"Aku... udah nembak pak Wisnu, guys,"
Mendengar pemberitahuan dariku itu, ketiga kawanku—Jaya, Heru dan Heri—menyemburkan minuman dan makanan yang sedang mereka teguk dan juga kunyah. Heri terbatuk-batuk, Jaya melongo dengan mulut penuh air, sedangkan Heru sedang kelabakan meraih kotak tisu yang ada di ujung meja.
"Lo... serius, Han?"
Aku mengangguk pelan menjawab pertanyaan Heru yang sedang sibuk mengelapi mulut kembarannya yang masih sedikit terbatuk.
"A—uhuk—aku gak nyangka kamu berani banget," komentar Heri sesaat setelah batuk akibat tersedaknya mereda.
Aku cuma menghela nafasku.
"Terus, pak Wisnu jawab apa?" tanya Heru lagi.
Aku menggeleng. "Aku gak tau,"
"Lho, kok?" Heri dan Heru berseru kompak.
"Kan aku nembaknya lewat email. Jadi kemungkinan baru nanti malem aku dapat balesan dari dia," jawabku disertai senyum simpul. Heri dan Heru saling melempar pandangan.
Jaya berdeham keras. Mulutnya ia bersihkan menggunakan ujung lengan seragamnya. "Gue kira lo nembak langsung, Han,"
Aku menekuk mulutku. "Aku gak seberani itu kali,"
"Terus, kamu nembak dia-nya gimana?" tanya Heri antusias.
"Aku cuma kirim email: 'Pak, saya suka bapak. I love you, pak Wisnu. Mmuach!', udah gitu aja,"
Krik krik krik.
Jaya, Heri dan Heru mengangakan mulut mereka. Aku mengerutkan kening.
"Nggak ada cara nembak yang lebih kreatif lagi, ya?" komentar Heru sinis.
Jaya mendengus. "Tau ah, si Yuhan! Padahal kan gue ngarepnya lo ngirimin puisi dulu gitu, atau nggak—"
"Bentar deh," Heri menyela penuturan jaya. "Alamat email kamu kan Hantuduapuluhsembilan et gemail dot com, pak Wisnu bakalan tau gak kalo kamu yang nembak dia?" tanya Heri menatap lekat ke wajahku.
Seketika, aku pun mematung. Aku menjambak rambutku sendiri.
"Iya, ya! Kok aku baru sadar?! Sekarang gimana dong?!" jeritku parau, baru menyadari kebodohanku.
"Palingan pak Wisnu cuma bales email lo dengan: 'Maaf. Saya gak tertarik untuk pacaran dengan mahluk dari dunia lain," dan jawaban menyebalkan Heru disambut tawa oleh kekasih dan juga kembarannya. Aku mendelik sebal.
"Aku serius, Ru! Ah, kamu!" aku melemparkan sedotan dari botol minuman Jaya ke arahnya.
"Habisnya, lo sendiri yang salah..." cerca Jaya.
Aku menutupi wajahku sendiri yang serasa dibakar oleh rasa malu. Ya Tuhan, sekarang aku harus bagaimana?
. . .
Aku mengangakan mulutku, tangan kananku gemetaran memegangi mouse dengan layar laptop yang masih menampilkan halaman inbox email-ku yang beberapa detik lalu baru aku buka.
"I-ini..."
Aku membaca sekali lagi balasan pesan dari Wisnurandiarta et gemail dot com yang terpampang di depan mataku.
[Ini Yuhan Raharjuan dari kelas 11 A, 'kan? Saya kurang mengerti maksud dari pesan kamu. Bisa kita bertemu saja besok di sekolah? Bicara empat mata...]
Aku memekik.
"HERU, HERI, JAYA! AKU HARUS GIMANA?!" jeritku frustasi sambil meremas mouse dan menjedot-jedotkan kepalaku ke meja.
"Yuhan! Udah malem, malu sama tetangga!" seru Mamah dari luar kamarku.
Aku menggeram jengkel.
Jadi, Pak Wisnu tahu kalau Hantuduapuluhsembilan itu aku. Tapi kenapa dia bisa tahu? Dan... dia mengajak aku bertemu besok di sekolah untuk bicara empat mata? Guru Bahasa Inggris ini sedikit sinting atau memang benar-benar tidak mengerti, sih? Aku kan sudah jelas-jelas mengetik kata 'I love you' di sana, tapi masa dia tidak paham sepenuhnya?
Aku menutup laptopku tanpa meng-shut-down-nya terlebih dulu. Cepat-cepat meraih ponselku untuk mengirimi Heri pesan. Kalau Jaya dan Heru bisa diurus nanti, pasangan somplak itu akan lebih banyak memberi bully-an daripada saran.
[To: Heri.
Her, Pak Wisnu ternyata tau. Dia ngajak aku ketemuan besok, aku harus gimana?]
Setelahnya, aku menekan tombol 'send'. Tak berselang satu menit, balasan dari Heri datang.
[From: Heri.
Wew...]
Aku mengernyit membaca pesan singkat tak bermakna itu. Sahabat biadab.
[To: Heri.
KASIH SARAN BUAT AKU LAH, DODOL!]
[From: Heri.
Hehehe... Sorry, Han...
Tunggu aku pulang, ya? Sekarang lagi sama Abang Dendit nih. Hihi.]
Aku mendengus gemas. Ini malam Jum'at Kliwon, tapi bisa-bisanya si Heri malah kencan dengan pacarnya yang lebih tua empat tahun itu? Eh, sebentar... Aku dan pak Wisnu saja jarak usianya lima tahunan, kok.
Aku sewot. Ketar-ketir. Aku membanting ponselku ke ranjang, berguling-guling di lantai sambil menggerutu.
Apa yang harus aku lakukan? Apakah besok aku benar-benar harus bertemu dengan Pak Wisnu? Tapi...
Aku kemudian terduduk di lantai. Menelengkan kepalaku.
Masalahnya, kami mau bertemu di sekolah tapi di mananya? Kapan? Jam berapa? Ya Tuhan, Yuhan... Kamu kok jadi cowok lelet banget sih otaknya?!
-TBC-
Sebenarnya ini sudah pernah aku publish di facebook dan sudah tamat, tapi coba-coba buat lapak di sini juga, deh.
Moga aja pada minat. Wehehehe...
Comments
@Rika1006 @lulu_75 nanti, ya.
@yuliantoku Belum tamat ini. Kan ada TBC itu.
@Adityaa_okk Sip.
@FajarrSipitt Kayaknya ya xD Aku juga gak yakin.