EPILOG-
Ombak bergulung seolah berkejar-kejaran, Suaranya yang ribut mampu membuat orang lain tenggelam kedalam keributannya. Matahari sudah cukup terlihat diantara air laut yang biru, indah. Dengan keindahannya laut cukup untuk menghipnotis. Semua akan suka dengan laut apalagi saat pagi seperti sekarang, akan sangat indah melihat pemandangannya. Panorama yang senantiasa memanjakan mata.
Pandangan mata seorang pria terus tertuju kearah matahari yang terbit, seolah ada harapan baru yang ia titipkan di sana. Mata greynya yang setajam tatapan elang, tak berkedip seolah hanya kali ini dia mampu melihat pemandangan secantik itu.
Desahan nafasnya terdengar seperti beban yang selama ini ia pikul cukup membuat ia lelah, Tapi lagi-lagi mata greynya tak dapat berbohong kalau ia bahagia, bahkan sangat bahagia terbukti dari senyum yang muncul di bibir ranumnya.
Tangannya ia masukkan ke saku celana denim pendeknya dan memadukannya dengan kemeja putih tipis dengan kancing atas yang terbuka. Rambut yang ia sisir kebelakang sudah tak terlihat wujudnya karena angin sudah lebih dulu membuat rambutnya berantakan.
Sesedih apapun ia dulu, semua sudah terbayar dengan kehadiran sosok yang begitu membuat ia mendamba, sosok yang akan selalu ia cintai hingga ia sendiri lupa akan cinta. Sosok yang bukan pertama tapi menjadi terakhir memasuki hidup dan hatinya.
Lagi-lagi senyum itu muncul, senyum yang ia keluarkan tanpa paksaan karena sekarang dia akan selalu tersenyum walau apapun yang menimpanya. Luka yang teramat besar sudah ia rasakan, jadi masalah apalagi yang mampu menandingi luka itu?
Mengingat bagaimana dulu ia hidup, membuat ia menyesalinya. Kenapa ia tak hidup dengan bebas saja dari dulu. Siapa bilang menjadi anak orang kaya akan membuat bahagia karena dia sendiri hampir tak pernah merasakan bahagianya sampai sosok itu datang mengubahnya. Sosok yang datang tanpa di undang dan pergi juga tanpa adanya pemberitahuan tapi dia juga tak boleh larut akan hal itu.
Dia merasakan seseorang melingkarkan tangan di pinggangnya, membuat pemuda bermata grey itu menunduk hanya sekedar memastikan tangan siapa yang berani menaruh tangan di pinggangnya. Dia menemukan tangan putih yang lebih kecil dari miliknya sendiri dengan cicin putih yang melingkar di jari manisnya. Pemuda itu tersenyum, kali ini bukan karena laut atau apapun mengenai alam tapi lebih karena ia suka dengan tangan yang sedang memeluknya dari belakang bahkan ia bisa merasakan detak jantung orang itu yang berdetak normal di punggungnya.
“Kak, kamu tidak membangunkanku. Aku mencarimu kemana-kemana. Aku kira kamu menghilang.” Suara pemuda yang mendekapnya seolah bagai mantra yang membuat pria yang di panggil kak itu menoleh dan mendapati cowok bermata biru kucing itu sedang menatapnya polos. Dia tidak pernah puas menatap tubuh mungil pemuda bermata biru kucing itu.
“Aku melihatmu terlalu lelah, tak tega rasanya membangunkanmu. Apalagi mengingat hal yang kita lakukan tadi malam. Aku yakin kamu pasti butuh istirahat lebih lama dari yang bisa kamu dapatkan.” Jawab pemuda itu lembut dengan tangan yang terus menelusuri wajah cowok mungil itu.
“Zac, aku tidak akan pernah bisa istirahat lebih lama dari yang kamu inginkan aku lakukan jika kamu tidak ada di sampingku karena aku terlanjur nyaman tidur di dekatmu hingga aku tak bisa lagi tidur sendiri jadi jangan tinggalkan aku di kamar itu sendiri.” Terdengar dari suaranya semua akan tahu kalau cowok berusia 21 tahun itu masih sangat labil, terbukti dia menyebut pemuda yang ada di depannya dengan dua sebutan yaitu Kak dan nama dari si pemuda. Cowok bermata biru kucing itu mengerjap lucu, terlalu kentara dengan kepolosan yang ia miliki.
