It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya mereka sampai di depan rumah sederhana yang begitu bterlihat ketentramannya bahkan melebihi rumah besar yang selama ini mereka tinggali. Mata biru itu terus menatap ke rumah mungil yang begitu ia rindukan.
“Pengawal, aku merindukan rumah ini.” Jelas itu hanya suara gumaman tapi entah kenapa Moses begitu tajam mendengarnya. Dan dengan serta merta ia menatap tuan mudanya yang sekarang tengah berkaca-kaca.
“Apa rindu akan rumah yang sudah ada di depan mata bisa membuat orang samapi meneteskan air mata pilu seperti itu.” Jelas bahkan sangat jelas kalau sang pengawal sedang menyindirnya membuat Brian begitu bersyukur memiliki pengawal seperti Moses yang akan sangat mengerti dirinya.
“Kamu selalu tahu pengawal” Ucap Brian tersenggih. Sang pengawal hanya tersenyum canggung.
Mereka melangkah dan mulai mengetuk pintu dan menadapati seorang perempuan berusia 10 tahun sudah berdiri di sana dengan tatapan bahagianya menatap sang kakak yang sudah lama tak ia jumpai.
“Bren!” Joy berhambur ke pelukan sang kakak membuat kakaknya hanya tersenyum mengelus rambut keritingnya yang mulai terlihat panjang. Moses hanya bisa menatap haru adegan kakak-beradik itu.
“Kamu merindukan kakakmu ini?” Tanya Brian saat sudah di gandeng oleh tangan kecil Joy yang membawanya masuk.
“Ayah yang paling merindukanmu Bren.” Suara sedih yang ada di sana, Membuat Brian menjenguk wajah si adik yang Nampak sedih. Ayahnya memang bgitu mencintai dia dan tak ada yang salah dengan itu semua karena mereka sudah bersama saat Brian masih sangat kecil.
“Baiklah antar kakak ke kamar ayah.” Ucap Brian akhirnya dan di sanalah dia sekarang, menatap ranjang tempat si pria tua berbaring dengan memejamkan mata. Terlihat begitu tenang dalam lelapnya. Selimut lusuh yang menutupi badannya tentu sangat hangat hingga dia tak menyadari orang membuka pintunya.
“Ayah, Bren di sini!” Suara sang anak yang menyebut putra yang begitu ia cintai mampu membuat mata sang pria tua terbuka dengan sigapnya dan menatap pemuda dengan mata biru kucing itu sudah berdiri di sana dengan senyum canggungnya.
“Bren kemari nak! Peluk ayahmu” Suara Martin bergetar, entah itu karena rasa harunya atau karena rindunya yang merindukan sang putra sejak kepergiannya. Dengan cepat Brian berlari memeluk ayahnya yang masih ada di ranjang dan dengan sesenggukan dua pria dewasa itu saling memeluk. Joy yang masih lugu juga ikut merangkul kakak dan ayahnya.
***
“Jadi katakana bagaimana keadaanmu di sana? Apa Alex memperlakukan kamu seperti anaknya sendiri?” Tanya keluar dari mulut Martin saat mereka sudah selesai dengan adegan peluk-pelukan.
“Tentu saja ayah, aku anaknya. Dan ayah sangat tahu bagaimana kerasnya aku tentu ayah tahu akan dengan mudah aku akan melawa papa jika dia tak memperlakukan aku dengan baik.” JElas Brian dengan sedikit senyum membuat Martin merasa lega dengan penuturan sang putra.
“Ayah khawatir kamu akan merasa terasingkan di sana, itu yang buat ayah tersu kepikiran denganmu. Tapi sekarang ayah bisa tenang setelah mendengar ceritamu.” Martin terus memegang tangan putra kesayangannya itu.
“Jadi bisakah ayah sehat sekarang setelah aku datang ke sini?”
“Tentu ayah akan sangat sehat.” Tawa terdengar dari pria tua itu.
“Joysi, Dari tadi aku tak melihat Derel. Kemana anak nakal itu?” Partanyaan Brian membuat si manis Joysi hanya menatap ayahn ya meminta kepastiankah itu atau sejenisnya.
“Bawa kakakmu pada Derel sayang!” Perintah sang ayah membuat Joy langsung mengambil pergelangan tangan kakaknya dan membawanya keluar dari kamar ayahnya menuju kamar yang ada di pojok. Brian melihat Moses yang sedang asik dengan sesuatu di ponselnya.
“Pengawal apa yang sedang kamu lakukan?” Tanya Brian yang membuat Moses langsung terperanjat dan bangun menatap tuan mudanya.
