It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
mngkin senang y bang, punya sahabat kayak gitu. tapi dukanya sih pas kayak gini, pas nggak sefikiran, bikin galau.
@1ar7ar iy bang. nmpkny mrka hruz diberi pencerHan deh.
@jj.yuan makasih banyak bang masukannya. iya, aku faham sekarang kalo nulisnya nggk campur-campur antara baku n slank serta prolognya yang tergesa-gesa hingga nggak mengesankan apa yg aku inginkan sama pembaca. wah mksih banget sarannya bang.
@JoonHee Askarnya sekalian gue kasih ke elo.
@kaha sini, nyium Aurora aj, biar aku sampaikan k Askar nanti
update lagii yaa yang cepet
mention ya kalo update lagi @aurora_69 hehhe
update lagii yaa yang cepet
mention ya kalo update lagi @aurora_69 hehhe
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3 @JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo @PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova @jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro @new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18 @delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia @diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku @ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan @Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie @sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday @Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran @rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto @Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream @shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji @abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar @kaha @blasteran @BN @dian_des @Pyromaniac_pcy @melkikusuma1 @asik_asikJos @jj.yuan @opatampan @The_jack19 @ori455
Hay Aurora kembali. Maaf kalo agak terlalu lama updatenya, disebabkan krna tugas yg pd menumpuk minta diborong untuk dikerjakan krn udah bbrp hri mnngglkn bngku kuliah.
Selain itu gue jga mau bilang, klo mungkin kdpn gue akan sedikit lama updatenya. Mungkin ya. Karena mau fokus fokus trulala sma pelajaran dulu. Kmdian mngkn crta str8 n ++ nya dipending dulu.
Okeh seperti biasa Aurora mohon vote n komentarnya. Terima kasih n sunt.
Part 21
Andaikan gue bisa meminta suatu permintaan kepada jin yang memakai blangkon di iklan rokok yang ada televisi, gue tidak akan meminta untuk bisa eksis kepada jin itu. Tapi, yang hanya gue pinta adalah supaya orang-orang yang ada disekitar gue menerima gue apa adanya. Seperti Aldi, yang dapat menerima gue yang punya hubungan spesial dengan Askar. Ataupun keluarga dan teman gue yang gue harap satu partai, satu fikiran dengan apa yang difikirkan oleh Dwi.
Tapi andai-andai gue itu telah memberikan gue harapan palsu yang tidak mungkin terjadi. Siponggok merindukan bulan, begitu kata orang-orang, bahwa Jin lampu itu hanya cerita dongeng 1001 malam, atau hanya sebuah iklan penarik perhatian orang di televisi.
Semuanya tidak mungkin terjadi, yang menghempaskan gue kembali ke kenyataan.
"Rian. Gue akan ngasih lo foto-foto cantik gue, ato foto-foto cewek-cewek yang ada di sekolahan ini, asal lo bisa ngedeketin kita berdua dengan Aldi." Ujar Caca memegangi tangan kanan gue sambil memohon. Begitupun dengan Vivi yang udah nyosor disamping kiri gue.
Ah andai gue tertarik dengan cewek saat ini, mungkin gue udah menerima tawaran duo pecinta Aldi itu. Tapi sekarang, gue terlibat hubungan terlarang dengan Askar. Mungkin sia-sia aja kalo gue menerima tawaran mereka, toh gue nggak rela kalau Aldi didekati oleh mereka.
"Lo terima aja Rian." Ujar Ridho yang nampak kepengen dengan posisi gue sekarang. "Jarang-jarang loh."
"Huh...," guepun menyingkirkan kedua tangan cewek centil itu dari badan gue, gue amat risih dengan kelakuan mereka. "Maaf ya princess, gue nggak bisa menjual sahabat gue yang tercinta sama elo berdua." Gue menunjuki mereka satu satu dengan gaya alay.
"Iih pelit lo mah Askar." Ujar Vivi merengut disertai Caca yang memasang muka jutek.
"Ya gimana Rian mau ngedeketin lo berdua sama Aldi coba, kalau aset kalian cuma segede itu." Cerocos Sandy yang diikuti oleh gelak tawa kami bertiga.
"Aldi itu sukanya yang super-super Vi, Ca. Yang bisa 'tung-tung' -sambil menirukan payudara yang bergoyang- saat lari Vi, Ca." Ujar si Raja Bokep disertai tawa Sandy yang semakin keras.
"Ah..., emang aset kita kecil apa?" Tanya Vivi ngambek. "Dasar kalian emang otaknya kotor. Perlu di cuci tuh biar bersih." Ujar Caca sambil mengajak Vivi beranjak dari kantin. "Jahat kalian mah!" Tandasnya lagi.