“Tidak akan lagi.” Jawab pemuda yang bernama Zac yang langsung mendaratkan bibir ranumnya pada bibir tipis cowok yang dia cintai, hanya sebuah kecupan tapi membuat cowok itu kembali mengingat kejadian malam tadi.
Mereka berjalan berangkulan menuju hotel yang mereka sewa untuk bulan madunya. Cowok itu sesekali mencium bau tubuh dari seorang Zac yang akan selalu membuat ia mabuk karena wangi yang begitu manly dari tubuh Zac. Zac sendiri menyukai cara cowok itu menggesekan hidungnya pada tubuhnya. Siapa yang akan sangka mereka bisa menjalin sebuah ikatan pernikahan setelah tahu bagaimana kisah awal mereka tentu orang akan berdecak kagum.
*`
“Kakak yakin Dimitri tidak akan menemukan kita di sini?” Cowok itu bersuara di antara sarapan yang tengah mereka lakukan. Zac menatap si mata biru kucing dengan tatapan lembut, seolah tatapannya mengisyaratkan tanda iya.
“Tempat ini tidak pernah di kunjungi oleh mereka semua jadi aku sangat yakin tak akan ada yang bisa menemukan kita di sini.” Balas Zac dengan nada yang sangat meyakinkan. “Kalaupun dia menemukan kita, kurasa pertimbangan tentang menggantinya cukup bagus juga untuk kulakukan” Lagi-lagi Zac bersuara.
“Tidak. Kamu tidak boleh melakukan itu, tidak ada yang lebih baik dari dia!” Cowok itu melotot tapi bukannya terlihat menakutkan malah terkesan lucu dan itu membuat Zac hanya bisa menahan senyumnya.
“Aku tahu kamu akan bicara seperti itu.” Zac menimpali sambil menggigit sandwichnya. Cowok itu hanya bisa manyun mendapati orang yang sudah meresmikan hubungan dengannya sudah sangat hapal dirinya bahkan melebihi dari dia sendiri.
*
Suara isakan terdengar laun, membuat Zac mengerjap beberapa kali hanya untuk memastikan apakah pendengarannya tak salah tapi memang itu suara isakan dan tentu suara itu ada di dekatnya. Zac berbalik dan mendapati cowok yang sangat ia cintai sedang menangis dalam tidurnya.
“Hei! Bangun.” Suara Zac serak tapi mampu untuk membangunkan pria bermata biru kucing itu. Mata indah tu masih berlinang yang membuat Zac langsung memeluknya erat , meyakinkan apapun yang terjadi ada dia yang akan selalu di sisinya.
“Mimpi buruk?” Tanya Zac setelah cowok mungil itu bisa menenangkan diri.
“Itu mimpi yang sangat indah.” Jawabnya menerawang.
“Terus kenapa menangis?”
“Terlalu indah hingga aku mengeluarkan airmata. Ini airmata bahagia.” Ucapnya lagi dengan nada antusias membuat Zac tersenyum miring kearahnya. Senyum yang begitu ia sukai dari seorang Zac.
“Aku mencintaimu, kemarilah!” Lagi-lagi Zac memeluk tubuh mungil itu dan membelai poni si cowok bermata kucing lalu mendaratkan ciuman singkat di kepala pirang cowok.
“Aku menginginkan seorang anak.” Sedikit terkejut mata grey itu menatap meyakinkan.
“Kamu sungguh menginginkannya?”
“Ya.”
“Kita akan mengadopsinya.”
“Kenapa tidak kita ambil salah satu anak Dimitri?”
“Dia tak akan mengizinkan!” Ucap Zac dengan tawanya.
“Anak-anaknya lucu”
“Banyak anak yang lucu kok dan kita akan mengambil anak yang paling lucu untuk kamu.”
