It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@roy_rahma
ambil aja Dimas hehehe
@bagastarz
siiip
@RezzaSty
@akina_kenji
lihat aja ceritanya
@lulu_75
@_abdulrojak
@Rifal_RMR
@JimaeVian_Fujo
@lulu_75
@Aurora_69
@harya_kei
@3ll0
@Otho_WNata92
@hyujin
@j4nji
@rizal_91leonardus
@Rikadza
@lucifer5245
@abyyriza
@terry22
@rama_andikaa
@Gabriel_Valiant
@ramadhani_rizky
@Akang_Cunihin
@Sho_Lee
@raw_stone
@Rars_Di
@haha5
@haikallekall
@ffirly69
@gilang22
@viji3_be5t
@LostFaro
@nakashima
@kie_kow
@littlemark04
@akina_kenji
@Daser
@sn_nickname
@Vanilla_IceCream
@Dhi96
@Greent
@Toraa
@jimmy_tosca
@cansetya_s
@tianswift26
@zenfonepro
@bapriliano
@cela
@dadannnnnnn
@bagastarz
@Agova
@syafiq
@sonyarenz
@delvaro80
@Badguydrunkby6
@boybrownis
@hearttt
@Phantex
@malmol
@roy_rahma
@RezzaSty
Dimas memandangi wajahnya di cermin. Seperti yang sudah diduga, matanya bengkak karena ia menangis semalaman.
“Gimana nih? Gak mungkin ke sekolah dengan mata bengkak segede kelereng gini?” pekiknya
Matanya beralih ke kacamata hitam yang ada di meja belajarnya. Dengan cepat ia menyambar kacamata itu. kemudian memakainya dan melihat kembali penampilannya di cermin.
“Sempurna,” ucapnya, “Kalau gini kan gak ada yang bakal tahu mata gue bengkak.”
Setelah penampilannya cukup sempurna, Dimas beranjak ke bawah. Ia menuju ruang makan untuk ikut sarapan dengan mama dan papanya.
Mama Dimas terkejut, saat melihat penampilan putranya yang tidak biasa.
“Kenapa kamu pakai kacamata hitam ke sekolah?” tanya mama heran.
“Gak apa-apa, iseng aja,” balas Dimas dengan nada biasa.
“Kamu itu pelajar, bukan penyanyi Rock, ngapain pake kacamata hitam segala,” cecar mama,”Oh ya, kemarin malam, Alfa telepon nanyain kamu, emang kalian kenapa?” sambung
mama.
Mendengar nama Alfa disebut, seketika tubuh Dimas menegang. Ia yakin, hatinya yang sudah ia tata sedemikian rupa pagi ini, pasti akan berantakan lagi.
“Gak apa-apa, Dimas berangkat Ma, Pa,” ucap Dimas sambil mencomot sepotong roti dari piringnya kemudian berlari pergi.
“Dimas, jangan makan sambil jalan, kamu manusia, bukannya kambing,” teriak mama, namun sepertinya Dimas tidak mendengar.
Setiba di depan rumah, Dimas bernafas lega karena ternyata Alfa belum menunjukkan batang hidungnya. Segera Dimas pun bergegas menuju halte bis agar tidak terlambat ke sekolah.
Tapi kelegaan Dimas tidak berlangsung lama. Begitu ia tiba di sekolah, Alfa sudah menantinya di depan gerbang sekolah.
Seketika langkah Dimas terhenti. Ia berniat melarikan diri, tapi sepertinya tidak mungkin, karena banyak anak yang berpapasan dengannya di depan gerbang.
Akhirnya Dimas mengambil keputusan, ia harus berani menghadapinya.
“Ayo Dimas, jangan jadi pengecut,” ucapnya pada diri sendiri.
Dengan pasti ia melangkah. Begitu ia tiba di depan Alfa, pria itu menghentikan langkahnya.
“Dimas... kita harus bicara,” pinta Alfa, namun Dimas terus saja berjalan hingga Alfa menarik pergelangan tangannya untuk menghentikannya.
