BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

You Are My Spring

1246727

Comments

  • salam kenal buat ka rika, ih suka bgt sama ceritanya sukses terus ya
  • hmmm..update nya jarang..dan terlalu banyak obrolan gak penting sampai 3 halaman...
  • @Gabriel_Valiant Hahah iyah nih, makanya aku cma shering cerita aku aj kok di sini, dan cuma mention yg memang mau baca aja :) Dari awal aku udah bilang akan posting bergantian sma cerita aku yg satunya, karena kemarin aku abis posting yg satunya, jadi baru mulai nulis lagi buat posting chapter ini.

    Maaf deh aku berusaha posting di atas 3000 kata karen itu gak bisa tiap hari update. Aku juga punya kehidupan di dunia nyata yang harus aku jalani, dan gak bisa setiap waktu nulis. Tapi, aku selalu berusaha menamatkn cerita aku.

    Masalah komentar, di sini baru 3 halaman? Dan aku berusaha membalas yang menyangkut cerita, aku cuma mau berkomunikasi sama pembaca aku, krena mereka alasan yang buat aku semangat nulis.

    But, thanks
  • kren kak, kshan bgt yurinya,,
  • edited July 2015
    "Dia kayaknya nggak akan datang malam ini..," aku menoleh pada Mas Danu yang langsung membuatku mengerjap melihatnya. "Apa dia nggak ngasih kabar apa-apa hari ini?" Tanya Mas Danu menambahi.

    "Maksud Mas Danu?" Tanyaku belum benar-benar mengerti dengan maksudnya. Mas Danu adalah salah satu teman kerjaku, dia sudah bekerja lebih lama dibandingkan dengan Kak Virgo, dia juga yang banyak mengajari aku tentang banyak hal di sini.

    "Bocah kaya yang setiap hari ke sini itu, kamu lagi nunggu dia kan?" Mas Danu tersenyum simpul. Aku langsung tergagap dengan membulatkan mataku. "Jangan mengelak, mata kamu yang dari tadi trus bolak-balik melihat ke pintu cafe, benar-benar gak bisa berbohong." Mas Danu menaikan ujung bibirnya dan menepuk bahuku pelan.

    Apa iya aku selalu melihat pintu masuk cafe? Aku tidak menyadari tentang itu. Hanya saja, aku memang sedikit memikirkan dia hari ini. Sudah dua kali malam minggu aku bekerja di sini, selama itu Galuh setiap malam pasti datang kemari walaupun dia datang hanya lima menit, duduk di kursi yang sama setiap hari hanya untuk melihatku. Yah, itu dia sendiri yang mengatakan pada semua orang yang bekerja di sini, kalau dia datang hanya untuk melihatku. Benar-benar orang yang aneh. Dia sangat menggangguku. Orang itu tidak pernah terbaca jalan pikirannya.

    Cafe sudah mau tutup, dia masih belum muncul juga malam ini. Ponselku juga hari ini sama sekali tidak bergetar. Berulang kali aku mengecek ponselku, tidak ada satu sms pun darinya. Biasanya dia akan terus mengirimiku pesan sampai membuatku bosan merasakan getar di ponselku yang selalu mendapatkan pesan dari pengirim dengan nomor yang sama. Tapi hari ini dia benar-benar menghilang tidak terlihat bayangannya. Aku hanya merasa sedikit khawatir saja padanya, itu saja.

    "Yuri, besok kamu bisa lembur?" Kak Virgo bertanya padaku yang membuatku memecah lamunanku.

    Aku mengerjap. "Masuk kerja gitu Kak maksudnya?"

    "Iya bisa dibilang begitu, tapi besok kita kerjanya di luar cafe." Jelas Kak Virgo, aku masih belum paham benar. "Ada yang memesan makanan di cafe ini untuk pesta, jadi besok kita bekerja melayani di tempat pesta yang punya acara.., tapi kalau besok kamu nggak bisa, nggak apa-apa biar nanti aku yang ngomong sama manager." Tambah Kak Virgo menjelaskan.

