It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@JimaeVian_Fujo
@hyujin
titip mention ya buat crita slnjutnya.
keep writing
titip mention ya buat crita slnjutnya.
keep writing
oke q mention
@j4nji
siip q mention
@rizal_91leonardus
@Otho_WNata92
Apa yang Dimas takutkan akhirnya menjadi kenyataan. Di minggu kedua, Alfa memulai aksi balas dendamnya. Materi pelajaran yang diajarkan Alfa adalah bola basket. Alfa menggiring semua muridnya ke lapangan basket di tengah hari yang cukup terik itu.
Jika biasanya para siswi yang terutama akan melancarkan aksi protes, namun kali ini mereka dengan senang hati keluar ke tengah lapangan. Tentu saja hal itu membuat para siswa geleng-geleng kepala terutama Dimas.
“Dasar cewek, pantang lihat cowok cakep,” cibir Diki saat berada di tengah lapangan.
Mereka memperhatikan bagaimana anak-anak cewek begitu tergila-gila dan selalu ingin menempel pada Alfa.
“ Dasar cowok menyebalkan.”kata Dimas di dalam hati.
Ia hanya mendengus kesal sambil berjalan menuju barisan.
“Baiklah, hari ini kita akan mempelajari teknik permainan bola basket. Saya akan mengajari kalian bagaimana cara yang benar melempar bola ke keranjang,” jelas Alfa sambil
mengambil sebuah bola di troley yang penuh dengan bola basket dan melemparkannya tepat ke sasaran.
Semua anak berdecak kagum melihat aksi Alfa, kecuali Dimas. Ia memutar bola matanya pertanda jengkel, “Dasar tukang pamer,” cibir Dimas pelan.
“Oh ya, dan saya ingin minta satu orang untuk jadi sukarelawan mengumpulkan bola-bola yang di lemparkan temannya,” tambah Alfa sambil tersenyum manis penuh arti ke arah Dimas, membuat cowok manis itu membelalak kaget,
“Dimas.. please..”
What!?! Apa-apaan itu guru, kenapa gue? Pikir Dimas sambil terkejut. Begitu nama Dimas disebut semua anak memandang padanya.
“Kenapa saya?” tanya Dimas dengan nada kesal.
“Ini suatu kehormatan Dimas, kamu membantu teman-teman kamu,” balas Alfa dengan tatapan tajam yang mengisyaratkan ia tidak ingin dibantah.
Dengan pasrah tiada daya Dimas mengikuti perintah Alfa. Benar-benar manusia kejam, maki Dimas dalam hati.
Bisa-bisanya dia memerintahkan Dimas menjadi pengumpul bola di tengah terik matahari seperti ini. Dasar Monster, maki Dimas lagi.
Berkali-kali Dimas memperhatikan Alfa begitu senang mengajari murid-murid perempuan sementara ia harus berlari kesana kemari mengejar bola yang berhamburan di seantero lapangan. Berkali-kali Dimas berniat melemparkan bola basket ke kepala Alfa, namun tentu saja itu hanya keinginannya. Kenyataannya ia harus pasrah dengan nasibnya.
“Semangat Dimas!!!” teriak Alfa dari seberang lapangan saat mereka tengah beristirahat Sementara Dimas masih harus mengumpulkan bolanya.
“Dasar Monster....” gumam Dimas sambil melemparkan tatapan mautnya tetapi wajah manisnya terlihat menggemaskan sehingga membuat Alfa tertawa.
Minggu berikutnya tak kalah ganas. Kali ini Alfa meminta Dimas menjadi objek penderita untuk mata pelajaran Atletik.
Berkali-kali Dimas diminta berlari bolak-balik dari satu garis ke garis yang lain. Memintanya mengulang lagi untuk memastikan para murid tahu bagaimana start yang harus digunakan.
Dimas benar-benar dongkol setengah mati. Seandainya mereka tidak berada di sekolah, mungkin Dimas sudah melayangkan jurus cakar mautnya ke wajah Alfa yang, ehm.. oke,
Dimas mengakui kalau Alfa memang tampan, super malah. Ya Dimas memang penyukai cowok tetapi dia sama sekali tidak pernah merasakan jatuh cinta dan menemukan cowok yang menggetarkan hatinya saat ini.
Tapi tetap saja ketampanan Alfa tidak bisa menghapus nilai minus dari sikapnya yang sengaja dibuat menjengkelkan untuk Dimas.
“Lu baik-baik aja kan Dim?” tanya Rio sambil menyerahkan sebotol air mineral pada Dimas.
“Apa? Lu tanya apa gue baik-baik aja? Halloooo.. Rio, buka mata sipit lu selebar-lebarnya, gue sekarat Rio, sekarat...” balas Dimas dengan gaya drama Princenya membuat Zacky dan Gio yang duduk di samping Dimas tersenyum geli.
