BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY BELOVED ASKAR

18586889091139

Comments

  • Salah sendiri, yg @Aurora_69 nyeberi aroma mulutnya hingga pingsan :P
  • Cerita ini slalu aku cek lohh .. takut mentionsnya gak masuk .
    Kirain dah di next
    Ehe ehe ehe
  • @Aurora_69 di saat waktunya tiba langsung update ya..
  • Hai.. Hai.. Pembaca baru nihh...

    Btw suka sekle sma kara askar dan rian disni....lok di lnjut noleh minta mention gak.heheh
  • Thok thok thok
    Dah di lanjut belon ya
  • baru sempet baca.. sibuk persiapan UN .. dan ceritanya bikin horny hehe
  • bikin tegang
  • lanjut.. seru nih
  • Lanjut lanjutt
    #bakar ban
  • Mengundang,
    @Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3
    @JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo
    @PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova
    @jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro
    @new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18
    @delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia
    @diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku
    @ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan
    @Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie
    @sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday
    @Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran
    @rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto
    @Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
    @shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji
    @abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar
    @kaha @blasteran @BN @dian_des
    @Pyromaniac_pcy @melkikusuma1
    @asik_asikJos @opatampan @The_jack19
    @ori455 @lukisan_puisi @usernameku
    @dadanello @boncengek3 @earthymooned
    @gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama
    @OkiMansoor @Ninia @ananda1 @kikirif
    @satriapekanbaru @o_komo @SyahbanNa
    @Denial_person @arya_s @imanniar @raito04 @AgataDimas @Harris_one @duatujuh @M_imamR2 @josiii @viji3_be5t @Firman9988_makassar @amostalee @ocep21mei1996_ @Chi_dudul @Pranoto @renataF @liezfujoshi

    Mohon vote n komentarnya serta bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.

    Part 34

    Gue menduduki kursi gue sambil membalik-balik halaman buku PKN yang belum sama sekali gue sentuh tadi malam. Gue malah lebih asyik telponan tadi malam dengan Askar, sehingga gue ketiduran dan lupa untuk menghafal. Beberapa anak malah klasak-klusuk nggak jelas sambil membalik-balik halaman buku paket dan catatannya bersamaan, membuat gue kehilangan fokus untuk belajar.

    "Gila, nih guru nggak pengertian banget sih." Umpat Aldi yang baru meminjam buku catatan Kayla. "Nggak tau apa kalo anak muridnya capek habis jalan-jalan." Dia masih tetap mengomel walau matanya fokus ke buku catatan penuh warna Kayla. "Dan ini lagi catatan udah kayak buku anak TK, bikin mata gue sakit." Cerocosnya lagi.

    "Lo mau menghafal atau mau ngapain sih? Menghafal pake otak, hati sama mata bukan pake mulut." Gue lalu buka suara karena terganggu dengan sikapnya yang absurd itu.

    Dengan tampang kayak setan yang baru bangkit dari kubur, Aldi menatap gue tidak senang karena acara menghafalnya itu terganggu, sambil menaikan kacamatanya yang melorot. "Diem lo! Gue lagi menghafal, dan gini cara gue menghafal." Dia juga menimpuk kepala gue dengan buku catatan penuh warna punya Kayla sehingga terdengar pekikan Kayla dari belakang.

    "Al! Hati-hati sama buku gue." Si Kayla langsung merebut bukunya kembali sambil membusungkan dada yang bikin Aldi salah fokus.

    "Gue nggak butuh catatan lo." Teriak Aldi sekembalinya Kayla si cewek seksi ke bangkunya. Gue yakin sebenarnya dia membutuhkan catatan Kayla itu.

    "Lo kenapa sih, heboh-heboh nggak jelas gini. Ada apa sih?" Gue menutup buku dan menyimpannya, menatap Aldi yang sendari tadi kelimpungan nggak jelas.