    Aku melebarkan senyumku seketika aku mengerti. "Bisa kok Kak.., kata Mas Fuad kalau ada acara kayak gitu, kita dapat bonus langsung dari manager kan?" Ucapku antusias mengingat Mas Fuad yang pernah memberitahuku sebelumnya. Dengan begini tanpa harus menunggu gajian, aku bisa mencicil sedikit hutangku pada Galuh ditambah hasil uang yang aku sisihkan dari membuat kue.

    Kak Virgo terkekeh kecil dan mengusap-ngusap kepalaku. "Kamu kalau masalah uang aja, matanya langsung membulat lebar gitu." Aku mengulum senyumku untuk menutupi rasa malu. Yah itu benar, hal apa saja yang membuatku bisa mendapatkan uang lebih, itu akan menjadi fokusku.

    "Dia nggak datang?" Kak Virgo mengarahkan pandangannya ke pintu cafe yang membuatku juga ikut mengarahkan pandanganku ke sana lagi. "Dia kayaknya suka sama kamu deh." Kak Virgo melihatku lagi .

    Aku sedikit tersentak mendengarnya. Galuh suka aku? Itu hal yang mustahil! Dia dan aku sama-sama laki-laki. "Kak Virgo ngarang banget, itu nggak mungkinlah. Masa cowok suka sama cowok." Ucapku dengan terkekeh kecil yang dipaksakan.

    Kak Virgo tersenyum kecil. "Nggak ada yang nggak mungkin. Kalau hati sudah bicara, nggak memandang jenis kelamin..," Kak Virgo memincingkan matanya menatapku masih dengan tersenyum, "lagi pula, kamu sangat manis sampai bisa membuat siapapun dengan mudah jatuh hati sama kamu." Aku mengerjap, tertegun. Kak Virgo kemudian mengusap kepalaku lagi. "Ya udah, jangan di pikirin.., aku mau ke manager dulu mau kasih tahu kalau besok kamu bisa lembur." Aku mengangguk pelan dan Kak Virgo tersenyum lagi padaku sebelum dia pergi berlalu untuk menemui manager.

    Kok aku jadi kepikiran terus sama kata-kata Kak Virgo yah? Walaupun Galuh suka sama laki-laki, kenapa harus aku orangnya? Itu benar-benar tidak masuk akal.

    _

    _

    Tadi ada teman Kak Virgo yang menjemputnya, sehingga aku sendirian menunggu angkot di sini. Kak Virgo tadi memaksa untuk aku ikut dengan mereka untuk mengantarku, tapi aku bersikeras menolaknya karena aku tidak ingin merepotkannya. Sekarang aku sedikit menyesal karna tidak menerima tawarannya. Di sini gelap dan angkot dari tadi tidak satupun ada yang lewat.

    Aku tertegun saat sebuah motor berhenti tepat di hadapanku, aku masih diam bergeming memperhatikannya.

    pengendara motor membuka kaca helemnya. "Yuri mau kemana?"

    Siapa dia kok bisa tahu namaku? Aku masih diam belum menjawabnya. Kemudian dia membuka helemnya terlepas dari kepalanya. Aku melebarkan mataku saat aku sudah bisa mengenalinya yang tersenyum lebar padaku. "Kak Devo?"

    Dia terkekeh sambil menggeleng_gelengkan kepalanya, apa aku salah lagi yah? "Kak Deva?" Ucapku lagi memperbaiki ucapanku sendiri.

    "Apa kamu cuma ingat sama Devo?" Dia menaikan sebelah alisnya dan ujung bibirnya.

    Aku menggeleng cepat. "Bukan begitu Kak.., aku cuma.., aku cuma.."

    "Cuma lupa sama Deva?" Dia melipat tangannya di dada. "Yah masa orang ganteng gini dilupain sih, kecewa ini mah.."

    Aku menggeleng lagi dengan cepat. Aku cuma tidak bisa membedakan mereka. Kak Deva dan Kak Devo, mereka kembar. Orang tuanya adalah salah satu donatur di panti, aku mengenal hampir semua kelurganya karena Tante Raya, Mama mereka sering memintaku untuk membuatkan kue, adik-adiknya juga sangat lucu-lucu membuatku seperti melihat Nanda adikku.

    "Heheh, bercanda kok Yuri..," Kak Deva melepaskan lipatan tangannya yang langsung membuatku bernafas lega. "Kamu mau kemana malam-malam begini di sini sendirian?" Tanyanya kemudian.