“Mending gue lompat ke kolam deh daripada di suruh lari bolak-balik kaya tadi. Gak lihat apa, kalo keringat gue dikumpulin, bisa buat nyiram satu hektar sawah kali..” sambung Dimas dengan suara menggebu-gebu. “Eh, jangan ke kolam deh, mati dong gue. Gue kan gak bisa berenang,” ralat Dimas membuat tawa ketiga sahabatnya seketika meledak.
“Dasar Kakek pikun lu..” ledek Rio sambil melempar handuk yang ia pakai untuk mengelap keringatnya ke wajah Dimas, membuat Dimas terpekik,
“Rio... handuk lu bau asem.........”
Dan dimulailah aksi kejar-kejaran antara Dimas dan Rio hingga membuat anak-anak pada tertawa. Itulah Dimas, ia selalu apa adanya. Tidak pernah berusaha untuk mengubah dirinya menjadi sosok yang lain hanya untuk diterima orang-orang. Dan ia bangga dengan keanehan dan sifatnya yang memang terkadang agak tidak terkendali.
Alunan musik jazz yang ringan terdengar memenuhi ruangan kafe bergaya minimalis itu. Di sudut ruangan tampak Alfa tengah menikmati minumannya sambil menunggu kedatangan
teman-temannya. Sudah lama ia tidak berkumpul bersama teman-temannya.
Sejak sibuk mengejar-ngejar anak SMA bernama Dimas Kurniawan, Alfa memang banyak menghabiskan waktunya memikirkan cara untuk membuat Dimas jengkel dan tertarik padanya. Ia tahu kalau Dimas sama seperti dirinya penyuka cowok.
Namun sejauh ini yang lebih mendominasi adalah rasa jengkel Dimas dibandingkan dengan rasa tertariknya. Hal itu tentu saja mengusik Alfa. Ia yang dikenal sebagai penakluk hati cowok gay dan wanita juga,masa tidak bisa menaklukkan cowok manis super aneh itu? Karena itu Alfa mati-matian berusaha untuk membuat cowok manis itu tertarik padanya. Gila memang, tapi Alfa suka.
“Hei... Mr. Busy.. apa kabar?” sapa David menepuk pundak Alfa begitu tiba di kafe, kedatangan David disusul beberapa temannya yang lain.
“Hei, aku baik. Kalian apa kabar?” Alfa balik bertanya sambil tersenyum senang melihat kedatangan teman-temannya.
“Great.. udah lama kita gak hang out bareng begini..” balas David.
“Sekarang lagi sibuk apa Al?” tanya Niken, wanita yang satu-satunya ikut nongkrong bersama mereka.
“Nothing, just enjoy my life ...”
“Eh, Al, perusahaanku dapat proyek baru nih, aku mau kamu yang jadi fotografer buat proyek ini gimana?” pinta David membuat Alfa berpikir sejenak.
Sebelum menjadi guru magang, Alfa memang berprofesi sebagai fotografer freelance. Ia kuliah di bidang Ekonomi, namun passionnya adalah fotografi. Sejak SMP Alfa memang
senang dengan fotografi.
Bahkan karena kemampuannya yang memang sudah diakui olehbanyak orang, bahkan oleh para fotografer yang sudah punya nama besar, Alfa kerap mendapat tawaran untuk menangani berbagai proyek ataupun event besar.
Meski dilahirkandi keluarga bisnis, namun keluarga Alfa tidak pernah menentang kecintaannya pada fotografi. Karena mereka juga tahu tidak ada gunanya berdebat dengan pemberontak seperti Alfa.
“Hmm... aku pikir-pikir dulu deh,” balas Alfa, setelah mempertimbangkan sejenak. Bukan karena Alfa tidak tertarik, apalagi ini adalah proyek sahabatnya, David.
Namun ada proyek yang lebih besar yang harus ditangani Alfa saat ini. Apalagi kalau bukan proyek menaklukkan si cowok manis dan keras kepala alias Dimas.
“Ok, deh. Tapi jangan kelamaan. Aku mau proyek ini kamu yang tangani,” pinta David sungguh-sungguh. Alfa pun mengangguk setuju.
Malam itu mereka habiskan dengan bercerita panjang lebar. Bahkan mengenang masa-masa sekolah dan kenakalan yang pernah mereka lakukan.
BERSAMBUNG
@_abdulrojak
@Rifal_RMR
@JimaeVian_Fujo
@lulu_75
@Aurora_69
@harya_kei
@Tsu_no_YanYan
@yeniariani
@3ll0
@Otho_WNata92
@hyujin
@j4nji
@rizal_91leonardus
@Gabriel_Valiant