It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@adamy @NanNan @Rika1006 @balaka @cute_inuyasha @3ll0 @Aurora69 @operamini @JengDianFerdian @lulu_75 @yeniariani @Asu123456 @Otho_WNata92 @SteveAnggara @earthymooned @harya_kei @NanNan @Bib_Ung
@adamy dulu waktu pertama baca gue juga kesel ama watak Taylor, tapi di ending cerita ini entah kenapa gue malah jadi bersimpati kedia. Huhuhu
@balaka well, gue masih belum dapat ide untuk lanjutan dua cerita gue sih.TIO udah bikin satu chaper, tapi gue maunya ada satu back-up chapter lanjutan gitu bang. Sedangkan MG, gue lagi mikirin jalan cerita yang bakal menarik kalau dibaca. Gue ga mau bikin cerita yang mainstream. Jadi, daripad lama nunggu update, akhirnya gue bikin project ini deh. Hitung hitung kan ngasah kemampuan berbahasa inggris. hehe. semoga ngerti ye bang
"Hey, apa kau membawa ponselmu sekarang?" Kata Olive sambil menunjuk sebuah ponsel didalam sebuah Toko Elektronik saat kita melewatinya. "Apa kita harus melihat lihat dulu? Ponselmu masih baru kan? Kenapa yah bisa jadi aneh seperti itu?"
Waktu itu kami sedang berjalan jalan di sebuah pusat perbelanjaan di Sabtu sore. "Aku sudah meresetnya. Sekarang sudah baikan kok"
"Kau harus was was dong, tak ada alasan untuk menghancurkan barang barangmu"
Wajahku memanas sendiri sembari menjawab Olive dengan anggukan lemah. Malam itu, aku menelfon Olive dan mengarang alasan tentang kenapa aku tidak hadir di Dungeon Adventure Club. Aku menceritakannya kebohongan yang sangat besar. Kubilang padanya bahwa sore itu Mr. Bicknam menahanku dalam pelajaran olahraganya dan menyuruhku untuk menyelesaikan soal soal latihan dan memberikan banyak PR sehingga aku menjadi sangat sibuk dan lupa akan waktu lalu kemudian ponselku mendadak tak bisa dipakai. Benar benar kebohongan terparah yang pernah kubuat. Aku merasa bersalah karena telah mengatakan Olive kebohongan lainnya. Kulitku merinding setiap kali mengingat itu.
Itu bukan satu satunya kebohongan yang kuciptakan. Aku masih berbohong pada Olive tentang kenapa aku tak sekolah hari Jum'atnya. Kukatakan padanya kalau waktu itu ibuku sakit dan aku harus menjaga sepanjang waktu. Kenyataannya, aku terlalu takut untuk datang mengingat apa yang terjadi padaku sore itu. Bagaimanapun juga, aku cuman ketinggalan beberapa pelajaran jadi tidak akan ada masalah apapun di pelajaran akademis ku. Untung saja Olive tidak bertanya lebih banyak, dia adalah sahabatku dan dia benar benar mempercayaiku.
Olive menoleh padaku dengan sebelah alis terangkat. "Apa kau sehat? Kau tampak pucat dan wajahmu memerah. Apa kau masih mencemaskan keadaan ibumu?"
"Well, nggga juga sih" balasku. "Aku mungkin sedang memikirkan.. ah tak apa apa" Sebenarnya aku hanya merasa bersalah karena telah membohongi Olive terlalu sering. Selain itu juga, aku juga punya memar memar yang harus kusembunyikan darinya. Aku tak bisa membiarkan Olive melihatnya, karena jika dia melihatnya, maka akan banyak pertanyaan yang akan membuatku mengatakan semua tentang Taylor.
"Tak usah kau pikirkan" ucapnya sambil menyesap soda yang baru saja dia beli dari Costa. "Kau pucat. Kau pasti sangat sreess. Pasti gara gara Taylor"
"Yeah, kau mungkin benar" aku selalu mengiyakan semua perkataan Olive daripada nantinya lagi lagi membuat kebohongan, aku lalu mengganti topic pembicaraan. "Oh, apa ada yang kulewatkan malam tadi di D.A.C?"