    "Mau pulang Kak, aku baru pulang kerja." Jelasku.

    "Oh, ya udah yuk naik! Kakak anterin deh, daripada di sini ada yang nyulik kamu. Heheh."

    Aku tersenyum. "Nggak ngerepotin kan Kak?"

    "Ngerepotin sih!" Kak Deva memincingkan matanya yang langsung membuatku tertegun. "Hahaha, becanda Yuri! Udah ayok naik!"

    Aku tersenyum lega dan langsung naik ke boncengan belakang motornya. Aku sedikit kesulitan duduk di belakang motor besarnya yang sedikit menungging. "Pegangan Yuri!" Aku langsung memegang pinggang Kak Deva erat karena motornya melaju dengan sangat cepat.

    Di tengah jalan, Kak Deva mengajakku untuk berjalan sebentar dan aku tidak menolaknya. Kak Deva memberhentikan motornya di sebuah tempat makan pinggir jalan. Kak Deva bilang, di sini satenya sangat enak, ada sup iganya juga yang rasanya luar biasa dengan harga yang tidak mahal. Kak Deva bercerita dulu dia sering datang ke tempat ini bersama seseorang, tapi dia tidak pernah kemari lagi setelah mereka berpisah.

    Saat aku tanya apa seseorang itu pacar Kak Deva, dia hanya tersenyum menjawabku. Sepertinya ada sesuatu yang Kak Deva ingin simpan sendiri hanya untuknya. Yang aku sadari, mungkin Kak Deva mengajakku kemari karena dia ingin mengenang seseorang itu. Aku tidak ingin bertanya tentang itu lagi, aku membiarkan Kak Deva mengenang seseorang itu tanpa siapapun menyadarinya.

    "Yuri, kamu punya pacar?" Aku menggeleng pelan dengan tersenyum malu. "Kalau orang yang kamu suka, ada nggak?"

    kali ini aku diam hanya mengerjapkan mataku memikirkan apakah ada orang yang aku suka atau tidak. "Memang ciri-ciri kita suka sama seseorang apa Kak?"

    Kak Deva terkekeh mendengar pertanyaanku. "Hmm, apa yah.." Kak Deva mengetuk-ngetuk dahinya dengan jari telunjuknya seolah dia sedang berpikir keras. "Kalau ada orang yang sering mentraktir kamu, kemudian dia tiba-tiba nggak pernah lagi mentraktir kamu, dan itu membuat kamu ingin ditraktir dia lagi, itu berarti kamu suka sama dia."

    Aku memincingkan mataku bingung. "Itu namanya matre dong Kak."

    Kak Deva tertawa keras sampai membuat orang-orang memperhatikan kami. "Hahah, pinter!" Kak Deva kemudian menompang dagunya dengan satu tangannya di atas meja. "Saat kamu menunggu ponsel kamu bergetar berharap pesan dari seseorang, itu berarti kamu sudah menyukainya." Ucap Kak Deva kali ini dengan tersenyum kecil.

    Aku diam. Memutar pikiran dalam kepalaku. Aku melihat ponselku yang masih belum bergetar, tanda tidak ada satu orangpun yang menghubungiku. "Kak, kalau ada orang yang setiap hari datang menemui Kakak dan bilang dia hanya ingin melihat Kakak, itu artinya apa?" Tanyaku kemudian.

    Kak Deva menarik tubuhnya menyandarkan punggungnya ke belakang kursi. Dia melipat tangannya di dadanya dan mengulum senyum menatapku. "Apa ada orang yang kayak gitu ke kamu?" Aku mengangguk. "Tunggu aja, nanti kamu juga tahu jawabannya."

    "Jawabannya apa Kak?" Tanyaku penasaran.

    "Yah tunggu aja pokoknya!" Aku sedikit cemberut karena dibuat penasaran sama Kak Deva, tapi aku tidak bisa memaksanya untuk memberitahuku.

    -
    -

    Kak Deva mengntarku pulang ke panti hampir mendekati tengah malam. Aku sudah mengirim pesan sebelumnya pada Ibu panti agar beliau tidak khawatir, kalau aku akan pulang terlambat malam ini.