“Aku sayang kamu Kak!” Cowok itu memeluk bahagia tubuh Zac yang dibalas erat oleh Zac.
Mereka tak pernah sebahagia sekarang ini. Bahagia tanpa adanya bayang-bayang masalalu, bahagia tanpa adanya orang yang terluka. Sungguh tak dapat di bayangkan kisah pahit yang telah di alami mereka.
-TAMAT-
************************************************* ***
MY NEW STORY COMIING SOON
Comments
@Asu12345 tidak akan kok
Wah menarik,happy ending n mreka nikah lagi.
BRIAN ALEXANDER PRION pemuda dengan mata biru kucing itu terlihat sedang gelisah, bahkan keramaian tak cukup menariknya dari pikiran yang tengah bergelayut menggerogoti otaknya. Bagaimana ia tidak gelisah saat tiba-tiba orang yang ia anggap sebagai ayahnya malah bukan ayah kandungnya dan juga bagaimana bisa orang asing yang sama sekali tak ia kenal malah mengaku sebagai ayah biologisnya, sungguh hidupnya bagai drama saja.
Sesuatu mulai merasuki pikiran pemuda berambut spike itu, pikiran yang menuntunnya untuk tidak menemui ayah kandungnya tersebut tapi jika ia melakukan itu bagaimana nasib ayah yang selama ini ia anggap sebagai ayah kandungnya sendiri. Mengingat bagaimana ancaman ayah kandungnya kalau ia tak menyerahkan dirinya, ayah kandungnya akan menggugat dan tentu saja hukum yang akan main. Hidup mereka yang cukup pas-pasan tidak akan mungkin di perberat lagi dengan mendatangkan pengacara. Kalaupun dengan menyewa pengacara akan mereka lakukan, akankah mereka mampu memenangkan perkara dirinya.
Kematian sang ibu juga menjadi dalang masalah drama ini menimpanya. Kesedihan yang di tambah lagi dengan kedatangan sang ayah yang sungguh tak pernah di harapkan oleh pemuda berbibir tebal bawah itu. Tapi apa yang bisa dilakukannya, dia tak mungkin melawan takdir.
Jadi di sinilah dia, di bandara menuju Negara sang ayah yang begitu mati-matian ia benci karena tak pernah melakukan tugasnya sebagai seorang ayah. Dia gelisah bahkan sangat kentara kegelisahannya dari mata biru kucingnya yang terus bergerak kesana kemari.
Dia tidak akan pernah tahu hidup macam apa yang akan dia alami di sana, akankah bahagia itu mampu menandingi bahagia bersama keluarga kecilnya. Mendengar dari penuturan sang ayah tiri kalau ayah biologinya adalah orang kaya tapi mampukah kaya itu membuat bahagia mampukah keluarga ayah biologisnya menandingi bahagia ia bersama keluarga kecilnya. Akankah ia punya saudara di sana seperti ia punya dua saudara yang sangat ia sayangi disini. Dan pertanyaan paling mengerikan yang mencuat di pikirannya adalah, mampukah sang ayah menerima orientasi sexsualnya seperti keluarga kecilnya menerimanya.
Lagi-lagi nafas itu terdengar dari hidung si pemuda mancung itu, matanya terus bergerak gusar menatap orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya. Bandara yang ramai terasa sepi menurutnya. Seolah ia hidup seorang diri. Semua bagai orang asing.
Mata biru kucingnya kembali menatap koper kecil berwarna hitam pemberian sang ayah tiri. Koper hadiah atas kepergiannya yang akan selalu ia simpan. Hati itu kembali berseru ingin kembali tapi tetap saja ketidaktegaannya untuk membuat keluarga kecilnya mendapat masalah membuat ia tak bisa kembali. Kini pemuda bertubuh ramping itu berdiri ingin menyongsong hidup barunya.
Langkahnya pasti membuat beberapa pasang mata melirik kearahnya, entah itu karena menyukai matanya atau malah segala hal yang ada di dirinya. Kesempurnaan yang ada di dirinya tak akan pernah mampu menyembunyikan kenyataan pahit tentang tak tertariknya ia dengan lawan jenisnya. Ia begitu ingat bagaimana sang mama begitu murkanya mengetahui keadaan putranya tapi dengan sabarnya sang ayah tiri menerimanya dan membuat sang mama juga ikut menerima.