“Pagi Pak Alfa,” sapa Dimas dengan nada ramah yang dibuat-buat. Kemudian melepaskan tangan Alfa yang menahannya.
“Ngapain kamu pake kacamata hitam ke sekolah?” tanya Alfa bingung sambil melepas kacamata yang di kenakan Dimas.
“Auh...” seketika Dimas menjerit, ia menundukkan kepalanya agar Alfa tidak melihat mata bengkaknya. Sayangnya Alfa sudah melihat apa yang terjadi padanya.
“Mata kamu kenapa?” tanya Alfa, tapi entah mengapa di wajahnya, Alfa seperti menyembunyikan senyuman.
“Bukan urusan kamu!” balas Dimas ketus sambil merebut kacamatanya. Kemudian memakainya dengan bergaya seolah ia adalah agen rahasia.
Alfa tidak dapat menahan senyumnya melihat ulah cowok manis itu. walau hatinya sakit, tapi Dimas mampu menyembunyikan semua dan tidak membiarkan dirinya terlihat lemah dan menyedihkan.
Alfa semakin kagum pada sikap cowok manis itu.
“Sampai ketemu Pak Alfa, Bye!” ucap Dimas sambil melambaikan tangan dan berjalan pergi meninggalkan Alfa yang masih terpaku menatap cowok manis itu.
***
Begitu Dimas tiba di kelas, penampilannya yang aneh tak pelak menjadi bahan ledekan teman-temannya.
“Lu kenapa pake kacamata Dim?” tanya Rio heran.
“Dimas mau buka praktek pijat kali,” seru Dodi.
“Dimas mau ngamen kali di lampu merah pulang sekolah nanti,” timpal Egi sambil tertawa geli.
“Enak aja. Emang kenapa kalau gue pake kacamata?” balas Dimas kesal.
“Boleh, kalau itu bukan kacamata hitam,” Bu Rani yang sudah berada di kelas menjelaskan.
“Tapi tidak dengan kacamata hitam, jadi Dimas sekarang kamu harus lepas kacamata kamu,” perintah bu Rani
“Tapi Bu,” bantah Dimas, namun bu Rani tidak ingin dibantah.
Dengan terpaksa Dimas pun melepas kacamatanya.
“Mata lu kenapa Dim?” tanya Rio saat Dimas membuka kacamatanya.
“Hehe... gue nonton film, sediihhhh banget, jadi ya beginilah hasilnya,” ucap Dimas berbohong. Dan ia lega Rio tidak bertanya yang macam-macam lagi.
Seharian itu Alfa terus berusaha mencari kesempatan untuk dapat bicara dengan Dimas.
Namun entah mengapa hari itu, sulit sekali bagi Alfa bertemu dengannya. Dimas sendiri memang sengaja ingin menghindar.
Setiap kali ia melihat Alfa, ia akan kabur kemanapun yang penting tidak bertemu dengan pria itu.
Bahkan saat jam makan siang, ia meminta Rio, Zacky dan Gio agar mereka makan di ruang Laboratorium saja, membuat ketiga sahabatnya bingung.
“Lu kenapa sih, hari ini aneh banget?” tanya Gio penasaran,
“Dari tadi bawaannya celingak celinguk kaya di kejar debt collector,”
“Ada apa sih Dim?” Zacky pun bertanya ingin tahu.
“Gak apa-apa,” balas Dimas sambil memakan mie ayam yang tadi dibelikan Rio di kantin,
“Eh, entar siang kita main ke Mall yuk,” ajak Dimas. Ketiga sahabatnya memandang curiga padanya.
“Gak biasanya lu ngajak main ke Mall,” ucap Rio curiga.
“Mau apa enggak!” bentak Dimas, seketika ketiganya berteriak menjawab, “Mau...”. Mereka tahu jika Dimas sudah bertingkah seperti itu, perasaannya pasti sedang kacau, dan sebagai
sahabat yang baik, mereka akan berusaha menghiburnya.
Saat sekolah sudah bubar, kembali Alfa menuggu Dimas di gerbang depan.
