BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY BELOVED ASKAR

194959799100139

Comments

  • Mengundang,
    @Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3
    @JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo
    @PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova
    @jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro
    @new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18
    @delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia
    @diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku
    @ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan
    @Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie
    @sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday
    @Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran
    @rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto
    @Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
    @shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji
    @abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar
    @kaha @blasteran @BN @dian_des
    @Pyromaniac_pcy @melkikusuma1
    @asik_asikJos @opatampan @The_jack19
    @ori455 @lukisan_puisi @usernameku
    @dadanello @boncengek3 @earthymooned
    @gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama
    @OkiMansoor @Ninia @ananda1 @kikirif
    @satriapekanbaru @o_komo @SyahbanNa
    @Denial_person @arya_s @imanniar @raito04 @AgataDimas @Harris_one @duatujuh @M_imamR2 @josiii @viji3_be5t @Firman9988_makassar @amostalee @ocep21mei1996_ @Chi_dudul @Pranoto @renataF @liezfujoshi @Niel_Tenjouin @Prince_harry90 @raden_sujay

    Mohon vote n komentarnya serta bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.


    Part 35

    Gue menghentak-hentakan kaki sambil kembali melirik jam tangan dan menatap ke jalanan, berharap ada angkot jurusan kompleks gue yang tiba-tiba muncul. Gue kembali duduk sambil merogoh saku dan mengeluarkan handphone buntut -yang khusus gue bawa saat kesekolah saja- sambil mengirim pesan ke Askar kalau gue masih di sekolah.

    Sebenarnya waktu pulang udah berlalu sekitar 30 menit yang lalu, dan Askar juga hendak mengantarkan gue pulang sekalian mengajak gue buat nemenin dia ke suatu tempat. Tapi gara-gara berita hoax yang disebarkan Dwi, gue akhirnya jatuh lalu tertimpa tangga yang terbuat dari beton dan baja. Gue masuk kelas disaat waktu ulangan sudah tinggal setengah jam lagi, lalu dipanggil ke ruang BK setelah pulang sekolah karena keluyuran di jam pelajaran dan diceramahi habis-habisan. Untung saja soal ulangan tadi tidak begitu sulit, sehingga pribahasa gue nggak jatuh tertimpa tangga lalu masuk dalam got. Wkwkwk.

    Kembali ke cerita ...

    Seseorangpun duduk disamping gue yang sedang asyik berpesan ria dengan Askar. Kata Askar, dia mau jemput gue ke sekolahan, tapi gue tolak karena nggak mau ngerepotin dan nggak mau jikalau waktu dia buat gagah-gagahan di depan cermin berkurang karena gue.

    "Kakak nungguin siapa?" Tanya orang yang duduk disamping gue sambil menengok kelayar handphone buntut gue. Gue otomatis menjauhi handphone tersebut darinya, sambil mempelototi atas ketidak sopanan dia terhadap gue.

    Si Fandi hanya nyengir lalu senyum-senyum gaje, "kakak serius banget sih, sampai adik sendiri duduk aja nggak tahu." Ujarnya menyindir gue.

    Gue memutar bola mata sambil lanjut mengetik pesan ke Askar biar nanti jemput aja gue dirumah.

    "Kakak SMSan sama siapa? Sama pacarnya ya?"

    "Ish... kepo deh lo."

    "Kepion kakak sendiri boleh aja kan?"

    "Huft..., ada yang boleh lo kepoin dan ada yang nggak boleh lo kepoin." Ujar gue memandang kearahnya yang hanya tersenyum ke gue. Dia menatap gue dengan tatapan yang nggak bisa gue mengerti.
    "Lo tumben telat pulang? Nggak dicariin Bunda ntar?"

    "Kakak sendiri kenapa telat pulang?" Eh dia malah balik nanya.

    "Gue tadi diceramahi guru BK gara-gara gue kelayapan tadi pas istirahat."

    "Bukannya kata kakak, guru kakak nggak hadir ya?"

    "Hooh, tapi guru piket masuk, dan gue nggak ada dikelas." Fandi mangut-mangut. "Lo sendiri dek?"

    "Ah..., tadi Fandi ngerjain tugas kelompok kakak." Ujarnya merunduk sambil memain-mainkan sepatunya.

    "Rajin ya... gue doain semester ini lo juara umum lagi (juara umum di angkatannya)."

    "Hehe aamiin..., makasih kak. Begitu juga dengan kakak, semoga juara umum juga."

    "Aamiin..., makasih ya dek." Ujar gue mengacak-acak rambut Fandi.

    "Kakak mau nungguin seseorang atau mau ngangkot bareng Fandi?" Tanya Fandi sambil menunjuk angkot kuning yang melaju mendekati kami.

    "Gue nggak nungguin siapa-siapa kok." Ujar gue sambil ikut naik kedalam angkot. Udah lama banget gue nggak ngangkot bareng dia.

