It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Beberapa jam setelah insiden Vincent menghampiriku, Olive masih belum bisa melupakannya. To my surprise, Olive berdiri didepan kelasku sepanjang jam pelajaran matematikaku.
Aku beranikan diriku sambil membereskan barang barangku di meja untuk mendengarkan pertanyaan Olive. "Errr.. Hi, Ol. Ada apa?" Masih beberapa jam lagi sebelum D.A.C dimulai.
Olive memutar bola matanya. Dia bersandar di depan pintu, menghalangi orang orang yang ingin lewat. "Aku tidak ikut, Mr. Bishop cuman menyuruh untuk menulis tentang kesan kesan, dan rasanya benar benar membosankan"
Aku membuka mulut dan kemudian kami mengobrol tentang topik yang sama seperti tadi yang terhenti karena kami harus menghadiri kelas yang berbeda. "So, ngomong ngomong, apa apaan yang tadi itu? Aku tau kau terobsesi dengan seorang Vincent Hunter, tapi aku tak tahu kalian berteman. Kapan kemajuan ini terjadi?"
Somehow, aku sudah melambaikan tanganku pada Vincent-Lain saat insiden tadi terjadi. Dia dekat denganmu? Tak akan mungkin pernah terjadi. Tak diragulan lagi, Olive me-skip pelajarannya pasti hanya untuk mencari tahu kebenaran dari gossip tadi.
"Ehmm.. kami.. ya.. nggak juga sih"
Olive masih bersandar di depan pintu, tak mempedulikan orang orang yang mencoba keluar ataupun memasuki kelas. " 'nggak juga' ? Apa maksudmu dengan 'nggak juga' itu? Kau jelas jelas tadi berbicara dengannya! Dan lagi pula, kenapa dia mengajukan pertanyaan random seperti itu? Seorang Vincent Hunter dengan jumper ketat? Benar benar tidak cocok!"
Aku sedikit bergetar mendengar pertanyaan itu, aku tak mungkin mengatakan pada Olive alasannya karena Vincent membantuku keluar dari gudang Olahraga, kemudian sengaja menarik perhatianku dari musuh abadiku.
"Ehmm.. tidak ada sih. Cuman, ya sekedar obrolan ringan saja. Dii.. di.. halte" (entah darimana datang halte itu)
Olive tidak gampang dibodohi. "Vincent punya mobil sendiri dan dia sangat sangat sangat tidak pernah menunggu bus di halte"
Oh God, aku lupa kalau Olive tau tentang pergerakan setiap siswa di sekolah ini. Sebelum aku memikirkan alasan lain lagi, Olive menoleh pada jam tangannya lalu menarikku. "Kita bicara di jalan saja. Aku baru saja meng-sms anak anak dan bilang kalau hari ini club akan mulai lebih awal. Kita harus datang lebih awal dan merapikan tempat" Hanya Olive satu satunya orang yang meminta untuk datang lebih awal, tetapi takut terlambat.
Dia memberikanku seringai penuh tanda tanya, sedang aku memasang wajah sepolos mungkin yang kubisa.
"Aku yakin sekali kau pasti terus menguntiti Vincent hingga dia merasa kasihan padamu. Tak bagus bagimu terus mengharapkan orang sepertinya, Scotty! Kau terus ingin bicara dengannya dan saat kau.." Tiba tiba Olive menghentikan langkahnya dan menoleh padaku. "Pasti minggu lalu kan? Kau tak benar benar berada di kelas Mr. Bicknam, tapi kau waktu itu bersama Vincent. Benar kan?"
"A.. aku memang di kelas Mr. Bicknam kok" balasku gugup.
"Tapi kau tak pernah melewatkan D.A.C!" Pekiknya. "Kau mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengannya, lalu kau mengarang cerita tentang ponselmu yang rusak. Pantas kau belakangan bersikap aneh! Benarkan?"
Aku tau dia percaya dengan kalimatnya tadi, dan dia terdengar agak sedikit kesal sekarang. Dia benar, tapi dia tak tahu jika Taylor Raven juga ambil andil dalam kejadian itu. Jadi aku memutuskan untuk setuju saja dengan kalimatnya daripada harus menceritakan kejadiannya. NEVER.
