BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

You Are My Spring

12123252627

Comments

  • itu siapa yg mukul galuh ?? bapaknya kah ??
    yuri juga diculik, aduh kan mereka baru aja jadian, panggil farid biar balik ke indo lah ..
  • itu siapa yg mukul galuh ?? bapaknya kah ??
    yuri juga diculik, aduh kan mereka baru aja jadian, panggil farid biar balik ke indo lah ..
  • tambah suka sama crta @Rika1006
    ada yg Kurang lah -_-



    Kurang panjang :))
  • -9. Sembilan


    "Kita selesaikan malam ini!" Surya menutup teleponnya. Giginya bergeretak saling mengadu saat dia menggebrak meja kerjanya penuh emosi.

    Meja kerjanya sudah berantakan oleh berkas-berkas. Surya baru mengetahui kalau Anggun, mama Galuh sudah mengetahui segalanya tentang kematian Galih. Anggun sudah mengetahui kalau Galih meninggal karena dibunuh, bukan bunuh diri, dan Anggun juga sudah mengetahui kalau Suryalah yang membunuh Galih.

    —————

    18 Tahun lalu

    Surya kembali lagi ke rumah kontrakan Galih bersama tiga orang anak buahnya setelah menyerahkan Anggun pada Ayahnya.

    Kalau Galih tidak mati, maka dia tidak akan pernah bisa bersama dengan Anggun. Surya dan Galih bersahabat dekat dari kecil karena mereka dibesarkan dalam lingkungan yang sama. Surya sudah jatuh cinta pada Anggun sejak lama, tapi cintanya pupus seketika saat Galih menceritakan kalau dia dan Anggun memiliki hubungan yang lebih sebagai kakak dan adik.

    Sejak saat itu, kebencian Surya kepada Galih perlahan-lahan tumbuh menjadi sangat besar setiap kali melihat kebersamaan Galih dan Anggun. Ketika Surya mengetahui kalau Soedibyo tidak menyetujui hubungan Galih dan Anggun, Surya mulai merencanakan sesuatu.

    Galih masih lemas karena obat bius saat Surya kembali. Galih berpikir, Surya datang kembali untuk menolongnya sebagai teman. Tapi yang terjadi, anak buah Surya langsung memegangi tubuh Galih agar tidak bisa melawan.

    Surya mendekati Galih dengan suntikan di tangannya. "Anggun sedang hamil.." ucap Galih nyaris seperti mengiba berharap Surya masih memiliki belas kasihan padanya yang pernah menjadi teman baiknya.

    Surya menyeringai tajam mendengarnya, kemudian dia langsung menyuntikan racun ke lengan Galih dengan berbisik pelan di telinga Galih. "Aku akan menikahi Anggun, menyentuh kulitnya, menyetubuhinya setiap malam, dan akan menjadi ayah dari anakmu..." Surya menyeringai kejam, tersenyum penuh kemenangan menatap Galih yang  mengeraskan ototnya, matanya membelalak lebar merasakan rasa sakit di setiap sel-sel dalam tubuh dan jiwanya.

    "A-ku.. akan me-nyeretmu.. ke nera-ka....."

    "Ini salahmu.." Desis Surya menatap tajam Galih yang sedang merenggang nyawa.

    "Urus dia!"

    Surya bangun dan langsung pergi meninggalkan Galih yang sudah tergeletak tak bernyawa.

    —————

    Anak buah Surya sudah berhasil mengikuti Anggun ke rumah pribadi milik Soedibyo. Anggun menemukan bukti kuat yang didapatkannya dari ruang kerja Surya, bukti yang bisa mengungkap tentang pembunuhan Galih.

    Seketika Anggun sampai di vila dan turun dengan tergesa dari mobilnya, anak buah Surya langsung membungkam Anggun dengan obat bius dan membawanya ke suatu tempat yang sudah di perintahkan Surya.

