BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

You Are My Spring

145791027

Comments

  • kawaii yang jadi yuri love you. tp yg jadi galuh kurang indonesia. @Rika1006 love you ceritanya kawaii.

    tanya dong i'm fall in love sama ini duluan mana
  • kawaii yang jadi yuri love you. tp yg jadi galuh kurang indonesia. @Rika1006 love you ceritanya kawaii.

    tanya dong i'm fall in love sama ini duluan mana
  • kawaii yang jadi yuri love you. tp yg jadi galuh kurang indonesia. @Rika1006 love you ceritanya kawaii.

    tanya dong i'm fall in love sama ini duluan mana
  • kawaii yang jadi yuri love you. tp yg jadi galuh kurang indonesia. @Rika1006 love you ceritanya kawaii.

    tanya dong i'm fall in love sama ini duluan mana
  • kawaii yang jadi yuri love you. tp yg jadi galuh kurang indonesia. @Rika1006 love you ceritanya kawaii.

    tanya dong i'm fall in love sama ini duluan mana
  • aihhh~ penasaran...sebenernya Vanessa itu musuh apa kawan??

    lnjut mba :D
  • aihhh~ penasaran...sebenernya Vanessa itu musuh apa kawan??

    lnjut mba :D
  • nitip mantion ya @Rika1006 keren! !
  • Lanjut
  • @rezka15 kenapa ceritanya?

    @balaka kalo vanessa gak baik gak mungkin deva bisa sulit move on.hohoh

    @prasetya_ajjah hehe mkasih :)

    @lulu_75 cinta segi empat? Hoho belum jelas lulu.

    @Akang_cunihin hahah iya ih :v

    @kim_juliant27 inih mau dilanjut :)

    @harya_kei satu jempolnya minta yah :D

    @New92 oke :)

    @Tsunami iya koko :v

  • edited July 2015
    -3. Tiga

    Galuh terus memegang tanganku membawaku pergi melewati orang-orang yang memandangku seakan mereka memiliki banyak pertanyaan di dalam kepala mereka akan sosok sepertiku. Aku terus memperhatikan wajah Galuh yang seolah menegaskan bahwa tidak ada yang bisa menyakitiku, aku merasa terlindungi olehnya. Saat ini melihat wajah itu, aku tersadari bahwa aku sudah tersentuh olehnya.

    Ini tidak boleh. Dia tidak boleh membuatku terus tersentuh karenanya, tidak karena jika terus membiarkannya, hanya rasa sakit yang akan aku dapatkan nanti. Jika dia hanya ingin bermain-main denganku, hidupku sudah terlalu sulit untuk membiarkannya bermain-main denganku.

    "Aku harus kembali kesana." Aku menahan langkah kakiku dari Galuh yang terus memegang tanganku, saat ini dia sudah membawaku ke parkiran mobil. Galuh ikut menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku. "Aku harus kembali ke sana, aku nggak bisa pergi begitu aja. Saat ini aku masih dalam waktu bekerja." Jelasku dengan mengusap air mataku untuk berhenti keluar dari mataku.

    Galuh melepaskan tangannya yang memegang tanganku. Galuh menatapku dengan wajah datarnya yang terasa begitu dingin. "Apa kamu semenyedihkan itu?" Galuh berdesis menatapku dingin. Aku tertegun dengan menatap wajahnya yang terasa memilukan hatiku. "Selemah itukah kamu?" Tambahnya lagi, membuatku menelan rasa yang memilukan itu.

    "Aku harus kembali sekarang." Ucapku lagi sedikit bergetar tak ingin menanggapinya untuk berdebat, aku langsung membalikan tubuhku. Aku akan lebih merasa menyedihkan kalau aku berlama-lama berada di sampingnya.

    Aku tersentak kaget saat Galuh menarik tanganku lagi dengan kuat sehingga tubuhku kembali berbalik menghadapnya. "Kenapa kamu membiarkan begitu aja orang lain menyakiti kamu?! Nggak bisakah kamu melawan?! kamu laki-laki atau bukan sih?!" Galuh menaikan nada suaranya, menyentakku dan mencengkram pegangan tangannya di lenganku sampai membuat tanganku terasa sakit karena tangannya yang begitu kuat memegang tanganku.

