It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3
@JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo
@PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova
@jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro
@new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18
@delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia
@diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku
@ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan
@Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie
@sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday
@Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran
@rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto
@Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
@shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji
@abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar
@kaha @blasteran @BN @dian_des
@Pyromaniac_pcy @melkikusuma1
@asik_asikJos @opatampan @The_jack19
@ori455 @lukisan_puisi @usernameku
@dadanello @boncengek3 @earthymooned
@gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama
@OkiMansoor @Ninia @ananda1 @kikirif
@satriapekanbaru @o_komo @SyahbanNa
@Denial_person @arya_s @imanniar @raito04 @AgataDimas @Harris_one @duatujuh @M_imamR2 @josiii @viji3_be5t @Firman9988_makassar @amostalee @ocep21mei1996_ @Chi_dudul @Pranoto @renataF @liezfujoshi @Niel_Tenjouin @Prince_harry90 @raden_sujay @bagas03 @Joewachecho @Obipopobo @M_Rifki_S @febyrere @Viumarvines @adrian69 @vane @kangbajay @AndikaRiskiSya2 @DafiAditya @Nino6 @wisnuvernan2 @Riyand @askar_12 @babikapeler @dewa_ramadhanna @yogan28 @the_angel_of_hell @KuroZet @Reyzz9
Mohon vote n komentarnya serta bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.
Part 40
“Lo bakalan pindah ke Surabaya kan, Kar?”
Sontak pertanyaan gue membuatnya terkejut sekaligus kehilangan kata-kata dalam menjawab pertanyaan mudah gue itu. Hanya menjawab ya atau tidak, sehingga semua jelas tanpa ada perasaan was-was dihati gue lagi.
“Lo jangan diam gitu dong Kar, jawab Kar, jawab!” Teriak gue, emosi gue tiba-tiba meledak bagaikan gunung meletus. Gue mengguncang-guncang badannya yang menatap nanar kasur yang dia duduki.
Askar menatap gue dengan air mata menggenang di matanya. Ada rasa penyesalan yang terpatri diwajahnya, membuat gue semakin yakin kalau itu bukan hanya akal-akalan bi Ijah saja untuk menipu ataupun mempermainkan gue.
“Ya, gue bakalan pindah ke Surabaya. Bokap sama Nyokap gue bakalan bercerai.” Ujarnya.
Gue hampir terhuyung kebelakang. Air matanya telah jatuh bercucuran. Bocah besar gue yang nakal menangis didepan gue, membuat gue luluh tidak sanggup berbuat apa-apa. Rasanya ada beban berat yang menahan gue untuk melakukan sesuatu kepadanya. Gue hanya memandangnya yang memandang gue dengan sangat menyedihkan. Sebelum gue sadar dan mengelus kedua pipinya yang basah dengan kedua jempol gue. Gue berusaha tersenyum lalu memeluknya.
“Gue nggak mau kehilangan lo Rian.” Ujarnya lirih. “Gue nggak sanggup untuk nggak berdekatan dengan lo setiap harinya. Gue nggak sanggup untuk berpisah dengan lo.” Ujarnya lagi. Hati gue perih teriris-iris terus dikasih jeruk nipis mendengar kata-katanya tadi. Bukan hanya lo Kar, tapi gue juga. "Gue juga nggak mau kalau Bokap sama Nyokap gue berpisah." Lirihnya.
Gue melepaskan pelukan gue, menangkup kedua pipinya dan menatapnya dengan senyum –yang dipaksakan-. “Hey-hey, malu ah nangis gitu. Masa ketua Yakuza Junior cengeng gitu.” Gue meletakan kening gue keningnya sambil tetap terus tersenyum, walau hati gue seperti menangis saat ini. “Nggak ada yang akan berpisah Kar. Gue yakin itu. Kita akan cari solusinya bersama-sama, oke? Kita cari solusi buat mempersatukan Papa dan Mama lo, kita cari solusi supaya lo nggak jadi pindah ke Surabaya, kita cari siapa itu anonymouse, dan... hey lo lupa, lo bakalan dapat sepuluh besar buat macarin gue. Ingatkan?”