Gue menggeleng-gelengkan kepala dan menatap mereka heran. "Kalian deh, jahat bener mulutnya. Ntar mereka marah loh, mau tanggung jawab."
"Biasa aja deh Rian. Cewek tipe gitumah ngambeknya juga kayak kilat. Bentar lagi udah baikan aja tuh cewek berdua. Kita nggak perlu tanggung jawab segala, apa yang harus ditanggung jawabin. Ya nggak Dho?" Kata Sandy sambil menepuk Ridho.
"Yoi Sand. Tapi sayang lo Rian. Kesempatan kayak gitu disia-siain. Syukur-syukur dapet yang seksi buat 'bahan fap-fap'." Cerocos Ridho yang sontak bikin gue kaget keheranan. Gue heran kenapa nih cowok mesum bisa kepilih jadi salah satu pengurus OSIS. "Eh lo nggak belajar?"
"Nggak ..., gue males aja. Bosen." Jawab gue bohong. Jujur saja, gue bukannya malas belajar sekarang, tapi gue cuma berusaha untuk tidak melihat muka Aldi untuk saat ini. Ada perasaan malu dan ada perasaan bersalah yang menggayuti gue ketika bertemu dengannya. Walaupun gue selalu mengantar jemput Aldi dengan motornya, sehingga dia sembuh, tapi tidak mengurangi rasa malu dan bersalah ke Aldi.
"Oooh..., lo nggak apa-apakan kami tinggal. Mau balik kelas dulu nih." Ujar Sandy seraya diikuti tepukan Ridho yang mendarat di bahu gue.
Gue hanya tersenyum kepada mereka berdua yang telah keluar kantin dengan riangnya.
Entahlah, Aldi begitu tidak menerima keadaan gue yang menyukai Askar. Dia hanya diam ketika gue sampai dirumahnya. Dia memberikan kunci motornya ke gue, memakai helem dan menunggu gue di tepi jalan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Gue juga tidak dapat berkata apapun ke Aldi, jikalau Aldi tetep terus memperlakukan gue laksana orang lain dikehidupannya. Tidak, mungkin dia beranggapan gue itu makhluk astral yang bisa melihatnya tapi tidak dapat dia lihat. Dunia terasa lebih sempit apabila tetap terus bersamanya.
"Heh! Ngelamun aja lo." Tepukan seorang Dwi mengagetkan gue. "Udah gue cariin kemana, rupanya disini lo lamun-lamun nggak jelas."
Dwi mengambil posisi pw-nya di bangku disebelah kiri gue seraya memandang muka gue yang hancur secara seksama dan dalam tempo yang selama-lamanya.
"Lo udah bilang sama Aldi?"
"Udah." Gue membuang muka tidak pengen melihat muka Dwi.
"Dia marah sama lo?"
"Iya."
"Jadi sekarang lo galau nih?"
"Seperti yang lo lihat."
Dia menarik nafas dan membetulkan posisi duduknya.
"Gimana dengan Askar? Lo udah bilang sama dia?"
Gue juga menghembuskan nafas berat seraya menopang dagu, gue memandang Dwi lekat-lekat. "Udah. Dia yang akan bilang sama Aldi nanti." Gue memandang keluar kantin.
"Gue juga akan nolong lo." Si psikolog tersenyum. "Gue akan berusaha untuk melunakan hati Edogawa Conan lo." Ujarnya menepuk pundak gue.
Gue tersenyum, gue nggak nyangka kalo seorang jones penyuka cewek akan menolong seorang cowok penyuka titit yang lagi ditimpa cobaan.
"Nah gitu dong bro. Senyum." Ujar Dwi. "Balik yuk! Lo duduk di bangku gue deh." Paksanya.
Guepun menuruti apa kata pskolog pribadi gue meninggalkan kantin yang kosong dari umat.
--- besoknya ....
Gue menghempaskan pantat yang semok ini ke bangku kelas. Gue begitu amat penasaran dengan wejangan apa yang dikasih sama si Dwi, hingga sikap Aldi mulai melunak ke gue. Walau masih muka datar sedatar pinggan porselen, Aldi udah sudi menanyakan keadaan gue. Istilahnya sih, dia udah mulai kembali perhatian ke gue. Ya untung-untung dia mau menerima gue punya hubungan spesial dengan Askar kan. Hehehe.
Dengan senyum sumringah, guepun menunggu si Dwi di depan pintu kelas. Jadi pas dia udah sampe di depan kelas, gue akan mencegat dia, kemudian menyeretnya dan mengintrogasinya di kantin dengan iming-iming nasi goreng telur dadar spesial.
