It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Pradipta24 ini masih belum seberapa lho...
@harya_kei siip, ini lanjut....
@lucifer5245 poor of bayu.....
@lulu_75
@onny_agam
@shuda
@3ll0
@Pradipta24
@harya_kei
@Aurora_69
@Wita
@Sho_Lee e
@Otho_WNata92
@ffirly69
@doniperdana93
@littlemark04
@lucifer5245
@SteveAnggara
@Sicilienne
@Pradipta24
@octavfelix
@ularuskasurius
@harya_kei
BAYU
Usai sarapan dengan tante Risna om Bin dan Jason, aku berpamitan untuk kembali ke kamar karena harus merampungkan tugas kuliahku yang harus dikumpulkan nanti siang.Sementara tante Risna dan om Bin berangkat ke kantor, serta jason berangkat ke kampusnya Hari ini hanya ada 1 mata kuliah dan dilaksanakan siang nanti jam 12 siang.
‘ jadwal yang sangat kurang efektif’ gumamku dalam hati.
Sesampainya di kamar, lalu kunyalakan komputer dan kuhubungkan dengan Internet untuk mencari jurnal yang akan gunakan sebagai referensi melengkapi materi di dalam makalah nanti. Jurnal tentang makro ekonomi dan perdagangan Internasional sudah kudapatkan dari 5 sumber yang berbeda, sekarang waktunya merangkum dan membuat Power Point.
Sudah hampir 2 jam aku berkutat dengan tugasku ini, rasanya jariku keriting mengetik ulang materi-materi di dalam jurnal menggunakan bahasaku sendiri, memang dosen dikampusku sangat ketat untuk urusan karya tulis, mereka tidak ingin kami mahasiswanya menjadi seorang plagiat yang hobi Copy paste materi dari berbagai macam sumber.
Hampir 3 jam tepat tugas individu yang aku kerjakan ini akhirnya rampung, lega rasanya dan aku lalu merebahkan badanku ke tempat tidur setelah makalah sudah aku print dan power point sudah aku simpan dalam flash disk.
Kurang 1 jam lagi jam kuliah, lalu aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk di pinggangku, aku melepaskanya dan menatap diriku sendiri di depan cermin besar di dalam kamar. ‘gak ada yang berubah’ gumamku pada diriku sendiri. Perut yang rata namun berisi dan dada yang sedikit terbentuk meski tidak sebesar punya Leo, wajah yang menurutku standard jika dibandingkan Jason atau Leo. Sebenarnya lebih menarik Jason daripada aku, tapi kenapa Leo sebegitu sukanya padaku.
Aku belum memberikan jawaban apapun pada Leo hingga hari ini, sejujurnya aku bingung meskipun Leo memberiku jenjang waktu hingga 6 hari kedepan sekalipun. Jika dibilang suka, mungkin iya aku sedikit tertarik pada Leo dalam artian suka. Tapi untuk urusan cinta, aku tidak mencintainya atau belum mencintainya. Aku percaya dengan ungkapan bahwa cinta datang karena terbiasa, itu terbukti dengan hubunganku bersama Pido dulu, aku yang awalnya hanya sebatas suka atau sekedar kagum saja denganya lama kelamaan menjadi begitu mencintainya, bahkan hingga kini. Namun apa bisa juga dengan Leo, aku sanksi.
Disisi lain, aku mengkhawatirkan kondisi Jason. Dia pria yang sangat baik aslinya, karena sakit yang dideritanya dan beban keluarga yang ditanggungnya akhirnya dia menjadi seperti itu. Namun, aku juga memikirkan Pido, bagaimana denganya jika aku menerima tawaran Leo. Bagaimana bisa dia menerima aku berhubungan dengan lelaki lain sementara dia masih sangat mencintaiku, aku sangat naif jika alasanku hanya ingin membantu orang lain agar sembuh dari penyakitnya dengan menumbalkan diriku sendiri.
Apa urusanya aku dengan Jason, dia bukan siapa-siapaku juga kan. Apakah aku harus mempertahankan hubunganku dengan Pido dengan konsekuensi Leo tidak akan membantu penyembuhan Jason, atau aku menerima tawaran Leo sehingga Jason akan lebih cepat sembuh. “Aku harus membuat keputusan secepatnya” gumamku pelan.