Askar mengangguk.
“Siap kita pacaran nanti, kita bisa jalan-jalan bareng, main bareng, lo bisa main dan nginap di rumah gue, lo gue ajak ke markas rahasia gue..., apa lagi ya?”
“Gue bisa ngefuck lo? Bermesraan?”
Perkataan Askar tadi mebuat gue membelalakan mata saking terkejutnya. Disaat seperti ini, fikirannya masih kotor memikirkan hal-hal yang gue aja belum kefikiran.
Gue mengangguk. “Ya seperti itu, kita mau ngapain bisa. Mandi bareng, tidur bareng, pertandingan persahabatan senam lima jari juga bisa kok...”
Askar terkekeh dengan perkataan gue, sehingga senyum kembali terpatri di wajahnya.
“...kita bisa melakukan hal apapun yang kita inginkan nanti.” Gue membelai pipinya. “Gue seutuhnya milik lo Kar.”
Kita terdiam sejenak sebelum Askar mengecup bibir gue sebentar. Dia lalu menatap mata gue lekat-lekat penuh keraguan.
“Bagaimana, kalau gue tetap pindah ke Surabaya? Gimana kalau bokap sama Nyokap gue tetap bercerai?"
Gue berusaha tersenyum, seperti tidak terjadi apa-apa walau hati ini bergemuruh mendengar pertanyaannya barusan. Guepun ragu dengan jawaban yang akan gue berikan kepada Askar, ini sangat sensitif baik dengan Askar maupun dengan gue.
Gue membelai pipinya kembali. “Kita LDR lah. LDR itu nggak susah kok, kita bisa telfonan, video call bareng. Ya nggak?” jawab gue dengan sesak yang membuncah di dada. “Pas waktu libur, lo bisa datang ke sini. Atau gue yang ke sana. Nggak ada yang sulit kok Kar.
Oh ya, soal papa dan Mama lo yang bakalan pisah. Nggak ada yang bakalan berubah kok, mereka tetap papa dan mama lo kok, lo bisa tetap mendapatkan kasih sayang mereka. Mungkin saja salah satu diantara mereka tidak tinggal bareng lo lagi. Gue rasa, itu bukan masalah besar bagi seorang Askar Bastian Putra. Yakan?"
Dia kembali menatap mata gue. Gue harus berusaha tegar seperti semua akan berjalan mulus kedepannya. Gue membelai pipinya, lalu kedua kelopak matanya, lalu hidungnya yang mancung dan bibir merahnya yang pasti akan gue rindukan. Dan gue menyandarkan kening gue ke keningnya, menumpahkan semua beban yang terasa berat di dada ini. Menahan tangis dan menahan semua emosi yang gue pendam serapat-rapatnya. Gue harus tegar, ya Adrian Aditya harus tegar didepan Askar sekarang.
“Maaf, gue nggak jujur sama lo. Maaf juga, karena lo tahu bukan dari gue, tapi dari orang lain. Terlepas dari siapa lo mendapatkan informasi ini, gue harap lo dapat menerimanya.”
Gue melingkarkan kedua tangan gue di pundaknya. “Anggap saja ini adalah ujian buat cinta kita berdua. Ujian buat lo. Sama seperti ujian nasional, cinta kita juga diuji saat ini. Jika kita mampu melaluinya, maka kita akan lulus dan ada seseuatu yang indah yang akan menanti nantinya. Namun jikalau kita tidak mampu melaluinya, maka kita akan gagal. Kita hanya mendapatkan rasa sakit, kesedihan dan keterpurukan.” Gue melemparkan senyum paling optimis yang pernah ada, walau didalam diri gue ada keraguan yang besar dengan perkataan gue tadi. Cinta sesama yang terpisah oleh ratusan kilometer jauhnya, seperti cerita dongeng dalam dunia khayal rasanya. Begitupun kehidupan anak broken home yang bahagia, yang jarang gue temui.
“Maaf gue nggak jujur sama lo, gue nggak bilang sama lo.”