    "Kamu menyakiti tangan aku.." desisku dengan mencoba sekuat hati menahan air mataku agar tidak kembali menetes, setidaknya jangan di hadapannya lagi. Aku sudah cukup membiarkannya melihat diriku yang begitu menyedihkan.

    Galuh tidak melepaskan pegangan tangannya dari tanganku, dia malah semakin kuat memegangnya sampai membuat wajahku mengernyit manahan rasa sakit. "Jangan kembali ke sana! Aku akan mengurus semuanya!" Galuh menatapku tajam.

    "Kamu menyakiti tanganku..!" Ucapku lagi menekan nada suaraku. Galuh menghela nafasnya berat. Perlahan Galuh mengendorkan pegangan tangannya dariku. "Aku memang orang yang menyedihan, lalu aku harus bagaimana? Aku memang nggak bisa melawan, karena aku nggak memiliki apapun untuk melawan," aku menggigit bibir bawahku yang bergetar. "Nggak bisakah kamu mengabaikan aku seperti dulu? Kenapa kamu harus peduli dengan orang yang menyedihkan seperti aku?" Galuh menatap lekat mataku. "Jangan membuatku tersentuh lagi.., aku bahkan nggak bisa melakukan apa-apa kalau aku terus tersentuh karena kamu. Berpura-puralah kamu nggak melihat aku jika hal seperti tadi terjadi lagi. Aku hanya harus menundukan kepalaku dan memohon maaf, dan kamu hanya perlu mengabaikan aku.." aku mencoba mengatur suaraku agar tidak terdengar lirih.

    Aku sedikit tersentak saat Galuh membungkukan tubuhnya dan setengah terduduk dengan satu kaki di depanku. Secara spontan aku langsung sedikit memundurkan langkahku saat tangannya menyentuh kakiku.  Galuh menahan kakiku agar tidak menjauh. Aku diam.

    Aku menghapus cepat air mataku yang terjatuh karena tersentuh dengannya lagi dan lagi. Galuh mengikat tali sepatuku yang terlepas dengan begitu hati-hati. Entah bagaimana saat dia melakukan itu, detik demi detik yang berjalan terasa begitu lama terlewati.

    Galuh menengadahkan kepalanya melihatku dari bawah. Dia tersenyum kecil. Lalu kemudian Galuh berdiri dan mensejajarkan tubuhnya dengan tubuhku. "Aku nggak bisa mengabaikan lagi kamu sekarang. Kamu adalah sesuatu yang nggak ada dalam daftar hidup aku. Seharusnya kita nggak saling mengenal dari awal." Galuh menyentuh rambut depanku, dia menyampingkan rambutku yang terjatuh menutupi dahiku. "Sekarang aku sudah bergerak ke arah kamu, meskipun aku berjalan berlawanan arah dengan kamu. Tubuhku akan mengkhianatiku dan terus bergerak ke arah kamu," kedua tangannya memegang sisi bahuku. "Tetaplah berada di tempat yang bisa aku lihat sampai aku merasa bosan dengan kamu. Jangan berpikir untuk menghilang sebelum aku bosan untuk melihat kamu."

    Aku benar-benar tidak bisa mengerti orang ini. Sedetik dia membuatku tersentuh, sedetik kemudian dia menyadarkan aku bahwa orang yang sedang aku hadapi ini tidak lebih dari anak orang kaya brengsek. "Kita jangan bertemu lagi. Aku akan mentransfer hutangku untuk mencicilnya." Aku membalik tubuhku lagi untuk pergi menjauh darinya.

    Aku tersentak lagi. Galuh menarik tanganku lagi dengan kasar. Dia menatapku dengan pandangan datarnya yang menusukku. Aku mencoba sekuat tenaga melepaskan tanganku darinya, tapi dia semakin kuat mencengkramnya.

