It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
-Bahaya-
Aku memakai ransel hitamku yang sudah terisi penuh dengan barang-barang yang memang wajib untuk di bawa. Ku langkahkan kakiku ke depan cermin lemariku dan mulai merapikan rambutku yang sudah terlihat pendek karena mendapatkan pencukuran kemarin.
Bayanganku seolah berkata bahagialah dan senyum itu coba ku kembangkan hingga membuat dadaku yang terasa menghangat walau nyatanya rasa dinginnnya masih kentara terasa hingga aku harus dengan sukarela menarik kembali senyuman itu dan menggantinya dengan seringaian yang sangat tak ku sukai.
kurasa sudah cukup semuanya, ku raih jaket kulitku dan keluar dari kamar.
Mataku menangkap sosok sang mama yang sedang sibuk di belakang rumah, tentu saja bunga kesayangannya sedang bermanja-manja ria padanya. Aku tersenyum dan menghapiri mamaku tercinta.
“Pagi Ma?” Ucapku memeluk mamaku dari belakang dan dapat kurasakan tubuh mamaku tersentak. Tapi tak lama saat dia menyadari putra kesayangannyalah yang sedang menjahilinya.
“Ical! Jangan buat mama jantungan donk!” mama terdengar sewot tapi aku hanya bisa cengengesan dan menggaruk kepalaku.
“Ical mau berangkat.” Jawabku tanpa menunggu mama buat bertanya dan kulihat mama mendesah dengan desahan yang tidak aku suka. Aku menatapnya masih dengan senyumanku berharap mama cepat mengiyakan dan aku bisa dengan cepat pergi tanpa perlu melihat wajah khawatirnya yang selalu membuatku merasa bersalah.
“Adek benar gak apa kalau pergi?” Lagi-lagi pertanyaan yang sama. Aku sampai bosan menjawabnya jadi ku anggukan kepala.
“Mama khawatir terjadi apa-apa sama kamu dek, kamu ngertikan maksud mama. Mama hanya..”
“Ma!” Aku mulai menginterupsi dengan suara lelah yang memang benar-benar lelah. “Ical udah besar Ma, udah Kuliah. Ical bukan anak kemarin sore. Mama berhenti khawatirin Ical, berhenti buat diri mama sakit Cuma gara-gara Ical. Demi Ical ma.” Aku menatap mama yang sedang tertunduk dan dapat ku lihat kesedihan itu menggelayuti wajah mamaku.
Ku rengkuh tubuh mama dengan erat. Aku ingin ia tahu kalau aku bukanlah yang dulu, aku bukan ical yang rapuh lagi. Aku kuat sekencang apapun badai itu menerpaku.
“Mama percaya sama kamu, kamu tak akan membuat mama risau lagi.” AKu mendengar suara tertahan dari mama. Mama tak akan semudah itu percaya padaku mengingat bagaimana aku dulu.
“Baiklah acara sedih-sedihannya cukup sampai di sini, Sandi udah nunggu Ical nih.” Aku melepas pelukanku dari mama dan dapat kulihat dia menghapus airmatanya lalu suara tawanya terdengar membuat aku bisa lega meninggalkan wanita yang paling ku sayang ini.
Ku cium kedua pipi mama.
“Obatnya udah di bawakan?” Teriak mama saat aku sudah jauh.
“Itu hal pertama yang aku inget Ma.” Jwabku dan melangkahkan kakiku keluar dari rumahku. Aku melihat mobil Sandi sudah ada di depan halaman rumahku. Dengan cepat aku menghampirinya dan langsung masuk ke sebelah Sandi.
“Lo udah kayak cewek aja, dandan kelamaan.” Gerutu Sandi yang kubalas dengan cengiran menyebalkan.
“Lo bawa semua? Gak ada yang lupa.” Ku putar bola mataku dan mengalihkan tatapan ke belakang mendapati Riki sudah duduk di sana dengan anteng.
“Lo jangan ikutan nyokap gue deh.” Aku mendumel.
“Gue Cuma nanya nyet.” Ucapnya mengalihkan tatapannya dari gadgetnya kearah wajahku.
“Pertanyaan lo itu mengarah ke satu hal.”
“Apaan?” Tanyanya pura-pura bego.
“Udah ah, kita kemana dulu nih?” Tanya Sandi melerai perdebatan kecil kami yang ternyata mobilnya sudah melaju.