“Nggak apa-apa, gue ngerti kok. Gue percaya kalau lo melakuin ini karena karena gue juga. Lo juga butuh waktu untuk menenangkan diri lo. Selow aja."
Dia melempar pandangannya. Mungkin dia merasa bersalah karena nggak memberitahukannya ke gue. “Bukannya gue butuh waktu buat menenangkan diri gue, nggak. Cuman, gue nggak ingin lo bersedih karena gue bakalan pindah. Gue nggak ingin lo hancur disaat tahu kalau gue akan ninggalin lo.”
“Ssttt..., udah.” Gue meletakan telunjuk gue didepan mulut bocah besar gue yang kadang suka kekanakan. “Nggak usah dilanjutin lagi. Gue faham kok.”
Dia menatap gue kembali. “Terima kasih.”
“Untuk apa?”
“Untuk semua.” Askar tersenyum. Dia nampak tenang sekarang. “Makasih karena lo udah pengertian sama gue. Walaupun lo punya masalah yang nggak kalah besarnya sekarang.”
“Sama-sama.” Ujar gue melepaskan pelukan gue darinya. Gue menghempaskan badan gue ke ranjang, menelentang menatap plafon. “Karena orang yang saling mencintai itu adalah orang yang saling mendukung satu sama lain, menjadi tongkat dalam perjalanan, menjadi payung dalam hujan, menjadi obat dalam sakit dan menjadi penuntun dalam kegelapan. Saling mengerti saling memahami satu sama lain, saling tolong menolong dan saling mengisi kekurangan pasangan masing-masing. ” Tandas gue lagi sambil mengambil nafas dalam.
Askar lalu ikut berbaring disebelah kiri gue, menyamping, menatap gue dengan senyum khasnya, menjulurkan tangan kanannya hingga keatas kepala gue. Guepun lalu memposisikan tubuh gue menghadapnya, meletakan kepala gue diatas tangannya yang kekar. Tidak ada komunikasi diantara kami berdua. Saat ini gue hanya menikmati wajahnya yang teduh, membuat gue selalu nyaman berada di dekatnya.
Askarpun membelai rambut gue yang nampaknya harus segera dipangkas sebelum ujian kenaikan kelas nanti. Dia menatap gue jahil dengan muka mesumnya yang ngegemesin. Syukur dah Askar gue yang mesum udah kembali. Dia senyum-senyum sendiri sehingga gue mempelototinya dengan aneh.
“Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Syaraf lo ada yang putus ya gegara tadi?” ujar gue sarkas.
“Tau aja lo, syaraf gue pada putus gegera liat tubuh lo yang semi bugil itu.”
Gue sontak melihat tubuh gue yang memang hanya mengenakan boxer doang. Duh pantesan aja dingin sejak tadi. Guepun melengos menarik selimut menutupi tubuh gue hingga dada.
“Lah kok di tutupin sih?”
“Dingin.” Jawab gue jujur. “Lagian lo menang banyak juga kan nanti.”
Askar terkekeh sambil menaik-naikan kedua alisnya bergantian dengan senyum yang bertambah mesum. Mesum kuadrat pangkat empat (?).
“Oh ya gue lupa harus belajar giat.” Ujarnya pura-pura lupa. Keliatan banget dari cara dan ekspresi terkejutnya yang dibuat-buat. Pasti arahnya bakalan mesum deh tu.
“Nah lo tahu tuh harus belajar. Bukannya belajar tapi malah nyulik gue ketempat nggak jelas gini.”
“Gue udah belajar kok, dan lagian gue nyulik lo ke hotel bukannya ke kuburan.” Dia merengut kayak anak kecil, lalu kembali tersenyum nakal kearah gue. “Bay the way sayang, kalo ntar gue dapet sepuluh besar kita jadian kan?”
Gue menggangguk mengiyakan, sebelum Askar melanjutkan perkataannya. Geli banget gue mendengarnya memanggil gue dengan panggilan sayang tadi, seperti ada udang dibalik bakwan.
“Kalau kita jadian, kita bisa ‘anu-anu’ dong?”