Dalam perjalanan ke kampus, aku mengirim pesan pada Jason untuk bertemu denganku nanti jam 3 di tempat makan yang tidak jauh dari kampus. Saat masuk ke dalam kelas dan mempresentasikan tugas Individuku, aku merasa kurang maksimal karena fikiranku masih berada di tempat lain. Aku memikirkan bagaimana dengan sopan berbicara pada Jason bahwa aku tidak bisa membantunya. Aku takut Jason tiba-tiba berubah menjadi emosi atau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi padanya, kuputuskan untuk mengirimkanya pesan lagi untuk bertemu di rumahnya saja, alasanku biar sekalian main ke rumahnya agar dia tidak curiga. Beberapa saat kemudian Jason membalas pesanku lewat WA, dia tidak masalah bertemu dimanapun dan memberikan alamat lengkapnya kepadaku.
Dengan menaiki taksi, aku menuju rumah Jason, letaknya di perumahan elit dengan bentuk yang klasik terlihat dari luar. Saat aku akan masuk, aku kembali teringan bahwa dulu di rumah ini Jason merawatku yang sedang terluka akibat ulahnya. Tiba-tiba aku merasa merinding mengingat masa-masa itu. Lalu kuberanikan diri memencet Bell yang beberapa menit kemudian aku melihat sosok Jason membuka pintu rumahnya, sepertinya dia sudah menungguku dari tadi.
Wajahnya tampak begitu cerah ketika menghampiriku, tampak senyuman terkembang dari bibir merahnya. Dia hanya mengenakan celana pendek selutut warna coklat dan kaos putih tanpa lengan, Wow, terkesan sangat manly. “naik apa kesini?” tanya Jason ramah kepadaku.
“tadi naik taksi, baru saja sampai”
“Oh, ayo silahkan masuk” tawarnya ramah sambil berjalan mendahuluiku, aku hanya mengekor dibelakangnya dengan hati masih dag dig dug berharap semuanya akan baik-baik saja.
Saat aku sudah memasuki rumahnya, aku langsung dipersilahkanya untuk langsung ke kamarnya, dia hanya tinggal berdua dengan papanya yang seorang dekan di kampusku. Biasanya beliau sering ke luar kota ataupun ke luar negeri untuk menghadiri undangan-undangan kegiatan akademik entah itu Konferensi Internasional, Symposium, bekerja sama dengan kampus lain dan masih banyak kegiatan lain, namun biasanya usai jam kampus beliau sering terlihat langsung pulang ke rumahnya, mungkin satu jam lagi beliau baru pulang, karena memang jam kampus baru akan selesai beroperasional pukul 4 sore.
“Kok rumah kamu sepi jas, pada kemana semua ?” tanyaku pada jason.
“Mmmm...... kalau papa palingan sejam lagi pulang, asisten rumah tangga baru saja pulang, nanti malam baru balik lagi” ujar jason kepadaku.
Dengan kondisi kejiwaan Jason yang kadang tidak stabil, sengaja asisten rumah tangga hanya akan bekerja ketika pagi hingga siang saja waktu Jason sedang kuliah, kalau tidak waktu malam hari ketika papanya Jason sedang ada di rumah juga terang jason kepadaku.
“mau minum apa?” Jason menawariku dengan sopan.
“air putih saja Jas”
“oh, oke. Tunggu sebentar sekalian aku ambilkan camilan” katanya sambil lalu meninggalkanku ke belakang.
5 menit kemudian Jason sudah membawa nampan berisi 2 gelas air dan beberapa toples camilan serta menuguhkanya padaku.
“Tumben ngajak ketemuan dirumah ? Sudah ada hasilnya ngomong sama Leo ?” tanya Jason tanpa basa-basi. Tenggorokanku serasa langsung tercekat, lalu buru-buru aku mengambil minumku dan meminumnya setengah gelas.
“Mmm..... Jason, sepertinya aku tidak bisa membantu untuk membujuk Leo” ucapku kemudian dengan penuh hati-hati. Aku langsung melihat raut mukanya berubah seketika.
“memangnya kenapa tidak bisa? Bukanya kamu dekat sama dia, bahkan tinggal satu rumah” ucapnya dengan nada datar namun menusuk.
“Maaf jason itu diluar batas kemampuanku, Leo mengajukan syarat padaku agar dia bersedia mendampingimu menjalani pengobatan” ucapku mantap pada Jason sambil intens menatap matanya.
“ tapi maaf juga, aku tidak bisa menjelaskan apa syarat itu” lanjutku kemudian sambil menatap ke bawah. Aku sangat tidak tega melihat ekspresi Jason, antara penyesalan, kesedihan , dan kemaran jadi satu.