“Jemput Aurel dulu deh.” Jawabku cepat.
“Lo gak pacaran kan sama tuh anak, kelihatan deket banget.” Celetuk Riki lagi-lagi membuatku memutar bola mata kesal dan kulihat dia hanya senyum-senyum gak jelas karena sudah berhasil membuat wajahku merah padam.
“Kalau gue pacaran emang kenapa? Cemburu lo?” Aku mendengar suara tawa Riki yang sangat menyebalkan membuat aku ingin membekapnya dengan lap paling kotor. Aku tak mengubrisnya lagi. Mengubrisnya malah bikin makan hati sendiri, abaikan.
“Didi ikutan kan?” Tanya Sandi memecahkan kesunyian di dalam mobil.
“Ikut, tapi kan bareng Aurel jadi jemput dia sekalian. Yesa gimana Ki?” Aku menjawab pertanyaan Sandi dan melontarkan tanya ke arah Riki yang masih sibuk dengan gadget barunya itu.
“Satu arahkan sama rumah Aurel jadi sekalian juga dia.” Jawab Riki seadanya.
“Anak-anak yang lain udah nyampai sana.” Tak ada yang menjawab kata yang di lontarkan Sandi.
***
Aku menggeliatkan tubuhku yang terasa kaku karena terlalu lama duduk. Ku arahkan mataku ke segala penjuru hutan. Rasanya begitu indah dan hidup. Semoga sepulang dari tempat ini tubuh, pikiran dan hatiku bisa kembali baru. Baru dalam artian tak akan terganggu lagi dari kisah masalalu.
Aku melihat semua teman-temanku sibuk dengan pekerjaan mereka masih-masing. Aku menghampiri Diki dan Sandi yang sedang kerepotan membuat tenda.
“Bagaimana Cal, indahkan?” Tanya Diki yang memang mengusulkan kami kemping ke tempat ini.
“Pilihan yang bagus teman.” Jawabku berjongkok di dekat Diki dan mulai memasang paku-paku tenda.
“Lihat mereka deh, untung gue kagak doyan cewek.” Aku menatap kearah yang di tunjuk Sandi dan melihat pemandangan yang cukup menggelikan. Riki di sana sedang sibuk mendamaikan Aurel dan Yesa yang memang selalu berantem.
Awalnya sih mereka memang cukup akrab tapi semenjak kesalahan Aurel yang salah mengirim pesan ke Riki sampai membuat gadis berjilbab itu di penuhi dengan percikan kecemburuan yang selalu saja berkobar saat melihat Riki berduaan dengan Aurel. Aku hanya bisa berdecak heran.
“Cewek memang bikin repot.” Suara Diki membuat aku menoleh ke temanku yang manjanya minta ampun tersebut.
“Kayak lo pernah pacaran aja.” Aku mendengar suara Sandi terbahak membuat wajah Diki memerah karena malu dan dapat ku pastikan kalau Diki akan ngembek padaku. Aku hanya bisa tersenyum geli.
Mataku terbuka dengan sigap, aku melihat teman-temanku sudah terlelap dalam mimpi mereka masing-masing. Lagi-lagi suara ranting yang di injak. Aku belum terlalu tuli untuk tak mendengar suara ranting tersebut.
Aku bangun dan keluar dari tenda, hanya untuk sekedar memastikan siapa yang masih terbangun tengah malam seperti ini.
Sepi, dan cukup mencekam. Mataku hanya bisa menangkap api unggun yang masih menyala.
Kulangkahkan kakiku sepelan mungkin, aku rasa hanya binatang yang lewat. Kubalikkan tubuhku hendak kembali ke tendaku tapi saat itulah aku bisa merasakan seseorang membekap mulutku dengan tangannya membuat suara teriakanku tak terdengar.
Aku berusaha meronta dan menggapai apa yang bisa ku gapai tapi pegangan itu semakin keras ke leherku hingga aku bisa merasakan sakit yang begitu perih.
Orang yang kuyakin adalah cowok itu menyeretku menjauh dari kawasan tenda. entah kemana si sialan ini akan membawaku. Siapapun dia, kuharap segera saja masuk neraka. Gila leherku pasti akan terlihat memerah nanti.