    Aldi menatap gue sejenak sebelum memegang pipi gue dan menatap gue erat-erat. "Gue cinta sama lo Ian."

    Sontak gue langsung mendorong tubuhnya menjauhi gue. "Apaan sih lo." Ucap gue sambil memandang jijik kearahnya yang bikin Aldi tertawa kencang sambil memukul-mukul meja.

    "Hahaha..., gue becanda kali. Nggak usah segitu juga kali." Dia menatap gue penuh kemenangan. "Lo baper kan?"

    "Siapa yang baper?"

    "Tuuh." ujarnya menunjuki gue. "Kalo nggak baper apa namanya sampe muka lo memerah gitu."

    "Gue nggak baper sama elo kok. Masa sama cowok kayak lo yang gue yakin 'itunya' kecil pake kacamata tebal dengan muka jelek gini bikin gue baperan sih."

    "Sembarangan lo mah, lo nggak pernah lihat punya gue, tapi lo asal ngomong aja. Punya gue gede kali, segede pisang ambon yang sering lo makan dirumah gue." Ujarnya membusungkan dada.

    Ide jail gue muncul. "Beneran gede?" Gue menaik-naikan alis gue yang Aldi balas dengan anggukan kebanggaan. "Gue pengen liat dong, sekalian gue mainin." Gue menggeser duduk mendekatinya dengan muka mesum, dia sedikit menggeser duduknya karena sikap gue. "Gue bakal buat dia mengecil dengan sendirinya." Dan gue langsung menyerangnya yang belum sempat melarikan diri dari kejahilan gue.

    Aldipun berontak melepaskan diri dari serangan gue. Beberapa siswa juga menyaksikan kami malah tertawa dan tidak menghiraukan kami. Tangan gue udah ada di resleting celana Aldi, sebelum Dwi masuk dan menepoki meja dan berteriak memanggil nama gue sehingga gue menghentikan aksi jahil gue.

    "Ckck gue nggak nyangka lo senafsu gini Ian." Ujarnya hiperbola. Dengan tidak merasa berdosa dia duduk didepan gue sambil menatap kita berdua satu-satu sambil menopang dagu. Entah kapan nih bocah berhenti buat ngegagalin ide jahil gue.

    "Gue faham kalo 'aktifitas' lo kemarin itu gagal karena si Aldi, tapi jangan lo lampiasin ke Aldi dong. Inget Rian, Aldi itu sodara lo." Ujarnya sok bijak laksana psikolog. Pengen bener gue masukin sepatu gue kemulutnya sekarang juga.

    "Sok tau lo Dwi." Ujar gue bertopang dagu melirik Aldi yang nampak syok dengan agresi Adrian yang pertama tadi. "Lo nggak belajar?" Gue menatap Dwi yang nampak santai bakalan tidak terjadi apa-apa.

    Dwi mengibaskan tangannya sambil memandang si Kayla di belakang sana. Kemudian mendekati kami seperti hendak berbisik sehingga otomatis kepala gue dan Aldi mendekat kearahnya.

    "Gue dapat informasi tadi, kalo si 'nyonya' nggak bakalan masuk sekarang." Bisiknya sehingga gue terpekik tertahan karena kegirangan. Aldi saja hampir saja sujud syukur sebelum Dwi menyuruh kita untuk tenang.

    "Darimana lo tahu?"

    "Tadi gue kan kekantor, rupanya ada beberapa guru kita yang di panggil diknas untuk buat soal semester. Salah satunya buk Eli." Jawab Dwi setengah berbisik. "Gue harap lo berdua tenang dulu dengan info ini. Soal ujian ato nggaknya masih diselesain ketua sama guru piket. Tapi menurut gue nggak deh." Tambahnya lagi.

    Gue cuma mangut-mangut nggak jelas dengan jantung berdegup kencang nggak karuan. Gue harus mendapatkan nilai yang bagus supaya gue bisa meraih juara umum semester ini supaya gue diizinin mama beli motor. So gue berharap-harap cemas supaya ulangannya ditunda sehingga gue bisa belajar mempersiapkan peluru untuk berperang.