Kemudian jason hanya diam menunduk tanpa memberikan sepatah katapun. Kutafsirkan dia mencoba mengendalikan dirinya. Mengendalikan emosinya lebih tepatnya.
“Jas, kamu tidak apa-apa?” tanyaku pelan kepadanya. Jason hanya menggelengkan kepalanya tanpa menoleh kepadaku.
“Bayu, mungkin sekarang sebaiknya kamu pulang saja. Aku butuh sendiri dulu” ucapnya kepadaku dengan mata yang merah . Tiba-tiba aku sedikit merinding melihat ekspresinya itu.
“Oh, baik kalau begitu... kalau ada apa-apa hubungi aku saja .... Sekali lagi aku minta maaf Jason, gak bisa banyak membantumu”. Jason hanya mengangguk pelan.
Kemudian saat aku hendak berdiri dari tempat dudukku, aku mendengar ada suara kendaraan masuk ke dalam halaman depan rumah, mungkin itu papanya Jason, sepertinya beliau pulang lebih cepat karena sekarang masih jam setengah 4 sore..
Saat aku akan keluar dari pintu rumah, aku berpapasan dengan beliau, Pak Paolo. Baru sekali ini aku melihat beliau dari dekat, pertama bertemu dulu saat beliau memberikan sambutan pada ucapara penerimaan mahasiswa baru untuk Program Pascasarjana. Beliau terlihat bugar dengan usianya sekarang yang sekitar 50 keatas. Tubuhnya tegap dan perutnya tidak buncit seperti rata-rata pria seusianya.
Beliau memberikan senyuman ramah ketika melihatku.
“Temanya Jason ya?” tanyanya ramah kepadaku.
“ Iya pak, nama saya Bayu, saya juga pengajar Jason di kelas menggantikan Prof.Kaisorn” terangku kemudian.
“Oh,,,,, iya. Saya ingat, beberapa kali Prof.Kaisorn menceritakanmu kepadaku, katanya beliau merekrut mahasiswanya dari Pascasarjana untuk membantunya mengajar di Jam malam” terangnya dengan senyum yang masih mengembang.
“ kenapa buru-buru pulang, nanti saja sekalian makan malam disini juga” tawar beliau padaku.
“maaf pak, saya ada keperluan di rumah, mungkin lain waktu saya akan main kesini lagi” tolakku dengan seramah mungkin.
“Oh, baiklah.... kalau bisa sering-sering saja main kesini, biar Jason juga ada temanya disini”
“Hehehe.... baik pak, nanti akan saya usahakan meluangkan waktu. Ya sudah pak, saya pamit dulu”
“Iya, hati-hati” ucap beliau dengan masih memberikan senyum ramahnya.
Beruntungnya Jason memiliki papa yang sangat ramah dan perhatian seperti itu, disisi lain aku juga kasihan dengan beliau. Dengan kesibukan beliau menjadi seorang Dekan, beliau diberi cobaan dengan kondisi anaknya saat ini, semoga semuanya kembali normal, dan jason juga segera pulih.
Aku kembali ke rumah Leo naik taksi, beberapa menit kemudian sampailah aku di rumah, lalu segera menuju ke kamar. Kondisi rumah masih sepi, tante dan om masih belum pulang. Saat aku berjalan ke kamarku, aku melihat
leo yang sedang tiduran dikamar sambil membaca buku.
“baru pulang bayu. Dari mana? “ tanyanya padaku sambil meletakkan buku yang dibacanya dimeja.
“aku baru dari rumah Jason” terangku padanya. “apa kamu tidak bisa mempertimbangkan keputusanmu Leo, kasihan Jason. Dia benar-benar sangat mengharapkan kamu bisa mendampinginya, aku juga sulit menerima tawaranmu” lanjutku kemudian.
Kulihat raut wajahnya serius menatapku “ Saat ini aku cintanya cuma sama kamu Bayu, bukan dengan Jason. Aku hanya menganggapnya sekedar teman, tidak lebih”.
Aku sendiri bungung dengan situasi seperti ini, disisi lain aku mempunyai kepedulian pada Jason agar dia segera sembuh dari penyakit yang dideritanya, disisi lain lagi aku juga mempunyai ego untuk mempertahankan hubunganku dengan Pido, aku juga tidak bisa memaksa Leo untuk memaksakan perasaanya, dia lebih mencintaiku dan sudah tidak ada perasaan apapun pada Jason.
