau dia cowok apa salahnya?"
"Lowie sweetheart, cowok itu brengsek!" Selena berkoar-koar sendiri sambil berkacak pinggang diantara kami berdua. "Aku tahu bahwa semua cowok itu sama saja. Brengsek dan playboy. Semua masalah dalam sebuah hubungan itu datangnya dari cowok!"
Bart dan aku saling menoleh kebingungan dan menaikkan sebelah alis kami. "Jadi menurutmu, kami bangsa cowok adalah troublemaker?"
Selena mengangguk dengan cepat. "Yap. Benar sekali. Mr. Stephenson itu adalah masalah karena sudah membuatmu stress dan terkena Claustrophobia seperti saat ini, Bart!" Tudingnya. Dan kemudian menoleh tajam kepadaku. "Dan kamu Lowie, Harry adalah contoh figur seorang cowok yang buruk padamu. Tapi kenapa kamu malah menerimanya mentah mentah sebagai pacarmu?"
Aku menghela nafas. Dan selanjutnya lebih memilih diam, menolak untuk mengklarifikasi atau bersuara apapun karena hasilnya akan percuma. Alih alih aku malah memilih untuk memperhatikan Connor yang kini sedang dihadang oleh dua orang hunkies didepannya.
Mungkin aku sebaiknya mengklarifikasi ini dulu kepada kalian. Harry adalah senior yang sudah tamat lebih awal dariku. Dia diwisuda tahun kemarin dan sekarang bekerja di sebuah klub malam sebagai pengisi acara tetap. Aku tahu Harry itu menyukaiku, dan yah, sampai sekarang sepertinya juga begitu. Tapi Harry itu adalah saudara jauhku dan aku tidak mungkin berhubungan dengan saudaraku sendiri. Dia pernah menyatakan perasaannya padaku saat Farewell Party Night, dan Selena mendengarnya. Tapi dia tidak mendengar bagian dimana aku menolaknya dan lebih memilih menjadi teman dengannya. Mungkin, karena pada dasarnya Selena adalah orang yang membenci klub malam dan minuman keras dia sudah lebih dulu melabeli Harry sebagai orang berpengaruh buruk bagiku. Sampai sekarang aku tetap berkomunikasi seperti biasa dengan Harry, tapi Selena malah mengaggap kami berpacaran.
Saat Selena dan Bart masih berdebat disebelahku, aku kemudian merapikan bekal. "Aku mau ke belakang dulu" pamitku pada mereka.
"Tunggu!" Seru Bart. "Aku juga mau kebelakang"
"Dan kalian meninggalkanku begitu saja?!" Selena merasa tersinggung. "Aku juga ikut kalau begitu" sambil menyeret tangan kami tanpa membiarkan kami menjawab terlebih dahulu.
Satu hal yang kupahami dari seorang cewek, mereka tidak akan pernah mau menerima kata 'tidak'.
--
Sore itupun berlalu dengan cepat. Aku berhasik melalui hariku tanpa gangguan apapun dari para hunkies. Semuanya berjalan dengan mulus. Flawless. Meski aku merasa agak pusing setelah akuntansi di jam terakhir ini. Tapi setidaknya ku berhasil melewati hari ini dengan baik.
Sekolah sudah sangat sepi saat aku berjalan keluar dari kelas. Aku ditahan lebih lama oleh Mrs. Helenn karena gagal dalam tes beberapa minggu yang lalu dan mengerjakan perbaikan bersama dua orang teman kelas yang lainnya saat bel terakhir dibunyikan. Dan mungkin karena itulah kepalaku terasa pusing dan berdenyut denyut setelah jam akutansi milik Mrs. Helenn berakhir.
Aku lalu mengeluarkan ponselku yang sudah sangat sangat ketinggalan zaman (Nokia, yeah, semua orang punya iPhone untuk groufie sekarang) dan melihat nama Bart yang berkedip kedip dilayar. Langsung saja ku angkat karena merasa tidak enak dengan mereka. Tadi sebelum melakukan perbaikan aku sempay mengirim SMS pada mereka untuk menungguku. Aku terbiasa pulang bersama mereka setiap hari senin dan beberapa hari lainnya.
"Kami menunggumu diparkiran" suara Bart terdengar lesu diseberang sana. "Kamu masih mengerjakan perbaikan?"
"Tidak kok!" Bantahku cepat sambil berlari lari kecil menuju lokerku. "Tunggu sebentar lagi! Aku ingin mengambil beberapa buku dulu dari loker!"
Dan kemudian panggilan kami terputus.
Langsung saja kumasukkan ponsel kedalam tas dan memutari hallway. Kuhampiri lokerku dan mengeluarkan beberapa buku dari dalamnya serta memasukkannya kedalam tas. Aku juga memasukkan beberapa buku dari dalam tasku ke loker. Mrs. Helenn sepertinya belum puas dengan perbaikan tadi. Dia menyuruhku dan beberapa teman kelas lainnya untuk membuat essay dirumah tentang materi yang diajarinya tadi.
Baru saja aku mau menutup pintu loker, sebuah gumpalan kertas terjatuh dari dalam lokerku. Aku bahkan tidak tahu tadi ada benda itu didalam. Kulihat ke sekelilingku kalau kalau ada seseorang yang sengaja menjebakku dengan benda ini dan merekamku dari suatu tempat. Tapi aku tidak menemukan siapa siapa selain diriku sendiri didepan lokerku.
Aku menghela nafas dan membuka gulungan kertas itu. Kutemukan sebuah tulisan dan beberapa digit angka didalamnya dan itu membuat alisku saling bertaut kebingungan.
'12-809-xxxxxxx . Call me -C'
@omega_z udah dilanjut tuh
@handikautama @Lovelyozan udah tuh terimakasih sudah mampirr~ sering2komen yaaa
@tianswift kenapades?
@bagastarz hahahaha ikutan ngecieee in ahhhh
@Seiranu aaaahh terimakasih ^^ jangan lupa komen dan mention lagi yaaa
@rio_san hahahaha makasih ^^
@akira_kenji hmm keknya nggak deh.
@lulu_75 ntar gue xeritain. hehe. belum saatnya
@balaka *jitak*
@AbdulFOO klo update lagi tolong dimention ya
Hmm oke semoga tambah menarik...
Oya reason to love nerd like me, kapan di lanjut @AbdulFoo ?
So,,,Lowie, what you waiting for?
Just call him now...