    "Wi, selain kita anak mana aja yang jam kosong?" Aldi berbisik ke Dwi.

    King of lebay kita mengusap-usap dagunya sebelum melirik gue sekilas dengan tatapan ganjennya yang bikin mual. "XI IPS 4 kalau nggak salah." Dia menatap gue seperti mau ngomong 'have fun ya Adrian' ke gue.

    Aldi seketika menghela nafas berat. Nampaknya dia kecewa sambil menatap gue penuh ketidak sukaan. Dwipun senyum-senyum gaje sambil menepuk lengan Aldi yang menopang dagunya, sehingga Conan Edogawa gue hampir tersungkur ke meja belajar.

    "Biasa aja kali ah, segitu amat." Dwi tertawa atas kejahilannya. Beberapa anak yang asyik belajar menatap kita bertiga garang, laksana macan lagi sakit gigi.
    "Rian, lo nggak pergi?" Tanya Dwi yang menatap gue penasaran. Setali tiga uang dengan Aldi yang juga menatap gua.

    "Lo ngusir gue?"

    "Eh nggak." Jawab Dwi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.

    "Lo nggak ke kelas XII IPS 4?" Tanya mereka berdua serempak. Aldi dan Dwi saling bertatapan sampai akhirnya kita tertawa tanpa tahu apa yang sedang diketawakan. Terdengar umpatan dari bangku belakang untuk kami sehingga kita bertiga kembali bungkam.

    "Nggak ah males, nanti aja. Nunggu informasi dulu deh." Ujar gue mengibaskan tangan. Gue lagi berada dalam posisi pw saat ini, sehingga badan gue malas untuk bergerak pada saat ini.

    "Aciee~ yang masih malu-malu meong." Ujar Dwi dengan suara keras, sehingga membuat sebuah kamus bahasa Inggris Hassan Shadily setebal 660 halaman nyaris mendarat ke kepalanya. Gue dan Aldi langsung berhamburan keluar kelas, sebelum kita berdua juga ikut diamuk oleh si cucu Firaun si pelempar kamus -yang gue yakin lagi pms-, Kayla.

    Gue duduk di salah satu bangku di depan kelas yang disediakan sekolah, untuk menormalkan kembali nafas gue yang udah nggak karuan. Begitupun Aldi yang dengan nafas ngosngosan, memegang dadanya dengan mata setengah terpejam sesekali memandang gue dengan senyumannya.

    "Bisa mampus kita kalo sampai di hajar si Kayla."

    "Dwi gimana tuh sekarang?" Gue menatap horor kearah kelas gue. Mungkin sudah terjadi keributan di dalam sana. Perang Dunia III mungkin saja sedang berlangsung saat ini.

    "Biar gue cek dulu deh. Lo mau balik?"

    Gue menggeleng, "gue mau beli minum dulu ke kantin."

    Aldi lalu mengangguk sambil menepuk bahu gue, dan berjalan kembali ke kelas pasti dengan perasaan waswas.

    Guepun lalu ke kantin yang (tumben) cukup rame saat jam pelajaran gini. Nampak Fandi melambai-lambaikan tangan kearah gue di sudut ruangan. Disampingnya ada Nathan dan beberapa orang temannya yang sedang menikmati makanan yang ada didepan mereka masing-masing. Guepun duduk dibangku kosong persis didepan Fandi. Teman-teman Fandi memandang dan tersenyum penghormatan ke gue.

    "Oh ya kakak mau pesan apa kak, biar Fandi pesanin."

    "Nggak usah, gue nggak mau makan sekatang kok Ndi." Ujar gue seraya mencopot sebungkus kerupuk dari keranjang di depan kami dan memakannya.

    "Kakak nggak belajar? Tumben."

    Tumben apa maksudnya disini nih?
    "Nggk Ndi, buk Eli dipanggil bikin soal ujian semester oleh Diknas. Lo?"