    Surya yang mendapat telepon bahwa anak buahnya sudah berhasil melaksanakan perintah Surya dengan sukses, langsung segera menuju vila pribadi untuk menemui Soedibyo yang sudah dalam keadaan tersekap oleh anak buahnya.

    Soedibyo duduk di meja kerjanya dengan tubuh gemetar bukan karena ketakutan, namun karena diluputi penuh kemarahan, wajahnya merah menahan emosinya. Seseorang sudah menempelkan pistol di samping kepala beliau. Soedibyo menekan dadanya tepat di jantungnya yang mulai merasakan nyeri, sesak tak tertahankan karena penyakit jantungnya.

    "SURYAAaaa....!" Soedibyo menekan suaranya benci saat melihat Surya yang baru datang.

    Dengan wajah kebengisan, Surya menyuruh anak buahnya untuk menjauhkan pistol dari kepala Soedibyo. "Kau memang orang tua yang tidak tahu berterima kasih!" Surya berdiri di depan meja kerja Soedibyo. "Aku sudah bekerja keras untuk keluarga kalian, tapi kalian ingin mengkhianatiku?!" Surya menaikan sebelah alisnya menatap tajam Soedibyo yang terus menekan dadanya sambil mencari-cari botol obatnya. "Anak itu semakin dewasa, dia semakin mirip saja dengan ayahnya.., aku akan membuat anak itu mati dengan tragis..!" Desis Surya lagi menekan nada suaranya.

    Soedibyo semakin kuat menahan dadanya yang semakin merasakan nyeri tak tertahan. "Te-ganya.. Ka-uu..!!" Soedibyo mencoba menggapai botol obatnya namun obatnya terjatuh berceceran di lantai dan membuat Soedibyo juga ikut terjatuh, terhempas dari kursinya saat ingin menggapai botol obatnya.

    Surya mendekati Soedibyo yang sudah tergeletak dalam keadaan sekarat. "Kau yang membuat aku harus sampai melakukan hal ini.. Aku sudah menyia-nyiakan anak kandungku, bahkan aku tidak datang saat anakku sakit sampai meninggal, hanya untuk menjadi suami anakmu dan ayah dari cucumu..! Aku sudah berusaha demi perusahan dan memperluas kekuasaan untuk diwariskan pada cucumu yang tidak tahu diri itu..! Tapi apa yang aku dapatkan? Kau dan Anggun membuatku marah! Kau dan Anggun merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan aku?!" Surya melebarkan matanya penuh kebencian menatap Soedibyo yang semakin dalam keadaan sekarat. "Aku akan membuat Anggun menjadi orang sakit jiwa, menghabisi cucu kesayanganmu, dan akan membawa anak-anak kandungku untuk menjadi pewaris, menempati rumah megah itu.."

    Soedibyo membelalakan matanya marah penuh kemurkaan. "A-a-ku.. ti-dak a-kan.. me-maafkan mu.. Suryaaaaa!!!" Soedibyo mengeluarkan suaranya yang tertahan sampai akhirnya beliau tidak sadarkan diri dengan mata yang masih terbuka..

    Dengan wajah kejamnya, Surya sama sekali tidak mengeluarkan ekspresi apapun saat melihat mertuanya meregang nyawa membawa kebencian terhadapnya.

    "Bersihkan semua bukti, jangan sentuh mayatnya!" Perintah Surya dengan nada datar pada anak buahnya dan langsung pergi meninggalkan vila.




    Galuh tersadar dengan merasakan sakit dan nyeri di kepalanya saat dia mendengar Yuri memanggil-manggil namanya dengan nada yang terdengar seperti berbisik.

    "Galuuh.., Galuh...," Yuri memanggil dengan mengatur suaranya dengan volume kecil agar tidak terdengar penculik mereka yang berada di luar. Kedua tangan Yuri terikat kebelakang tubuhnya, tubuhnya masih lemas karena obat bius sehingga dia harus bersusah payah menyeret tubuhnya mendekati Galuh yang terbaring tak berdaya dengan tangan yang juga terikat ke belakang tubuhnya.