“Saya mengabari keadaan tuan muda pada tuan besar.” Ucapnya terus terang. Brian hanya mengangguk dan meminta Moses mengikuti langkahnya untuk ia kenalkan dengan adiknya yang cowok.
Saat pintu terbuka terlihat pemuda dengan tampang tegangnya sedang duduk di pinggir ranjang menatap orang-orang yang berdiri di ambang pintunya.
“Ada apa kamu tidak menyambut kedatangan kakakmu ini? Tidak sayangkah kamu padaku?” Tanya beruntun Brian saat ia sudah duduk dengan nyaman di sampan Derel yang terus menunduk.
Derel menggeleng.
“Terus alasan apa yang bisa kamu berikan?” Derel kini menatap kakaknya dan dengan cepat Derel sudah memeluk kakaknya dengan tangis pilu. Tangis penyesalan, tangis rasa bersalah. Brian hanya bisa kaku menatap bergilir antara pengawalnya dan Joy.
“Maaf kak, aku tidak sengaja. Sungguh kak aku minta maaf. Jangan marah padaku atau membenciku karena aku tidak akan sanggup menerima itu pada kakak.” Suara Derel di iringi dengan isakan-isakannya. Brian hanya bisa tercengang entah tak tahu apa yang di bicarakan sang adik yang sekarang telah membuat kemejanya basah.
“Katakan pada kakak, tentang apa ini?” Tanya Brian menatap adiknya dan membingkai wajahnya dengan kedua tangannya.
“Ikanmu mati karena kecerobohanku.” Derel menunduk siap mendapat murka dari sang kakak karena telah membunuh ikan kesayangannya.
“Tenanglah aku tak akan marah apalagi membencimu karena itu hanya seekor ikan.”
“Tapi kamu menyayangi ikan itu kan? Itu pemberian mama kan?” Ternyata adiknya tahu kalau mamanya menghadiahi ikan untuknya di saat terakhir. Mungkin dia memang kecewa karena pemberian mamanya harus hilang tapi marah pada adiknya hanya karena haal sekecil itu, tentu bukanlah sifat Brian.
“Tidak apa-apa.” Ucap Brian meyakinkan sang adik kalau ia tak marah dengan kematian si ikan.
***
Setelah seminggu lamanya, akhirnya Brian kembali menginjakkan kakinya ke rumah besar milik ayahnya. sekarang ia sedang berjalan bersama satu-satunya pengawal yang ia bawa. Moses dengan sigap berjalan di samping Brian saat mereka sudah menuruni mobil mewahnya dan pintu terkuak.
Aneh, itu yang pertama melintas di pikiran Brian saat ia tak melihat satu orangpun di ruang utama rumahnya. Keheranan yang sama juga di rasakan oleh Moses. Untuk pertama kalinya ia mendapati ruang utama sepi.
“Kemana semua orang pengawal?”
“Entahlah Tuan.”
Brian membuka jaketnya dan melangkah kearah kamarnya masih dengan setia di iringi sang pengawal tapi sedikit terkejut karena mendapati semua orang sedang ada di Bawah tangga dan masih banyak lagi yang ada di depan kamarnya dan sang kakak.
Semua terkejut mendapati kehadiran Brian dan dengan seceoat mungkin mereka mundur atau menunduk dengan perasaan takut tapi Brian tak mau mengurus orang-orang ini, apa yang terjadi di atas itu lebih mempusatkan perhatiannya.
“Ada masalah apa Marques?” Tanyanya pada kepala pelayan tapi hanya gelengan yang ia dapatkan. Brian kesal dan dengan cepat melangkah menaiki tangga.
“Apa yang terjadi Dimitri!” Suara Brian menggelegar dan Dimitri hanya bisa terpaku di tempatnya. Antara harus mengatakan sesuatu dan diam demi keselamatan jika dia nantinya salah bicara.
Tidak mau membuang waktu dengan keterdiaman sang pengawal kakak membuat Brian dengan berang membuka pintu kakaknya dengan sekali sentak.
Betapa rasa sakit itu ia terima dengan telaknya dan emosi itu seolah luntur dan di gantikan dengan rasa sakit yang menyerang ulu hatinya membuat pemuda bermata biru kucing itu menatap dengan tatapan nanarnya.
Amber sedang duduk di ranjang kakaknya dengan tampang berantakan dan menggunakan selimut sang kakak untuk menutupi tubuhnya dan kakaknya berdiri dengan tangan bersedekap menatap sayu kearahnya.
“Brian, kamu sudah pulang sayang?”Selena sudah ada di samping Brian, bermaksud membawa Brian dari sana dan biarkan ayahnya yang mengurus semuanya tapi ada darah keras Alex yang mengalir di tubuhnya jadi tak kan semudah itu ia melepas seorang yang membuatnya meraskan sakit di dadanya.