“Anu-anu gimana nih?” tanya gue balik sok polos. “gue nggak ngerti.”
“Ituloh, ih masak nggak ngerti sih. Ituloh...," dia mendekatkan bibirnya sambil berbisik, "buat bayi.”
Gue berusaha menahan tawa gue yang bakalan meledak, sambil memegangi perut dan menggigit bibir bawah gue. Apalagi melihat ekspresi mukanya yang polos, malah terlihat seperti memelas bikin gue gemas.
“Gue nggak mau.” Gue melemparkan pandangan memandang plafon, pura-pura nggak mau, walau lubang gue udah kembang kempis mendengar pertanyaannya tadi. “Gue nggak mau hamil sebelum lulus kuliah.” Ujar gue sok imut. Gue jadi jijik sendiri mendengar jawaban gue tadi. Secara dalam bidang ilmu anatomi tubuh manusia, gue sebagai cowok tulen nggak mempunyai organ-organ yang mendukung terjadinya kehamilan di tubuh gue. Kalau kehamilannya di tubuh cewek, gue bisa.
Dia tersenyum mesum lalu mendekatkan wajahnya ke wajah gue. “Jadi, lo mau mengandung anak-anak gue habis wisuda?”
Gue diam membisu. Pernyataan absurd gue itu udah membuat gue berada pada posisi sulit. Lebih sulit daripada posisi seorang cewek yang di gang bang beberapa orang cowok, yang semuanya minta disepong. Sekali lagi, gue cowok dan mustahil banget gue bisa hamil walau berjuta kali disodok si Askar, secara ini bukan cerita mpreg kan? Wkwkwk.
Askar menggoda gue seraya menarik-narik selimut yang menutupi tiga perempat tubuh gue yang udah semi bugil itu. Gue berusaha mempertahankan selimut ini supaya tidak tanggal dari tubuh gue.
“Udah ah, gue nggak mau mikirin itu sekarang. Jadian aja belum.” Gue pura-pura ngambek seraya membalikan badan membelakangi si mesum Askar, tak lupa gue memukul muka mesumnya dengan bantal. Terdengar kekehannya dari belakang yang membuat bibir gue mencuat maju kedepan. Askar terus menggeser tubuhnya mendekati tubuh gue. Gue bisa merasakan hembusan nafas beratnya –yang mungkin udah setengah horni- itu di tengkuk gue.
Dia lalu memajukan muka mendekati telinga gue sambil berbisik penuh hasrat sehingga membuat gue mengejang dan membeku seketika. “Gue bakalan menembakan berliter-liter benih gue untuk menghamili lo Adrian.” Bisiknya.
Ah, si Askar kampret berhasil membuat muka gue memanas, dan pasti muka gue sudah memerah laksana udang rebus. Gue seperti cewek sekarang, yang digoda suaminya ketika hendak mau malam pertama. Begitulah yang gue baca di cerita-cerita picisan bertema dewasa.
"Gue akan membuat lo memohon-mohon dibawah gue untuk gue berikan kenikmatan." Bisiknya lagi.
Gue mendorong tubuhnya dengan sikut gue menjadi gue, lalu memposisikan tubuh gue menghadapnya. Wajahnya yang tampan itu hanya beberapa jengkal dari muka gue. Senyum mesumnya masih mengembang memandang gue yang memasang muka sok cemberut, yang menatapnya sok jengkel. Walau hati ini menikmati setiap perkataan mesumnya tadi, membuat ribuan kupu-kupu di perut gue berterbangan.
“Terserah lo.” Gue mencibirkan lidah sambil mencubit hidung mancungnya, lalu kembali memunggunginya menunggu reaksi darinya.
Askar terdengar terkekeh. “Ayo kita selesaikan sayang.” Ujarnya seraya menyibakan selimut dari tubuh gue, membalikan badan gue dan menindih gue.
Argh..., gue nggak bisa menahan mulut gue untuk nggak terpekik kaget.
---
Tubuh telanjang gue menggeliat sambil merentangkan tangan gue selebar-lebarnya sambil menguap dengan suara keras. Rasanya ada suntikan tenaga yang membuat gue kembali bersemangat melaksanakan aktifitas di hari minggu. Bermalas-malasan tentunya. Wkwkwk.