Namun hampir setengah jam ia menunggu cowok manis itu tidak kunjung muncul.
Tanpa setahu Alfa, Dimas menyeret Rio, Zacky dan Gio keluar dari pintu belakang sekolah.
Sikap Dimas yang serba aneh ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar di benak sahabat-sahabatnya.
***
“Sebenarnya kita mau kemana sih Dim?” tanya Gio sudah mulai lelah, karena sudah hampir tiga jam Dimas membawa mereka berputar-putar mengelilingi Mall.
“Dim, lu kenapa sih, aneh banget deh,” desak Rio namun Dimas tidak mempedulikan pertanyaan cowok itu.
“Eh ada sale...” Teriak Dimas menunjuk sebuah toko sepatu yang mengadakan sale besar-besaran.
Ia pun menggiring ketiga sahabatnya ke toko itu. Puas hanya melihat-lihat, Dimas menggiring ketiganya keluar dari toko.
Tentu saja setelah diusir pelayan toko yang gerah dengan keributan yang dibuat keempat cowok itu.
Tidak membeli tapi bertanya sana-sini. Tentu saja pelayan toko itu jengah dan mengusir keempatnya keluar.
“Dim, gue capek nih muter-muter terus,” protes Zacky.
“Karaoke yuk!” ajak Dimas membuat ketiga sahabatnya terbelalak kaget, “Hah?”
***
“From the bottom of my broken heart. There’s just a thing or two i’d like you to know. You were my first love, you were my true love. From the first kissess to the very last rose...”
Dimas menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Rio, Gio dan Zacky hanya bisa menggeleng heran melihat kelakuan sahabat mereka itu.
Sejak awal mereka masuk ke ruang karaoke, Dimas selalu memilih lagu-lagu bernuansa patah hati. Tentu saja ketiganya bingung.
Karena yang mereka tahu Dimas belum pernah berpacaran, apalagi patah hati.
Selesai dengan lagu tadi, Dimas beralih pada lagu yang sedang menjadi hits anak jaman sekarang, apalagi kalau bukan lagu berjudul ‘sakitnya Tuh Di sini’. Ia menyanyi dengan penuh perasaan seolah ikut menangis.
Apalagi saat dibagian Reff lagu, ia bahkan ikut menunjuk-nunjuk ke arah jantungnya, persis seperti yang dilakukan anak-anak muda lain jika menyanyikan lagu itu.
Tentu saja Rio, Gio dan Zacky semakin bertambah bingung.
“Dim, lu kenapa sih, pilihan lagu lu, lagu orang patah hati semua? Lu lagi patah hati?” cecar Rio, saat Dimas berhenti sejenak dari aksinya.
Dimas memandang Rio dengan raut wajah hampir menangis kemudian mengangguk, “Iya, gue patah hati.”
“Hah? Sama siapa?” tanya Rio terkejut. Kenapa Dimas tidak pernah cerita ia sudah punya Pacar cowok? Pikir Rio.
“Artis idola gue, dia mau nikah sama cewek lain, jadi gue patah hati,” balas Dimas berbohong, namun aktingnya benar-benar sempurna hingga mengecoh Rio.
“Ah sialan lu, gue kira apaan,” Maki Rio kesal.
“Dasar cowok sableng lu,” timpal Gio sambil memukul kepala Dimas, membuat Dimas tertawa karena berhasil membohongi sahabat-sahabatnya.
Walau dalam hati sebenarnya ia memang terluka. Tapi Dimas tidak ingin menunjukkannya pada siapapun.
Ia tidak ingin orang-orang di sekelilingnya ikut bersedih karena masalahnya. Ia berprinsip bahwa kebahagiaan harus dibagi bersama orang lain, tapi untuk kesedihan, biarlah ia sendiri yang merasakannya. Ia tidak ingin membebani siapapun dengan masalahnya.
“Gue mau nyanyi lagi,” ucap Dimas sambil merebut microfon dari tangan Zacky.
“Eits.. jangan nyanyi lagu patah hati lagi,” pinta Rio.