    Diangkot kita bebas cerita-cerita karena kebetulan angkot yang kita tumpangi cukup sepi. Mulai dari pelajaran di sekolah, cerita-cerita tentang pengalaman gue ngikut olimpiade serta permohonan Fandi buat kepoin Nathan (?) saat ekstrakulikuler Kimia. Awalnya gue sih menolak, untuk apa gue kepoin anak orang yang baru gue kenal. Apalagi Askar bisa salah faham ntar jikalau gue kepoin anak orang yang secara fisik sempurna itu. Tapi apa daya deh, akhirnya gue nyerah juga dengan Fandi yang memohon-mohon ke gue. Gue sempat curiga dengan orientasi seksualnya, tapi kata Fandi kalau yang meminta itu adalah temannya seekskul Fisika.

    Gue memandang kearah jalanan yang sedang rame-ramenya saat ini sambil melirik Fandi yang sibuk dengan handphonenya. Lalu senyum-senyum nggak jelas sambil membaca pesan dari seseorang. Siapa sih cewek yang disukainya sekarang, sampai dia segitu banget.

    Gue berdehem ke dia sebelum mukanya memerah menatap gue. "Siapa? Kok senyum-senyum gitu?" Tanya gue.

    "Ng... teman kak." Ujarnya tersenyum ke gue.

    "Teman apa teman?"

    "Seriusan kak teman kok."

    "Ooh kirain kakak..."

    "Siapa kak?" Dia menatap gue dengan polos. Apa dia nggak ngerti kalau gue lagi nyindir dia apa?

    "Hmm..., siapa ya? Gebetan mungkin atau pacar."

    Mukanya bersemu merah, Fandi nampak menutupi kegugupannya dengan merundukan kepala. "Kakak bisa aja deh, siapa juga yang mau sama Fandi yang kayak gini."

    "Ala..., masa sih. Masa nggak ada yang dekat sama adik kakak yang manis ini. Udah ganteng, baik, ramah juara kelas lagi."

    "Hehehe siapa dulu kakaknya." Ujarnya nyengir. "Mampir dulu kak?"

    "Kapan-kapan aja ya. Jangan lupa kenalin ke kakak kapan-kapan ya!"

    Fandi lalu nyengir kuda seraya turun dari angkot dan membayar ongkos. Kebetulan angkot jurusan kompleks rumah gue memutar, jadi kalau pulang sekolah dia pasti yang turun duluan.

    Gue masih memikirkan dan menerka-nerka siapakah gerangan cewek yang lagi dekat dengan Fandi sekarang. Secara dia cukup terkenal di kalangan siswa seangkatannya bahkan angkatan gue, sehingga banyak wanita yang haus brondong nanya-nayain Fandi ke gue. Semoga aja dia nggak jatuh hati sama kakak-kakak kelasnya yang kegatelan.

    Guepun menyalami Mama yang ada di dapur sesampainya gue di rumah. Mama nampak sedang sibuk dengan masakan beliau yang menggoda indra penciuman.

    "Lama pulangnya Ian? Udah makan?"

    "Eee tadi Ian ada urusan dulu sama guru ma, olimpiade." Ujar gue bohong. Jika mama tahu, waw, gue nggak bisa mendeskripsikan apa yang akan terjadi. "Tadi Ian juga sudah makan sama Aldi dan Dwi."

    "Oooh..., kapan-kapan ajak mereka main ke sini, Mama udah kangen sama mereka."

    "Hehe nanti Ian ajak. Mama buat apa?"

    "Ini Mama lagi buat gulai." Ujar mama sambil menyodorkan beberapa tetes kuah gulai ke tangan gue. "Udah terasa nggak garamnya?"

    "Ian nggak tau ma, yang Ian tau cuman enak aja. Hehehe."

    "Ian,ian. Kamu harus tahu yang beginian, walau kamu itu cowok.
    Oh ya, Kamu kenal Askar?"

    Deg! Darimana mana mama tahu tentang Askar. Gue menelan ludah sambil tetap terus menatap mama yang sibuk dengan gulainya.
    "Ng..., tahu ma. Dia rekan Ian buat karya ilmiah ma."
    Perasaan gue entah kenapa mendadak nggak enak.
    "Kenapa ma?"

    "Tadi dia nelpon mama, mungkin sekitar setengah jam yang lalu. Katanya handphone Ian nggak diangkat. Makanya dia nelpon ke rumah."

    "Ooh mungkin saat Ian lagi 'pembinaan Olimpiade' mungkin ma." Jawab gue ke Mama dengan senyum yang dipaksakan. Nyesal juga gue nelpon dia dulu pas pulsa gue lagi bokek-bokeknya dengan telepon rumah.
    "Dia cuma nanya itu ma?"

    "Iya dia cuma nanya itu." Gue ngangguk-ngangguk. "Seragamnya nggak mau diganti Ian? Emang besok nggak sekolah? Ntar bajunya kotor loh."

    "Eh iya ma. Ian keatas dulu ya." Ujar gue sambil meninggalkan dapur dan berlalu menuju kamar gue yang berada di lantai atas.

    'Askar, lo tdi nelpon rumah gw y?
    Lo dimana sekarang?'