    Dia terus menyeret tanganku untuk mengikutinya dengan langkah cepat. Teriakanku yang menyuruhnya melepaskanku, seakan tidak didengar olehnya.

    Galuh membawaku ke mobilnya, membukakan pintu mobilnya untukku dan memaksaku untuk masuk ke dalam mobilnya. Yang aku sadari, tidak ada seorangpun yang bisa menghentikannya.

    "Buka pintunya!" Tegasku lagi. Tanpa memandangku, Galuh mendekatkan dirinya padaku dengan wajah dinginnya. Aku menahan nafasku saat tubuhnya hanya berjarak beberapa cm dariku. Aku bahkan bisa mencium jelas aroma tubuhnya yang membuat jantungku terus berdegup tidak menentu.

    Galuh memasangkan sabuk pengamanku. Tidak ada ekspresi di wajah dinginnya. Galuh kemudian meng-gas mobilnya dan langsung melaju dengan kecepatan tinggi sampai membuatku tersentak. Aku hanya bisa memejamkan mataku untuk menghalau ketakutanku. Dia benar-benar tidak bisa dikendalikan. Bagai orang yang kesetanan dan tidak ada rasa takut akan kematian. Dia terus mengemudikan mobilnya semakin cepat tanpa mempedulikan aku yang ketakutan di sampingnya. Entah dia akan membawaku kemana, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah berdoa, agar kami bisa selamat sampai mobil ini sampai ditujuannya. Aku masih harus bertemu keluargaku sebelum aku pergi dari dunia ini.

    Aku baru memberanikan diri membuka mataku saat aku yakin mobil sudah berhenti dengan aman. "Ini dimana?" Tanyaku saat kusadari kami berada di depan sebuah rumah yang sangat besar. Jangankan dia mau menjawabku, menoleh padaku saja tidak.

    Sesaat kemudian pagar rumah itu terbuka dan Galuh memasukan mobilnya melewati pagar dan masuk ke dalam rumah. Seorang yang aku yakini sebagai penjaga di rumah ini yang membukakan pagar untuk kami, langsung menyambut kedatangannya. Galuh membukakan sabuk pengamanku yang lagi-lagi membuat dadaku terus berdegup karenanya.

    Galuh kemudian keluar dari mobilnya terlebih dahulu dan dia memutar untuk membukakan pintu mobil untukku. "Turun!" Tegasnya setelah mendapatkanku masih belum beranjak dari kursi mobil. Aku masih diam tidak menghiraukannya. Aku tidak akan turun dari mobil ini dan mengikuti semua yang dia lakukan padaku dengan semaunya.

    Orang ini benar-benar membuatku kesal dan habis kesabaran. Dia menarik tanganku dan memaksaku untuk keluar dari mobil. Dengan sekuat tenaga aku melepaskan tangannya. "Jangan buka pagarnya sampai saya yang memintanya!" Tegas Galuh memberi perintah pada penjaga rumah. Sekarang aku sudah bisa menyimpulkan sendiri jawabannya. Dia membawaku ke rumahnya.

    "Apa mau kamu?!" Teriakku dengan putus asa padanya. Lagi dan Lagi dia tidak menjawabku. Galuh menarik tanganku lagi untuk mengikutinya. Aku menahan langkahku sekuat mungkin. Aku tersentak ketika dengan mudahnya dia mengangkat tubuhku. Galuh menggendongku di atas bahunya dan terus berjalan dengan cepat masuk ke dalam rumahnya. Aku terus memberontak agar dia menurunkanku, tapi dia sama sekali tidak bisa dihadapi.

    Galuh menaiki sebuah tangga dengan tetap menggendongku seperti itu. Dia membawaku seolah aku sama sekali tidak membebaninya. Galuh membuka sebuah pintu yang berada di lantai dua, masuk ke sebuah ruangan yang aku yakin adalah kamarnya.