Drrrt..... Drrrt.... Drrrt..... Tiba-tiba ponselku bergetar di saku celanaku, saat kulihat di layar, ada nama Jason, aku lalu segera mengankat panggilanya.
“Halo, ada apa jas ?” tanyaku kemudian.
“Halo, nak Bayu. Saya Pak Paolo. Papanya Jason. Bisa sekarang nak bayu kesini. Kami sekarang berada di Rumah sakit XXX. “ terang beliau dengan suara yang sedikit panik.
“Baik pak, saya akan segera kesana” jawabku kemudian. Apa yang terjadi dengan Jason ? apa penyakitnya kambuh, mungkin bisa terjadi setelah tadi dia mendengar pengakuanku bahwa aku tidak bisa membatunya. Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya.
“Jason sekarang berada di rumah sakit !” ucapku ketus pada Leo yang keheranan menatapku. Aku kemudian bergegas keluar rumah, dan Leo mengikutiku dari belakang.
“Naik mobilku saja. Dia di rumah sakit mana ? tanyanya dengan nada yang khawatir.
“Di rumah sakit XXX”. Jawabku singkat.
Kemudian bayu menjalankan mobilnya menuju rumah sakit dimana Jason dirawat. Selama beberapa menit kami hanya diam, tanpa ada pembicaraan apapun.
“Ini semuanya salahku, gara-gara aku tidak bisa membantunya akhirnya penyakitnya jadi kambuh” ucapku menyesal lebih kutunjukkan pada diriku sendiri.
“Kamu tidak salah apapun Bayu, ini semua karena aku yang egois. Memaksamu untuk mau menuruti tawaranku agar kamu bisa membantu Jason” ucap Leo sambil tangan kirinya memegang lebut tanganku.
Sesampainya dirumah sakit kami langsung menuju ke ruangan dimana Jason dirawat, diluar ruangan aku melihat Pak Paolo sedang menunggu denga raut muka khawatir.
“bagaimana keadaan Jason, pak ?” tanyaku pada beliau.
“dia masih kritis, nak Bayu. Dia banyak kehilangan darah setelah tadi mencoba bunuh diri dengan memotong nadinya. Nak bayu, boleh kita berbicara berdua”. Ucap beliau dengan tatapan mengiba, dan kemudian melirik ke arah Leo.
Aku kemudian berbicara dengan leo bahwa aku akan keluar sebentar dengan Pak Paolo, sementara dia tetap menunggu di depan ruang UGD.
Ketika sudah berada di ruang tunggu yang saat itu sedang sepi “Sebenarnya saya juga kurang paham dengan kondisi Jason saat ini. Sejak nak bayu pulang dari rumah saya tadi, Jason terlihat sangat murung lalu dia menuju ke kamarnya. Dan saat jam makan malam dia tidak segera turun, saat saya panggil tidak ada jawaban dari Jason, dan saat saya buka pintunya dia sudah dalam keadaan setengah sadar dengan darah sudah banyak berceceran di lantai. Pada waktu di ambulance tadi, dia menyebut-nyebut nama Leo, katanya dia tidak ingin Leo meninggalkanya, dia masih mencintai Leo. Siapa itu Leo ? Apa hubunganya leo dengan anak saya ? tolong jelaskan pada saya nak Bayu, saya kira nak Bayu mengetahui mengenai masalah itu” ucap beliau panjang dengan wajah yang sangat mengiba dan serius.
Jujur sangat sulit menjelaskan pada beliau bahwa anaknya mencintai laki-laki, mungkin selama ini beliau tidak pernah mengetahui itu, karena selama ini jason lebih sering berjalan keluar dengan perempuan. Namun sekarang bukan waktunya untuk menutupi apapun, kemudian aku mulai menceritakan semuanya pada beliau.
“Saya tidak pernah tau kalau anak saya seperti itu.... Saya juga paham, bukan itu yang sekarang harus saya permasalahkan sekarang. Saya hanya ingin Jason kembali sehat, kembali normal seperti dulu. Selama ini dia terlihat sangat bahagia dengan hidupnya, namun setelah istri saya berpulang, Jason tiba-tiba berubah.” Kata beliau sambil menatapku dengan serius.