Dan bocah yang udah gue tunggu-tunggupun menampakkan batang hidungnya. Seperti skenario yang udah gue rancang, guepun langsung menariknya ke kantin. Tentu bocah aneh ini meronta-ronta kayak cewek yang mau diperkosa hingga bikin satu koridor sekolah memandang kearah kami heran. Persetan lah. Sesampainya dikantin yang baru buka, gue mendudukannya di bangku kantin paling sudut dan ikut duduk di sampingnya.
"Nasi goreng telur dadar spesial dua bi." Teriak gue lantang ke bi Yanti penjaga kantin.
"Eh tumben lo neraktir gue nyet?" Tanyanya. "Lo habis kesambar petir tadi ya?".
"Hehe nggak, gue pengen neraktir lo aja. Pasti lo belum makan karena takut telat kan?" Tanya gue yang diiringi anggukan Dwi. "Apa gue bilang, kalo ujan-ujan kayak gini, lo pasti dah telat bangun tuh. Makanya gue neraktir lo makan. Itung-itung sedekah." Cerocos gue.
"Makasih bi." Senyum gue ke bi Yanti. "Nih dimakan Wi" Gue menyodorkan piring berisi 'nasgorteldarspes' ke dia.
"Enak ya." Pancing gue. Dwi nampak kusyuk dengan nasgorteldarspes-nya. Saatnya gue menanyakannya ke Dwi.
"Eh Wi, lo bilang apaan aja sama si Aldi?"
Dwi memandangi gue heran. Idih biasa aja deh mpret. "Gue nggak bilang apa-apa kok."
"Ala... jujur aja deh lo, lo bilang apa aja ke Aldi sampai dia melunak gitu ke gue."
"Gue belum ngomong masalah elo sama Aldi deh." Jawabnya sambil menggaruk-garuk tengkuknya.
"Serius? Kok Aldi sampai melunak gitu ya ke gue." Gue juga menggaruk-garuk tengkuk gue yang nggak gatal. Gue bingung.
"Bisa jadi aja ini karena Askar kan? Lo udah tanya dia?"
"Belum, karena gue kira lo yang udah ngasih Aldi wejangan tadi."
"Nggak, gue belum ngomong soal lo dengan dia." Ujar Dwi mengangkat bahunya. "Eh ntar sore gue mau kerumahnya, biar gue tatar dia ntar."
"Siip deh bro." Ujar gue tersenyum kecut ke dia. Duit gue habis untukmentraktir Dwi tanpa hasil yang ingin gue ketahui.
---
"Kar lo kenapa?" Tanya gue ke Askar yang merebahkan kepalanya di meja, sesampai gue di kelasnya karena mengikuti saran Dwi tadi.
Guepun menggeser salah satu bangku yang ada disamping Askar dan duduk diatasnya. Muka Askar nampak pucat dan sangat lemah. Bibir merahnya yang telah berganti warna dan bulir-bulir keringat membasahi keningnya.
"Apa yang terjadi dengan Askar, Van?" Tanya gue ke Evan yang duduk didepan Askar.
"Gue juga nggak tau, dia udah kayak gini sejak pagi. Pas gue dan Aldo nanya..." Evan melirik Aldo yang duduk di samping kanan Askar, "... dia malah marah dan membentak kami." Terangnya.
Gue mengelap mukanya dengan ujung baju seragam gue. Dia nampak kepayahan menahan sakit. Tubuh Askar sangat panas. Dia demam.
"Kalian nggak bawa dia ke UKS apa?!" Emosi gue tersulut melihat Askar seperti dibiarkan terlantar dan kelasnya seperti acuh tak acuh dengan sakitnya Askar.
"Kita udah berusaha untuk mengajaknya ke UKS. Tapi Askarnya yang nggak mau." Aldo yang tanpak tenang buka suara. "Atau lo mungkin bisa bawa dia ke UKS?" Tantang Aldo ke gue.
Gue menelan ludah, tantangan ini menohok gue.
"Askar kita ke UKS yuk!"
Askar nampak memboka kelopak matanya dan berusaha tersenyum ke gue. "Ng... nggak ... apa kok. Gue ngg...ak apa disini aja..."
Gue mempelototi dia yang mengambil sikap bodoh. Dia masih menjaga egonya yang kuat dan perkasa, sedangkan dia sangat lemah saat ini.
"Lo mendi..ng masuk ke...las. Bentar lagi masuk kan?"
Gue menghela nafas dalam. Guepun mendekatkan mulut gue ke telinganya.
"Askar, kalo lo emang sayang sama gue. Ayo kita ke UKS sekang. Atau gue akan tetap disini dan nggak ikut kelas." Bisik gue dengan nada mengancam. Semoga dia mau mendengarkan permintaan gue.