    Galuh menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidurnya yang besar, aku yakin tulangku akan patah kalau tempat tidurnya terbuat dari sesuatu yang keras. "Kamu udah gila?!" Aku berdesis dengan berteriak sambil bangun dari tempat tidurnya. Galuh menjatuhkan tubuhku lagi dengan mendorong bahuku dan aku terhempas lagi di atas tempat tidurnya.

    Aku mengeram kesal, mataku sudah berair lagi. Dengan cepat Galuh keluar dari kamarnya dan aku bisa medengar dia mengunci pintu kamarnya. Apa yang dia mau dariku?

    Aku tertegun saat pandanganku tidak sengaja melihat sesuatu di dinding tepat di depan ranjangnya. Gambar berbingkai dengan ukuran besar terpajang di sana.

    Itu fotoku.

    Kapan dia mendapakan foto itu? Mengapa dia sampai memajang fotoku dengan ukuran sebesar itu di dinding kamarnya?

    Aku mengerjap menyadari diriku yang tertegun saat pintu kamarnya terbuka. Galuh membawa sesuatu seperti baskom kecil dan handuk di tangannya. Aku hanya diam memperhatikannya sampai dia berada tepat di depanku. Galuh meletakan baskom berisi air di atas meja kecil di samping tepat tidurnya. Aku masih terus memperhatikannya saat dia membasahi handuk kecilnya dan kemudian Galuh duduk di sampingku.

    Matanya meneliti wajahku. Keningnya ikut mengernyit mencari sesuatu di wajahku. Kemudian dengan sangat lembut dan hati-hati, Galuh menekan-nekankan handuknya di pipiku yang terkena tamparan perempuan tadi di pesta. Aku benar-benar tidak dapat mengerti bagaimana orang ini berpikir, semua yang dia lakukan benar-benar tidak bisa tertebak olehku. Dan hatiku benar-benar sudah tersentuh olehnya. Aku sadar akan hal itu. Untuk pertama kalinya ada orang lain selain keluargaku yang memperlakukan aku seolah aku adalah seseorang yang berharga.

    "Apa kamu pikir aku orang yang akan mendatangi seseorang untuk meminta uang ganti rugi?" Aku mengerjap.  "Apa kamu pikir, aku mencarimu dan mendatangi kamu ke sekolah hanya untuk uang yang sama sekali nggak akan ada artinya buat aku." Galuh berhenti menekan-nekan handuk di pipiku dan dia kemudian menatapku dengan lekat. "Aku bukan Gay.., aku sama sekali nggak tertarik dengan sesuatu yang berada di balik celana kamu karena aku juga memiliki itu." Galuh mengunci mataku dengan matanya. "Tapi aku sadar kalau aku sudah menyukai kamu."

    Aku mengerjap, kucoba mengolah semua kata-kata yang dia ucapkan. Dia bukan gay, yang artinya dia tidak menyukai laki-laki, tapi dia menyukaiku? Apa maksudnya?

    "Aku menyukai kamu bukan karena kamu laki-laki. Aku hanya menyukai kamu begitu aja. Ini di luar logikaku dan aku tidak akan melakukan sesuatu di luar logikaku." Ada jeda sebentar sebelum dia melanjutkan kata-katanya lagi. "Aku satu-satunya pewaris dari keluargaku, dan aku tidak akan menyerahkan warisanku hanya untuk memilih bersama seseorang.., aku sudah memiliki tunangan dan walaupun aku nggak menikah dengannya nanti, tapi aku pasti akan menikah dengan seorang gadis yang memang layak untuk mendampingiku." Aku sedikit kaget mendengarnya. Galuh sudah memiliki tunangan? Aku baru mengetahuinya, dan itu dari Galuh langsung yang mengatakannya padaku. Dan entah mengapa aku merasakan sesak di dalam dadaku mendengar itu. "Tapi kamu sudah membuatku gila.." Tambahnya lagi dan langsung memeluk tubuhku.

    "Apa yang kamu lakuin?" Desisku mencoba melepaskan diriku dari pelukannya.