    "Makasih Yuri udah menemani Kakak malam ini.." Ucap Kak Deva saat aku turun dari boncengannya.

    Aku tersenyum. "Aku yang makasih Kak udah ditraktir. Heheh."

    "Lain kali kamu yang traktir yah.." Kak Deva menyeringai. Aku tersenyum dan mengangguk.

    "Dari mana kalian?"

    Deg!

    Aku memincingkan mataku saat melihat orang itu tiba-tiba berdiri di belakang kami. Dari mana dia muncul?

    "Lu?" Kak Deva yang tidak kalah kagetnya dengan aku langsung meneliti Galuh. Mereka saling kenal?

    "Lu bawa anak orang kemana sampai tengah malam gini?!" Galuh memincingkan matanya melirik Kak Deva.

    Kak Deva menyeringai. "Lu sendiri ngapain tengah malam ada di sini?"

    "Gw mau ketemu dia." Galuh menunjukku dengan dagunya.

    "Dunia ini sempit banget yah!" Kak Deva berdecak dengan menggelengkan kepalanya. "Ya udah Yuri, Kakak pulang dulu yah!" Pamit Kak Deva kemudian. Aku tersenyum mengangguk.

    "Lain kali jangan bawa Yuri sampai tengah malam gini!" Desis Galuh menatap datar Kak Deva.

    Kak Deva hanya menyeringai dan lalu pergi membawa motornya.

    "Kalian kok bisa saling kenal?" Tanyaku dengan heran pada Galuh. Galuh tidak menghiraukan pertanyaanku. Dia menatapku tajam. "Ada apa ke sini malam-malam?" Tanyaku kemudian karena aku yakin Galuh tidak akan menjawab pertanyaanku yang pertama.

    "Kalian kenal dekat?" Tanya Galuh yang lagi-lagi menghiraukan pertanyaanku.

    Aku memutar bola mataku. "Aku kenal hampir semua keluarga Kak Deva."

    Galuh melipat tangannya di dada dan melangkah maju mendekat padaku. Dia menatapku lekat. Kenapa aku tidak pernah bisa menghindari tatapannya? Matanya seakan mengunci mataku untuk tidak bisa mengalihan pandanganku darinya. Perlahan dia menundukan kepalanya dan mendekatkan wajahnya pada wajahku. Aku mengerjap-ngerjap untuk bisa menekan dadaku yang berdegup dibuatnya.

    "Aaaah!" Aku berteriak pelan sambil mengelus kepalaku seketika dia menjentuskan pelan kepalanya pada kepalaku. "Apa yang kamu lakuin?!" Desisku kesal.

    Galuh menghela nafasnya pelan. Dia memsukan kedua tangannya di saku jaket levisnya. Kalau dipikir-pikir, Galuh suka sekali memakai jaket levis. "Hari ini ada sesuatu yang membuatku sangat sibuk, jadi aku nggak bisa melihatmu di tempat kerja kamu," aku diam tidak menyangka dia akan membahas hal itu dan memberi penjelasannya padaku. "Kalau aku nggak mengirimi kamu pesan, apa kamu juga nggak akan mengirimiku pesan?"

    Aku mengerjap. "Ah?"

    "Apa nggak bisa kamu mengirimi aku pesan lebih dahulu?"

    Aku mengerutkan dahiku tidak mengerti dengan ucapannya. "Apa kamu datang ke sini sekarang hanya untuk ini?"

    "Apa kamu nggak merasa tersentuh?"

    "Kenapa aku harus merasa tersentuh?" Aku menyeringai heran dengan orang yang ada di hadapanku ini. Dia menyentil pelan keningku dengan sedikit keras yang membuatku langsung berdesis kesakitan. Kenapa dia kasar sekali sih?!

    "Galuh Putra Mahendra.., orang seperti aku setiap hari datang ke tempat kerja kamu hanya untuk melihatmu, apa kamu nggak merasa tersentuh?" Galuh menaikan sebelah alisnya menatapku. "Orang seperti aku mengirimi pesan pada kamu setiap waktu, apa kamu nggak merasa tersentuh?" Aku menatapnya bingung. "Orang sepertiku datang tengah malam kayak gini hanya untuk bertemu dengan kamu, apa kamu sama sekali nggak merasa tersentuh?" Galuh menaikan nada suaranya.