“Ok!” balas Dimas, tapi yang ada ia malah menyanyikan lagu Aku Rapopo milik JUPE membuat ketiga sahabatnya saling pandang, dan kembali hanya bisa menggelengkan kepala
melihat kelakuan Dimas.
“It’s Oke wae Mas..it’s OK wae..Aku Rapopo..Aku Rapopo..Aku Rapopo....” teriak Dimas, suaranya menggema di dalam ruang karaoke.
***
Puas berkeliling seharian, dan melampiaskan semua perasaannya, Dimas merasa lega. Pukul delapan malam ia tiba di rumah.
Di sana sudah menanti Alfa yang tengah berdiri menyandar
di mobilnya yang terparkir di luar halaman. Dimas memandang hampa padanya. Ia belum sepenuhnya bisa berbicara dengan Alfa saat ini.
“Dimas,” panggil Alfa, ada nada rindu dalam suaranya. Baru satu hari mereka bertengkar dan ia sudah merindukan cowok manis itu sedemikian besar.
“Maaf Al, aku capek. Mau istirahat,” ucap Dimas berusaha mengacuhkan Alfa, padahal rasanya saat ini ia ingin sekali bersamanya.
Tapi jika mengingat sakit hatinya? Ia ingin Alfa menjauh dari hidupnya detik itu juga.
“Dim, please.. kita harus bicara,” pinta Alfa dengan nada memelas.
“Gak sekarang Al, aku benar-benar capek,” tolak Dimas dan ia pun berlalu dari hadapan Alfa.
Alfa hanya bisa pasrah menerima penolakan Dimas. Walau ia sangat ingin bicara, agar mereka dapat menjernihkan masalah.
Namun ia juga tidak ingin memakasa Dimas. Ia tahu Dimas masih sangat kecewa dan sakit hati padanya.
Memaksa Dimas untuk berbicara sama saja seperti menaburkan garam di luka hatinya.
Alfa pun beranjak pergi. Ia akan menunggu hingga Dimas mau berbicara dengannya, berapapun lamanya waktu yang dibutuhkan Dimas.
Mama mengetuk lembut pintu kamar Dimas. Setelah mendapat persetujuan dari Dimas, mamanya kemudian masuk.
Ia duduk di samping Dimas yang saat itu tengah duduk bersandar di tempat tidur sambil menggenggam boneka beruang kesayangannya.
“Ada masalah apa sih antara kalian?” tanya mama, Dimas bisa menebak, kalian yang dimaksud mama adalaha dirinya dan Alfa.
“Alfa udah nungguin kamu dari sore loh,” ucap mama, namun Dimas belum menyahut,
“Kalau ada masalah cerita sama Mama, mungkin Mama bisa bantu?”
Dimas memalingkan wajah ke arah mama, ia menatap wajah mamanya yang terlihat serius.
Rasanya Dimas ingin menceritakan semua, namun ia urungkan, “Ah, cerita sama Mama bukannya dapat solusi pasti nanti makin ribet.”
“Kok gitu sih, kalian itu ketemu baik-baik, jadian baik-baik, putusnya juga harus baik-baik dong. Jangan saling marah begini?”
Ketemu baik-baik? Pikir Dimas. Mama belum tahu bahwa pertemuan pertamanya dan Alfa menyebabkan perang berkepanjangan. Tapi mama gak perlu tahu, putus Dimas dalam hatinya.
“Kalau Mama lihat, Alfa itu anak yang baik loh, sopan, dan sepertinya bertanggung jawab,” ucap Mama lagi.
“Hah? Baik? Bertanggung jawab? Mama belum tahu. Kalau sampai mama tahu Alfa menghamili anak orang, pasti mama bakal nendang dia sejauh-jauhnya sampai ke Kutub Utara,” ucap Dimas dalam hatinya.
“Dimas, dengar ya, semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Kalau kamu menghindar, masalahnya gak akan selesai. Selesaikan semua dengan kepala dingin. Bicarakan baik-baik dengan Alfa. Kalau perlu saat bicara nanti kamu bawa es batu,” nasehat mama panjang lebar.