    Yuri dan Galuh diculik dan disekap disebuah gubuk kecil yang berada di tengah hutan. Tiga penculik mereka masih berada di luar gubuk untuk mengamankan keadaan dan menunggu perintah selanjutnya dari bos mereka.

    "Yurii.." Galuh yang melihat Yuri yang sedang mencoba menyeret tubuhnya mendekati Galuh, membuat wajah Galuh merah menahan amarahnya. Galuh mencoba sekuat tenaga melepaskan tali tambang yang mengikat kencang kedua tangannya tanpa mempedulikan rasa sakitnya.

    "Husst.. Jangan berisik...," Yuri menggerakan bibirnya memperingati Galuh agar tidak membuat keributan dan memancing perhatian para penculik mereka yang akan membuat keadaan akan semakin sulit nantinya.

    Galuh menganggukan kepalanya lirih merasa tak berdaya. Kemarahan yang disertai rasa takut memenuhi rongga dadanya. Galuh kemudian mencoba menyeret tubuhnya juga untuk mendekati Yuri.

    Jarak mereka kini hanya dua jengkal, Yuri dan Galuh saling bertatapan dengan mata yang berkaca-kaca tidak kuasa melihat keadaan masing-masing orang yang mereka cintai dalam keadaan yang sangat kacau.

    "Maafin aku..," gumam Galuh pelan merasa bersalah pada Yuri.

    Yuri mencoba tersenyum menenangkan Galuh, namun wajahnya  tetap terlihat menyedihkan. "Apa kepala kamu sakit?" Tanya Yuri khawatir melihat darah yang hampir kering di kepala dan wajah Galuh yang juga menodai bajunya.

    Galuh menggelengkan kepalanya cepat menahan rasa sakit di kepalanya, dia tidak ingin membuat Yuri lebih mengkhawatirkannya. "Kita saling memunggungi, dan kita saling membuka ikatan tangan kita.. Kamu paham..?" Galuh memberitahu Yuri untuk mencari cara agar mereka bisa melepaskan tali yang mengikat tangan mereka.

    Yuri tersenyum mengangguk mengerti. Mereka berdua lalu saling berbalik memunggungi dan semakin menggeser tubuh mereka agar bisa terjangkau. Setelah mereka susah bisa meraih tangan masing-masing yang berada di belakamg mereka, mereka kemudian dengan cepat saling membukakan ikatan tali masing-masing.

    "Yuri.., apa kamu nggak merasa takut?" Tanya Galuh di sela-sela tangan mereka yang masih berusaha membuka ikatan talinya. 

    Yuri diam sebentar sebelum menjawabnya. "Takut.." Jawab Yuri jujur mencoba menahan ketakutan yang meliputi dirinya. "Tapi aku akan lebih takut kalau kamu mengalami ini sendirian.." Tambah Yuri kemudian membuat Galuh semakin merasa bersalah. Galuh sama sekali tidak mengkhawatirkan bagaimana penculik-penculik itu memperlakukannya nantinya, tapi yang Galuh takutkan adalah bagaimana nanti kalau penculik-penculik itu bisa menyakiti Yuri.

    Galuh meneteskan air matanya, dia tahu penculiknya pasti bermaksud menculik dirinya. Harusnya Yuri tidak perlu mengalami hal mengerikan semacam ini. Tangan Galuh kemudian menggenggam tangan Yuri yang masih berusaha membuka ikatan tali mereka. Yuri tersenyum saat Galuh menggenggam tangannya, ketakutan Yuri sedikit berkurang karenanya. "Apa sekarang lebih baik?" Yuri mengangguk dengan hanya bergumam. "Ayo kita cepat lepasin tali ini dan kita segera keluar dari sini.." Yuri mengangguk lagi dan mereka melanjutkan lagi gerakan tangan mereka, berusaha untuk melepaskan ikatan tali yang mengikat tangan mereka.

    Mereka berdua menghentikan usaha membuka ikatan dan langsung saling menggenggam tangan erat saat seorang yang menculik mereka masuk ke dalam dengan wajah menyeramkan.