Pemuda berusia 18 tahun itu kembali memakai kacamata hitamnya, hanya untuk menyembunyikan mata indahnya itu. Kini langkahnya ia ayunkan kembali dan memasuki pesawatnya karena dari tadi pemberitahuan atas keberangkatan pesawatnya terus memanggil.
***
Pemuda bermata biru kucing itu melangkah bersama beberapa orang yang juga sedang menuju keluar bandara. Jaket kulit yang ia kenakan dengan denim panjangannya semakin menambah ketampanannya apalagi dengan sepatu converse, tentu semua hawa akan berdecak kagum walau dia sendiri tak memiliki hasrat pada hawa.
Dapat di lihat pemuda bermata biru kucing itu terus menatap lurus ke kerumunan orang-orang yang masih setia menunggu keluarga atau sahabat mereka. Kini mata biru kucing itu mencari dengan teliti mana nama dirinya di antara lembaran-lembaran kertas yang di junjung oleh orang-orang yang ada di pagar pembatas.
Tak lama akhirnya ia mampu mengenali namanya yang sangat kentara akan keberlebihannya karena memakai kertas yang sangat besar dan juga nama yang tertera di sana adalah nama panjangnya. Nama belakang yang baru ia dapatkan setelah kemunculan sang ayah tak bertanggung jawab.
Brian menghampiri orang yang mengangkat kertas bertuliskan namanya dan dapat di lihat oleh Brian kalau orang itu adalah pria dengan tubuh tegap memakai pakaian serba hitamnya dan juga dengan kacamata yang setia bertengger di matanya. Pria itu tidaklah tua, karena penglihatan Brian masih melihat pria itu muda. Kepala plontos yang mungkin adalah orang yang di tugaskan sang ayah untuk menjemputnya.
“Anda tuan muda Brian Alexander Prion” Tanya pria yang sekarang sudah membuka kacamatanya dan dapat menampakkan mata sipit si pemuda plontos.
“Cukup Brian” Ucap si mata biru kucing, kentara kalau ia kurang senang dengan panggilan nama belakangnya. Kini Brian juga ikut membuka kacamatanya dan sejenak si pemuda bermata sipit itu tercengang mendapati dua pasang mata yang begitu indah bahkan keindahanya mengalahkan keindahan mata majikannya yang satu lagi.
“Ikut saya tuan” Pemuda plontos itu berujar sopan dan ada orang lain lagi yang mengambil koper dari tangan Brian, Brian sempat mencegah tapi tenaganya kalah dengan pria berkumis itu. akhirnya ia hanya bisa berjalan dengan tangan kosong mengikuti langakah pemuda plontos.
Sekarang ia sudah berada di dalam mobil hitam mewah, dan duduk dengan tenang di kursi penumpang bersama si pria plontos. Brian kurang senang dengan perlakuan seformal ini. Dia lebih suka di perlakukan biasa-biasa saja.
“Jadi dimana ayahku?” Pertanyaan muncul begitu saja dari mulut Brian. “Dan kamu siapa?” Ternyata pertanyaan yang beruntun yang di tanyakan pemuda dengan rambut spike itu.
“Saya adalah pengawal pribadi tuan”
“Apa? Aku punya pengawal pribadi. Apakah itu tidak terlalu berlebihan?” Jelas Brian kaget dan kurang suka dengan jawaban orang yang baru saja mengaku sebagai pengawal pribadinya.
“Itu sudah seharusnya tuanku karena papa anda adalah orang paling penting di Negara ini dan anda akan bahaya jika tak ada yang mengawal. Saya harap anda mengerti maksud dari papa anda dan saya juga akan berusaha menjadi yang terbaik buat anda”
“Siapa namamu?” Tanya Brian dan terus memijit pelipisnya, pusing dengan keadaan yang sekarang ia hadapi. Seberapa pentingkah posisib sang ayah di Negara ini hingga ia harus mendapat pengawal pribadi segala.
