It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Semua orang benar, Kepala pelayan benar dialah wanita yang pantas di sebut mama. Dakota benar tak ada wanita lain yang lebih hebat darinya. Lola yang sering membersihkan kamarku juga benar kalau bersamanya tak akan kudapati ibu tiri bersamaku. Aku tersenyum masih mendekapnya dengan erat. Wanita bersanggul itu terus mengelus rambut coklatku dengan lembut seolah ia baru bertemu dengan anaknya.
“Selena, terimakasih telah menjaga papa dan juga menjadi mama pengganti buat kakakku. Aku senang kamulah yang menjadi pengganti mama.” Dia membolehkan aku memanggilnya mama, bukan karena ia tak suka di panggil mama. Hanya saja akan lebih akrab rasanya kalau aku memanggilnya dengan namanya sendiri.
“Kamu sungguh menakjubkan sayang. Diana selalu merasa kamu akan menjadi anak terhebat di hidupnya dan sekarang aku melihatnya dengan kepalaku sendiri. Mata indahmu dan semua yang ada di dirimu selalu membuat orang tertarik padamu.” Jangan heran kalau dia begitu mudahnya berbicara tentang mamaku karena dialah sahabat karib mama yang dengan bantuannya mama bisa bertemu dengan kakakku walau itu harus dengan sembunyi-sembunyi.
“Tidak semenakjubkan itu Selena, percayalah.” Mengingat kembali kalau ia memilki kekurangan terbesar yang di miliki seorang pria, serta merta membuat cowok bermata biru kucing itu tertunduk sedih. Selena yang menyadari perubahan dari putra tirinya langsung memegang dagu sang putra dan mengangkatnya, membuat Selena bisa melihat wajah indah itu sedang mengalami masalah yang tak biasa, walau ia bukan ibu kandungnya tapi nalurinya begitu terhubung pada anak sahabatnya.
“Semua kekurangan yang kamu miliki tidaklah seberat yang kamu pikirkan sayang. Semua akan indah pada waktunya.” Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut wanita yang masih cantik di usia matangnya. Merasa kalau Brian tak akan bercerita apapun padanya membuat ia lebih memilih menenangkannya lewat sentuhan.
***
Matanya tak pernah berkedip memandang perempuan dengan wajah hati dan rambut pendek itu, terlalu kentara kalau sekarang pokusnya hanya tertuju pada gadis dengan senyum manis itu, bahkan indah wajahnya mampu menghipnotis semua pria yang ada di meja makan. Suara lembut bagai tercipta sejak ia lahir dengan sopan santun tak kalah dengan paras yang ia miliki.
Mata biru kucing itu terus menatap dengan tatapan tak terbaca mata. Jika mata orang yang tak peka menatap mata biru kucing itu tentu akan di artikan dengan tatapan yang begitu menginginkan hanya saja arti itu sungguh bukan arti yang sesungguhnya. Justru mata itu adalah tatapan iri yang di campur dengan tatapan sakit hati.
Walau semua orang telah menyadari kalau matanya terus tertuju pada arah gadis manis itu, tak membuat Brian langsung memalingkan pandangannya seolah ia ingin membuat semua orang tahu kalau ia sedang menatap lurus ke gadis yang sekarang hanya menunduk mendapat tatapan dari mata indah Brian. Tentu semua gadis akan merasakan malu dengan wajah merah karena mata Brian bukanlah mata yang bisa di abaikan begitu saja. Apalagi mata biru kucing itu di sertai dengan tatapan sayunya. Tatapan sayu yang begitu menggetarkan.
“Berhenti menatap kakak iparmu seperti itu, Jangan bilang kamu menginginkan milik kakakmu karena itu sungguh bukan hal yang baik sayang. Papa pasti akan mendapatkan gadis lain buatmu.” Semua tahu kalau hal yang di lontarkan oleh Alex adalah lelucon belaka tapi Brian sedang tak butuh lelucon sekarang karena hatinya sedang ingin menghilangkan wanita di depannya enyah dari kakaknya. Jahat memang tapi hatinya sedang memainkan kebaikannya jadi jahatnya yang hadir menguap melalui dinding hatinya.