Gue menatap tubuh telanjang Askar sejenak. Tubuhnya sempurna untuk seukuran anak SMA. Askar nampak giat berlatih melatih otot tubuhnya hingga berbentuk seperti itu, ditengah kesibukannya menjadi siswa SMA + ketua geng Yakuza Junior yang dulu sempat pengen gue basmi. Dia seperti patung-patung Yunani di televisi yang bakalan menggugah iman setiap jiwa yang menyukai pria berotot.
Gue kembali memperbaiki posisi tidur gue sebaik mungkin, memperbaiki posisi kepala gue yang berbantal di lengannya. Gue rasanya malu mengingat kejadian tadi malam. Kalian pasti berfikiran yang bukan-bukan soal ini. Tapi Askar adalah orang yang teguh pendirian, sampai dia berhasil memenuhi tantangan gue dulu, kita sepakat nggak melakukan apapun diluar batas kewajaran dan dia tidak melanggar kesepakatan. Gue jadi bergidik ngeri, apa yang bakalan terjadi jikalau gue udah pacaran sama dia, dilihat dari perilakunya yang mesum abis.
Gue menempelkan bibir gue ke bibirnya. Sambil memejamkan mata, gue menikmati setiap milimeter bibirnya yang lembut itu. Otot yang bakalan membuat gue mengejang setiap dia melakukan permainannya. Gue yakin, mantan-mantan Askar yang dulu bakalan merasakan hal yang sama dengan apa yang gue rasakan. Gue membuka mata gue dan mendapati mata Askar yang menatap gue mesra, sehingga gue menjauhkan kepala gue dengan kikuk.
“Kok berhenti sih?” tanya Askar manja. “Malu ya?”
“Apaan sih lo.” Ujar gue seraya bangun lalu membelakanginya, menyembunyikan muka gue yang pasti udah memerah kayak tomat. Gimana nggak malu, ketahuan lagi curi-curi kesempatan menciumi seseorang saat tidur. Askar lalu bangun dan memeluk gue dari belakang, melingkarkan tangannya di perut gue sambil meletakan dagunya di bahu gue. Gue merasakan aliran listrik yang menjalar di setiap aliran darah gue akibat kulit kita yang bersentuhan, membuat gue semakin salah tingkah.
“Nggak usah malu sayang.” Bisiknya sambil mengecupi leher gue. “Kita akan melakukan hal yang lebih daripada itu nanti.” Bisiknya lagi, yang sontak khayalan kotor gue meliar dengan ganasnya. Dia lalu membenamkan wajahnya di tengkuk gue, menghirup nafas dalam dan mengecupnya. “I love you Adrian.”
“I love you too Askar.” Bisik gue lagi. Gue harap hanya maut yang akan memisahkan kita.
"Siap ini kita kemana?" Tanya gue.
"Kemana pun yang lo mau beb. Ke kantor KUA pun gue siap."
"Gue mau ke kantor Polisi buat ngelaporin tindakan kriminal lo yang berani menculik anak dibawah umur."
Askar terkekeh sambil mengeratkan pelukannya. "Yakin? Atau hanya isapan jempol saja. Beberapa hari nggak ketemu gue, lo bakalan merana."
Pede sekali engkau Askar.
Gue menggeleng-gelengkan kepala. "Hukum harus ditegakkan Askar. Dan gue nggak akan menyesali tindakan gue."
"Oh ya? Indonesia bisa heboh ntar. Berita kita bisa jadi berita utama di koran dan televisi."
Gue bergidik ngeri. Sial, kalau iya bisa kacau juga tuh. Apalagi gue jadi berita salah satu surat kabar ibukota yang sering membuat judul blak-blakan. Bisa hancur reputasi gue sebagai siswa teladan. Lebih parahnya gue bakalan diwawancari oleh para wartawan sebagai korban penculikan oleh kaum LGBT.