Aku merasakan tubuhku di dorong dengan keras hingga terjatuh dan berguling, kepalaku terbentur pohon yang lumayan besar dan dapat kurasakan darah mengalir di sana. Suasana hutan seperti berputar di penglihatanku.
Aku dapat menemukan seberkas cahaya yang sedikit menyilaukan, sialan aku yakin itu pisau. Siapa bedebah yang berdiri di dekatku ini. Alasan apa yang dia miliki hingga ingin mengakhirii nyawaku. Aku harap itu alasan yang cukup logis.
Sekuat tenaga ku tendang tulang keringnya yang di bungkus dengan jeans kurasa. Kulihat dia terjungkal dan dapat ku dengar suara erangan halus yang keluar dari bibirnya. Tenagaku tak cukup kuat untuk berdiri.
Dengan cepat aku kembali melihat sialan yang memakai topeng tersebut telah berdiri dengan angkuhnya di depanku yang masih berusaha untuk berdiri.
“Sialan, mau lo apa?” Aku berteriak kearahnya.
“Nyawa di balas nyawa.” Dia menjawab dengan suara gumaman tapi aku jelas mendengar ia menyebut seperti itu. Seingatku dalam riwayat hidupku aku tak pernah membunuh siapapun, paling aku Cuma pernah bunuh cicak yang tiba-tiba menatapku dengan bertengger di dinding. Dia bukan penyayang cicak kan?
Ah sialan Ical, ngapain lo pakai bahas kematian cicak itu.
Belum sempat aku kembali bersuara, orang itu kembali menyerang hingga terjatuh tepat di atasku dan pisau itu masih di genggamnya erat. Mama dulu melarangku dan Nathan main pakai pisau tapi sekarang beda urusan.
Aku mencoba memukulnya sebelum pisau jahanam itu menusuk salah satu di antara kami.
Kalah dan saatnya mati karena sekarang pisau itu telah ada di depan wajahku. Aku brusaha menahan laju pisau yang semakin menurun dengan kedua tanganku. Cahaya bulan menerangi kami.
Tubuhku tiba-tiba di serang dingin dan satu wajah muncul di benakku. Nathan, aku menyesal tak akan dapat lagi melihatmu dalam dukaku. Inikah mati yang harus ku hadapi.
Mataku menatap kearah orang yang bertopeng dengan kain yang tak kutahu apa, semua yang ada di wajahnya gelap sedangkan wajahku sedemikian terangnya karena bulan yang cukup besar telah bertengger di peraduannya. Aku menatap wajah calon pembunuhku. Jika memang mati adalah jalan menghentikan deritaku, mungkin aku harus berterimakasih pada calon pembunuhku.
Tapi bukankah aku pantas bahagia dan aku tak mau mati sekarang. Aku berteriak dalam diam yang mencekam. Entah kenapa perlawanan dari orang yang berada di atasku itu melemah. Apa dia masih terlalu sibuk memandangi ketampananku. Oh kenapa aku bisa Geer di saat seperti ini.
Aku semakin kuat memegangi pisau yang ingin membunuhku itu dan dapat kurasakan laju pisau berubah arah bahkan dengan mudah pisau itu sudah mendekat kearah orang yang masih dengan begonya mengunci arah tatapnya di wajahku.
Bahkan terlalu mudah rasanya saat pisau itu merobek bahunya, dia berteriak kesakitan dan aku hanya bisa menggigit bibir bawahku. Aku baru saja menusuk seseorang, rasanya tubuhku gemetar. Apalagi saat darah orang itu menetes kewajah dan juga tubuhku. Aku takut sekarang. Apa aku akan membunuhnya dengan perbuatanku yang barusan.
“Ical!”
“Ical!”
“Ical, dimana lo?” Aku mendengar suara beberapa teriakan dari temanku membuat aku tersadar dan detik itu juga calon pembunuhku berlari entah kemana.
***
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@hendra_bastian
@akina_kenji @harya_kei @NanNan
@boy @BangBeki @arieat @Asu123456
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04
@dimasalf9 @freeefujoushi @4ndho
@jacksmile @kristal_air @Pradipta24
@abong @cute_inuyasha @Aurora_69
@JimaeVian_Fujo @Hiruma
@ArDewa @wita @Rifal_RMR
@balaka @ridhosaputra
Sandi udah putus sama temennya Nathan ya?
kita akan lihat siapa dia
ah kangen nathan
ah kangen nathan