Aku mendorongnya ke sebuah dinding, agar kami bisa dapat privasi. "Look, aku tidak bermaksud berbohong kepada, Ol. Maafkan aku. Hanya saja sore itu saat aku sedang dalam perjalanan menuju D.A.C , aku melihatnya sedang bermain gitar sendirian tanpa Alexis Mae. Mungkin kau benar bahwa aku sedikit punya perasaan padanya. Kuberanikan diriku mendekatinya dan kukatakan padanya bahwa aku suka dengan permainan gitarnya. Mengobrol dengann menyenangkan hingga membuatku lupa waktu"
Wow. Aku terkesan dengan kebohongan yang kukatakan. Terdengar sangat meyakinkan. Sepertinya aku semakin hebat dalam hal berbohong kepada sahabatku sendiri. Dan aku benci itu.
Awalnya dia tak memberikan respon apapun. Tapi kemudian perlahan raut wajahnya melembut. Terganggu? Kesal? Tapi kemudian, dia menghela nafas.
"Kenapa kau tak mengatakannya saja padaku yang sesungguhnya? Kau pikir aku seorang bos sombong yang harus ditakuti dan tidak bisa dipercata?"
Dia terlihat begitu sedih dan itu membuatku juga sedih. "What? Tidak! Aku tidak menganggapmu seperti itu kok. Hanya saja.. ya.. aku sedikit malu mengatakannya. You know, perasaan yang bertepuk sebelah tangan..."
"Well, bagus kau sudah menyadarinya" kata Olive. "Look, Scotty, kau sudah punya banyak masalah dan jangan tambahkan patah hati kedalam masalahmu" Kemudian jeda sebentar. "Mungkin aku terdengar seperti bos angkuh dan tak dapat dipercaya sekarang tapi.. aku hanya ingin melindungimu"
Aku tertawa. "I knoooow Ollywally! Aku janji, aku tak akan terbawa perasaan. Oke? Bisakah kita lupakan masalah ini dan segera bermain Dungeon Adventure?"
Dia tersenyum. "Baiklah, tapi berjanjilah akan satu hal padaku"
"Apa itu?"
"Berjanjilah jangan pernah lagi berbohong padaku"
Aku berusaha keras menyembunyikan tampang bersalahku darinya.
"Aku berjanji. Aku tak akan berbohong lagi padamu" kataku dengan sedikit aksen penghormatan di dada. Olive tersenyum lalu jari kelingking kami bertaut menandakan kami sudah kembali baikan.
Kemudian kami berjalan dengan bahagia. Aku merasa, bahwa aku adalah sahabat paling jahat didunia.
Dungeon Adventure Club bermarkas di ruangan ke 54 di koridor English. Sebenarnya tempat ini hanyalah tempat yang dulu dipakai beberapa klub dan pertemuan singkat lain. Karena jendelanya rusak, tak ada lagi yang pernah memakai ruangan ini. Kami tak mempermasalahkan jendela yang rusak hingga ruangan ini menjadi benar benar gelap. Malah rasanya menambahkan kesan misterius bagi markas kami.
Kami menyimpan permainannya di dalam sebuah lemari. Jadi jika ada yang datang duluan,maka dialah yang nanti akan menyusunnya kembali. Kami tak akan lupa dengan batas akhir permainan kami. Olive selalu membuat memo dan meletakkannya didepan lemari agar kami tahu kemajuan apa saja yang baru kami dapatkan.
"Hey! Mandy mengambil Flying Cloak ku! Ini tidak adil!"
"Well, kau seharusnya berada disini waktu itu"
"Aku kan terjebak dirawa! Proteslah pada Wizardku!"
Kami kemudian bercanda dan mengobrol sembari menyusun alat alat. Dan beberapa saat kemudian, Mandy muncul dengan senyum cerah diwajahnya. "Hy Scolly! Senang bertemu dengan kalian. Aku benar benar excited dengan percepatan jadwal ini. Apa ini artinya kita akan bermain lebih lama?"
"Oh ya" balasku. "Kita harus bermain lebih lama sampai bisa merebut Flying Cloakku. Dasar pencuri!" Kataku mengangkat tinjuku dan kemudian kami bertiga tertawa.