    Duh sial, si Askar malah nggak ngejawab lagi. Biasanya nggak sampe semenit juga udah nongol pesan darinya.

    Iseng, gue membuka galeri foto dan menatap pose kerennya di galeri handphone gue. Tubuhnya dengan kaos lengan pendek tercetak jelas, serta bulgenya yang mengembang di bagian bawah fotonya bikin adek gue menggeliat di bawah sana. Ada gejolak yang beremuruh di dada gue saat melihat pose menantang itu.

    Gue lalu melucuti satu persatu pakaian yang melekat di tubuh gue, sehingga tubuh gue sempurna tanpa sehelai benangpun. Pistol keramat gue sudah siap tempur, siap menembakkan bertetes-tetes peluru sakti yang bakalan setiap wanita dan homo ketagihan untuk ditembak.

    Gue lalu menyambar handuk lalu turun kebawah menuju kamar mandi sebelum nafsu gue semakin di ubun-ubun. Mama juga memandang heran ke gue yang setengah berlari ke kamar mandi, apalagi nggak seperti biasanya yang selalu melucuti pakaian gue di kamar mandi. Semoga aja mama nggak berfikiran macam-macam ke gue, karena gue nggak pernah melakukan hal yang macam-macam di kamar mandi. Suwer, kalau kalian nggak percaya.

    Setelah menuntaskan hasrat kelelakian gue, mandi tentunya (jangan berfikiran yang aneh-aneh), gue lalu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang terlilit di pinggang. Gue mencari-cari mama yang nggak ada di dapur sambil mematikan kompor. Liat nih masakan gulai beliau juga hampir matang ditinggal begitu saja.

    "Ma? Ma?"

    "Mama di depan nak." Teriak mama dari ruang tamu. Gue bergegas ke ruang tamu dengan tubuh masih semi telanjang itu.
    "Ada apa Ian?" Tanya mama yang sedang duduk dengan seseorang di kursi tamu. Gue hanya menelan ludah melihat siapa tamu yang datang. Begitupun si tamu yang nampak terbelalak melihat gue yang hanya bertutupkan sehelai handuk itu. Mungkin dia kaget bakalan disambut oleh gue dengan pose yang begitu memggoda ini.

    "Ng..., nggak jadi ma." Gue menggaruk kepala gue yang nggak gatal, menghalau rasa kegugupan gue. Gue lalu berjalan (mungkin dapat dikatakan berlari) kelantai atas memegangi handuk gue yang hampir melorot saking gugupnya.

    Sambil menutup pintu dan bersandar di balik pintu. Gue berusaha menormalkan detak jantung gue yang bergolak tidak karuan. Gue menepuk kedua pipi gue, dan merasakan wajah gue yang memanas. Gue lalu melepaskan handuk lalu berpakaian. Gue memilih-milih baju yang cocok, lalu gue memakai baju yang membuat Adrian Aditya semakin ganteng.

    Guepun lalu turun kebawah setelah berpakaian dengan rapi. Tak lupa sebelumnya gue sedikit berkaca dan merapikan rambut gue yang keren. Hehehe.
    Mama tersenyum ke gue dan Askar memandangi gue tanpa berkedip. Segitukah? Gue lalu duduk disamping Askar sambil memandangi Mama yang tersenyum ke kami. Ada perasaan degdegan yang bergelora dan berkecamuk di fikiran gue saat ini. Kita berdua laksana sepasang kekasih yang lagi mau minta izin untuk menikah. Gue lalu merunduk dan memandang karpet sambil memainkannya dengan kaki gue.

    "Kalian mau ke toko buku ya?" Terdengar suara Mama yang membuat gue mendongak dan memandang Mama dan Askar bergantian.
    "Loh? Kok kamu terkejut gitu Ian."

    "Eh iya ma." Gue mengangguk-ngangguk mengiyakan kata Mama. Mungkin ini adalah salah satu rencana Askar. Atau jangan-jangan emang mau ke toko buku.

    Askar menepuk paha gue. "Tante kita jalan dulu tante." Ujar Askar seraya bangkit dari kursi sambil mencolek gue, sehingga gue bangun seraya menciumi tangan Mama.

    "Ma, Ian pergi dulu." Jiah kok gue sampe gugup gini.

    "Yaudah. Hati-hati, jangan ngebut-ngebut. Pulang jangan malam banget ya." Ujar Mama seraya mengantar kita berdua ke pintu. Guepun menerima helm dari Askar dan memakainya lalu naik ke motor sport Askar.

    Kitapun berlalu. Nampak Mama melambai-lambaikan tangan kearah kami. Mainstream banget ya? Tapi begitulah Mama gue.

    Askar terdengar menghembuskan nafasnya seraya melambatkan laju motornya. Dia lalu membuka kaca helemnya dan tersenyum kearah gue melalui kaca spionnya.
    "Gue gugup Ian."

    Kening gue berkerut, bisa juga si Askar siketua geng Yakuza Junior ini gugup.
    "Gugup kenapa Kar?"

    "Kan tadi ketemu sama calon mertua." Ujarnya sambil nyengir kuda.