“Es batu? Buat apaan?” tanya Dimas bingung.
“Ya buat mendinginkan kepala kamu, atau kalau kamu kesal, kamu bisa pake es batu itu buat nimpuk kepala Alfa,
“Mama....tuh kan?” rengek Dimas mendengar saran yang bukan-bukan dari mamanya.
“Bercanda, pokoknya kamu selesaikan baik-baik oke!” mama mengakhiri petuahnya kemudian beranjak pergi dari kamar Dimas.
“Es batu? Kenapa gak sekalian bawa kulkas aja?” gumam Dimas.
***
Hari ini Dimas sudah memutuskan bahwa ia akan bicara dengan Alfa. Ia akan mengikuti saran mama untuk bicara baik-baik dengan Alfa.
Tidak ada gunanya ia menghindar. Masalah tidak akan selesai. Jadi ia akan menyelesaikan semua kekacauan ini.
“Semangat Dimas...” teriaknya pada diri sendiri.
Ia mengirim pesan pada Alfa agar mereka dapat bicara dan menyelesaikan semua. Tepat setelah sekolah usai, mereka pergi bersama untuk bisa berbicara.
Selama di dalam mobil Dimas tetap diam. Sebenarnya ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak menatap Alfa, atau
berbicara dengannya.
Jika sampai itu terjadi maka bisa dipastikan pertahanan mental yang sudah ia persiapkan akan hancur seketika.
Alfa membawanya ke arena bowling. Dimas mengernyitkan dahinya. Arena Bowling? Kenapa Alfa harus membawanya ke tempat ini? Tidak tahukah ia bahwa Dimas masih merasa trauma dengan tempat ini? Tempat ini mengingatkan Dimas akan rasa sakit hatinya, Sheila, dan pengkhianatan Alfa.
Tidak adakah sedikit rasa empati di hati Alfa untuk Dimas hingga mereka harus berbicara di tempat ini?
Namun Dimas hanya bungkam, tidak menyuarakan protesnya. Ia tidak ingin merusak semua yang telah ia rencanakan.
Keduanya kini duduk berhadapan. Masih saling diam dan atmosfir kecanggungan terasa sangat jelas.
Alfa menatap cowok manis yang ada dihadapannya, namun Dimas mengalihkan pandangannya.
“Dimas, aku..”
“Kamu harus bertanggung jawab Al,” ucap Dimas begitu cepat membuat Alfa hampir tidak mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya.
“Apa?”
“Kamu harus bertanggung jawab,” ucap Dimas sekali lagi, dan ia dapat merasakan pertahanannya akan segera hancur.
Ia dapat merasakan isak tangisnya telah mengantri di
batang tenggorokannya, menunggu waktu yang tepat untuk keluar.
“Dimas, tapi aku gak perlu harus bertanggung jawab,” ucap Alfa membuat Dimas terbelalak.
“Maksud kamu?”
“Aku akan bertanggung jawab atas anak itu, tapi aku gak perlu nikahin Sheila. Kita bisa tetap sama-sama.” Mendengar kata-kata Alfa, ingin sekali Dimas menghajarnya. Bisa-bisanya pria
itu bicara seenaknya.
“Kamu gak bisa gitu Al, kamu harus tanggung jawab, bukan cuma anaknya tapi juga Sheila. Apa kamu gak mikir, apa yang bakal terjadi sama Sheila kalau dia melahirkan anaknya tanpa
ayah. Hamil diluar nikah aja udah sangat memalukan Al, dan sekarang kamu mau lepas tanggung jawab kamu gitu aja?” ucap Dimas dengan nafas tertahan.
Ia yakin tak lama lagi, airmatanya akan keluar. Dan ia akan mempermalukan dirinya sendiri dengan menangis di depan umum.
“Lalu gimana dengan kamu? Dengan kita? Apa kamu gak cinta sama aku? Makanya kamu seenaknya suruh aku buat nikahin sheila?” tanya Alfa dengan nada frustrasi, ia tidak
menyangka Dimas akan mengambil keputusan yang begitu besar, mengingat usianya baru tujuh belas tahun.