    Penculik itu mengelus-ngelus dagunya meneliti Yuri dari atas sampai bawah kakinya dengan pandangan menakutkan seperti seekor binatang yang berhasil menjerat mangsanya.

    Yuri menelan ludahnya, tubuhnya gemetar ketakutan, Galuh lalu berusaha lagi membuka ikatan tangan Yuri yang sudah nyaris berhasil terbuka dengan diam-diam ditutupi tubuh mereka.

    "Tadi, gua lihat lu berdua ciuman.." Penculik itu menyeringai licik. "Lu berdua homo?"

    Galuh menggeretakan giginya marah. "Lepasin dia! Yang mau lu culik, gw kan?!!" Sentak Galuh tak kuasa ingin menghajar penculik itu yang terus meneliti Yuri dengan kemesuman. Galuh semakin berusaha membuka ikatan tangan Yuri yang gemetar.

    Penculik itu mendekati Galuh dan menendang tubuhnya hingga sedikit menjauh dari Yuri. "Songong banget lu yah jadi orang! Temen-temen gw lagi jemput bos untuk memastikan lu mati di depan mata bos gw!!" Penculik itu terus  mengumpat sambil menginjak-nginjak tubuh Galuh tanpa perasaan dengan keji. "Dasar lu bocah songong!!"

    Yuri berusaha keras melepaskan ikatan tali di tangannya untuk menolong Galuh yang terus di hajar dan diinjak-injak. Yuri meneteskan air matanya, dia menahan isakannya melihat penculik itu terus menghajar Galuh sampai darah keluar dari hidung dan mulutnya membuat Galuh tidak bisa bersuara.

    Yuri sedikit tersentak tak percaya saat ikatan tangannya terlepas. Yuri langsung mengambil balok kayu yang tidak jauh dari tempatnya. Yuri segera mengayunkan balok kayu itu ke penculik itu dan dihantamkannya tepat di kepala penculik sampai membuat penculik itu terjatuh terduduk.

    Saat Yuri ingin menghantamkan lagi balok kayu pada penculik itu, penculik itu dengan gerakan cepat menendang kaki Yuri hingga membuat Yuri terpental dan balok kayu di tangannya terlepas begitu saja.

    Penculik itu terlihat sangat marah dengan matanya yang melotot tajam, bola matanya nyaris keluar menyeramkan. Bahkan dia seperti sama sekali tidak merasakan sakit di kepalanya yang mengeluarkan darah karena pukulan Yuri tadi. Dengan cepat penculik itu mengambil balok kayu, Yuri yang baru mau beranjak bangun, terhempas lagi karena penculik itu memukulnya dengan balok kayu. Seperti orang kesetanan, penculik itu mengangkat tubuh Yuri dan membantingnya lagi membuat Yuri meringis kesakitan. Tidak berhenti sampai di situ, tubuh Yuri yang sudah tidak berdaya, dipukul dengan balok kayu itu hingga beberapa kali di sekujur tubuhnya hingga membuat Yuri nyaris tak sadarkan diri.

    Kemarahan sudah memenuhi rongga dada Galuh melihat Yuri diperlakukan seperti itu. Galuh mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk bisa bangun dan menolong Yuri. Galuh mengepalkan tangannya kuat, dengan bersusah payah Galuh akhirnya berhasil melepaskan ikatan tali di tangannya, ia kemudian bangun dan langsung menerjang penculik itu dengan tendangannya.

    Galuh berhasil mengambil balok kayu yang terlepas dari tangan penculik itu, baru saja Galuh mengayunkan balok kayu untuk dihantamkam ke penculik itu, penculik itu langsung mengeluarkan pistol dari balik jaketnya dan langsung ditembakannya ke kaki Galuh.

    Seketika itu Galuh langsung terduduk saat peluru bersarang di betisnya, balok kayu di tangannya terlepas darinya. Penculik itu menyeringai bengis dan lalu mengambil balok kayu itu dan menghajar Galuh sekali sampai membuat tubuhnya terhempas lagi tidak berdaya.