    Fandi nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Males kak sekarang sama Ibu Mirna, daripada kena marah-marah beliau yang nggak jelas mending cabut." Ujarnya seraya menyantap bakso di depannya. "Oh ya kak, jangan bilang sama Bunda ya, please. Sekali ini aja ya kak." Pintanya sambil menangkupkan kedua tangannya.

    Emang sih, ibu Mirna guru geografi kelas X lagi hamil tua saat ini, so bawaannya marah-marah nggak jelas gitu ke siswa. Terlebih beliau hanya memberikan tugas lalu tidur sampai jam mengajar beliau berakhir. Sampai banyak guyonan para siswa karena sikap beliau saat ini, sehingga image beliau yang ramah dan totalitas dalam mengajar tercoreng karena hamil tuanya. Ya gue cukup maklumlah, kenapa anak-anak ini pada cabut.

    Gue hanya berdecah sambil menghela nafas. Gue menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Oke untuk kali ini saja." Ujar gue sambil menyentil keningnya hingga Fandi mengaduh kesakitan. Dia nampak menyungut sambil mengusap-usap keningnya, yang membuat dia semakin imut saat ini.

    "Sakit tau kak."

    "Tau sakit, cabut juga lo." Ujar gue hendak mengelus keningnya, tapi Fandi menjauhkan kepalanya dari jangkauan tangan gue, takut gue sentil sekali lagi nampaknya.

    Gue mencopot beberapa makanan di keranjang dan memasukannya ke kresek, tak lupa gue juga mengambil dua botol minuman dan beberapa buah permen untuk persediaan siang nanti.

    "Lo hari kamis datang kan Nath?" Tanya gue ke Nathan yang sedang memakan baksonya.

    Diapun tersenyum ke gue dengan sangat ganteng dengan mulut penuh berisi makanan. "Iya kak. Sepulang sekolah kan?" Tanya lagi yang gue balas dengan anggukan.

    Gue mengambil teh botol Fandi lalu menyeruput isinya yang tinggal setengah itu. "Jangan sampe telat loh." Ujar gue lagi ke Nathan. Nampak si Fandi nggak rela teh botolnya gue habisin. Dia merungut sambil menggembungkan muka yang membuat adik gue itu semakin menggemaskan.

    "Hey jangan sungut gitu dong." Ujar gue mencubit pipinya. Dia masih memasang mode muka ngambeknya.

    Gue menepuk meja, "Oke abang balik dulu, kalian setelah ini masuk, ntar ketahuan sama guru BK bisa kena kasus nanti." Ujar gue dengan mata masih tertuju kepada Fandi yang lagi ngambek. Gue mengacak-acak rambutnya sehingga membuatnya semakin bertambah imut, "Ntar kakak yang traktir deh. Oke." Gue meninggalkan meja Fandi cs sebelum terdengar suara bersemangatnya mengucapkan terima kasih.

    Setelah membayar belanjaan gue dan makanan Fandi tentunya, gue lalu menuju lokal Askar yang udah kayak pasar malam. Ada yang duduk-dukuk di meja, ada gerombolan anak cewek yang lagi merumpi dan segerombolan anak cowok di sudut ruangan yang gue yakin lagi nonton bokep dengan muka horni mereka masing-masing.

    Beberapa siswa yang lagi nongkrong di meja guru menatap gue aneh kearah gue. Mungkin ada tanda tanya besar di otak mereka masing-masing ada apa gerangan anak jurusan sebelah nongol di lokal mereka disaat jam pelajaran kali ini.

    Gue cuek aja dengan pangan aneh mereka ke gue. Toh apa salahnya anak IPA main ke kelas IPS, begitupun sebaliknya. Semua murid berhak kemanapun yang mereka suka di sekolah ini, asalkan tidak melanggar tata tertib dan aturan yang berlaku di sekolah.