“Calon Pa, dia belum menikah dengan kakakku.” Zac menatap adiknya dengan tatapan tercengang atau apa saja orang mengartikannya. Entah sejak kapan ia merasa begitu mengenal sosok sang adik yang sekarang sudah melanjutkan makannya setelah mengatakan hal yang membuat orang lain hanya tersenyum canggung.
Zac tahu adiknya tak pernah berbohong dengan kata yang ia ucapkan bahkan walau itu menyakiti orang lain sama sekali. Terbukti saat dulu ia pernah dengan telaknya membuat Amber hampir terdepak dari rumahnya hanya karena Brian membeberkan apa yang di curigainya.
Yang menjadi pertanyaan di otak Zac sekarang adalah kelakuan sang adik yang dengan terang-terangan tak suka dengan wanita yang di jodohkan dengannya terbukti dari tatapannya dan juga dari ucapan menusuknya. Zac terus menatap kerah Brian yang terus tertunduk memakan makanannya. Brian tahu kalau Zac sedang menatapnya hanya saja dia sedang tak ingin beradu tatap dengan pemuda bermata grey itu.
“Ana, lanjutkan makanmu sayang.” Selena bersuara membuat Ana hanya mengangguk dan kembali mengambil sendoknya dan menyuap makanannya dengan perasaan tak tentu.
***
Untuk sebuah cinta yang tak seharusnya ada bolehkah ia mendapat pengecualian, hanya satu pengecualian. Bisakah dia dapat mencintai kakaknya tanpa adanya rasa bersalah itu. Bisakah tuhan memberinya keistimewaan untuk masalah yang satu itu hanya itu yang ia inginkan. Dia tak meminta cintanya terbalas juga tak meminta lebih pada perhatian sang kakak, hanya meminta izin agar ia bisa mencintai kakaknya tanpa ada rasa bersalah mengiringinya.
Rasa sakit yang ia derita setiap hari makin terasa saja, hanya bisa berangan dan menghayal sedangkan sang kakak malah bersikap biasa layaknya seorang kakak walau ia sering merasa kalau kakaknya sering berbuat sesuatu di luar pola pikirnya.
Seperti seringnya sang kakak mengelus pipinya atau bahkan mencium keningnya, mungkin memang kakaknya terlalu sayang padanya hanya saja itu terasa tak biasa bagi Brian.
Sekarang pria bermata kucing itu sedang termenung di tepi ranjangnya, dia tahu sebentar lagi MR. James akan datang memberikan pelajaran hanya saja pikirannya sedang tidak pada tempatnya sekarang. Dia sedang menginginkan sesuatu yang tak bisa ia dapatkan dan itu sungguh sangat menyakitkan.
Terdengar suara dering ponselnya, membuat Brian sedikit mengerutkan kening. Ada apa saudaranya menelpon di jam siang seperti ini karena Negara yang berbeda tentu di sana sedang tengah malam. Tanpa banyak pikir lagi Brian langsung menjawab ponselnya.
“Hallo joy?”
“Bren, Kaukah itu?”
“Ya ini aku joy, Apa yang terjadi?”
“Ayah Bren, dia sakit dan terus memanggil namamu, bisakah kau kemari. Kurasa ayah sedang merundukanmu” Ucapan sang adik sontak membuat Brian langsung berdiri tegang.
“Aku akan usahakan langsung berangkat”
“Terimakasih Bren”
Sambungan terputus dan sekarang dengan gelagapan Brian mencari pengawalnya, dia lupa dengan intercom yang ada di kamarnya selupa dia dengan kamar sang kakak yang ada di sebelahnya. Saat ia tak juga menemukan pengawalnya dia kembali ke kamar dan melihat kamar kakaknya sedikit terbuka, dengan pelan Brian berjalan kearah kamar sang kakak dan mendapatkan sebuah pemandangan yang begitu mengiris hatinya bahkan rasa sakitnya lebih perih dari pada saat di beritahukan tentang kematian sang mama.