“kalau begitu, saya mohon atas nama orang tua Jason untuk nak Bayu bersedia membatu Jason...... saya mohon sekali nak Bayu.... Jason menjadi amanah terakhir saya kepada istri saya, sementara kakak Jason sekarang sudah ikut suaminya ke Inggris dan bekerja disana. Apapun akan saya lakukan untuk nak Bayu. Saya tau dari Prof. Kaisorn kalau nak Bayu bercita-cita ingin menjadi Dosen, saya bisa mengangkat nak Bayu menjadi dosen di kampus saat nak Bayu lulus nanti” lanjut beliau dengan mengiba kepadaku.
Aku hanya tersentak mendengar permohonan beliau. Dilema. Lebih ke permohonan seorang Ayah untuk kebaikan sang anak, belaiu rela memohon kepadaku yang notabenya beliau ada seorang Dekan dikampusku dengan status sosial yang tentunya jau lebih tinggi dari aku yang hanya seorang Mahasiswa. Tapi untuk tawaran menjadi dosen disana, aku belum bisa berkata apa-apa, aku juga ingin kembali ke Malang, ingin bersama pido saat kembali nanti.
Aku semakin tidak tega ketika aku melihat warna mata beliau yang kemudian memerah, dan mengeluarkan tetesan air dari sisi matanya. Sebegitunya-kah pengorbanan seorang Ayah untuk anaknya. Nuraniku terketuk, bahkan terdobrak. Aku tidak setega itu untuk menolak permintaanya. Semoga keputusanku adalah keputusan terbaik untuk semuanya.
PIDO
Belakangan ini aku merasa ada yang berubah dari Bayu, biasanya dia sering menghubungiku via WA atau BBM untuk menanyakan kabarku atau hanya mengirimkan kata-kata semangat pagi-pagi sekali dan menjelang tidur. Namun akhir-akhir ini dia jarang sekali menghubungiku, aku mencoba lebih dahulu menghubunginya, namun tak jarang dibalas dengan balasan-balasan singkat saja, bahkan lama sekali baru dia membalas.
Saat ini aku baru pulang dari Koas ku di daerah kabupaten Malang, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Tadi sempat kembali sebentar ke Rumah sakit untuk bertemu dengan dokter Rafael berdiskusi mengenai program pengabdian yang akan kami laksanakan esok hari. Terjadi wabah penyakit di salah satu daerah di dekat tempatku Koas yang segera membutuhkan penanganan serius. Tak henti-hentinya dokter Rafael bertingkah aneh kepadaku, beberapa kali aku memergok-i nya menatapku dengan intens sperti menyiratkan ketertarikan kepadaku. Bahkan dokter Rafel juga beberapa kali curi-curi kesempatan memegang tanganku atau merangkulku, namun langsung kutolak dengan halus. Apa benar dokter se sempurna itu tertarik kepadaku, selama ini memang sih tidak pernah sekalipun aku melihatnya berjalan berdua denga perempuan, atau di media socialnya dia juga tidak pernah memajang fotonya dengan perempuan kecuali dengan ibunya yang dijadikan foto profilnya.
Ketika memasuki kontrakan, alu langsung melepas seluruh pakaianku di dalam kamar dan menuju kamar mandi hanya berlilitkan handuk di pinggangku. Aku memasuki kamar mandi lalu melepas handukku dan kemudian menyalakan shower. Segar sekali, tiba-tiba aku ingat pada Bayu waktu terakhir kali kita berhubungan intim di dikamar mandi ini sebelum dia berangkat ke Thailand. Sesaat kemudian juniorku lalu menegang. Sudah satu bulan lebih aku tidak menyalurkan nafsuku, juga memang karena kesibukanku, aku tidak pernah melakukanya kepada siapapun selain dengan Bayu.
Tangan kananku kugerakkan memegang juniorku yang lumayan menegang, aku mulai menggenggam juniorku perlahan dan memaju mundurkan. Beberapa saat kemudian juniorku menjadi lebih keras. Kemudian gerakanku mulai kupercepat dengan memejamkan mataku, aku mencoba membayangkan memasukannya ke lobang Bayu. Aku kemudian menggerakanya lagi-lagi dan lagi.... namun tiba-tiba, bukan lagi bayangan wajah bayu yang ada di imajinasiku, malah berganti dengan wajah dokter Rafael. Aku sedikit tersentak namun tetap kuteruskan gerakanku hingga akhirnya aku mengejang dan tubuhku bergetar hebat, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa dan kemudian cairan sperma keluar dengan lancarnya hingga beberapa kali semprotan.