    Galuh dan Yuri saling bertatapan menyedihkan dengan sisa-sisa nafasnya. Mata mereka merah penuh air mata, Galuh merasakan sesak yang begitu menghimpitnya saat penculik itu menyeret kaki Yuri sedikit menjauh darinya.

    Rasa takut yang teramat dasyat menyeliputi Yuri dengan tubuhnya yang sudah tidak berdaya.

    Galuh meringis berteriak namun terdengar lirih dan memilukan. Bahkan untuk mengepalkan tangannya saja, Galuh sudah tidak sanggup. Lehernya terasa tercekik saat penculik biadab itu melepaskan celana Yuri. Yuri menjerit memberontak dalam dirinya, namun tubuhnya sama sekali sudah tidak berdaya, tidak mampu melawannya. Untuk menggerakan tangannya saja, Yuri sudah tidak mampu. Hanya matanya yang mengerjap lirih, berharap Galuh mau menutup matanya, tidak menyaksikan apa yang akan dilakukan penculik itu terhadap dirinya.

    Galuh berusaha kuat mengumpulkan lagi sisa-sisa tenaganya yang mungkin sudah tidak bersisa lagi. Otot wajahnya mengeras marah, pedih, hanya suara tangisan memilukan yang keluar dari mulutnya saat penculik itu mulai memasukan sesuatunya pada tubuh belakang Yuri yang sudah tidak ditutupi celananya.

    "Pergi..." Dengan menggerakan bibirnya, Yuri menyuruh Galuh untuk segera pergi dari sana saat penculik itu mulai menyakitinya dengan sesuatu miliknya. Yuri berpikir, setidaknya Galuh bisa pergi dengan selamat meskipun demi itu ia harus memberikan nyawanya.

    "Aaarrrggghhh!!!!!" Galuh berteriak kencang, entah kekuatan dari mana, seperti keajaiban akhirnya Galuh berhasil mengumpulkan kekuatannya untuk bangun dan ia langsung menerjang penculik biadab itu yang sedang menduduki Yuri.

    Galuh menginjak kemaluan penculik itu sampai membuat penculik itu langsung tak berdaya menerima rasa sakit yang maha dasyat. Galuh murka, dia mengambil pistol penculik itu, kemudian Galuh langsung menembaki penculik itu di bagian kemaluannya dan kepalanya terus menerus sampai pistol itu kehabisan pelurunya.

    Galuh mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Galuh terduduk dengan amarah dan rasa menyedihkan yang menyesakannya. Jemarinya mencengkram celananya, gemetar. Butuh waktu beberapa menit untuk Galuh menenangkan dirinya sampai sebelum dia berani menoleh memeriksa kondisi Yuri.

    Galuh mengantup mulutnya, menekannya menahan isakan dan air matanya saat melihat darah keluar dari bagian belakang Yuri. Galuh dengan hati-hati membersihkan bercak-bercak darah Yuri dengan hati yang teriris pedih. Karena dia, karena dia Yuri harus mengalami hal mengerikan semacam ini.

    Galuh kemudian memakaikan lagi celana Yuri dengan menahan rasa pedihnya. Setelah selesai memakaikan celana Yuri, Galuh kemudian menghampiri beralih melihat wajah Yuri yang terlihat mangenaskan. Mata Yuri terbuka sedikit, bibirnya bergerak-gerak tanpa suara seperti ingin mengatakan sesuatu pada Galuh.

    Galuh menggengam tangan Yuri yang terasa dingin, dibelainya kepala Yuri lembut. "Ma-af.. Maafin aku...," gumam Galuh terisak tak sanggup menahan rasa sakit di rongga dadanya, rasa sakit yang melebihi kesakitan di seluruh tubuhnya.