Dua orang yang sedang berpagutan dengan mesra itu bahkan tak menyadari kehadiran dirinya, dia merasa sesuatu menetesi pipinya yang membuat ia mendongak, mungkinkah atap rumahnya bocor tapi mana bisa atap semewah itu bisa bocor. Lagi-lagi tetesan itu makin banyak mengenai pipinya dan ternyata itu airmata. Airmata pertama yang ia keluarkan tanpa ia tahu alasan apa yang membuat airmata itu keluar.
“Anda mencari saya tuan” Suara tegas dari pengawalnya membuat Brian mengusap airmatanya dengan cepat dan langsung berbalik.
“Pengawal darimana saja kau, aku mencarimu kemana-mana!” Suara marah Brian terdengar menggelegar membuat mata biru kucingnya melotot bak pemain antagonis di sinetron. Sang pengawal hanya tertunduk mendapati amukan dari tuan mudanya.
“Sa-saya minta maaf tuan” Mendapati raut takut dari wajah sang pengawal serta merta membuat Brian sadar kalau tak sepantasnya ia melampiaskan sakit hatinya pada sang pengawal.
“Bisa tolong antar aku ke kantor papa pengawal? Aku ada masalah sekarang.”
“Baik tuan” Mereka berjalan.
“Brian!” Panggilan Zac terdengar saat baru beberapa langkah mereka berjalan tapi Brian seolah tak mendengar dan terus melangkah meninggalkan sang kakak.
***
“Maafkan aku pengawal, aku tidak bermaksud membentakmu” Ucap Brian membuka percakapan. Sang pengawal terlalu mengerti dengan anak tuannya hingga tak ada rasa marah apalagi dendam padanya atau malah ia sudah terlalu sayang dengan sang mata biru kucing hingga perasaan marah itu tak pernah singgah di hatinya.
“Saya rasa amarah itu bukan untuk saya tapi saya hanya ada di saat yang tidak tepat hingga mendapatkan sesuatu yang seharusnya tak saya dapatkan.” Dia memberanikan diri untuk mengajukan pendapatnya berharab sang tuan muda tidak hanya menganggapnya sebagai pengawal tapi juga bisa menjadi sahabatnya tempat ia bisa berkeluh kesah.
“Kamu benar pengawal, bahkan sangat benar.” Ternyata Brian bukanlah orang yang tertutup terbukti dari dia yang berencana memberitahukan pengawalnya perihal yang dia lihat karena menurutnya pengawalnya bukanlah orang yang jahat atau sang pemanfaat situasi.
“Sesuatu terjadi di kamar tuan Zac?” Kembali Moses lancang bertanya tapi dari ekor matanya tak terlihat kalau Brian akan memarahinya karena kelancangannya.
“Dia berciuman dengan Amber sialan itu.” Kali ini nada yang terdengar adalah ke kalutan.
“Anda marah?”
“Tentu saja.” jawab Brian pasti
“Anda sakit hati?”
“Ya.”
“Anda cemburu.”
“Ya,” Sebelum ia menyadari pertanyaan itu suaranya sudah lebih dulu meluncur dengan bebasnya membuat Brian menatap pengawalnya yang sedang sibuk dengan setir atau malah pura-pura sibuk.
“Maaf tuan atas kelancangan saya” Sang pengawal bersuara karena Brian terus terdiam dengan tatapan kearahnya. Moses merasa bersalah karena kelancangan atas apa yang ia ketahui selama ini.
“kamu sudah tahu pengawal dan aku tidak marah padamu.” Jawab Brian saat dia sudah bisa menguasai dirinya. Brian tak ingin melanjutkan percakapan mereka karena ia masih terguncang dengan apa yang di ketahui sang pengawal.
***
Brian berjalan bersama pengawalnya mendapati semua orang menunduk padanya dengan hormat. Tentu saja siapa yang tak kenal dengan anak bungsu keluarga Prion.