Setelah itu, aku kembali melanjutkan mandiku dan menyabuni seluruh tubuhku, lalu kubasuh dengan air dari shower. Setelah selesai mandi aku mengeringkan tubuhku dengan handuk dan keluar dari kamar mandi. Saat kembali ke kamar aku tidak segera berganti baju dan malah membaringkan tubuhku di tempat tidur dengan hanya berbalut handuk di pinggangku. Aku memikirkan kenapa tiba-tiba muncul wajah dokter Rafael dalam imajinasi sexualku. “Tidak boleh, aku hanya mencintai bayu” sangkalku pada diriku sendiri.
Saat aku hendak berdiri dan berganti pakaian, tiba-tiba ponselku bergetar, sepertinya ada pesan masuk, langsung aku mengambil ponsel di atas meja dan memeriksanya dan ternyata dari Bayu.
“do, bisa kita Skype sekarang. Urgent !”
“ada apa bay? Ada masalah apa ?”
“bisa nggak? Nanti aku jelaskan langsung sajalewat skype”
“oke, tunggu 5 menit lagi. Ini aku mau ganti baju dulu sama mau menyalakan Laptop”
Tak lama kemudian setelah berganti pakaian dan dan menyalakan Laptop serta sambungan Internet lalu aku membuka Skype dan menghubungi Bayu. Saat sudah terhbung aku menangkap raut mukanya sangat sedih, sepertinya dia habis menangis.
“Ada apa bay? Mukamu kok seperti itu? Kamu sedih kenapa? “ tanyaku memberondong pada bayu. Aku sungguh sangat khawatir.
“Do, Aku minta maaf sebesar-besarnya ke kamu do ! Sebenarnya berat mengatakan ini ke kamu” ucapnya sambil matanya memerah dan sedikit terisak.
“ Kenapa bay, kok kamu malah nangis? Jelaskan pelan-pelan bay !” ucapku mencoba menenangkan Bayu.
“Sebaiknya kita benar-benar putus do, kamu harus bisa melupakan aku. Aku tau ini berat do, aku juga sulit menjelaskanya. Tapi aku mohon padamu do untuk lapang dada menerima keputusanku. Jika kita memang Jodoh, 2 tahun lagi kita bisa bertemu lagi. Tapi aku harap kamu mulai mencari penggantiku do.” Ucapnya sambil terisak, aku tau dia sedang ada masalah, aku sangat memahami bayu, pasti ada yang sedang dia tutupi.
“ tapi kenapa bay? Aku harus tau alasanya. Kamu gak bisa tiba-tiba seperti ini ke aku bay..... Please jelasin dulu bay. Kita cari jalan tengahnya. Mungkin semuanya bisa kita selesaikan baik-baik tanpa kita harus putus. Aku tidak mempermasalahkan lagi jika aku harus nunggu kamu 2 tahun disana....” ucapku dengan memohon ke bayu. Aku bingung, kenapa tiba-tiba bayu berkata seperti itu.
“ maaf do, aku nggak bisa ngejelasin alasanya ke kamu. Tapi kamu musti percaya ke aku do, kalau jalan ini aku ambil untuk kebaikan kita berdua do. Please do..... kamu percaya ke aku kan ?” Ucapnnya mengiba.Iya, aku sangat percaya ke bayu. Pasti dia sekarang sedang ada masalah.
“ apa benar-benar tidak ada opsi lain Bay?” tanyaku masih memohon.
“Nggak ada do, mulai saat ini aku nggak akan hubungi kamu lagi do. Maaf... “ katanya dengan pandangan yang kosong namun air matanya tetap menetes.
“Jika itu memang yang terbaik untukmu Bay, aku akan mencoba rela....” ucapku akhirnya menyerah. Seketika itu juga langsung ku tutup layar laptopku tanpa mematikanya terlebih dahulu.
Aku hanya terduduk diatas tempat tidurku meresapi percakapanku tadi dengan bayu. Kenapa harus berakhir seperti ini.....
Apa salahku, bayu ada masalah apa..... dia tidak akan menghubungiku lagi setelah ini..... Kenapa dia setega itu kepadaku.... Kita sangat saling mencintai selama ini.......
Kenapa kamu tega bay......... Aku hancur bay...... hatiku benar-benar perih........
Kemudian aku membaringkan tubuhku di tempat tidur, dan mencoba memejamkan mata. Wajah bayu masih mendominasi imajinasiku.