Tak lama setelah itu, anggota kami yang rambutnya juga diikat kebelakang, Neil dari Year 10 datang bersama anggota kelima kami yang berasal dari jerman, Fritz. Dia saat ini di Year 11. Mandy sepertinya menyukai Fritz, karena dia jarang sekali bicara pada Fritz tapi malah sering bicara kepada kami bertiga.
Kami berlima lalu duduk melingkar dimeja dan Olive yang memimpin kami. "Ok, Guys. Senang melihat kalian datang lebih awal minggu ini" kemudian katanya menangkap sosok paling muda dari kami. "Tunggu, kalian tak membolos kan?"
Neil memukul mukul jarinya dimeja. Dia adalah orang yang akan selalu gugup jika bicara dengan lawan jenis. "Ehmm.. umm.. Anak anak di Sixth Form punya waktu belajar yang lebih lama dari kami. Jam segini biasanya kami juga sudah selesai"
Olive memutar matanya. "Aku tahu, Neil! Bagaimanapun juga aku Head Girl. Kalian pasti punya pelajaran penting di sekolah kan?"
"JANGAN MEMPERTANYAKAN OLIVE!" Pekikku sembari memukulkan kepalaku kemeja. Mandy tertawa lepas sedang Neil masih saja gugup. Fritz menatap kosong ke arah kami. Dan Olive kemudian juga ikut tertawa. Well, aku tidak marah kok yang tadi itu. Itu adalah sejenis lelucon yang ditunggu-tunggu di club ini.
"Oke.. kita akan mulai. Scotty, kau masih terjebak di Deadly Swamp ya.."
"Hey" sela Mandy. "Kenapa kau minggu lalu tidak hadir?"
"Ehmm.." aku tergugup sendiri. Aku tak mungkin mengatakan bahwa aku bersama Vincent waktu itu, dia punya reputasi yang benar benar buruk di sekolah. Kalau mereka tahu kalau aku dan Vincent ada sesuatu,mereka mungkin akan takut padaku.
Saat aku masih mencari cari alasan yang tepat, Olive menyelamatkanku. "Dia harus menghadiri kelas matematika dan kemudian ponselnya mati". Dia lalu mengedipkan sebelah matanya padaku.
"Apa ponselmu rusak?" Sahut Neil. "Mungkin aku bisa memperbaikinya" Neil adalah siswa dari Year 10 yang mengambil jurusan CSGE Elektronik. Dia sangat ahli dalam memperbaiki benda benda elektronik.
"Ehmm.. sekarang sudah tidak apa apa kok. Mungkin waktu itu baterai nya habis.." aku berjanji itu akan menjadi kebohongan terakhirku hari itu.
Kami kemudian bersorak sebelum akhirnya bermain. Waktu terus dan terus berdetik selama kami bermain. Kami tmenciptakan sebuah cerita dan permainan imajinasi sendiri di dunia dimana hanya kami berlima yang tau. Permainan yang menyenangkan! Mungkin, club kami adalah satu satunya yang mempunyai anggota kurang dari 10 orang. Tapi kujamin, kalian tak akan menemukan anggota club manapun yang bersenang senang selain dari klub kami.
Kami terus dan terus bermain, melempar dadu, kemudian tertawa dan begitu lagi. Fritz memimpin permainan dengan ksatrianya. Permainan terasa semakin sangat seru dan menyenangkan sebelum tiba tiba seseorang mengetuk pintu.
"Siapa itu?" Kata Olive sambil menoleh ke arah pintu.
Kami kemudian kembali lagi bermain, kecuali Fritz yang malah tidak menyadari kalau kami sempat berhenti sebentar karena sangat asyik bermain. Aku melirik Olive dengan lirikan 'aku-tidak-tahu'. Sangat jarang ada orang yang mengunjungi club kami. Faktanya, orang orang hampir tidak menyadari kalau club ini ada. Aku sih berharap semoga saja yang mengetuk bukanlah seseorang yang merasa terganggu kalau kami terlalu ribut didalam.
Olive berdiri dan berjalan membuka pintu. "Hi.. ada yang bisa kubantu?" Dia tiba tiba kaget dan langsung membekap mulutnya sendiri dengan tangannya. Aku tak bisa melihat dengan jelas siapa yang datang. Soalnya tertutup oleh tubuh Olive.
"Hmm.. apa ini.. club RPG?"
Jantungku berhenti berdetak seketika. Suara itu..