Sesuatu terasa mencekal tangannya membuat Brian dan pengawalnya menghentikan langkahnya dan berbalik dan mendapati sang kakak sudah berdiri disana dengan muka merah padam. Entah apa yang begitu membuatnya marah pada adik yang sekarang hanya menatap dinding.
“Aku perlu bicara!” Suara itu tajam. Apa kesalahan Brian hingga sang kakak begitu murkanya.
“Aku tidak butuh bicara denganmu, aku lagi ada perlu dengan papa bukan denganmu.” Di sopan santun sang mata biru kucing? Semua telah lenyap bersama rasa cenburunya.
“Ikut aku!” Zac menarik tangan Brian membuat Brian memberontak sekuat mungkin.
“Pengawal singkirkan dia dariku, cepat!” Teriakan Brian membuat beberapa pasang mata mengarah ke pergulatan sang adik kakak itu tapi tak ada yang berani melerai ataupun menonton seolah semuanya tak melihat.
“Kalau kau berani melawanku lihat saja.” Ancaman Zac tak mempan untuk seorang Moses karena majikan sesungguhnya adalah Brian. Hidup dan mati pekerjaannya ada di tangn Brian.
“Dimitri, bawa Moses menghilang dari hadapanku secepatnya.” Ternyata Zac sudah lebih dulu menduga apa yang akan terjadi hingga dia tak lupa membawa pengawalnya. Dimitri membawa Moses entah kemana hingga Zac berhasil menarik tangan Brian dan membawanya keruangan kosong yang jika di lihat tentu itu ruangan rapat.
Zac menutup pintu dan menarik Brian hingga berada di tengah ruangan. Brian memegang pergelangan tangannya yang terasa panas akibat genggaman keras dari sang kakak. Kini tatapan Brian penuh amarah pada kakaknya yang juga sedang menatapnya.
“Ada apa denganmu Kak?”
“Aku yang tanya kamu kenapa? Aku memanggilmu tapi kamu seolah tak mendengar.”
“Aku tidak mendengar kau memanggil.” Jelas kebohongan yang di ucapkan oleh bibir tebal bawah itu.
“Kamu berbohong. Bahkan sangat kentara kebohongan yang kamu ucapkan. Jangan sembunyikan apapun dariku karena aku tidak suka itu.”
“Jadi aku tidak boleh menyembunyikan apapun darimu Kak. Sementara kamu sendiri melakukan itu semua dariku.”
“Apa yang ku sembunyikan darimu?”
“Diamlah Kak, sudah cukup kita bicara.” Brian beranjak meninggalkan Zac tapi dengan cepat Zac menarik Brian hingga pemuda itu terhuyung ketubuh Zac dan dengan cepat bibir ranum itu mencium bibir Brian. Semua seolah mimpi buat Brian tapi kuluman sang kakak begitu terasa nyata membuat ia seolah mencandu dan dengan diam terus memberikan kakaknya melakukan apapun paedanya.
Zac membingkai wajah Brian dan terus menyesap bibir bawah Brian dengan lembut. Melihat Brian terdiam semua yang mengganjal di hatinya seolah terjawab dengan sendirinya. Tapi semua tak berlangsung lama karena Brian sudah mendorong tubuh Zac hingga mundur beberapa langkah.
“Ciuman tak hanya kau berikan padaku Kak.” Dengan kata itu Brian melangkah dengan memegang dadanya yang terasa remuk. Dadanya seolah hancur dengan detak di dadanya, tentu saja jantungnya sedang memprotes karena ia melakukan sesuatu yang tak ia inginkan, yakni menghentikan ciuman yang begitu memabukkan.
***
@zeva_21
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@SteveAnggara @hendra_bastian
@harya_kei
@fauzhan @NanNan @boy
@BangBeki @arieat @Asu12345
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04 @_abdulrojak
Kasihan ayah tirinya brian,dia pasti sangat kehilangan brian sampe sakit karena merindukan anak tirinya itu.
#slhpokus
Aku terlupakan gak dimention kali ini
ana apa amber ??
ana apa amber ??