    Yuri mengerjapkan matanya yang basah dengan air mata yang terus berlinangan. Galuh kemudian mengangkat tubuh Yuri dan disandarkan ke belakang punggungnya untuk dia gendong. "Bertahanlah.., kita keluar dari sini.." Galuh membuang nafas berat sebelum akhirnya dia berjalan membawa Yuri di punggungnya dengan menahan rasa sakit di kakinya dan seluruh tubuhnya.




    Belinda berjalan dengan tergesa keluar dari mobilnya untuk segera menemui Surya. Beberapa waktu lalu, Belinda mengakui pada Surya bahwa anak 17 tahun lalu ia hamil anaknya dan melahirkan anak itu dengan diam-diam yang lalu ia buang ke panti asuhan karena saat itu Belinda dalam keadaan yang bingung karena Surya baru menikahi Anggun. Delapan belas tahun lalu, Surya meninggalkan Belinda yang saat itu berstatus kekasihnya begitu saja demi untuk menikahi Anggun. Tetapi setahun kemudian Surya kembali lagi pada Belinda dan menjadikan Belinda simpanannya. Belinda hamil,  ia terpaksa menyembunyikan kehamilannya dan membuang Yuri yang terlahir dengan kelainan kelamin ganda. Surya sebelumnya tidak mengetahui tentang keberadaan Yuri sampai akhirnya Belinda mengakui kalau mereka memiliki anak lain selain anak mereka yang lahir sembilan tahun lalu hasil dari pernikahan siri mereka.

    Anak lelaki mereka yang baru berusia 9 tahun, bertubuh lemah dan sakit-sakitan. Belinda akhirnya mencari Yuri karena rasa bersalah yang menghantuinya selama ini tidak dapat ditahannya lagi. Belinda merasa, anak mereka yang sakit-sakitan adalah kharma dari dirinya yang telah mentelantarkan anak kandungnya sendiri.

    Surya terlihat sedang sibuk berbicara dengan seseorang saat Belinda menemuinya dengan tiba-tiba. "Ada apa?! Kita bicaa nanti setelah masalah ini selesai!" Surya sedikit menyentak Belinda yang datang di saat yang tidak tepat.

    Belinda dengan emosinya mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan digebrakannya di atas meja kerja Surya.

    "Apa ini?!" Surya mengambil selembar foto yang diberikan Belinda. "Ini anak panti, temannya Galuh? Ada apa dengan anak ini?!" Surya berbicara masih dengan nada menyentak tidak paham dengan maksud Belinda.

    "Apa anak itu juga diculik bersama Galuh?" Belinda melebarkan matanya yang merah berkaca-kaca.

    "Iya, aku menyuruh orang mengikuti anak itu untuk bisa menculik Galuh, dan anak itu ada di sana juga sebagai saksi.." Surya menggebrak mejanya merasa harus diberi penjelasan. "Cepat katakan, ada apa sebenarnya dengan anak ini sampai membuatmu datang ke sini!"

    "Dia anakku!! Dia anak kitaaaaa...!!" Belinda sedikit berteriak dengan terisak.

    Surya melebarkan matanya terlihat shock. Dia masih berpikir tak percaya dengan bagaimana bisa begitu kebetulan terjadi? Tidak lama kemudian dia mengangkat teleponnya lagi yang terus berdering dengan mencoba menahan tubuhnya agar tidak goyah dan bergetar.

    "Pak, mereka melarikan diri.."

    "Cari mereka sampai ketemu! Kalau ada yang terluka sedikit saja di tubuh temannya Galuh, aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan tanganku sendiri!!"
  • JAhat sekali ayahnya galuuuh....benar dugaanku yuri nanti jd saudaraan sm galuh
  • kok jadi sadis ceritanya
  • tragiss amat nasibb mereka mbak.
  • :'( Huhu sedih ceritanya, Mbak.
  • :'( Huhu sedih ceritanya, Mbak.
  • ternyata saudara tiri mereka berdua ... kasihan ...
  • Widihhh...makin ngeri aja si surya
  • wew partnya sadis
Sign In or Register to comment.