"Iya nggak jadi deh, demi harga diri gue. Kita kerumah ya, Mama pasti cemas gue nggak pulang semalam. Lagian Aldi sama Dwi juga bakalan ke rumah diskusi tentang anonymous."
"Oke deh beb."
"Beb beb, kita belum resmi." Gue melepaskan pelukannya. "Gue mau mandi. Gerah nih." Gue lalu bangkit dari kasur dan berjalan kearah kamar mandi. Menutup pintu dan menghidupkan pancuran. Tak lupa gue memelototi bokser gue dan melemparnya keluar.
Eh sialan, ntar gue keluar pake apa. Masa gue bugil depan Askar sih?
Gue lalu berbalik dan mendapati Askar udah ada di dalam kamar mandi memegangi bokser gue dengan tubuh tanpa sehelai benangpun.
Askar bangsaaat!! Pistol keramat lo keliataaan.
---
“Kar, gue harap lo nggak bakalan ngelakuin ini lagi.” Kata Aldi marah, ketika kita sampai di kamar gue dan menceritakan kemana aja gue semalaman ini. “Ini kriminal dan lo bisa dituntut atas pasal 328 KUHP tentang penculikan. Untung aja lo sempat bilang ke Mama kalau lo bilang Adrian nginap di tempat lo. Kalau nggak, mungkin aja lo udah di dalam penjara sekarang.” Cerocos Aldi bak ahli hukum sekarang. Gue yakin kalau nih anak cocok di kepolisian atau dibidang hukum. Gue juga yakin dia salah jurusan, walau nilainya di jurusan IPA sangat baik.
“Iya, gue ngaku salah.” Ujar Askar ngongkang-ngongkang kaki diatas ranjang gue jengah. “Gue lagi panas aja dengan insiden bunga kemarin. Jadi gue culik deh.” Ujarnya frontal.
“Owh... Askar cemburu rupanya ya?” Sanggah Dwi langsung sambil menatap Askar. “Lo salah juga sih, seharusnya lo kasih si Adrian bunga tiap hari kek, apa gitu sehingga lo nggak keduluan sama orang lain gini. Lo juga kan yang susah.”
Askar menggertakan giginya sambil menatap gue geram, yang hanya gue balas dengan senyuman. Betul sih apa yang Dwi katain tadi.
Entah kenapa mereka berdua (Aldi dan Dwi) udah berani aja dengan si Askar. Biasanya, minimal ada rasa segan ketika berjumpa dengan Askar. Sekarang, udah nggak ada batas lagi nampaknya. Mereka bebas blak-blakan bicara tanpa saringan.
“Iya, gue ngaku salah. Iya.” Ujar Askar lagi.
“Lo ngapain aja semalam Ian?” tanya Dwi yang secara tak langsung membuat Aldi langsung menoleh ke gue sebelum menatap Askar garang.
“Gue harap lo nggak diapa-apain nih anak.” Ujar Aldi yang menatap Askar penuh selidik.
“Aman kok,” jawab Askar santai. “Adrian kalian berdua ini, masih perawan kok. Masih segelan tanpa rusak sedikitpun. Gue masih tahu diri siapa gue. Gue nggak ngapa-ngapain dia."
“Gue harap lo masih ingat dengan perjanjian lo sama Adrian. Gue nggak bakalan segan-segan kalau lo berani macam-macam sama Adrian sebelum waktunya.” Ancam Aldi. Dia nggak main-main soal itu. “Kalau udah resmi terserah kalian berdua. Gue nggak bakalan ikut campur. Yang jelas Adrian aman dan bahagia dengan lo, itu udah kebahagian buat gue dan Dwi." Tandas Aldi.
“Hmmm..., kalau udah resmi, boleh dong kami berdua bikin 'keponakan' buat kalian berdua?”
Pertanyaan Askar tadi sontak membuat Dwi terbatuk-batuk saking kagetnya, dan Aldi geleng-geleng kepala. Sedangkan gue, hanya bisa menyembunyikan wajah gue ke bantal.