"Err... hmm.. ya. Apa yang bisa kami bantu?" Untuk pertama kalinya, Olive gugup. No way, itu tidak mungkin dia,.. ini pasti.. dia pasti bercanda.
"Aku ingin bertanya... apa.. aku boleh bergabung dengan kalian? Kau tahu.. ya.. kalau diizinkan sih.."
Mandy, Neil, dan Fritz dengan takjubnya menoleh ke pintu. Kami tidak pernah lagi punya anggota baru sejak.. hmm.. yah kami tak pernah punya anggota baru. Mereka tak tahu siapa pemilik suara itu. Tapi dalam sekali dengar, aku tau bahwa suara tegas dan berwibawa serta berat nan melambangkan keindahan itu milik siapa. Jantungku berdetak jutaan kali lebih cepat dan badanku mendadak menjadi panas-dingin.
Aku tak pernah melihat Olive kehilangan kata kata sebelumnya, tapi kali ini mungkin dia sama sekali tidak tahu respon yang cocok. Akhirnya setelah beberapa lama terdiam, dia berbicara. "Uhmm.. ya... sure! Masuklah"
Dia kemudian mempersilahkan orang itu masuk, sementara matanya melebar dan seolah olah ingin bicara denganku saat ini juga. Ekspresinya kira kira bisa diartikan seperti ini. "Demi Tuhan apa yang sedang terjadi sekakarang ini!?"
Olive kemudian masuk dan memperkenalkan kami semua. "Ini Mandy, ini Neil dan yang itu Fritz,... dan.. ehmm.. kau pasti sudah kenal, Scotty"
Vincent Hunter kemudian duduk di sebuah bangku kosong dan meletakkan sebelah tangan diatas kepala lalu mengacak acak rambutnya. "Uhm.. Hi. Aku Vincent"
Aku melihat sekeliling. Mandy membekap mulutnya sendiri karena tidak percaya. Neil malah langsung menjadi pusat pasi dan menggigil. Sedangkan Fritz langsung pura pura mati seketika. Kenapa situasi ini bisa terjadi!?
Vincent menggeser kursinya, tak menghiraukan ketegangan yang mendadak terasa diantara kami. "Well.. aku sudah mendengar tentang club kalian.. sepertinya menyenangkan. Bisa kalian ajari aku?"
Dia menoleh padaku, mengedipkan sebelah matanya lalu tersenyum.
Seorang Vincent Hunter, sosok yang paling ditakuti, disegani, yang membuat darah segar mengalir keluar dari hidung orang yang dipatahkannya, meminta kumpulan nerds seperti kami untuk mengajarinya bermain Dungeon Adventure?
Aku pasti terlalu banyak belajar Matematika karena ini pasti halusinasiku!
jd taylor bgtu karena ayahnya dan karirnya tooh.
Sulit untuk menjelaskan kenapa Vincent bisa berada disini sekarang. Mandy, Neil dan juga Fritz tau orang sepertinya adalah contoh orang yang akan selalu membuat masalah dimanapun. Mereka bahkan juga takut berbicara pada Vincent, meski faktanya Vincent bersikap sangat sopan pada kami. Kupikir mungkin aku harus mengajak mereka untuk berbicara dengannya, karena mungkin keberadaan Vincent disini disebabkan olehku. Well, Vincent telah melihatku dalam saat saat rapuh dan... hmm.. kami tidak berteman kan?
Kemudian, Olive menjadi secerewet yang biasanya. "So, Vincent.. apa yang kau tahu tentang Dungeon Adventure?"
Vincent mengangkat bahunya. "Well, aku juga nggak tahu permainan ini seperti apa. Tapi aku yakin bisa mengikutinya dengan mudah"
Aku bisa melihat Neil di ujung sedikit kesal. Aku tahu apa yang sedang dipikirkannya, Dungeon Adventure bukanlah sebuah permainan yang bisa dengan mudah diikuti. Tepat seperti apa yang kami pikirkan. Kami ingin rasanya protes, namun tak punya keberanian untuk itu. Akhirnya, Mandy yang bicara.