    Argh... dia bisa aja membuat gue melambung ke udara. Gue lalu mencubiti pinggangnya sampai Askar berteriak-teriak dengan sedikit erangan mesum, sehingga beberapa pengendara disamping kita berdua memandang aneh ke kita berdua. Askarpun lalu tertawa setelah gue menghentikan aksi gue yang kegemasan dengan tingkah lakunya.

    "Kok berenti sih Ian?"

    "Lo mesum! Gue jijik aja dengar lo ngerang-ngerang aneh gitu." Terdengar suara gue yang berbaur dengar suara jalanan.

    "Tapi lo sukakan erangan gue?" Ujarnya menaik-naikan alisnya.

    Guepun memutar mata. Jujur gue suka, terdengar jantan dan perkasa. Adik gue aja sampai berdiri, tapi tidak untuk sekarang. "Kita mau kemana Kar?" Tanya gue mengalihkan topik pembicaraan. Bisa celaka dua belas kalau tetap terus dilanjutkan.

    "Kan kita mau ke toko buku." Jawabnya yang bikin gue sedikit kecewa. Gue menggembungkan pipi sambil membuang muka memandang jalanan kota gue.

    "Loh kok muka lo gitu sih? Nggak suka ya? Bukannya biasanya lo bakalan berbinar-binar kalo denger toko buku."

    "Gue nggak bawa duit lebih." Gue menjulurkan lidah sambil merundukan wajah. Malu bener ngaku kalau lagi bokek sekarang. Hihihi.

    Askar tertawa. "Kalo soal duit tenang aja. Lo mau beli buku apa? Ntar gue bayarin." Ujarnya menahan tawa.

    "Ntar duitnya gue ganti deh Askar."

    "Hahaha kita nggak ketoko buku kok."

    "Trus?"

    "Lihat aja nanti." Ujar Askar mengedipkan mata sambil menutup kaca helemnya dan mempercepat laju motornya membelah jalanan kota gue.

    Gue hanya mempererat pegangan tangan gue ke bajunya Askar, malu dong ntar kita disangka orang yang bukan-bukan. Si Askar malah tambah mempercepat laju motornya sehingga mau tidak mau gue mempererat pegangan gue ke bajunya. Kadang gue menepuki bahunya biar nggak ngebut-ngebutan.

    Setelah puas berkeliling, diapun memarkinkan motornya ke parkiran roda dua sebuah restoran terkenal di kota gue.
    Gue memandang heran ke Askar yang menatap gue dengan tatapan aneh. Apa si Askar mau ngajak gue dinner? Tapi kok di restoran keluarga gini sih? Perasaan gue jadi nggak enak.

    Askarpun masuk dan menuju salah satu meja besar di tepi kolam ikan. Gue hanya menurutinya dari belakang sambil memandang ke sekeliling, banyak keluarga yang lagi makan malam sekarang. Askar mempersilahkan gue duduk di salah satu bangku di tepi kolam ikan. Askarpun lalu duduk disamping gue (?), bukan di depan gue.

    "Kar?!"

    "Hmm?" dia memandang gue, dan beberapa pramusaji datang membawa daftar menu ke kita. Setelah memilih makanan dan pramusaji itu pergi menyiapkan pesanan kita, Askar kembali menatap gue dengan tatapannya yang menghanyutkan.

    "Kar sebenarnya kita ngapain sih?"

    "Kenapa, Lo nggak suka?"

    "Ng..., bukan gitu. Tapi gue bingung aja. Kok gue diajaknya kesini sih."

    Askar tersenyum sambil menatap mata gue. "Kita mau ketemuan sama orang tua gue." Ujarnya mantap.

    "Apa?!"

    "Biasa aja kali. Nggak usah hiperbola gitu deh." Ujarnya menepuk jidat gue dan mengkatupkan mulut gue yang menganga kayak orang mau nyepong.

    Gue menepuk-nepuk muka, berusaha fokus dan mencerna maksud perkataan Askar tadi.

    "Serius?!" Gue agak ragu dengan pendengaran gue yang mungkin saja salah dengar. Terkadang, kontrol saja bisa terdengar kontol di telinga gue.

    Askar tersenyum sambil menggenggam tangan kanan gue. "Serius Adrian. Gue nggak pernah bercanda soal ini."

    "Lo kenapa nggak bilang-bilang sih mau ketemuan sama bonyok lo. Ish..., gue nggak berpakaian rapi tau."

    "Biasa aja ah, santai. Lo udah kayak cewek aja."

    Kayak cewek? Karena gue mempermasalahkan baju yang gue pakai ini. "Bukan itu ah, tapi gue merasa nggak menghormati kedua orang tua lo kalo gue berpakaian nggak rapi kayak gini." Sambil memegang kerah kaos merah gue. Tidak sepantasnya dalam aturan hidup gue, bertemu dengan seseorang yang lebih tua memakai kaos.