Dimas menarik nafas panjang, mencoba menenangkan perasaannya, walau ia tahu itu sia-sia,
“Al, aku cinta sama kamu. Aku juga gak mau kehilangan kamu. Walaupun aku lelaki Al, tetapi aku bisa rasain apa yang dirasakan Sheila. Ini juga berat buat aku ngelihat kamu...”
Dimas mulai sesenggukan, air matanya mulai mengalir, segala perasaannya tidak mampu lagi ia bendung.
Dan kemudian pecahlah tangisnya. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tidak peduli jika semua orang memandang aneh padanya.
“Aku juga gak rela kalau kamu ninggalin aku, tapi kamu harus bertanggung jawab, Al. Sheila dan anaknya lebih butuh kamu. Biarpun ini sakit, tapi ini keputusan yang terbaik Al,” ucap
Dimas disela-sela tangisnya. Berkali-kali Dimas menyeka air matanya tapi tetap saja airmata itu tidak kunjung berhenti.
Alfa memandangi Dimas takjub, kemudian ia tersenyum.
“Cukup!” ucapnya lantang membuat Dimas yang masih menangis menatap ke arahnya.
“Hah?”
“Ini sudah cukup untuk membuktikan kalau rasa cinta kamu sama besarnya seperti rasa cinta aku ke kamu,” ucap Alfa sambil tersenyum, dan seketika terdengar suara riuh tepuk tangan mendekati mereka.
Diiringi kemunculan David, Reno dan Aryo, membuat Dimas bingung. Bahkan Sheila pun ikut hadir membuat Dimas bertambah bingung.
“Apa maksudnya ini?’ tanya Dimas dengan suara terisak.
"Ini semua rencana Alfa buat balas kamu Dim,” jelas David. Dimas masih belum mengerti.
“Jadi ini semua skenario yang dibuat Alfa untuk kamu. Alfa pengen tahu seberapa besar sih rasa cinta kamu ke dia. Karena dia bilang, selama ini hanya dia yang menunjukkan rasa cintanya ke kamu, tapi dia gak pernah bisa nebak perasaan kamu, makanya Alfa minta kita semua untuk ikut andil dalam skenario ini,” jelas Aryo, perlahan Dimas mulai mengerti.
“Dan Sheila?” tanya Dimas menunjuk wanita itu.
“Aku memang mantannya Alfa. Tapi aku mantan Alfa saat SMA, dan kita putus baik-baik kok. Alfa minta tolong sama aku buat ngerjain kamu, dia sampe melas begitu, ya aku mau deh,” Sheila menjelaskan sambil tersenyum geli melihat ekspresi polos Dimas.
“Jadi soal kamu hamil itu bohong?” Dimas mulai terlihat kesal karena balas dijahili Alfa.
“Alfa mana maulah, kan Dia lebih doyan cowok daripada cewek,” Reno menjelaskan.
“Yang pasti aku gak serendah yang kamu pikirkan Dimas, dan juga aku mau melakukan itu hanya kamu” ucap Alfa gemas sambil mulai mengacak-acak rambut Dimas.
“ Dan juga orang tuaku tahu hubunganku sama kamu, mereka menerimanya asalkan aku harus menjalankan bisnis perusahaan ayah jadi aku tidak berhubungan sama orang lain selain kamu Dimas” lanjut Alfa dengan menatap Dimas dengan serius
“ Jadi orang tua kamu tahu hubungan kita? “ tanya Dimas
Alfa pun mengangguk
Muka Dimas memerah mendengar hal itu tetapi dia teta merasa kesal karena dijahili Alfa.
“Walaupun begitu Kamu keterlaluan tahu gak sih,” pekik Dimas sambil memukuli pundak Alfa.
“Keterlaluan mana sama kamu yang selalu jahilin aku habis-habisan?” balas Alfa tidak mau kalah.
“Tapi ini berlebihan. Kamu tahu gimana sedihnya aku? Kamu udah bikin aku nangis sepanjang malam sampai mataku bengkak” keterlaluan mana, Hah?” pekik Dimas penuh
emosi.