    Gue celengak celenguk mencari si Askar dan cukup lama tertegun memperhatikan Askar yang lagi membuat tugas, sehingga Fadli (siswa IPS 4) mengagetkan gue. Gue tersentak sehingga Askar yang sedang fokus membuat tugas menatap kearah gue. Dia nampak malu dan berusaha menutup-nutupi buku yang dia contek.

    Gue tersenyum dan berjalan kearahnya. Ada Evan yang ada di samping kiri Askar sambil bersandar ke dinding dan Aldo yang menatap gue seperti biasa duduk di bangku seberang kanan Askar. Gue pun memposisikan diri duduk di bangku di depan Askar.

    "Nggak belajar?"

    "Nggak, 'nyonya' katanya ke diknas buat soal ujian semester. Lagi apa?"

    Askar menggaruk tengkuknya. "Lagi ngeborong tugas." Celetuk Evan yang dibrondong Askar dengan tatapan ganasnya.

    Gue menepuk tangannya yang telah terkepal. Sehingga dia kembali menatap gue kikuk.

    "Lanjut aja. Nggak apa-apa kok." Dia memandang gue ragu sambil menggeser buku contekan yang dia sembunyikan dibalik buku latihannya. "Nggak apa-apa walau lo itu mencontek. Permulaan yang bagus." Gue malah merebut buku yang dia sembunyikan itu dan mengembangkannya di meja. "Ini adalah permulaan yang baik."

    Dia tersenyum ke gue, "gue nyontek karena kepepet nggak sempat buat sendiri lagi." Ujarnya membalik-balik buku latihan dan memperlihatkannya ke gue. "Yang ini gue kerjain sendiri kok." Gue memastikan bahwa tugas yang dia kerjakan itu betul semua. So Askar bukan brandalan bodoh, tapi brandalan malas.

    "Ya, gue tau kok Kar. Lanjur gih!"
    "Oh ya, ini ada makanan buat lo. Supaya otak lo kerja maksimal." Gue menyerahkan kresek berisi makanan kearahnya. Dia menerimanya sambil tersenyum kearah gue, yang bikin gue hampir kalap karena senyuman mautnya itu. Dia lalu mengacak-acak kantong kresek tersebut lalu kembali menyerahkannya ke gue.

    "Lo nggak mau?"

    "Mau, tapi suapin gue dong." Rengeknya ke gue dengan muka sok-sok diimutin. Dia seperti anak-anak sekarang.

    "Nggak!" Gue menolak tegas sambil mengambil risoles dari dalam kresek, "kalo lo nggak mau ya udah." Gue lalu melahap risoles tersebut separoh, memakannya dengan penuh sensual ke Askar yang menatap gue cemberut.

    "Mau?" Gue menyodorkan risoles yang tinggal separoh itu kedepan mukanya.

    Dia tersenyum lalu menganga dan memakan risoles tersebut sampai habis. "Makasih ya Rian."

    Gue tersenyum, melihat Askar yang kembali membuat tugas atau menyalin tugas lebih tepatnya. Gue berharap untuk semester ini dia dapat berubah, dan mau berusaha maksimal untuk meraih 10 besar. Dan gue sangat menghargai usahanya sekarang.

    "Eh Rian, apaan sih yang lo lakuin sampai Askar rajin begini?" Tanya Evan.

    "Hehe apa ya? Ada deh, tapi gue harap Askar kayak gini terus kedepannya. Gue suka dia yang sekarang." Gue menatap Askar yang menatap gue dengan ekspresi terkejutnya. Askar lalu melanjutkan kembali tugasnya dengan senyum malu-malu.

    "Gue akan berusaha demi elo." Bisiknya yang bikin gue nggak bisa menahan senyum.

    Si Evan lalu berdehem mengagetkan gue. "Makasih, lo udah berhasil ngubah Askar." Ujar Evan sambil menepuk pundak gue dengan senyuman khasnya.