    Askar mengacak rambut gue sehingga gue menyungut. "Haha biasa aja ah. Liat gue, sama kayak lo kan?" Ujar Askar. Emang Askar hampir sama kayak gue, memakai kaos bewarna biru, dengan jeans serta tak lupa jaket kulit hitam yang menambah kesan gagahnya yang luar biasa. "Orang tua gue nggak mempersalahkan itu kok."

    Gue menatapnya lalu mengangguk. Gue lalu memandang meja sambil meremas-remas tangan gue menahan gugup. Bagaimana kalau orang tuanya Askar nggak suka dengan gue, gimana kalau sikap gue malu-maluin didepan mereka.

    "Ibu lo cantik ya." Gue lalu menoleh ke Askar yang menatap gue.

    Gue tersenyum sambil mengetuk-ngetukan jari dan menopang dagu menatap Askar.

    "Jangan bilang lo kecantol dengan mama gue ya. Mama itu punya papa."

    Askar tertawa. "Nggak ah, kan gue udah kecantol sama anaknya." Jawab Askar yang sukses membuat gue bersemu.

    "Ish... apaan sih lo." Gue menoyor Askar yang senyum-senyum ke gue.

    "Gue baru sadar kalau kecantikan lo itu genetik. Lo cantik kayak gini karena dilahirkan oleh wanita secantik mama lo."

    "Gue ganteng kali ih." Gue kembali menoyor Askar, kali ini lebih keras. "Sebenarnya kata orang-orang, gue lebih mirip sama Papa sih." Ujar gue membayangkan papa. Gue jadi kangen beliau.

    "Jadi papa lo ganteng dong?" Askar menaik-naikan alisnya memandang gue mesum.

    "Apaan sih lo?"

    "Gue cuma nanya aja, segitunya."

    "Pasti lo aneh-aneh lagi. Yang jelas papa adalah orang paling ganteng di dunia."

    "Bukan gue ya?" Dia sedikit mencibik, pura-pura ngambek.

    Gue berusaha menahan tawa gue. "Lo nggak ada ganteng-gantengnya Kar. Lo jelek banget."

    "Tapi lo suka kan?"

    "Hmmm... gimana ya?" Gue rolling eyes dengan bibir melengkung menahan senyum. "Ya... ya... gue suka. Walaupun lo orang paling jelek yang pernah gue temui di muka bumi ini, tapi lo ada di deretan daftar orang-orang yang spesial di hati gue." Aah... anjir gue malu banget coy bilang gituan, gue udah mulai mengeluarkan gombalan-gombalan ganjen yang parah banget.

    Askar tidak dapat menahan rasa bahagianya. Dia nampak menyembunyikan mukanya dan deretan giginya ke samping.

    "Btw, Ngomong apa tadi sama Mama?"
    Dia menoleh ke gue.

    "Banyak."

    "Banyaknya apa?"

    "Kepo deh."

    "Ayolah Kar. Ntar kasih cium deh." Gue menggigit bibir gue gemas.

    "Boleh, cium dulu. Disini!" Ujarnya menunjuk bibirnya.
    Hey cium pipi di depan umum aja bisa bikin gempar apalagi cium di bibir.

    "Nggak!" Gue mengangkat tangan.

    "Yaudah kalau nggak mau."

    Gue mendengus kesal sambil menggembungkan muka, walau dihati penasaran banget.

    "Rian?"

    Gue cuman bergeming dengan memutar bola mata sok-sok mengacuhkannya.

    "Adrian?!"

    Gue semakin berani memunggunginya, memandang penghuni kolam ikan yang bergerak konstan.

    "Oke-oke, tadi mama nanyain tentang gue, lalu tentang lo disekolah,..."

    "Lalu?" Gue buka suara.

    "...sampai lo semi bugil sehingga semua itu terhenti. Mama lalu kedapur mengambil minum."

    Gue mengangguk-ngangguk sambil menatap keluar, melihat orang-orang yang berlalu-lalang di luar sana.

    "Mama juga nanyain pacar lo dan ngapain aja lo disekolah."

    Gue langsung menoleh ke Askar yang senyum-senyum.

    "Trus lo jawab apa?"

    "Gue bilang aja kalau lo kerjaannya pacaran sama keluyuran pas jam pelajaran."

    "Yang bener?"

    Askar terkekeh, "Ya nggak lah Rian. Masa gue tega membuat Adrian gue dalam masalah." Jawabnya mengacak-acak rambut gue. Gue menepis tangannya yang hampir menghancurkan kreasi gue yang udah susah payah gue tata.

    Makanan kita pun datang. Gue memandang Askar meminta konfirmasi dengannya dulu. Dia sedang mengutak-atik handphonenya hendak menelpon seseorang. Dia kembali menelpon dengan wajah kebingungan dan sedikit kesal.

    "Ada apa?" Tanya gue menyentuh tangannya yang sedang mengutak-atik handphonenya.

    "Ngg... nggak, nih mama sama papa belum sampai juga." Jawabnya meletakan handphonenya ke telinga. "Kalo lo lapar, makan aja dulu." Dia menggenggam tangan gue dengan tangannya.