    Galuh menahan tubuhku agar tetap berada di dalam pelukannya. "Jangan bergerak!" Galuh semakin mengeratkan pelukannya. "Bisa sebentar aja kamu biarin aku memeluk kamu kayak gini?" Aku menyerah tidak memberontak lagi untuk melepaskan pelukannya.

    Aku hanya diam membiarkannya sampai melepaskanku dari pelukannya. Aku mengitari kamarnya yang terlihat seperti kamar seorang pangeran. Seorang pangeran seperti Galuh, apa yang bisa aku harapkan darinya untuk orang menyedihkan seperti aku?

    Aku harus menghindarinya, bahkan aku harus menepis perasaanku yang sudah tersentuh olehnya. Suatu hari, saat dia sudah lelah untuk bermain-main denganku, dia akan menghilang begitu saja dari hidupku.

    "Kamu nggak tahu gimana aku harus menahan diri untuk nggak memeluk kamu kayak gini." Bisiknya pelan di telingaku.

    "Aku harus pulang." Balasku padanya yang membuat Galuh melepaskan pelukannya.

    "Tidurlah di sini malam ini." Galuh beranjak bangun dan berjalan menuju lemari pakaiannya. Galuh memberikan satu stel pakaiannya padaku. "Ganti baju kamu. Itu mungkin akan kebesaran buat kamu, tapi itu lebih baik dari pada kamu memakai pakaian pelayan kayak gitu."

    "Aku harus pulang." Tegasku lagi dan langsung beranjak dari tempat tidurnya. Yang harus aku lakukan hanya menghindarinya sampai dia merasa lelah bermain denganku. Agar dia cepat menghilang dariku. Agar dia berhenti membuatku tersentuh.

    "Kalau kamu bersikeras untuk segera pergi dari rumahku, se-enggaknya kamu harus ganti pakaianmu dulu!" Galuh berteriak lagi padaku. "Kamu nggak malu pulang dengan pakaian itu dan menjadi pusat perhatian semua orang di jalan?!"

    Aku menoleh melihatnya. "Aku memang seorang pelayan, kenapa aku harus malu?"

    "Galuh!"

    Aku dan Galuh serentak menoleh pada pemilik suara yang tiba-tiba membuka pintu kamar Galuh.

    "Ada apa ini?" Seorang wanita yang masih terlihat cantik dengan usianya yang tidak muda lagi, menatapku dan Galuh bergantian dengan menyelidik.

    "Mama kapan pulang?"

    Deg!

    Mama?

    Wanita itu menatapku tajam dengan pandangan tegasnya. Menelitiku dari bawah kakiku sampai atas kepalaku. "Siapa kamu?" Tanya beliau berjalan mendekatiku.

    "Ayo aku antar pulang!" Galuh memegang tanganku. Aku diam. "Bukannya tadi kamu bersikeras mau pulang?!" Ucap Galuh tegas menatapku.

    "Jelasin dulu sama Mama, dia siapa?" Mama Galuh melirikku tajam.

    Aku melepaskan tangan Galuh. Aku menjulurkan tanganku untuk bersalaman dengan beliau untuk memperkenalkan diri. Beliau orang yang lebih tua dariku dan harus dihormati, walaupun aku sadar dari tatapannya, beliau tidak menyukaiku. "Saya Yuri Tante.."

    "Yuri?" Beliau mengernyitkan keningnya, tidak membalas tanganku yang masih menjulur untuk bersalaman dengan beliau. "Kamu laki-laki?" Beliau menekan nada suaranya seolah dia tadi berpikir aku seorang perempuan.

    "Mama!" Galuh berteriak pada Mamanya.

    "Kamu tinggal dimana?" Tanya beliau padaku tidak menghiraukan teriakan anaknya.

    Aku menarik tanganku yang tidak juga mendapatkan balasan dari beliau. "Saya tinggal di panti asuhan Tante." Balasku mencoba untuk bersikap sopan.

    Beliau memincingkan matanya menatapku penuh heran. "Ada urusan apa kamu sama anak saya sampai berada di dalam kamarnya sekarang?"

    "Galuh yang maksa bawa dia ke sini!" Tegas Galuh pada Mamanya.