"Nggak banyak" Olive mengangkat bahu. "Wizard punyamu masih terjebak di Deadly Swamp, Troll punya Mandy sudah mencapai level 70 dan lalu Phoenix punya Neil mencuri beberapa potong permata dari mahkotanya"
"Tidak mungkin!" Pekikku. "Butuh waktu berminggu minggu bagi Mandy untuk mendapatkan permata itu! Bagaimana bisa?"
"Neil mendapat tiga kali angka 6 di dadunya"
"Man! Dia benar benar beruntung"
Neil adalah member lainnya di Dungeon Adventure Club. Dia tinggi, kurus dan berasal dari Year 11. Rambutnya pirang, dan selalu dikuncir kebelakang. Dia tampak selalu mahir dan hampir selalu menang dalam setiap game.
"Kau ketinggalan cukup banyak" lanjutnya sambil kembali menyesap sodanya. "Terjebak di Deadly Swamp itu membuatmu ketinggalan 5 tahun di dungeon. Kau butuh Youth Potions yang banyak nanti kalau berhasil keluar" Saat dia bicara seperti itu, kami berhenti didepan sebuah toko Accecories. "Bisakah kita melihat lihat kedalam?"
"Sure" balasku, meraih gelas sodanya yang kosong lalu melemparkannya ke tong sampah terdekat. Kami berjalan masuk dan disambut oleh berbagai benda yang berkerlap kerlip. Olive langsung menghampiri sebuah stall yang berisi dompet. Dia menyukai hal hal yang seperti ini.
Toko ini terasa sangat panas, badanku bahkan sampai dibanjiri oleh keringat. Aku menyingkir sedikit mencari angin. Bukan hanya badanku yang panas, tapi memar memar yang diberikan Taylor waktu itu masih terasa sakit. Aku tak yakin bisa mengunjungi toko toko yang lain dengan normal, tapi tadi pagi, aku berhasil untuk berjalan seperti biasa.
Sembari menunggu Olive melihat lihat, aku kembali memikirkan Vincent di sore itu. Balutan tangannya yang kuat di punggungku, pembawaannya yang tenang, dia sangat baik waktu itu. Dia yang kupikirkan saat aku dijalan waktu pulang, waktu aku tidur... dia bahkan masuk kedalam mimpiku.
"Bagaimana menurutmu?" Dia melambaikan sebuah dompet yang sangat coiny dan berkerlap kerlip padaku. Aku dengan cepat menyingkirkan bayangan tentang Vincent dan kembali ke kenyataan. "Hmm.. yeah.. coiny"
Olive memutar matanya. "Kau adalah teman gay TERBURUK. Kau seharusnya lebih sedikit feminim saat bersamaku jadi aku bisa tau pendapatmu tentang benda benda girly dan keren..."
"Sorry, lain kali aku akan mempelajari hal hal aneh yang kau sukai"
Awalnya kami terdiam, tapi kemudian kami saling tertawa. Olive kembali meletakkan dompet itu di stall. "Oke ayo kita pergi. Pemberhentian selanjutnya, GAME?"
Aku mengikuti Olive berjalan keluar, tapi kemudian secara tak sengaja menabrak bahu seorang perempuan. "Maaf" kataku sopan sambil tetap memperhatikannya. Awalnya kupikir itu adalah Alexis Mae, karena dia mempunyai rambut sebahu yang sama. Jantungku mendadak berhenti berdetak. Tapi saat orang itu berbalik, ternyata itu bukan Alexis.
Aku merasa lega. Tadinya aku sudah melupakan sosok Vincent, tapi orang yang mirip dengan sahabatnya tadi kembali mengingatkanku. Alexis dan Vincent mungkin saja berpacaran. Dan Vincent, sangat sangat sangat normal, dan aku sangat sangat sangat bodoh karena terlalu mengharapkannya sama sepertiku. Aku tak butuh drama lagi dalam hidupku.
Bagaimanapun juga, aku merasa agak sedikit cemburu dengan seseorang yang mirip dengan Alexis Mae itu.
"Siapa yang kau lihat?" Tanya Olive melirikku yangah menoleh kebelakang.