Aku terbangun ketika mataku menangkap cahaya terang dibalik kelopak mataku, dengan sedikit berat aku mulai membuka mataku, ternyata sinar matahari sudah meninggi, lalu dengan tergesa kulihat jam dinding, ternyata sudah jam 9, berarti aku terlambat.
“bisa-bisanya aku kesiangan“ runtukku pada diriku sendiri.
Kemudian aku mengambil ponselku, sudah ada 9 kali panggilan tak terjawab dan 3 pesan. Memang sengaja setelah kemarin sebelum tidur aku membuat ponselku menjadi modus silence, aku tidak ingin ada yang menggangguku, setelah kulihat ke ponselku, ternyata semuanya dari dokter Rafael. Menanyakan apa aku sudah bersiap-siap, yang kedua dia bilang kalau rombongan sudah berangkat menggunakan Truk TNI karena memang medan ke lokasi yang sangat sulit diakses, dan yang ke tiga dia akan menungguku di Rumah sakit,dia akan berangkat bersama denganku.
Langsung aku menekan tombol dan menelfonya. Tidak menunggu lama panggilanku langsung diangkat oleh dokter Rafael.
“ Hallooooo.... Pido, kamu kemana saja tadi saya hubungi tidak diangkat-angkat, kita sudah ketinggalan rombongan, pokoknya sepuluh menit lagi kamu harus sudah berada di rumah sakit, kita berangkat bersama. Kalau tidak kamu bakal dapat peringatan dari rumah sakit karena tidak kooperatif melaksanakan program yang sudah dijadwalkan” katanya panjang lebar tanpa memberikanku kesempatan menjelaskan.
“baik dokter, saya akan segera kesana” jawabku dengan terburu-buru, dan ternyata panggilanku sudah dimatikanya.
“Sial !” umpatku dalam hati, kemudian aku buru-buru menyiapkan segala peralatan tambahan yang akan aku butuhkan untuk menginap disana selama satu minggu. Untung beberapa hari yang lalu aku sudah menyiapkan semua barang yang aku butuhkan selama masa pengabdian nanti termasuk pakaian dan perlengkapan lain.
Seolah kekalutanku mengenai Bayu tergantikan keterburu-buruanku saat ini. Aku kemudian bergegas menuju mobilku dan mengendarainya menuju rumah sakit, sekitar 7 menit kemudian aku sampai di rumah sakit dan dokter Rafael sudah berada di depan rumah sakit menungguku.
“kamu belum mandi? “ tanyanya kemudian kepadaku sambil melihat kondisiku yang masih awut-awutan.
“belum dokter, tidak sempat! Kan dokter yang memintaku buru-buru kesini” kataku kepadanya.
“memangnya habis ngapain semalam sampai penampakanmu seperti itu?” tanyanya masih keheranan.
“Eh.... ada masalah keluarga dok, kepikiran sampai gak bisa tidur, baru bisa tidur tadi jam 3 pagi” jawabku bohong. Sebenarnya gak 100 persen bohong sih, aku memang ada masalah keluarga dengan Bayu, dia meminta cerai denganku secara sepihak.
“Oh, yasudah..... nanti kamu fikirkan lagi masalahmu itu, sekarang kita harus buru-buru menyusul rombongan” ujarnya sambil berjalan ke arah parkiran. Aku kemudian mengikutinya.
“kamu yang nyetir ini ya” ucapnya sambil menunjuk Motor yang biasanya dibuat untuk Trek ke gunung.
“Kita naik ini dokter?, gak bawa mobil saja ?” tanyaku sambil mengerutkan dahiku.
“kamu mau mobil kita mogok ditengah jalan. Medannya sangat sulit dilalui mobil pribadi, mankanya kita kemarin nyewa truk TNI untuk rombongan. Karena kita terlambat, tadi saya menyewa ini untuk menyusul yang lain. “ kamu bisa nggak nyetirnya? ” lanjutnya.
“Bisa sih dok, tapi...” kataku kemudian. Aku masih belum bisa konsen sepenuhnya, apalagi fikiranku masih kalut gara-gara masalah tadi malam.
“Gak usah tapi-tapian, ayo buran kita menyusul yang lain” kemudian dokter Rafael menyerahkan helm kepadaku. Aku sekarang menyetir dan tasku kuletakkan di depan dadaku agar tempat jok belakang muat untuk dokter Rafael. Dia juga membawa barang yang tidak kalah banyak denganku. Untung kami menggunakan Carrier yang biasanya digunakan pendaki gunung, jadi tidak terlalu sulit kami membawa barang bawaan kami.