“Moses Danuarta tuanku” Ucap sang pengawal memperkenalkan diri.
“Panggil aku Brian, tidak perlu pakai tuan. Akan terkesan kalau aku sangat tua dan aku benci menjadi tua” Moses hanya mengangguk, walau terasa tak enak hati juga harus memanggil seperti itu. Dan Moses juga sangat tahu kalau ada nada candaan yang di keluarkan sang tuan muda tapi tertawa bersamanya bukanlah hal yang baik bagi karirnya di dunia Prion.
“Tuan akan memakai baju ini atau malah mau saya carikan baju untuk tuan ganti?” Pertanyaan dari sang pengawal membuat dahi Brian berkerut menandakan kalau dia sedang di landa kebingungan.
“memangnya kita mau kemana pengawal sampai aku harus memilih antara bajuku dan baju yang lain?” Bukan menjawab tapi Brian malah bertanya balik.
“Tuan besar mengadakan pesta penyambutan untuk tuan muda dan dia ingin tuan tampil sesuai keinginan tuan. Jadi bagaimana tuan?”
“Jadi sekarang dia mau berusaha peduli setelah sekian lama melupakanku” Gumam Brian membuat Moses terus menatap kearahnya. “Aku lebih suka memakai bajuku ini.” Jawab Brian akhirnya karena sang pengawal yang terus menatap meminta jawaban.
“Baik tuanku” Sang pengawal mengangguk. Dan Brian hanya terdiam terus menatap kelur jendela membuat mata biru kucingnya mampu menangkap bangunan-bangunan yang begitu mewah.
***
Tentu saja orang kaya tak akan membuat pesta kecil dan terbukti sekarang bagaimana Alex menyulap sebuah taman menjadi tempat pesta terbuka yang begitu terlihat elegan. Alex tak pernah mampu menyembunyikan rasa bahagianya karena kembalinya sang putra bungsu ke hidupnya setelah dia begitu lama menginginkan keluarganya lengkap dan sekaranglah waktunya.
Walau nyatanya ia kehilangan sang wanita yang menjadi pendamping hidupnya bahkan sebelum kekayaan melingkupinya. Wanita yang akan selalu ia cintai karena telah mengaruniakan dirinya dua orang putra yang sungguh luar biasa yang akan mampu meneruskan bisnisnya.
Senyum itu terus berkembang di wajah Alex, dengan kerutan sedikit di wajahnya. Senyumnya menular keseluruh orang-orang dan sekarang pesta itu akan menjadi pesta paling bersejarah di keluarga prion. Alex terus menata pesta tak mau sang putra bungsu kecewa nantinya. Dia sangat ingat bagaimana dia dulu sering memata-matai sang putra di Negara asal sang mama.
Mengingat perjanjiannya dengan Diana, mantan istrinya. Kalau mereka akan membagi kedua anaknya dan si bungsu ikut sang mama dan si sulung ikut dirinya. Mereka begitu munafik karena setahu Alex, Diana juga sering datang hanya untuk bertemu anak pertamannya dan itu ia lakukan secara diam-diam.
Diana marah padanya karena melakukan bisnis gelap dan perceraian itu terjadi dengan perasaan yang masih memiliki cinta. Bahkan semua orang tahu bagaimana terpukulnya Alex atas kematian sang mantan istri. Semua juga tahu kalau bingkai foto yang ada di ruang utama rumahnya adalah pose dari sang mantan istri tapi kehilangan wanita yang begitu ia cintai sedikit teralihkan dengan adanya putra bungsunya yang dengan sedikit ancaman mau tinggal dengannya walau nyatanya ia sedikit merasa bersalah karena mengancam Martin, ayah yang telah membesarkan putranya.
Mata Alex mampu menangkap mobil hitam yang terparkir di depan pestanya dan senyum itu mengembang di bibir Alex saat dia melihat pemuda berjaket kulit itu keluar dengan luwesnya dan langsung melangkah bersama pengawal yang ia tugaskan untuk menjadi pengawal pribadinya. Semua mata juga tertuju pada pemuda dengan mata biru kucing itu dan ada mata yang terus menatap lekat kearah pemuda yaitu mata grey milik pemuda yang sekarang sedang menikmati winenya.