"Tidak. Hanya tadi kupikir aku melihat seseorang yang kukenal"
Seriously, aku harus menikmati waktuku bersama Olive. Dia benar, aku mungkin agak sedikit stress.
- -
Hari minggu berganti dengan hari senin dan aku tak ingin untuk pergi kesekolah. Aku takut bertemu dengan Taylor lagi ataupun harus berhadapan dengannya disekolah. Aku ingin pura pura sakit saja dan sembunyi selama satu bulan kedepan dirumah, tapi kalau aku ingin nilai bagus tentu aku harus sekolah. Meski resikonya besar, aku akhirnya memaksakan diri untuk sekolah.
Jadi aku bangkit dan kemudian selama di sekolah aku selalu meneml pada Olive. Kemana mana, aku selalu bersamanya. Terakhir kali aku bertemu dengan Taylor, saat itu aku sendirian. Dan kini aku tak akan mau lagi mengambil resiko untuk berjalan sendirian di lorong lorong sekolah.
Pernah sekali aku bertemu dengan Braindead Baker atau Patricia. Mendadak aku jadi takut dan melewati mereka sambil menundukkan kepala. Untung saja mereka tidak menyadari keberadaanku.
Kemudian, hari itu tiba. Hari Rabu saat aku dan Olive sedang berjalan berdua di lorong. Aku melihat Taylor berjalan sendirian dan tampak tidak menakutkan seperti saat ia bersama teman temannya. Aku pura pura berani saja dan menegakkan kepalaku. Sebenarnya sih, aku ingin segera berbalik. Tapi kalau aku melakukannya, Olive pasti akana curiga padaku.
Taylor melihatku, ekspresinya berubah seketika saat melihatku. Semua memar memar yang berada di sekujur tubuh mendadak terasa sakit dan berdenyut denyut sebelum kemudia seseorang memanggilku dari belakang.
"Hey Specs!"
Aku terkejut sambil menoleh kebelakang. Begitu juga Olive. Kami berdua sama sama terkejut setengah mati saat melihat Vincent Hunter berlari ke arah kami. Ini adalah kali pertama aku bertemu dengannya setelah apa yang terjadi minggu lalu. Kini aku punya alasan untuk berpaling dari Taylor.
Vincent mendekat padaku, matanya menyeringai padaku seakan akan memberi tanda. Olive masih dengan bingungnya kemudian bersuara. "Err... Ada apa Mr. Hunter?"
Vincent melihat kami berdua dengan ekspresi yang serius. "Aku hanya ingin tahu.. kau beli Jumper itu dimana?"
Aku kemudian menoleh pada jumper yang sedang kupakai untuk menutupi memar memarku. Tak ada yang spesial dengan jumper ini, cuman jumper biasa berwarna marun dengan sedikit pola dipinggirannya.
"Uhmmm" gumamku. "Aku tak ingat"
"Kalau ingat, beritahu aku ya. Aku ingin beli juga. Pasti akan cocok dibadanku"
Aku melihat Olive yang kebingungan setengah mati. Badan Vincent atletis, dia menggunakan T-Shirt yang cocok dengan badannya dan celana jins yang tidak mencolok. Dia benar benar tidak cocok menggunakan jumper dengan pola di tepinya sepertiku.
"Thanks Specs" Dengan itu, dia kemudian meninggalkan kami.
Olive menoleh dengan tampang yang.. entahlah.. "DEMI TUHAN!! Yang barusan itu APA!!?"
"Aku tak tahu.."
Tapi jujur, aku tau. Vincent mungkin melihatku ketakutan saat mlihat sosok Taylor di hallway. Jadi dia sengaja menghampiriku lalu mengobrol sesuatu yang tak penting.
Aku tersenyum sendiri membayangkan bahwa Vincent sengaja melakukan itu untuk melindungiku. Aku menoleh kebelakang melihatnya yang semakin menjauh. Hatiku terasa begitu senang.
Bersambung ke Chapter 11: Dungeon Adventure Club's New Member
@adamy @lulu_75 @NanNan @balaka @Bib_Ung @Risqi
smga sukses sma ujiannya hehe
smga sukses sma ujiannya hehe