“Terserah kalian berdua, mau bikin anak berapapun terserah, kalau Adrian bisa hamil.” Jawab Aldi geli. “Mungkin Adrian punya rahim tersembunyi di dalam tubuhnya.” Aldi nggak bisa menahan senyumnya. Ah Askar yang kekanakan membuat gue semakin malu saja.
“Okelah kalau begitu. Thanks ya bro. Gue siap membikin berapapun yang kalian minta.” Ujar Askar penuh semangat 45.
“Jangan lupa seks aman ya. Pakai kondom.” Ujar Dwi menimpali. “Kalo perlu kondom berigi-rigi atau kondom rasa strawberry.” Dwi mengedipi gue genit. “Kebetulan teman kita suka banget sama strawberry.”
“Oowh.” Askar menatap gue mesum. “Aman itumah. Gue akan sediakan demi kepuasan Adrian seorang.” Ujarnya menggerling nakal kearah gue. Ge memutar mata gue sambil memandang keluar kamar lewat jendela. Askar come back.
“Eh bay the way, siapa sih yang mengirimi bunga ke Adrian kemarin?” tanya Askar penasaran. Bukannya nanyain siapa anonymouse, tapi dia malah menanyai siapa si pengirim bunga yang nggak penting itu.
“Ehm...” Semua orang menoleh kerah gue. Dengan sok kalem gue menatap mereka satu-persatu, terlebih Askar. “Tolong ya, kalau nanya itu yang penting-penting aja dulu. Jangan yang sunnah, tapi wajib-wajib aja dulu.” Sindir gue. “Mending bahas anonymouse daripada bahas si pengirim bunga yang nggak penting itu.”
Dwi terkekeh dan Aldi hanya senyum-senyum nggak jelas. “Pengirim bunga itu yang paling penting sekarang, ya nggak Kar? Fardu Ain.” ujar Dwi sok dekat. “Secara, saingan kita gitu loh.” Sindir Dwi. Askar hanya tersenyum kecut dengan sindiran Dwi yang ngena tadi.
“Oowh, jadi keselamatan gue nggak penting gitu?” Gue melipat tangan di dada. Kesal aja, kalau si Dwi malah mendukung si Askar kampret daripada gue. Gue menatap garang Aldi yang senyum-senyum aja sejak tadi, berharap kalau di juga nggak mendukung si Askar. “Ayo jawab!”
“Bukan nggak penting, tapi ada prioritas utama.” potong Dwi. “Pesaing harus didahulukan daripada musuh.” Ujarnya lagi. Askar tersenyum puas dengan jawaban Dwi tadi. Dia sedang diatas angin dengan dukungan Dwi tadi.
“Yoi bro.” Jawab Askar sambil mengacungkan jempol.
“Lo berdua ya...” ujar gue menunjuki mereka berdua. Pengen gue jitak mereka satu-satu. Nggak tau mereka apa, gimana ngerinya gue di teror oleh orang yang nggak dikenal.
“Udah-udah.” Aldi buka suara meredakan perang yang bakal meletus. “Gue belum tahu siapa yang ngirimin bunga maupun siapa itu anonymouse. Kita belum bisa memastikan orangnya.” Jawab Aldi sambil memperbaiki kacamatanya.
“Tapi minimal kita udah tahu siapa aja yang dicurigai sebagai anonymouse itu.” Kata Dwi menambahkan. “Kita cuman memainkan trik mudah dan orang yang meneror Adrian bakalan ketahuan.” Senyum mengembang di bibir Dwi.
“Trus yang ngirimin si Adrian bunga siapa?”
“Kebetulan, kita nggak kefikiran soal itu kemarin, so kita belum tahu siapa yang dicurigai sebagai pesaing lo itu.” Jawab Aldi seraya memposisikan tangan di depan mulutnya seperti orang yaang sedang berfikir. “Tapi menurut gue, mungkin saja si anonymouse ada hubungannya dengan si pengirim bunga.” Jelas Aldi.
“Si pengirim bunga dulu yang harus kita ketahui.” Dikte Askar. Mulut gue udah gatal untuk menyahuti dikte Askar sebelum Aldi bersuara.