"Well, Dungeon Adventure adalah permainan yang sedikit rumit.. saat ini kami memang sedang di tengah tengah cerita, tapi coba kau buat dulu karaktermu, dan lalu ikutlah bermain"
Kenapa para gadis selalu bisa dengan mudah bicara? Olive dan Mandy selalu bisa mengartikulasikan apapun yang ingin dikatakannya dengan baik. Sedangkan aku? Ingin mengucapkan 'Halo' saja susahnya minta ampun.
"Ya... kau ingin bermain sebagai Vincent yang seperti apa?" Kataku berusaha ceria dan bersikap seolah olah kami adalah sahabat karib. "Kau bisa menjadi apapun. Aku seorang Wizard, Mandy seorang Troll, Olive seorang Penyihir..."
"Seorang penyihir berkacamata dengan behel di giginya" tambah Olive kemudian.
"Cool. Kedengarannya seperti penyihir yang keren" Vincent kemudian tersenyum dengan tulusnya.
Olive kemudian juga tersenyum lebar, memamerkan behel behel di giginya. God damn it!! Kenapa Vincent sekarang mendadak jadi begini charming?! Melihatnya saja membuatku merasa seolah olah kedua kakiku di meja mendadak berubah menjadi kumpulan jelly! Ini memalukan!
"So.. aku bisa menjadi apa saja?" Kata Vincent dengan santainya. "Aku bisa jadi.. what? Seorang prince atau yang lainnya? Pasti akan keren"
Neil tiba tiba berdehem. Berkata dengan gugupnya. "Err.. ehmm.. kau.. sedikit rumit kalau ingin jadi prince. Kau tahu, Kerajaan Arkendelle sedang di bekukan oleh Wizard milik Scotty, jadi seluruh royal family dibekukan oleh mantranya. Mungkin jika kau benar benar mau, kau bisa menjadi keponakan raja yang sudah lama hilang dan berkelana di Doormore Mountain?"
Vincent tertawa. "Woaaahh.. wait. Tunggu dulu. Aku tak ingin menjadi satu satunya orang yang awkward disini, kalau begitu aku akan memilih yang lain saja" Dia kemudian mengambil jeda, sial! Kerutan di keningnya membuatnya semakin tampak seksi saja! God! Aku harus berhenti memperhatikannya! Hanya saja,... aku masih tidak percaya kalau Vincent disini. Didunia para nerd seperti ini.
"Oh aku tahu!" Pekik Vincent. "Aku akan jadi.. Ghost! Gimana? Keren kan?" Dia lalu memberikan srringai kecil.
Dengan itu, Fritz memukulkan tangannya ke atas meja yang langsung membuat semua orang terperanjat kaget. Kecuali Vincent.
"Kau tak bisa menjadi Ghost!" Kata Fritz dengan aksen European nya yang aneh. "Ini bukan Horror Game! Ini Fantasy Game! Kita punya peraturan didalam permainan ini, dan kita tak bisa membiarkan dia me jadi apapun! Lalu apa? Kalau bosan dia akan mendadak jadi Alien? Monster Loch Ness?!"
Bahasa inggris Fritz agak sedikit kacau, tapi aku masih bisa mengerti. Dia tak pernah bicara lebih dari dua kata sebelumnya. Tapi melihat dia yang saat ini meneriaki Vincent didepan semua orang, membuatku terkejut. Benar benar terkejut.
"Biarkan saja dia jadi Ghost" balas Olive.
"Biarkan saja katamu?" Fritz bersuara lagi. "Ghost apa? Ghost dari siapa? Dia sama sekali tak cocok dengan permainan ini!" Cara Fritz menbentak Vincent benar benar membuatku terkejut!
"Fritz, kau kenapa sih?" Sentakku. "Biarkan saja dia bermain! Ini kan cuman game!"
"Ini bukan sekedar game!" Teriaknya padaku. "Dungeon Adventure sudah seperti.. seperti.. keluarga keduaku! Vincent tak pernah mau bergabung dengan kita sebelumnya, kenapa sekarang dia mau? Aku tak bisa membiarkannya masuk sebentar lalu keluar lagi. Dia hanya menganggap club ini lelucon! Game ini bukanlah lelucon bagiku! Game ini lebih dari sekedar apapun!"
Kami semua menoleh padanya. Wajah Fritz memerah karena emosi. Sedang Mandy tak bisa berkata kata dan terkesan dengan reaksinya. Kami tak pernah menyangka kalau Fritz begitu peduli pada kami.