    "Nggak apa-apa kok, gue juga belum lapar." Gue tersenyum kearahnya. "Kita tunggu mama sama papa lo deh." Ujar gue. Sialnya nih perut malah berbunyi dengan kerasnya sehingga Askar terkekeh.

    "Mending lo makan deh, ntar lo kenapa-kenapa gue juga yang susah. Ujarnya sarkas.

    Gue cuman bisa nyengir sambil memain-mainkan sendok. "Nggak apa-apa kan? Gue jadi nggak enak sama mama dan papa lo Kar."

    "Selow aja ah..."

    Gue nyengir kuda sambil menyuap makanan. Askar menatap gue dengan senyumnya yang membuat jiwa gue selalu tentram. Wkwkwk.

    Askar kembali menelfon orang tuanya. Dia nampak gusar sekarang. Gue juga tidak mau mencampuri urusannya, memandang kearah luar. Walaupun bukan malam minggu, gue tetap bisa melihat beberapa remaja yang gue prediksi sepantaran dengan gue, lagi jalan bareng. Dan tunggu, itu si Evan kan. Dia lagi menggandeng cewek kelas X.

    Askar kembali duduk dan meletakan handphonenya di meja. Nampaknya dia menyerah.

    "Gimana?" Tanya gue dengan mulut penuh makanan. Dia tersenyum sambil melap ujung bibir gue dengan tisu. Perlakuannya bikin muka gue pasti memerah.

    "Masuk, tapi nggak diangkat."

    Gue ngangguk-ngangguk. "Mungkin lagi dijalan."

    "Semoga."

    "Mau?" Gue menyodorkan sesendok makanan gue ke dia, dan dia langsung melahap makanan tersebut. Parahnya dia malah menganga dengan tampang penuh harap, sehingga gue yang nggak tegaan ini mau tak mau menyuapi bocah besar gue ini.

    "Eh bay the way, si Evan lurus ya?" Tanya gue sambil mengecilkan volume suara gue saat menyebut lurus. "Tadi dia kelihatan lagi ngandek cewek kelas X." Gue menunjuk kearah terakhir mereka kelihatan.

    "Mmm..., dia emang lurus kok." Dia nampak sedang berfikir.

    "Kalau Aldo?" Entah kenapa gue kefikiran si Aldo.

    "Gue nggak tau kalau Aldo. Dia belum pernah pacaran sebelumnya. Tambah lagi dong!"

    Gue menyuapi Askar yang tersenyum menganga ke gue. Anjiir imut banget.

    "Kalau Askar?"

    Dia terkekeh, "Kalo bos Yakuza Junior pasti lurus." Dia berusaha menahan tawanya.

    "Iyekah?" Gue menirukan logat dari duo tokoh kartun dari negeri tetangga.

    "Iyee... die orang lurus. Nggak kayak kau lah."

    "Emang kenapa dengan gue?"

    "Belok." Bisiknya.

    "Berarti orang yg menyukainya kalau nggak cewek, belok juga dong.
    Woow nggak kebayang kalau anggota Yakuza Junior tau kalau bosnya itu 'sakit'." Ujar gue sarkas.

    Askar memutar bola matanya. Sambil menopang kedua dagunya, dia menatap gue dengan penuh keyakinan. "Mereka nggak bakalan tahu, kalau toh tahu mereka akan biasa aja kok."

    Gue menatapnya menantang. "Yakin bener?"

    "Yakin lah. Yakuza Junior adalah organisasi anti pembulian orang-orang yang lemah."

    "Wait, anti pembulian? Jadi selama ini ngapain lo melakukan tindakan meresahkan ke anak-anak?"

    "Contohnya?"

    "Si Kayla, waktu anak buah lo nyiram dia pagi-pagi. Apa maksudnya coba? Atau disaat anggota lo memeras anak kelas X."

    Dia berdecah, nampak ketidak sukaan dari wajahnya. Gue menang sekarang. Semenjak gue aktif sebagai perwakilan teman-teman di MPS, gue selalu mengkampanyekan supaya melarang genk maupun organisasi yang meresahkan. Semua genk yang meresahkan di sekolah bergasil kami (MPS dan OSIS) bubarkan kecuali Yakuza Junior.

    Askar mengambil nafas dalam sambil mengacak rambutnya yang keren itu. Dia nampak frustasi. Dia menatap gue.
    "Seharusnya semenjak dahulu, lo gue kasih pelajaran."

    "Oowh..., kenapa lo nggak kasih aja gue pelajaran ah, biar lo puas, biar nggak ada yang merongrong genk lo lagi?"

    "Sebenarnya gue udah ada niatan untuk melakukan itu, sewaktu lo datang ke kelas bersama beberapa teman sekomisi lo. Tapi Aldo malah melarang gue."

    "Aldo? Melarang lo buat menganiaya gue? Nggak salah, bukannya dia benci banget sama gue?"

    "Mungkin hanya prasangka lo deh. Bahkan dia yang meyakinkan gue supaya nggak menyentuh lo sedikitpun."