“Jangan membujukku untuk meninggalkan ruangan ini Selena!” Ucapan Brian penuh amarah dengan tatapan yang terus tertuju ke arah sang kakak yang sekarang hanya menatap dengan tatapan tak terbaca.
“Pergilah bersama mamamu Brian, biar papa bicarakan ini dengan kakakmu.” Selena kembali memegang kedua bahu Brian dan bermaksud membawa Brian atas perintah sang mama tapi dengan sigap Brian melangkah maju. Tak berhenti di sana Brian terus melangkah mendekati ranjang dan betapa semua orang terkejut saat Brian dengan kasarnya memegang rambut Amber dan menariknya dengan kasar.
“Aaacccchhh” Teriakan Amber tak membuat Brian kasihan atau menghentikan jambakannya karena sekarang Amber sudah terjatuh ke lantai dengan pakaian dalam yang masih menempel di tubuhnya, Brian menarik Amber keluar dan masih terus menarik rambutnya.
“Brian, berhenti. Kamu tenangkan dirimu.”
“wanita bangsat macam dia perlu di kasih pelajaran!” Suara Brian menggelegar membuat semua orang takut melihatnya. Tapi mereka tidak akan pernah tahu alasan apa yang membuat pemuda dengan mata indah itu bagaikan iblis menyiksa Amber.
“Pegang Brian biar papa suruh para pengawal membawa Amber enyah dari sini.” Ucapan Alex ia tujukkan untuk putra sulungnya yang hanya bisa sakit hati melihat sakit yang di derita sang adik.
Zac memeluk tubuh sang adik dari belakang dan terus membisikan kata maaf di telinga Brian dan dengan cepat para pengawal sudah berhasil menyeret Amber hilang dari pandangan Brian. Brian berontak dengan keras melepas pelukan kakaknya.
“Lepaskan aku! Jangan pernah menyentuhku lagi.” Suara Brian penuh ancaman dan berhasil membuat kakaknya melepas ia. Dengan cepat Brian masuk ke kamarnya dan meratapi kehancuran hati di dalam kamarnya.
***
Suara ketukan itu membuat Brian mengalihkan tatapan dari ponselnya kearah pintu. Dia hanya menatap pintu itu tak berniat membuka siapa pengetuk gelap itu. Hatinya sungguh di ambang tak tentu, melihat apa yng terjadi di kamar kakaknya, tentu mereka sudah melakukan lebih dari sekedar sentuhan ataupun ciuman. Kalau memang kakaknya sungguh mencintai wanita milik ayahnya, kenapa dia menciumnya. Sial, otaknya benar-benar down sekarang.
Jika dengan membunuh wanita itu membuat hatinya tenang haruskah ia lakukan itu?
“Brian, ini papa sayang! Papa boleh masuk?” Suara sang Papa membuat Brian kembali menjenguk kearah pintunya. Kali ini ia mendengus, seakan itu bisa mengurangi beban di hatinya.
Brian berdiri, melangkah menuju pintu dan dengan cepat membukanya, menampakkan sosok ayahnye dengan senyum yang bisa sedikit menenangkan hati Brian tapi sungguh itu hanya sedikit.
“Sekali lagi papa tanya, boleh papa masuk?”
“Masuklah Pa, ini rumahmu.” Jawab Brian seadanya dan berjalan lebih dulu meninggalkan sang ayah yang baru masuk. Alex menghampiri Brian yang sedang duduk di jendelanya, menatap anaknya dengan penuh keheranan. Dia tidak pernah memiliki saudara, jadi akankah dia juga seperti itu jika ia berada di posisi anak bungsunya sekarang.
“Papa tidak tahu harus berkata apa padamu sayang, karena papa sendiri juga sangat terkejut,”
“Papa tidak harus bicara karena bukan papa yang menginginkan semua itu terjadi. Apa papa tidak sakit hati melihat mereka?” Pertanyaan Brian cukup untuk membuat senyum tersungging di bibir Alex. Membuat kerutan di dahi Brian, segitu ikhlasnyakah papanya terhadap hubungan putra dan istrinya.
“Tentu papa marah, bahkan papa malah ingin membunuh wanita itu yang telah dengan lancangnya menggoda anak papa tapi papa ini hanyalah seorang ayah, yang bisa papa lakukan hanyalah mencoba menerima semua rasa sakitnya. Dan merelakan mereka bersama tentunya jika memang mereka menginginkannya.” Ucapan Alex mampu membuat Brian menganga.