Namun Alfa hanya tertawa.
Ia mengingat kembali kejadian dua hari yang lalu saat Dimas ke sekolah dengan mengenakan kacamata hitam.
“Sorry, aku janji gak akan bikin kamu nangis lagi. Ini aja udah cukup kok. Yang penting aku udah tau gimana perasaan kamu yang sebenarnya ke aku,” ucap Alfa lembut sambil
merangkul tubuh Dimas.
Rasa emosi dan kesal Dimas pun perlahan hilang. Ia tahu Alfa memang sangat keterlaluan, namun ia bersyukur ternyata Alfa benar-benar tidak seperti yang ia bayangkan.
“Ok, kasus selesai...” teriak David menyadarkan kedua orang yang berpelukan erat itu bahwa masih ada orang lain di sana.
“Sebagai imbalan atas kerja keras kita, lu harus traktir kita Al,” pinta David, yang lain pun menganggguk setuju.
“Ehm.. oke!” balas Alfa disambut teriakan senang teman-temannya.
Dimas tersenyum lega, akhirnya masalah ini selesai. Bahkan memang tidak pernah ada masalah. Namun Dimas bersyukur dengan kejahilan yang dilakukan Alfa.
Ia jadi tahu bagaimana perasaannya terhadap Alfa, dan bagaimana sakitnya jika ia kehilangan Alfa.
Dalam hati Dimas berjanji ia akan menjadi yang terbaik untuk mempertahankan Alfa di sisinya.
***
Senin pagi itu di tengah upacara bendera, Adrian mengumumkan pengunduran diri Alfa.
Ia sengaja mengumumkannya dihadapan seluruh siswa karena ia tahu banyak siswi yang mengidolakan Alfa.
“Mulai hari ini, Pak Alfa tidak akan mengajar lagi di sekolah, dan sebagai gantinya, mari kita sambut Pak Beni kembali,” ucap Adrian yang langsung di sambut teriakan kecewa murid-murid.
“Apa? Pak Alfa gak ngajar lagi?” jerit salah seorang siswi.
“Oh My God, NO...” sahut yang lainnya.
Mendengar berita mengejutkan itu, tak pelak membuat murid-murid yang mengidolakan Alfa mendesah kecewa. Hanya Dimas yang tertawa menyaksikan wajah-wajah kecewa teman-temannya.
“Yah, gak ada lagi deh guru kece yang bisa dikecengin,” Rio mengutarakan rasa kecewanya saat mereka sudah kembali ke kelas.
“ Ehem, awas kamu yank tidak ada jatah lagi” kata Zacky dengan nada kesal.
“ Bercanda kok yank hehehe “ kata Rio sambil merangkul pundak Zacky
“Kok Pak Alfa tega ya?” timpal Gio.
“Padahal gue baru aja masuk karena skorsing dan sekarang gue gak akan bisa ketemu Pak Alfa lagi?” Anton mengerang frustrasi. Dimas menatap ke arah cowok itu, kemudian tersenyum penuh arti.
“Ini pasti karena si cowok petakilan itu, makanya Pak Alfa berhenti ngajar,” pikir Anton sambil memandang kesal ke arah Dimas.
Ternyata tak hanya para siswi saja yang merasa kehilangan. Anak-anak tim basket juga. Karena itu berarti mereka tidak akan punya pelatih yang handal lagi.
“Yah , tim kita bakal kalah deh, turnamen tahu depan,” desah Raka.
“Tenang Ka, gue bisa kok minta Pak Alfa jadi pelatih lagi,” ucap Dimas membuat Raka terkejut, “Caranya?” tanyanya pada Dimas.
“Ada deh,” Dimas tersenyum misterius membuat Raka dongkol.
***
Siang itu saat bubaran sekolah, para siswi SMA BAKTI NUSA heboh bukan main. Itu semua karena kemunculan Alfa yang tiba-tiba.
“Pak Alfa..................” teriak mereka sambil berlari ke arah Alfa.
Alfa hanya tersenyum melihat reaksi murid-muridnya yang atraktif.