    Keningku mengernyit tidak mengerti. "Kenapa aku harus tersentuh? Aku nggak pernah menyuruh kamu melakukan semua itu!" Balasku penuh heran.

    Galuh menyeringai kecil. "Kayaknya aku yang memang sudah gila," desisnya pelan dengan menundukan kepalanya melihat tanah seperti mengatakan itu pada dirinya sendiri. Dia kembali menatapku, kali ini dengan pandangan tajam, tatapannya begitu menusukku. "Berhentilah mengikuti aku, berhentilah mengganggu aku..!" Ucapnya dingin dengan tegas sebelum dia langsung pergi berlalu dariku, masuk ke dalam mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempatku berdiri. Kemudian dengan bunyi decitan gas mobilnya, dia berlalu dengan mobilnya secepat kilat meninggalkanku yang masih berdiri, bingung melihatnya.

    Kenapa orang itu? Apa salahku? Kapan aku mengikutinya dan mengganggunya?

    Orang itu membuat perasaanku tak beraturan. Aku merasa kesal, bingung, heran dan merasa bersalah sekaligus. Kenapa juga aku harus merasa bersalah padanya?

    Yuri tenangkan dirimu. Galuh hanya anak orang kaya yang bersikap semaunya. Dia hanya mengujiku. Dia hanya ingin bermain-main denganku untuk bisa bersenang-senang. Mungkin aku hanya sesuatu yang baru dan menarik yang dia temui untuk dijadikan permainanya. Iya begitu, pasti begitu.

    Kenapa aku masih saja merasa gelisah memikirkannya. Aku harus bisa mengendalikan perasaanku sendiri. Jangan terpengaruh untuk apa saja yang dia lakukan, jangan pedulikan itu. Lebih baik aku fokus untuk mencari cara agar bisa membayar semua hutangku padanya agar tidak ada alasan lagi untuk dia bermain-main denganku. Agar tidak ada alasan lagi untuk aku harus bertemu dengannya.


    Sudah dua jam lebih Galuh berenang di kolam renang belakang rumahnya. Dari pagi tadi hingga menjelang siang, dia terus bolak balik berenang tidak ada jeda. Di rumah besar yang hanya berpenghuni 5 orang dan dia adalah satu-satunya pemilik rumah keluarga itu yang tinggal di sana.

    Sebagai anak tunggal dari pengusaha dan pejabat pemeritah, Galuh sudah terbiasa tinggal di rumah itu seorang diri dari kecil. Kedua orang tuanya terlalu sibuk untuk bisa berlama-lama berada di rumahnya.

    Dari usia 13 tahun, dia sudah diajarkan untuk menjadi satu-satunya orang yang akan menerima warisan keluarganya. Usia 15 tahun, Galuh sudah terjun ke perusahaan orang tuanya untuk bisa mulai menyesuaikan diri dengan semua itu. Dan saat usianya 17 tahun, Galuh sudah dipercaya untuk memegang beberapa perusahaan milik keluarganya.

    Entah siapa yang mencalonkan dirinya sebagai ketua osis, padahal dia sendiri sudah cukup sibuk mengurus urusannya sendiri. Jadi kepala sekolah bilang, jabatan itu hanya untuk mengambil namanya saja, entah untuk alasan apa yang jelas Galuh sendiri tidak pernah ikut andil dalam setiap kegiatan osis di sekolahnya.

    Di ulang tahunnya yang ke 17 tahun beberapa bulan lalu, tanpa dia ketahui sebelumnya orang tuanya mengumumkan pertunangannya dengan salah satu anak dari rekan bisnis orang tuanya. Galuh tidak mempedulikan hal itu. Galuh tahu, entah sekarang atau nanti, entah cinta atau tidak, suatu hari dia akan menikah dengan seorang wanita pilihan orang tuanya, dan dia sudah mempersiapkan diri untuk itu.

    Galuh akan berkencan dengan perempuan yang dia suka, bermain dengan mereka tanpa ada ikatan kekasih yang terjalin. Galuh tidak pernah menempatkan perasaannya pada setiap perempuan yang dia kencani karena dia tahu akan berakhir dimana nantinya.