“Jadi kakak sudah bersama wanita itu sekarang?” Sungguh rasanya semakin menyakitkan saja.
“Tidak.”
“Terus?”
“Zac tidak mencintainya, sungguh tak mencintainya. Dia hanya mau menghukum papa karena dulu tak mau menghiraukannya saat dia dengan mentah-mentah menolak pernikahan papa. Papa sangat mengerti dia tak menerima tapi sungguh waktu itu papa lagi sakit hati dengan mamamu hingga papa mencari pelampiasan pada wanita lain.”
“Kenapa bisa mamaku?” Penjelasan Alex sungguh membuat Brian semakin tak mengerti.
“Dua tahun lalu papa mengajak mamamu untuk kembali pada papa dan akan papa ceraikan Selena asal mamamu mau kembali pada papa tapi dengan tegas mamamu menolaknya dan dia mengatakan kalau Selena adalah ibu pengganti yang pantas untu kakakmu.” Alex menerawang seolah menonton masalalunya. “Setelah mendapat penolakan oleh mamamu, papa bilang ke dia kalau papa akan menikah dengan wanita lain yang tak pantas menjadi ibu pengganti buat kakakmu tapi mamamu lagi-lagi dengan senyumnya mengatakan kalau papa tak akan menyakiti putra papa sendiri. Papa hancur di sana saat Diana melangkah meninggalkan papa.” Alex tertunduk menyesali semua perbuatan yang di perbuatnya.
Brian menatap sang ayah dengan perasaan yang amat mengerti. Dia berjalan mendekati ayahnya yang tertunduk di sofa tunggalnya dengan wajah tertunduk. Brian di samping sang ayah dan memeluknya.
“Papa memilikiku sekarang jangan merasa sendiri lagi.” Ucapan sang anak bungsunya membuat Alex mengangkat wajah dan dengan serta merta memberikan Brian kecupan hangat di kening putra bungsuya dan menariknya kepelukannya dengan tetesan airmata bahagia karena dia sudah memiliki utuh sang putra bungsu.
“karena papa sudah memilikimu, maukah menyanyi untuk papa saat acara besok?”
“Acara apa Papa?”
“Ulang tahun Papa,”
“Papa ulang tahun dan Brian tidak tahu sama sekali?”
Alex tersenyum dan diamnya Brian sebagai jawaban iya untuk permintaan yang ia ajukan. Mengingat anaknya itu memiliki suara yang tak bisa di ragukan untuk di katakana bagus.
***
You and me, we made a vow For better or for worse I can't believe you let me down But the proof's in the way it hurts
For months on end I've had my doubts Denying every tear I wish this would be over now But I know that I still need you here
You say I'm crazy 'Cause you don't think I know what you've done But when you call me baby I know I'm not the only one
You've been so unavailable Now sadly I know why Your heart is unobtainable Even though Lord knows you kept mine
You say I'm crazy 'Cause you don't think I know what you've done But when you call me baby I know I'm not the only one
I have loved you for many years Maybe I am just not enough You've made me realize my deepest fear By lying and tearing us up
You say I'm crazy 'Cause you don't think I know what you've done But when you call me baby I know I'm not the only one
I know I'm not the only one I know I'm not the only one And I know... I know I'm not the only one
Entah bagaimana suaranya begitu menghipnotis semua orang hingga tak ada satupun yang berkedip, dengan penghayatan yang begitu dalam. Airmata dari mata biru kucingnyapun mampu membuat getar. Siapa sangka di balik lagu yang ia nyanyikan ada kesakitan tersendiri yang ia rasakan dan hanya pembuat sakit itu yang tahu
Pandangan mata itu bertemu dan seolah itu adalah tatapan perang antara mata biru kucing dan mata grey yang begitu kentara akan perasaan yang sama tapi mempunyai dinding pembatas yang tak mudah untuk di robohkan bahkan tak mungkin untuk di hancurkan.
***
TSnya rajin sekali wkwkwk xD
@zeva_21 @Bun @3ll0
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@SteveAnggara @hendra_bastian
@harya_kei
@fauzhan @NanNan @boy
@BangBeki @arieat @Asu12345
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04 @kristal_air
@_abdulrojak @ardavaa @abong
@dafaZartin
masih dgn alasan yg sama dan mungkin akn mnjd alasan ku setiap saat kalau kalian mnemukan typo atau sejenisnya mka itu krn kmalasanku untuk membcax.. hihi
duuh...sakit banget hatinya Brian..
Kak @Bun part next aku mau kasih kejutan yg ku maksud, tngguin yahh?
@Otho_WNata92 dan @hendra_bastian ternyata kita sama2 senang si amber out.. yeee
@littlemark04