“Halo semua..” sapa Alfa.
“Pak Alfa kenapa sih harus berhenti? Kita kan senang kalo diajarin sama Bapak,” tanya seorang murid membuat Alfa kembali tersenyum.
“Iya nih, Ayo dong Pak, ngajar lagi,” pinta mereka.
“Maaf, tapi pacar Bapak, gak ijinin Pak Alfa buat ngajar lagi, Bapak juga udah kangen dengan dunia fotografi, jadi ya Pak Alfa kembali ke profesi semula deh,” jelas Alfa membuat
semua murid semakin kecewa.
“Siapa sih pacar Pak Alfa, kasih tahu deh, biar kita yang ngomong ke dia,” pinta Rio yang juga ikut bergabung dengan anak-anak lain.
“Gue,” ucap Dimas lantang, menerobos kerumunan membuat mereka menganga tak percaya.
Siswi-siwi pun menganga lebar mendengar pengakuan Dimas selain gay tetapi Dimas menjadi pacar Alfa dan juga guru yang mereka kagumi lebih doyan cowok daripada cewek
“Hah? Elu?”
“Hm,” Dimas menganggukkan kepalanya.
“Sejak kapan Dim?” tanya Rio curiga.
“Minggu lalu, sorry gue bohong,” ucap Dimas, sama sekali tidak ada penyesalan dalam nada suaranya.
“Jadi bener kan, minggu lalu lu pergi bareng Pak Alfa?” cecar Rio.
Alfa dan Dimas mengangguk bersamaan.
“Aaahhh.. gue gak rela ,” rengek Rio membuat Dimas tertawa.
“ Ehem Rio “ Zacky pun menatap tajam Rio, Rio pun hanya cengengesan.
“Sorry Baby.. tapi Alfa milik gue, so.. gue cabut dulu.. bye...” ucap Dimas dengan nada mengejek, dan merangkul lengan Alfa, membawa Alfa pergi dari hadapan para fansnya.
Semua Siswi meringis histeris melihat adegan itu, membuat Alfa tersenyum melihat kelakuan para muridnya.
“Dimas......” teriak Rio dan Gio memanggilnya. Namun Dimas hanya melambaikan tangannya dan bergegas masuk ke mobil Alfa.
Mobil pun segera meluncur pergi.
“Sialan tuh anak,” maki Gio, namun ia tersenyum senang melihat kebahagiaan sahabatnya itu.
“Yuk , balik. Biarin Dimas menikmati kebahagiannya dulu, ntar kalau bosan sama Pak Alfa, dia pasti balik lagi ke kita,” ajak Rio merangkul sahabatnya dan pacarnya, Zacky.
Ketiganya pun berjalan pergi dengan senyum bahagia di wajah masing-masing untuk Dimas, sahabat mereka yang luar biasa aneh itu.
Di dalam mobil Alfa
“Kamu tidak apa-apa mengakui itu Dimas, di hadapan murid-murid terutama para Siswi?” tanya Alfa.
“ Tidak aku sama sekali tida takut jika mereka bully aku, aku akan membalasnya 100 kali lipat hasil bully mereka “ jawab Dimas dengan nada santai
Alfa pun tertawa mendengar jawaban pacarnya, Dimas pun ikut tertawa bersama Alfa.
Begitulah kisah mereka Dimas dan Alfa. Akhirnya ada orang yang mengimbangi keanehan, keusilan Dimas bahkan mencintai Dimas setulus hatinya.
Siapa lagi kalau bukan Alfa, Cinta Kaleng Sodanya.
TAMAT
Akhirnya tamat juga ceritanya, sorry guyz jika ceritanya konfliknya sedikit dan bumbu romancenya sedikit karena ini cerita tenlit remaja, cerita cinta anak remaja sekolah.
Terima kasih buat pembaca yang memberikan like dan komentar.
Kasih like dan komentarnya ya di chapter ini
Jika likenya banyak di chapter ini, insyallah ada epilog CKS
@bagastarz
makasih atas ceritanya.
Good Job dah buat TS nya.