    Sampai Galuh bertemu dengan anak itu. Anak itu yang bayangannya selalu mengikutinya. Bayangan yang sudah dia coba untuk mengusirnya tapi tetap tidak mau menghilang dari sisinya.

    Galuh merasa dirinya akan menggila saat dia tidak kuasa menahan dirinya untuk tidak melihat Yuri. Seorang anak lelaki yang entah mengapa bisa membuatnya selalu ingin menemuinya lagi dan lagi.

    Dia bukan orang bodoh yang tidak menyadari dirinya tertarik pada anak itu. Bukan hal yang sulit juga untuk mengakui hal itu. Yang harus dia lakukan hanyalah terus menemui Yuri sampai nanti Galuh merasa bosan karenanya.

    Galuh membaringkan tubuhnya di sisi kolam renang saat dia sudah benar-benar merasa kelelahan. Galuh mengatur nafasnya sambil matanya melirik ke depan pada bayangan Yuri yang duduk di sisi kolam renang dengan kaki yang dimasukan ke dalam air.

    Galuh lebih suka perempuan yang memiliki dada yang berisi, bukan anak lelaki kurus yang berdada rata. "Jangan tersenyum!" Desis Galuh sendiri pada bayangan Yuri saat bayangan Yuri menoleh dan tersenyum padanya.

    Tidak ingin lebih menjadi gila dari ini, Galuh langsung beranjak bangun dan pergi masuk ke dalam rumahnya meninggalkan bayangam Yuri.

    Anak itu bahkan tidak pernah mengiriminya pesan lebih dulu. Seharian Galuh tidak mengiriminya pesan, maka anak itu juga tidak akan memberitahu kabarnya. Hal ini membuatnya kesal sendiri selebih lagi semalam Galuh melihat Yuri pulang sangat malam bersama Deva. Yah, Galuh kenal Deva selain mereka satu sekolah tentunya, tapi Galuh juga sudah mengetahui kalau Deva adalah mantan pacar dari Vanessa, tunangannya.

    Tidak mau membuang waktunya lagi memikirkan semua itu, Galuh langsung bersiap-siap karena sore ini akan ada undangan pesta yang pasti akan membosankan seperti pesta-pesta biasanya yang dimana para tamunya akan saling berlomba memamerkan barang-barang mahal yang mereka kenakan.

    -
    -

    "Aku pikir kamu gak akan datang." Vanessa tersenyum kecil menghampiri Galuh yang berdiri seorang diri di tengah pesta. Vanessa membawa dua gelas minuman di tangannya dan memberikan satu gelas pada Galuh. Vanessa terlihat sangat cantik dan anggun dengan mini dress berwaran putih yang membalut tubuh indahnya.

    Galuh mengambil gelas berisi minuman yang diberikan Vanessa. "Menghindari memikirkan seseorang," Galuh menoleh dan tersenyum simpul melihat Vanessa. "Tapi kayaknya aku sudah datang ke tempat yang salah karena di sini aku semakin memikirkannya."

    Vanessa mengerutkan keningnya dengan berdesis sambil tersenyum bercanda. "Hey, kamu mengatakan itu pada tunangan kamu?"

    Galuh hanya terkekeh kecil dan kemudian pandangannya menatap kosong ke dalam pesta. Vanessa juga melakukan hal yang sama seperti Galuh. Mereka berdiri bersisian, terlihat sangat serasi. Tapi, tidak ada yang tahu bahwa mereka berdua sekarang sama-sama sedang memikirkan orang lain.

    Bunyi tamparan yang keras langsung membuat Galuh dan Vanessa menoleh ke sumber suara. Galuh tertegun saat melihat orang yang menjadi pusat perhatian semua orang dalam pesta ini sekarang.

    Yuri memakai pakaian khusus pelayan terlihat sedang menundukan kepalanya dengan terus memohon maaf. Tubuhnya terlihat bergetar.

    "Kamu tahu harga baju ini?!! Bahkan uang gaji kamu seumur hidup menjadi pelayan nggak akan cukup buat beli baju ini!!" Teriak seorang perempuan yang gaunnya tertumpah minuman.