“So oleh karena itu, kami butuh bantuan lo saat ini. Tapi apapun yang bakalan gue jelasin ke elo nanti, tolong lo terima dan lo ikuti aja tanpa membantah, kalau memang lo ingin rencana kita ini berjalan mulus.”
Askar mengangguk-angguk, begitupun gue yang juga mengangguk-angguk seraya mendekat ke arah Aldi.
--- tbc
R~
Hayhay Minna! Aurora kembali setelah bertapa sekian lama di puncak gunung. Kali ini baru bisa update lagi kisah cinta antara Adrian dan Askar. Guesih pengen curhat ttng kendala gue dlm pembuatan cerita ini di sini. Tapi setelah gue pikir kembali, sebaiknya nggak usah deh. Nggak baik juga. Yg gue harapkan kesabaran dan kesetiaan pembaca semua dalam menunggu part berikutnya, serta vote n komentar membangunnya.
Ada bbrp pembaca yg menanyakan tentang MBA apakah upload di Wattpad. Sekali lagi gue sampaikan, bahwa gue nggk upload cerita yg bertema boy x boy di Wattpad. Alasannya supaya Boyzforum tetap ramai juga dilihat sama orang, ditengah banyaknya para author yg beralih k Wattpad. Alasan utama gue hanya untuk meramaikan bf yg udah sepi. Gue hanya meng-upload cerita bertema hetero disana, Walau nggk menutup kemungkinan gue akan upload cerita boy x boy d Wattpad d kemudian hari. But gue ttp sama niat gue sendiri bahwa gue akan memprioritaskan Boyzforum drpd Wattpad untuk tema boyxboy. Akun Wattpad gue masih ttp Aurora_69. Silahkan d follow n ntar gue folbek. :Lol:
Apalagi ya?? Hmm... karena sekarang udah masuk bulan Ramadhan, gue minta maaf pd teman2 smua atas segala kesalahan n kekhilafan gue selama ini. Tidak ada anus yg tak berkerut dan tak ada manusia yg tdk punya kesalahan.
Gue juga mohon doanya buat kelancaran kuliah gue, kelancaran kehidupan gue yg skrng agak rumit. Gue mohon doanya. Serta doain gue bakalan nyelesain cerita gue (hetero) dan dapat diikutkan dalam event n dpt dicetak dlm bentuk novel.
Okeh..., sekian dulu ceramah gue yg udah kayak tausyiah pas tarawih. Selamat membaca n sunt.
17 Juni 2016 - 00.23 WIB
Salam
R~
@mustajab3 udah update bang...
@Riyand Jalan2 ke hatimu bang. :Lol:
@duatujuh siip
But anyway, tetap mnyimak dgn seksama Hasil Karya Anak Bangsa yg Caem ini
Well, smoga Tuhan kan slalu mmberikan penghiburan bagi @Aurora_69 saat mrasa letih dan sulit, shingga cita-rasa dlm mnulis dpt trjaga
Amin
#MorningPray #HoaaammSambilBaca #TerimaKasihYaDedek #GueDahTua #Semangat
@Riyand Wkwk siapa itu Siti? Anak kelas mana dia? Biar aku tangkep.
Ya nama Adrian, Adrian Aditya.
Terkadang kebalikannya bang, Rian yg dewasa n Askar yang kekanakan. Tergantung sikon. Askar emang mesum abis bang, tingkat dewa.
@wisnuvernan2 sipo sipo bang...
@rahmad1 ah nggk nyangka aj ad yg baca komentarku d bawah. Mksih ya bang... Aamiin.
Mksih udah membaca.
@yogan28 Makasih bang, Aamiin...
Ya bang, malam itu lbih sepi n sunyi jadi ide2 lbih mudah bermunculan. Jdi kadang aku bkin ceritanya malam. Klo siang bnyk yg ganggu, ini lah itulah. Mklum orang sibuk wkwk (sok sibuk)
@KangBajay jangan2 Icha yg bangkit dr kubur bang. Eh... wkwk kok k Uttaran sih?
okeh2 ditunggu yaa...
Xixixiiiii....
@yogan28 Iii serem dah. Gangguin tengah malam, caranya??