Sebelum kami sempat memberikan respon, Vincent kemudian berdiri.
"Mate, kau benar. Tapi aku tak pernah berniat untuk menganggap ini sebagai sebuah lelucon" dia kemudian mengacak acak rambutnya lagi, mengambil waktu untuk memilih kata yang tepat. "Aku bodoh sekali berpikir kalau akan dengan mudahnya bisa bergabung dengan kalian dan mengikuti game ini. Aku tak pernah berpikir kalau game ini lebih berharga dari game Scrabble,.. lagian aku juga tak janji bisa datang setiap hari. So.. aku akan pergi. Thanks sudah mengizinkanku bergabung. Kalian semua keren"
Sebelum sempat Vincent melangkah, aku dengan cepat berdiri dan meraih tangannya. "Wait! Jangan pergi!"
Vincent tampak kaget dengan reaksiku. "Wow.. easy tiger"
Aku menarik tanganku berusaha menyembunyikan perasaan maluku. God! Benar benar memalukan. Aku kemudian berusaha untuk bersikap santai. "Err... maksudku. Guys! Ayolah. Kita kan berprinsip bahwa tak akan mempermasalahkan apa yang orang orang lakukan pada kita. Tak bisakah kita membiarkan Vincent ikut saja bermain bersama kita hari ini?"
Mereka semua saling menatap satu sama lain, merasa sedikit bersalah. Sedang Fritz masih cemberut di bangkunya. Kemudian, Neil bersuara
"Well,.. uhmm.. kupikir karena Scotty adalah Wizard dan dia mempunyai mantra "familiar" yang bisa memanggil hewan-hewan buas... mungkin dia bisa memanggil Vincent? Lagian, itu akan menambah daya serang selama dalam pertempuran"
Oh Neil! Kau pahlawanku! "Bagus! Aku akan menggunakan mantra itu. Vincent, duduklah"
Vincent kemudian menoleh pada Frifz. "Is it OK, mate? Aku janji aku akan bermain dengan serius"
Fritz diam sebentar kemudian bersuara. "Ok. That's fine. Aku minta maaf karena sudah berkata kata seperti itu. Aku hanya ingin melindungi teman temanku"
Vincent menyeringai. "Hey, tak apa-apa. Kau membela teman temanmu, itu keren kok" dengan itu, Vincent duduk disampingku. Lengan kami bersentuhan dan membuat kulitku seakan akan seperti tersengat listrik. Aku menarik nafas dan mencoba untuk tak berkonsentrasi pada lengan.
"Jadi.. kau ingin ku summon sebagai apa?"
"Boleh aku menjadi Tiger?" Dia tersenyum padaku. "Mereka tidak memanggilku Hunter karena sesuatu"
Jika dia tidak berhenti menjadi sexy, maka aku yakin sebentar lagi aku akan meleleh.
----
Dua jam selanjutnya adalah permainan TERBAIK yang pernah ada. Vincent menepati kata katanya untuk bermain dengan serius sebagai summon ku. Dia membantuku menyerang goblin-goblin yang tersisa di sisi kiri dan kanan bahkan ditengah. Dia bahkan membantuku kembali mengambil Flying Cloak dari Mandy! Kami benar benar tim yang hebat!
Seisi ruangan kemudian dipenuhi oleh teriakan dan tawa kegembiraan. Keberadaan Vincent disini membawa perubahan tersendiri dan kami menjadi lebih menikmati permainan kami masing-masing. Waktu berlalu dan tak terasa kami sudah harus berhenti bermain.
"Sudah jam 6, guys" Kata Olive saat mendengar ponselnya sudah berdering dering. "Kita harus merapikan ini. Dan Vincent, aku takut waktumu didunia kami berakhir"
"Nooooo!!" Pekik Mandy. "Tambah waktunya! Scotty,kau bisa memperpanjang durasi mantranya kan??"
"Sekolah akan segera dikunci, Mandy" Ucap Olive. "Hmm.. Mr. Hunter, semoga kau mau kembali bergabung bersama kami"
"Ya,kau pemain yang hebat" tambah Fritz. "Kau bermain dengan serius, so please bermainlah lagi kapan kapan dengan kami"
Kalau aku tak salah lihat, Vincent tampak tersentuh dengan teman temanku itu. "Well, thanks. Aku benar benar senang hari ini. Jika saja tak ada rehersal dan kesibukan tentang pertandingan band, aku pasti akan sering bermain. Aku janji jika ada waktu aku akan kemari lagi"
"Boleh aku bertanya?" Tanya Olive. "Kenapa kau hari ini datang? Kami tak pernah mengundang orang luar.."