Brian sedikit tak suka dengan tatapan intens dari semua orang. Dia tidaklah sehebat itu sampai harus mendapatkan tatapan kagum itu. KIni mata biru kucingnya mampu menangkap keberadaan sang ayah yang sempat ia temui satu bulan yang lalu saat kematian sang mama. Pmuda itu terus menatap ke sosok ayah yang sekarang tak terlalu ia suka.
Senyum bahagia itu mengembang di bibir sang ayah dan mampu membuat Brian juga ikut tersenyum walau tanpa sadarnya. Kini Brian sudah berdiri di dekat ayahnya yang lebih tinggi darinya.
“Anakku tersayang” Alex memeluk Brian membuat semua mata menatap sendu kearah ayah dan anak yang telah di persatukan oleh takdir.
“Maaf aku terlambat” Ternyata hanya argumennya yang membenci sang ayah nyatanya suaranya tak mampu berbohong kalau ada rasa sayang dirinya terhadap ayahnya. Dia tak sanggup berkata sinis ataupun kasar terhadap ayah yang tak bertanggung jawab menurutnya walau nyatanya ia tak pernah tau bagimana perjuangan sang ayah hanya untuk menemuinya.
“tidak masalah. Kemari ku kenalkan kamu pada teman-teman ayah” Si mata biru kucing hanya mengangguk dan mulai melangkah keorang-orang yang ayahnya anggap sebagai teman maupun rekan kerjanya. Tak sedikit yang memuji matanya ataupun penampilan pisiknya bahkan banyak wanita yang dengan terang-terangan menggoda dirinya.
Mata biru kucing itu terus menatap lekat kearah mata yang terus menatap lekat kearahnya. Dia tak mampu menyembunyikan kalau mata grey itu mampu membuat pokusnya teralihkan. Mata grey dengan tatapan setajam elang itu membuat Brian tak sanggup mengalihkan tatapannya dan semua di tambah dengan degup jantung yang berdetak sangat tak biasa.
Dia bukanlah penganut kepercayaan akan cinta pertama tapi kenapa rasanya sekarang ia mampu merasakan cinta hanya dengan menatap mata tajam itu dan juga tanpa ia ketahui siapa pemuda yang hanya menggunakan kemeja coklatnya dan ada minuman di tangannya.
Mereka bertatapan seolah sekarang hanya ada mereka berdua tanpa adanya orang lain. Mereka menikmati saling tatapnya antara mata yang sama-sama menggodanya. Jantung Brian semakin berdegup saja. Dia begitu penasaran siapa pemuda itu kenapa matanya hampir mirip dengan mata sang ayah tapi mata pemuda itu lebih indah memiliki garis mata yang unik dan bibir ranumnya mampu membuat Brian mengulum bibir bawahnya.
Cinta, tentu ia sadar kalau itu memang cinta dan ia juga sadar kalau ia jatuh cinta pada pemuda asing yang bahkan tak ia tahu namanya.
***
@nakashima @abyyriza
@DM_0607 @charliemrs
@Adi_Suseno10 @abong @lulu_75
@4ndh0 @hendra_bastian @littlemark04
@arieat @bumbellbee @Adamx @Akhira @3ll0
@Adamx @haha_hihi12 @Asu12345 @Roynu
@chioazura @harya_kei @Bun @balaka
@PeterWilll @Rika1006 @Vanilla_IceCream
@ramadhani_rizky @boy @dafaZartin
@fauzhan @NanNan @cute_inuyasha @Apa_Aja_Boleh @ardavaa @alvin21 @moccaking @Tsunami @raden_sujai @Different @yuzzmasukin @muffle
@Abdulfoo @kaka_el @Adamx @Unprince
@Kristal_air @d_cetya @Kristal_air @zeva_21
@CurhatDetected @BangBeki @SteveAnggara
Comment buat yg mau lanjut di mention dan comment juga buat yg keberatan dgn mention ku trim's