Askar memandang gue dengan pandangan yang nggak bisa gue baca. Dia nampak terkejut dan tidak percaya. Gue tetap terus menatap matanya yang sayu berharap dia mau melunak dan mau dibawa ke UKS. "Gue nggak main-main Askar." Bisik gue lagi.
Askar memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan nafas. Senyum gue mengembang mendengar perkataannya yang mau dibawa ke UKS. Guepun langsung membopong Askar ke UKS yang ada di lantai satu. Melihat Askar mau dibawa ke UKS, sontak Evan dan Aldo bangun hendak membopong Askar. Tapi Askar menolak keinginan baik tangan kanannya itu. Entah kenapa ada rasa kemenangan dari gue takala melihat wajah Aldo yang nampak murung dan tidak percaya, bahwa guelah orang yang bisa melunakan hati Askar. Gue tersenyum penuh kemenangan ketika Aldo memandang gue.
Di koridor, banyak orang-orang yang memandang kita aneh. Dua cowok kece badai yang saling bopong-bopongan di koridor sekolah. Lo mungkin juga akan berfikiran seperti mereka, andaikan lo melihat pemandangan yang seperti itu. Tapi persetan dengan anggapan mereka, toh yang terpenting Askar harus sampai di UKS secepat mungkin. Dia harus segera diberi obat. Dari manusia-manusia dengan fikiran absurd itu, ada bberapa anak buahnya ingin menolong, tapi niat baik mereka kembali ditolak Askar.
Sesampai di UKS, gue membaringkan Askar di ranjang dibantu oleh Bu Hayati, petugas yang melayani UKS. Bu Hayati dengan cekatanpun memberikan beberapa obat dan kembali ke ruangannya setelah Askar meminum obatnya.
"Terimakasih elo udah mau menturuti permintaan gue." Gue memulai pembicaraan tanpa menoleh sedikitpun dari mukanya.
Askar mengangguk lemah. Dia memegang pipi kanan gue. "Maaf, gue udah menjadi cowok lemah di depan lo." Ujarnya.
Gue menggelengkan kepala sambil memegang tangannya yang masih setia dipipi. "Lo bukan cowok lemah, lo lagi sakit."
Dia tersenyum. "Dan maaf, gue belum bisa meyakinkan Aldi."
Deg...
Benar apa yang diperkirakan Dwi tadi.
"Nggak apa-apa kok. Kita bisa berusaha lagi kok meyakinkannya. Nggak boleh ada kata menyerah. Walau dunia menentang, kita harus tetap membuktikannya." Ujar gue dan entah sejak kapan air mata ini jatuh membasahi pipi.
Askar menyeka wajah gue. "Lo nggak usah nangis gitu. Gue emang gagal tadi malam, gue udah menungguinya semalaman di depan rumahnya hendak bicara dengan dia..."
"Hujan-hujanan?" Potong gue segera.
Dia terkekeh. "Nggak apa apa kok." Dan tangan Askar mengusap pipi gue. "Gue akan mencobanya lagi." Ujarnya.
"Ng..."
"Mending lo masuk kelas sana! Jam pelajaran udah mulai. Ntar lo nggak bakalan bisa jadi juara umum lagi. Oh ya, selesaikan juga makalah kita ya."
Gue menggeleng. "Nggak!! Gue tetap disini, nemenin lo."
"Adrian Aditya, mending lo masuk. Gue nggak apa-apa sendirian disini kok. Atau lo mau gue masuk kelas lagi nih?" Dia senyum-senyum nggak jelas. Walau gue tau itu dipaksanakan.
Gue menghela nafas. "Baiklah, gue masuk. Tapi lo nggak apa apa kan kalo gue tinggal sendiri disini?" Dia mengangguk. "Kalo ada apa-apa lo telfon gue!" Titah gue sambil beranjak dari ranjang Askar. Gue meletakan tangannya di sisinya dan guepun beranjak pergi dari kamar rawat. Tak lupa gue juga berpesan ke Bu Hayati harap menghubungi gue apabila terjadi apa-apa dengan Askar.
Selama kelas berlangsung, gue nggak fokus dengan apa yang diterangkan guru. Fikiran gue melayang-layang, mengembara entah kemana memikirkan Askar yang ada di UKS. Perasaan gue nggak nyaman dan ada kekhawatiran disana.
Dan apa yang gue takutkan terjadi.
Ketika gue kembali untuk menjemputnya untuk pulang, Bu Hayati bilang kalo Askar udah duluan pulang.
Ach..., Apa yang telah difikirkan oleh Askar.?
--- tbc
R~
aldi juga gak rela!
rian bingung!? kasian... ;')