Selama perjalanan, tak henti-hentinya dokter Rafael mengajakku berbicara, mulai dari masalah yang serius mengenai pekerjaanya, program yang akan kami jalani, dan mengenai rencanaku mengambil spesialis nanti. Juga kami mengobrol mengenai hal-hal lain seperti Film, ternyata ku baru tau kita-sama-sama penyuka Film bergenre Fantasi, Action, Legenda dan Horor. Kita ternyata sama-sama penyuka serial Game of Thrones. Dengan semangat dokter Rafael menjelaskan mengenai ketertarikanya pada karakter Jhon Snow yang merupakan salah satu tokoh sentral di sesion 5 dan akhirnya terbunuh sejara kejam diakhir cerita, dia juga mangegumi sosok Denerys dan ke 3 naganya.
Ternyata sudah satu jam lebih perjalanan kami lalui, dan sekarang kami mulai memasuki wilayah pedesaan. Mungkin sudah lelah berbicara sejak tadi, sekarang kami sama-sama hanya terdiam, sementara aku fokus dengan menyetir motor, kurasakan tiba-tiba dokter rafael memeluk tubuhku, lebih tepatnya berpegangan erat karena kami mulai memasuki Jalan yang berbatu. Goncangan-goncangan hebat beberapa kali kami alami dan motor yang kami kendarai sampai hampir terjatuh.
“Pido, pelan-pelan saja... kamu tetap fokus ke depan ya” ucapnya sambil mengeratkan peganganya ke tubuhku.
“Iya dokter” jawabku pelan. Aku tidak merasa risih, malah merasa khawatir dia terjatuh dari boncenganku.
Tiba-tiba di depan kami terlihat jalan yang sangat lebih hancur dari yang tadi kami lewati, dan di sebelah kiri kami ada jalan setapak serta aku melihat ada warga yang juga mengendarai motor modifikasi melintasi jalan itu sambil membawa rumput diboncenganya “mungkin bisa juga lewat jalan itu” fikirku.
Lalu aku memutuskan melewati jalan setapak itu juga, “Eh, do kok lewat sini, bukanya lewat jalan yang tadi ya?”tanyanya keheranan.
“Sepertinya lewat sini juga bisa dok, tadi saya lihat ada warga yang juga lewat sini mengendarai motor, mungkin juga Desa yang kita tuju tidak jauh dari sini” kataku menyakinkanya.
Beberapa saat setelah melalui jalur setapak, di depanku aku melihat jurang yang sangat curam dan dalam di sebelah kiri jalan, sementara jalan yang kami lewati di depan ada genangan air yang mungkin karena sisa hujan kemarin.
“apa saya turun saja do, nanti setelah didepan saya naik lagi”ucap dokter Rafel khawatir.
“Tidak usah dokter, naik saja tidak apa-apa, saya akan hati-hati” ucapku menyakinkanya lagi.
5 meter sebelum kubangan di jalan setapak itu, aku jadi sanksi untuk melewatinya, antara menurunkan dokter rafael dulu atau tetap terus melaju. Kemudian, aku mencoba memberanikan diri melewati kubagan itu.
Tiba-tiba motor yang kami kendarai selip dan oleng, tubuhku tidak lagi seimbang dan kami terjatuh ke arah jurang. Aku hanya merasakan tubuhku membentur batu dan terus merosot ke bawah, beberapa kali aku mencoba memegang apa saja yang bisa kupegang tapi tidak bisa karena dengan cepat tubuhku merosot ke bawah, dan aku merasa tubuhku menatap benda yang sangat keras dan tiba-tiba pandanganku jadi gelap seketika.
(bersambung)
maaf teman teman. saya kemungkinan baru bisa update sabtu atau minggu besok. ada keperluan ke luar kota, part selanjutnya tinggal ngedit sama nambah dikit. saya usahakan lebih panjang jadi tidak mengecewakan semuanya. Oh, iya, saya juga sudah buat part awal cerita lain yang nantinya karakter di cerita Topeng Malang masuk disana. Mix lah...... dari situ nanti akan lebih terbuka dari lebih banyak PoV, jadi cerita ini lebih bisa memberikan gambaran yang keseluruhan mengenai inti kedua cerita tersebut+ saya ingin tulisan saya memberikan pesan-pesan yang positif bagi para readers tidak hanya sekedar tulisan bergenre gay saja. Terimakasih semuanya, minta doakan agar urusan saya lancar.