    Mata Mamanya menyipit melihat Galuh. "Apa kamu sudah gila? Kenapa bawa anak seperti ini masuk ke dalam rumah ini bahkan ada di dalam kamar kamu?"

    "Pulanglah sekarang!" Galuh berteriak padaku tapi masih membalas pandangan Mamanya seolah dia tidak menyukai apa yang baru saja dikatakan Mamanya untuk aku.

    Tidak mengapa untukku, aku bukankah sudah terbiasa diperlakukan seperti itu. Orang sepertiku memang tidak pantas dan tidak seharusnya berada di dalam rumah ini. "Saya pulang dulu Tante." Pamitku kemudian, dan berjalan ke luar kamar itu.

    "Tunggu di depan, aku akan mengantar kamu!" Aku masih terus berjalan tanpa menoleh padanya, mengabaikan perintah Galuh. 

    "Apa kamu sudah nggak waras?" Aku masih bisa mendengar teriakan Mamanya saat aku menutup pintu kamar itu.

    "Kamu bawa banci ke rumah ini? Mama nyaris berpikir dia anak perempuan tadi. Dan ternyata kamu membawa anak seperti itu dari panti asuhan ke rumah ini?!"

    Aku menekan dadaku yang terasa menyesakan saat suara itu masih terdengar olehku . Rasanya seperti ada yang meremas jantungku membuatku merasakan sakit di dalam dadaku.

    Jangan menangis Yuri. Jangan menangis. Aku menggigit bibirku dan mengepalkan tanganku yang bergetar.

    Aku mencoba tersenyum saat penjaga rumah yang menyambut kami tadi melihatku penuh lirih. Beliau membukakan pintu pagarnya untukku. "Adek baik-baik saja?" Tanya beliau dengan nada khawatir.

    "Saya nggak apa-apa Pak." Balasku mencoba tersenyum menahan tangisku dan kemudian aku pergi berjalan menjauh dari rumah besar itu. Sebuah rumah yang seharusnya aku tidak pernah menginjakan kakiku di sini.

    Aku berjalan melihat langit yang sudah gelap. Aku merindukan keluargaku. Papa...


    "Aku masih bisa berpikir dengan logikaku! Jadi jangan ikut campur tentang anak itu!" Tegas Galuh pada Mamanya dengan marah.

    Kemudian Galuh langsung berjalan cepat keluar dari kamarnya.

    "GALUH!"

    Galuh tidak menghiraukan teriakan Mamanya yang memanggilnya. Dia melangkah keluar rumahnya untuk mencari Yuri.

    "Apa tadi dia menangis?" Tanya Galuh pada penjaga rumahnya.

    "Dia nggak nangis Mas. Tapi anak itu kelihatan sedih sekali tadi menahan diri untuk nggak menangis." Balas penjaga rumah memberitahu Galuh.

    Galuh hanya mengangguk mengerti dan berjalan keluar melewati pagar rumahnya. "Mas nggak bawa mobil?" Tanya penjaga rumah itu kemudian.

    Galuh tidak menjawabnya lagi dan berlari kecil untuk mencari Yuri.

    Galuh berhenti tepat di pinggir jalan saat dia sudah menemukan Yuri sedang duduk di halte bus yang berada di seberang jalannya.

    Galuh terus berdiri di sana memperhatikan Yuri yang tidak menyadari keberadaan Galuh yang berdiri di seberang jalan. Di halte yang sudah sepi itu, Yuri sedang menangis sendiri diterangi lampu kecil yang menyamarkannya.

    Galuh menjaga Yuri dari sana, tidak berniat untuk mendekati Yuri dan membiarkan Yuri tidak menyadari keberadaannya. Yang Galuh sadari, dia sudah jatuh hati pada anak yang menyedihkan itu.
  • Puk² Yuri.
    yang sabar ya Nak.
  • mamanya galak kasian yuri, itu bokapnya gak balik

    jangan satu jempol itu paling penting masa diminta hahahah #plak :))
  • ikutan nangis :((
Sign In or Register to comment.