    "Eh nggak kok." Ujar gue tersenyum ke Evan. Gue nggak enak kalo disebut udah mengubah Askar.

    "Lo lagi nyontek apa nih?" Tanya gue ke Askar yang lagi sibuk menyalin. Askar lalu menyodorkan gue buku paket yang dia pinjam di perpustakaan.

    "Owh... matematika." Ujar gue ngangguk-ngangguk sambil mengelus-elus dagu memandangnya.

    "Daripada lo mandangin gue, mending lo tolongin gue deh."

    "Nggak ah, malas gue. Kerjain sendiri, tapi mau dapet 10 besar."

    "Pelit lo." Ujarnya sarkas.

    "Demi kebaikan lo Askar."

    "Sepulang sekolah lo ada acara nggak?"

    "Heh?" Gue memandang Askar heran. "Nggak, kenapa?"

    "Ntar sore lo gue jemput. Lo temenin gue oke?"

    "Temenin lo kemana?"

    "Ke hati lo." Ujarnya seraya menunjuk tepat di dada gue, yang bikin gue bersemu."jangan malu gitu dong." Ujarnya lagi.

    "Ish... gaje."
    Gue kembali mengacak-acak kresek yang berisi risoles, menghilangkan kegugupan gue. Dasar nih bocah pasti bisa buat gue jadi salah tingkah gini, nggak tahu malu gombalin gue di depan umum.

    Evan kembali bedehem dengan senyum-senyum gaje sambil melirik2 Aldo yang nggak pernah gue lihat bermuka manis ke gue. Evan pasti mau ngegodain gue sama Askar nih, gue langsung menyerahkan kantong kresek ke Evan yang dia balas dengan gelengan.

    Guepun memasukan risoles kedalam mulut gue separuh. Sebelum gue gigit, Handphone gue berdering sehingga gue menahan risoles tersebut dengan bibir gue. Gue hendak membuka sebuah pesan dari Aldi ketika sebuah bibir nyaris mendarat di bibir gue. Mata gue terpaku bertemu dengan mata elang Askar yang tersenyum dengan mulut yang berisi setengah risoles gue yang lain. Askar lalu menggigit risoles tersebut dan mendaratkan ciuman kilat ke gue sebelum memakan separuh risoles tadi dengan muka tersenyum kemenangan. Gue hanya bisa tertegun dengan muka memerah menahan malu. Askar melakukan ciuman itu di dalam kelas yang penuh orang. Tapi syukurlah, anak IPS 4 -kecuali Evan dan Aldo- nampak sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

    Gue bisa bernafas lega dan menatap pesan dari Aldi yang belum gue buka. Gue kembali menatap Askar yang senyum-senyum gaje sambil mengerjakan tugas. Gue membaca dan mencerna isi pesan dari Aldi,
    'Rian lo dmn? Kita ujian pkn'
    dan seketika itu gue langsung berlari menuju kelas gue meninggalkan siswa kelas XI IPS 4 yang menatap kepergian gue dengan keheranan.

    --- tbc
    R~


    Hello? Its me, Aurora.
    Gimana part ke 34 ini guys? Gue harap antum semua suka walau nggak ad kjdian wow yg terjadi. Sblumnya gue minta maaf klo gue updatenya lama udah hampir 3 minggu gue telantarin. Brengsek juga ya gue. Salahkan mood menulis gue yg lg down. Hehe

    So gue mohon komentar n vote dri antum smua krna vote n komentar itu smualah yg bkin gue selalu bersemangat lanjutin cerita gue yg udah ky sinetron ini.

    So slmt membaca, slmt weekend and sunt.
    ;)
    R~

  • Iya abang idha lammmmmmmmmma
  • askar sedang berjuang nih, makin sweet aja sama rian, gak sia-sia nunggu up nya yang lama :D gak sabar nunggu mereka jadian hehe
  • kalang kabut tuh andrian, kasihan.

    suka bingit, co cuitt ya,,, ih, gemes!
Sign In or Register to comment.