    "Ma-af Mba.. Ma-af.." Ucap Yuri terus menerus dengan masih menundukan kepalanya. Sebagian orang di dalam pesta itu memandang iba terhadap Yuri, dan sebagiannya lagi menatap sinis seperti menertawakannya.

    Saat tadi Yuri ingin berbalik karena ada seorang tamu yang memanggilnya untuk meminta minuman yang dia bawa, Yuri tidak sengaja menabrak seseorang dan hal itu membuat minuman yang dibawanya tertumpah mengotori gaun dari seorang wanita yang dia tabrak.

    "Bego banget sih lu!!" Teriak orang itu lagi menunjuk-nunjuk kepala Yuri sambil meratapi nasib gaunnya.

    Perempuan itu tersentak kaget saat Galuh menepis tangannya dengan kasar yang sedang menunjuk-nunjuk kepala Yuri. Yuri masih menundukan kepalanya tidak berani untuk menengadah melihat siapa yang sudah membuat perempuan itu berhenti berteriak.

    Galuh mengangkat dagu Yuri dan perlahan Yuri dapat melihat Galuh. Yuri tersentak melihat Galuh yang lagi dan lagi menemukan dirinya dalam keadaan yang menyedihkan seperti itu. Bibirnya bergetar, dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

    Galuh meneliti wajah Yuri dengan tajam, di usapnya pipi Yuri yang putih membekas merah karena tamparan dari perempuan itu. Mata Galuh menyipit marah dengan dahi yang mengernyit.

    Galuh mengeluarkan ponselnya. Kemudian dengan wajah datarnya dia mengambil foto pipi Yuri yang terkena tamparan dengan kamera ponselnya.

    Semua orang terdiam dan menatap penasaran dengan apa yang terjadi di tengah pesta yang menjadi pusat perhatian itu.

    Kemudian Galuh menangkup wajah Yuri dan mengusap air matanya. "Aku udah bilang kan, kalau kamu jangan menangis seperti ini di hadapan orang lain." Ucap Galuh pelan. Yuri hanya diam menahan isakannya dan menatap Galuh seperti ingin meminta maaf.

    Galuh menatap tajam perempuan itu yang masih terbengong dengan apa yang sedang dia lihat. "Asisten gw nanti akan ngasih cek dengan dua kali lipat harga baju itu. Siapin pengacara, karena gw akan buat lu menyesal seumur hidup lu karena udah ngotorin wajahnya dengan tangan lu!" Desis Galuh dingin dan langsung menggandeng tangan Yuri, membawanya pergi ke luar dari pesta.

    Galuh tidak melepaskan tangan Yuri melewati orang-orang yang menatap mereka dengan speechless.

    Vanessa menghampiri perempuan itu yang masih berdiri di tempatnya. Vanessa tersenyum sinis dan menuangkan minumannya di atas kepala perempuan itu. "Lain kali jangan keterlaluan." Vanessa mengedipkan sebelah matanya dengan tersenyum tak bersalah dan kemudian dia berlalu dengan menyenggolkan bahunya pada bahu perempuan itu.










  • edited July 2015
    -
  • cieeee yuri suka sm galuh...keren bgt part ini bagian galuh, vanessa ternyata baik jg kyknya msh syg sm deva....
  • Galuh suka Yuri, tp dia udah tunangan , takut yuri jd sakit hati, keren kak,
  • Vanessa gadis yang baik kayaknya n gak mau juga ditunangkan ama Galuh karena masih cinta ama Deva.
  • Suka suka suka.
    Lanjut terus.......... :)
  • Suka banget sama part ini, lanjutkan !!
  • @freefujoushi iyah biar next part yg menjawab perasaan mereka yah :)

    @JimaeVian_Funo bukan takut yuri sakitbhati yah, tapi lebih tepatnya gakuh lebih meluhat realita hidup yang dia jalani

    @3ll0 hmm vanessa emang baik, klo dia gak baik dia gaka akan menempati hati deva begitu dalam

    @amir_tagung @DoojoonDoo posting gantian yah sama cerita selanjutnya

    lupa mention koh @Tsunami
  • I can feel it❤❤❤
  • Deva vs yuri vs galuh vs vanesa
Sign In or Register to comment.