    Jujur, gue cukup terkejut dengan pengakuan dari Askar tadi. Tidak ada kebohongan dari cara bicaranya tadi, mengalir apa adanya. Pantesan saja gue selama ini nggak dikerjai oleh Yakuza Junior.

    Askar sudah kembali seperti biasa. GGM alias ganteng-ganteng menghanyutkan.

    "Kok lo patuh aja sama Aldo, kar?" Dia cukup terkejut dengan pertanyaan gue.

    "Hmmm... ceritanya panjang." Dia merundukan kepala sambil mengaduk-aduk makanan yang belum dia cicipi. Mama dan Papa Askar belum sampai, lihatlah anaknya yang mungkin kelaparan.

    "Nggak apa-apa kok kalau nggak mau cerita Kar."

    "Eh nggak... bukan gitu." Askar menghembuskan nafasnya, memejamkan matanya sejenak dan mengambil nafas dalam. Dia seperti hendak membuka lembaran lama, sehingga gue nggak nyaman seperti ini.

    "Gue dulu punya seseorang adik laki-laki yang hanya terpaut 18 bulan."

    Gue cukup terkejut mendengar pengakuannya, membuat gue semakin penasaran.

    "Namanya Azka. Lo tau, dia anak istimewa di keluarga gue. Mama dan Papa sangat menyayangi Azka melebihi gue, begitupun gue yang amat menyayangi dia. Dia anak yang cerdas dan juga berani, berbeda dengan gue yang agak pemalu serta lebih pendiam."

    "Tapi Azka memiliki fisik yang lemah, dan Azka yang sangan terkenal di sekolah, sehingga dia sering menjadi objek pembulian dari teman-temannya. Gue nggak tinggal diam, gue selalu membela Azka setiap dia dibuli oleh teman-temannya. Didepan gue mereka baik, tapi disaat gue tidak ada disamping gue, mereka kembali membulli Azka, bahkan lebih kejam dari yang sebelumnya. Bukan hanya fisik tapi juga psikis Azka."

    "Sehingga suatu hari, saat itu gue kelas IV SD dan Azka kelas III, hari itu gue sedang bermain bola sepulang sekolah bersama teman-teman gue. Sedangkan Azka menunggu gue di tepi lapangan, karena kita sama-sama menunggu dijemput oleh Mama yang terlambat menjemput. Gue lengah saat itu, disaat Azka diseret oleh temannya itu ke tepi got sekolah, gotnya lumayan besar. Gue nggak tahu gimana kejadiannya. Yang gue ketahui bahwa Azka telah terjungkal kedalam got dengan tulang leher patah."

    "Sepeninggal Azka, hubungan keluarga kami retak. Papa menyalahkan mama karena lalai mengurus anak sehingga papa lebih memilih sibuk dengan perusahaannya. Begitupun mama yang malah semakin sibuk dengan bisnisnya."

    "Beberapa bulan kemudian ada yang pindah rumah ke rumah samping rumah gue untuk sementara waktu, sampai rumahnya selesai di rehab. Anak yang punya rumah itu adalah Aldo. Dia sering main kerumah gue dan ngajak gue main. Sama dengan Azka, Aldo dulu adalah korban bully teman-temanya, sehingga gue bertekat supaya nggak ada korban pembulian dari anak-anak yang usil lagi. Sehingga gue membuat genk Yakuza Junior supaya nggak ada anak-anak yang dibully lagi."

    "Maaf." Gue merundukan muka, gue sudah salah duga sebelumnya.

    Askar tersenyum. "Soal Kayla, gue ngasih dia pelajaran karena perilakunya yang lebay itu. Terkadang dengan mulutnya yang super pedas itu, dia sering menghina dan merendahkan anak-anak lain. Jadi gue kasih aja dia pelajaran biar jera."

    Gue mengangguk-angguk setuju. Sikap intimidasi yang sering dia lakukan sewaktu gengnya belum dibubarkan, sering terbawa-bawa hingga sekarang. Terkadang dia sering mencela dan menghina anak-anak yang culun karena merasa lebih baik dari mereka."

    "Atau anak kelas X yang sering dipalak anak buah gue itu. Uang yang dipalak itu bukan untuk anak buah gue, tapi dikembalikan kepada yang punya uang. Karena anak yg dipalak Yakuza Junior adalah anak yang sering malakin teman-temannya disekolah." Tandas Askar.

    "Gue ngarti. Maaf karena gue udah berburuk sangka sama lo."

    "Nggak apa-apa kok." Dia mengelus pipi gue. Si Askar yang nggak tau tempat bikin gue hampir meleleh aja.

    "Untung aja gue belum dikasih pelajaran. Kan ngeri."

    "Lo lupa? Kan lo udah mau gue kasih pelajaran, tapi lonya pingsan duluan, sama si Aldi bangsat yang gangguin gue yang mau ngasih lo pelajaran." Ujarnya yang bikin gue malu banget.

    "Diem lo! Nggak usah bahas itu lagi."

    Askar terkekeh. Askar merogoh kantong celananya yang bergetar.