Olive menanyakan apa yang tentunya sangat ingin kami tanyakan saat ini. Kenapa orang seperti Vincent bisa mendatangi acara klub seperti ini?
"Minggu lalu aku bertemu Scotty dan dia mengundangku. Aku tau ini bukan kebiasaanku, tapi kupikir tak ada salahnya untuk memperluas horizonku. Dan aku juga nggak menyesal datang hari ini. Klub ini menyenangkan!" Jawabannha membuatku terkejut. Malah dia menjawabnya sambil menoleh padaku.
Wajahku memanas saat mendengar jawabannya itu. "Well, kami senang kau bisa bergabung"
Dia tak mengatakan apapun selain tersenyum padaku. Ya, perasaan melting itu kembali lagi. Seorang Vincent Hunter, pria yang paling ditakuti di sekolah. Apa kami benar benar berteman sekarang?
Dia membantu kami untuk merapikan barang barang dan kemudian kami berpamitan satu sama lain. Olive dan Mandy masih berbisik bisik, dan Neil dan Fritz berjalan dibelakang mereka. Obviously, mereka bertiga masih sangat terkejut dengan kehadiran Vincent hari ini. Aku kemudian juga berjalan keluar kelas sebelum kemudian dihentikan oleh sebuah tepukan di bahuku.
"Specs..."
Aku berbalik dan mendongak. Vincent lebih tinggi dariku.
"Are you OK?" Dia membisikkan kata kata itu sehingga yang lain tidak dengar.
"Yeah.. i'm.. aku baik baik saja" jawabku tergugup.
Matanya kemudian menatapku dalam dalam seakan akan mencari jawaban untuk pertanyaannya.
"Seriously, Vincent, aku baik baik saja. Kau tak perlu melakukan itu" kemudian aku sadar, bahwa kedatangannya hari ini pasti hanya untuk menghiburku karena menemukannya babak belur waktu itu. "Kau lihat? Aku baik baik saja. Aku punya banyak teman. Jangan mencemaskanku!"
Vincent menggelengkan kepalanya sambil menyeringai lucu. "Aku tak pernah mencemaskanmu. Kau, adalah orang terkeren yang pernah kutemui"
What!? Aku tau dia hanya bercanda, tapi.. yang tadi terdengar serius.
Sebelum aku sempat membalas, Vincent mendorongku. "Ayo kita pergi prajurit" aku tertawa saat dia mendorongku keluar. Aku senang dengan semua sikapnya ini. Aku tau dia hanya menganggapku teman tapi.. rasanya lain saja.
Saat aku masih tertawa saat berjalan bersama Vincent, dari kejauhan aku melihat Olive sedang berbincang bincang dengan seseorang.
"Menyingkir, Nyonya Behel! Aku mencari temanmu!"
"Hati hati dengan sikapmu, Ms. Mae"
"Alright! Maafkan aku. Aku mencari temanku, Vincent Hunter. Apa kau melihatnya?"
Olive kemudian berbalik dan aku kemudian melihat kaki tangan Vincent, Alexis Mae yang sedang melihatku dengan tatapan kemarahan dalam mata hitamnya.
mention q ya
@harya_kei onoh udah dilanjut. cerita lu juga dong.. hehe
@balaka waaa makasi bang Ntar gue bilangin Becky nya ya kalau elu suka.
@Risqi Oiya maaf ya gue ga sempat balas pm-annya elu. MG insyallah dilanjut kok. Kan ga enak juga kalau ntar jalan ceritanya sama kayak crrita yang lain. Btw cerita ini bakal segera gue post kalau udah di translate 1 bab so tunggu aja. ok? gue bakal update sehari sekali kok
@lulu_75 tunggu. bagian yang mengejutkannya bukan itu. kalau ga salah di chapter 16
@freefujoushi kenapa males? kan bisa ngasah kemampuan berbahasa juga? ini aja juga sebisa gue kok. btw thanks ya. ntar gue sampein Becky deh