    Sambil tetap terus menyantap makanan gue yang hampir habis, gue terus menatap Askar yang menjawab telpon dari seseorang. Awalnya Askar sangat sumringah sekali, sebelum raut wajahnya berubah menjadi kekecewaan. Terjadi perdebatan diantara Askar dan si penelpon sehingga dia nampak sangat tidak baik sekarang. Dia sangat emosional, sehingga diakhir percapan dia membanting handphonenya kemeja, membuat semua orang yang ada diruangan memandang kearah kami. Askar lalu duduk dan menekur sambil meremas rambutnya sendiri. Gue sangat ketakutan sekarang.

    "Kar?" Gue menyentuhnya. Dia mendongak, menatap gue dengan tatapan yang tidak dapat gue jelaskan. Seorang pelayan tiba-tiba sudah ada disamping meja kami, sehingga membuat gue terkejut atas kehadirannya.

    Askar memegang tangan gue. "Ayo kita pergi!" Sambil berdiri, mengambil handphonenya dan menyeret gue.

    "Makanannya?" Pertanyaan bodoh tersebut terlontar begitu saja dari mulut gue. Untuk apa orang yang sedang marah memikirkan makanan.

    Selama diperjalanan, Askar membawa motornya secara ugal-ugalan, tidak seperti biasanya yang taat aturan. Beberapa pengendara lain mengumpati kami karena Askar yang menyalib sembarangan. Gue hanya bisa memeluk erat tubuhnya sambil memicingkan mata. Ini bukan biasanya.

    "Kar, gue takut."

    Gue sangat takut sekarang. Bukan karena kecepatannya, tapi dengan Askar yang seperti orang kesetanan saat ini. Gue mencengkram jaketnya dan air mata gue mengalir begitu saja dari pelupuk mata gue. Gue menyandarkan kepala gue yang besar dengan helm ke punggungnya.

    Disebuah jembatan layang yang cukup terkenal dikota gue, dia menghentikan motornya. Dia melepas helemnya dan duduk di trotoar jalan layang, merunduk sambil meremas rambutnya. Dia nampak kacau sekarang, tidak seperti Askar yang biasanya. Gue masih sangat ketakutan dengan Askar yang sekarang, sehingga gue masih gemetaran.

    "Kar?" Suara gue terdengar bergetar.

    Dia mendongak, lalu berdiri dan menatap gue dengan tatapan yang tidak dapat gue fahami. Dia melepaskan helm gue dan menyeka pipi gue yang basah dengan kedua jempolnya. Dia menatap gue dengan mata elangnya yang bagai dapat menembus tubuh gue. Sebelum dia menubrukan tubuhnya dan memeluk gue dengan erat.

    Gue tidak dapat berbuat apa-apa. Apalagi setelah mengetahui fakta bahwa Askar gue menangis.

    --- tbc
    R~


    Hoihoi, Aurora kembali. Maaf udah php-in antum semua dg cerita gue ini. Ini murni kesalahan gue karena gue nggk bisa membagi waktu gue, ditengah kesibukan gue sehingga terjadi hal-hal yg nggm dinginkan.

    Gue nggak bisa komen banyak2, takut ntar antum smua pd bosan ama ceramah gue yang berbelit2. Smga suka. Doain terus gue bisa menyelesaikan cerita ini.

    Terakhir slmt membaca n gue mohon vote n komentar dari teman2 smua. Oh ya, gue jga mohon vote cerita My Beloved Askar d SLA ya sebagai Story of the Year. Makasih.
    Sunt. ;)
    R~

  • ternyata Andrian mesum juga ya ...? kenapa dengan Askar ...?
  • ternyata Andrian mesum juga ya ...? kenapa dengan Askar ...?
  • Akkkk sueeee tanggung bangettt
  • Jeng...jeng...jeng
    jgan2 aldo tuh sukanya malah sama ian, bukan sama askar.. Aldo keliatan gak suka sama ian karena cemburu sama askar.. #mungkiiiiiiiiiin
  • Waduh.jangan2 mau Bunuh diri Askar sm Adrian.apa mau mesum di jembatan.:p. Hahaha
  • Waduh.jangan2 mau Bunuh diri Askar sm Adrian.apa mau mesum di jembatan.:p. Hahaha
  • Hikzz ada apa dengn jagoan gw. Ko nangiss.
  • @lulu_75 Adrian ketularan virus mesumnya Askar kali bang. Hihihi.

    @handikautama siip... (y) ;)

    @amostalee kok nanggung sih?? Itu udah sesuai dg 'SOP' loh. Wkwkwk

    @Chi_dudul hahay hipotesa yg menarik bang. Kita lihat nanti. ;)

    @Shandy76 klo sama abang pasti mesum d jembatan tuh. Wkwkwk

    @abyyriza part depan bang :) d tunggu y...
  • Hihihi jngan lama lama yah bang next nyaa
    Pleasee
  • Iam talk less
  • Ortunya gak bisa datang ya
  • Ortunya gak bisa datang ya
  • Lanjut lagi ea , masih setia menunggu nie .
Sign In or Register to comment.