It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ai mendeteksi komposisi udara yang berbeda antara Bumi dengan Aemestry, planet asalku. Komposisi Bumi lebih keruh, konsumsi dalam intensitas tinggi membuat tubuhku menjadi lebih lemah. Berrj’ telah menyiapkan semua yang kubutuhkan, termasuk inhaler, antisipasi apabila kami sampai di tempat yang kondisi udaranya mematikan. Namun jumlahnya tidak banyak….dan aku tidak tahu sampai kapan aku akan terus di sini. Terlebih lagi aku tidak bisa selamanya hidup di dalam lifebox ini. Aku harus keluar….mencoba untuk tinggal di luar sana sampai…entahlah sampai kapan. Bahkan aku juga tidak tahu apa yang aku tunggu…..apa yang harus aku lakukan di sini.
Aku meringkukkan kakiku. Aku merasa takut….sepi. Terbayang semua terasa sulit.
Seekor burung kecil terdiam di depanku. Tepat di depan kotak kacaku. Ia melihatku dengan penuh kebingungan. Mematuk kaca seakan ingin membangunkanku. Aku tersenyum……terpaku memandang tingkah polah burung kecil tanpa rasa takut itu. Mengingatkanku pada kenangan masa lalu.
“Itu makan siangmu, Mika.” Berrj’ mengingatkanku dari kejauhan.
“Aku tidak lapar.” Jawabku sambil melemparkan remah roti. Sekelompok burung mendekat. Mematuk remah roti yang kulemparkan dengan sedikit takut-takut.
Berrj’ berjalan mendekat dan duduk di sampingku. Badannya sedikit lebih besar dariku. Aku tidak tahu berapa usianya…kukira tidak terlalu jauh dengan umurku…entahlah aku tidak pernah bertanya juga.
Berrj’ mengambil potongan roti dari genggamanku. Kini dia yang melempar remah roti pada burung-burung kecil berbulu kuning itu. Tanpa sadar aku merebahkan kepalaku di pundaknya. Tubuh Berrj’ dingin….tapi aku merasa hangat di dekatnya.
“Mika..Mika…! hey…!” samar kudengar suara itu. Sesaat kemudian aku tersadar dari lamunanku. “Kamu tidak apa-apa?”
“Ha?” aku menengadah. Memandang Ai dengan muka bertanya. “Memangnya aku kenapa?” tanyaku.
“Kamu terdiam lama di situ.” Jawab Ai singkat menyadarkanku. Perlahan kurasakan air mata menetes membasahi lututku. Reflek aku segera menghapus air mataku.
Aku memaksakan tubuhku untuk bangkit. Tubuhku sudah jauh lebih terbiasa setelah tertidur sekian lama. Ai memandangku dengan penuh tanda tanya. “Apa yang akan kamu lakukan sekarang?”
Berrj’ sudah hancur. Kini aku sendiri berada di tempat yang sangat asing. Life support sangat terbatas. Tak ada pilihan lain kecuali keluar dari kotak itu dan melihat dunia luar.
“Hmm….Ai…Kamu pernah baca buku petualangan?” tanyaku sambil mengambil inhaler dan menghirupnya dalam-dalam sampai habis.
Ai paham apa maksudku. Dia mengangguk dan tersenyum. “Life Box akan terbuka dalam lima..empat..tiga..dua..satu. Aku akan aktif kapanpun kamu membutuhkanku.”
Seketika kotak kaca terbuka membuat sekumpulan burung yang sedari tadi berkerumun langsung beterbangan. Perlahan kurasakan udara luar menerpa wajahku. Dingin. Namun masih lebih hangat dari Aemestry. Kulihat kotak kaca itu menyusut menjadi sebuah box kecil. Menyisakan sebuah tas ransel besar berisi berbagai macam alat dan keperluan yang kubutuhkan. Aku mengambil kotak lifebox yang telah menyusut itu dan menyimpannya ke dalam tas ransel.
“Ai….kamu siap?” gumamku pelan. Jam tanganku berpendar merah dan kudengarkan jawaban samar Ai.
“Aku selalu siap, Mika.”
Ai memanduku keluar dari hutan lebat tempatku bersembunyi. Cukup banyak hal yang berhasil dideteksi dan direkam oleh Ai. Hal itu sangat membantu. Aku dapat mengenali hewan-hewan yang sebelumnya terasa asing bagiku. Kebanyakan berkaki empat. Beberapa punya tanduk yang sangat indah….beberapa punya bintik unik di kulitnya. Namun hewan-hewan itu sepertinya sangat penakut. Sedikit suara saja mereka langsung kabur tak beraturan.
Ternyata aku berada di tengah-tengah sebuah gunung. Kurasa gunung ini tidak terlalu besar. Namun hutannya sangat lebat. Ai telah membuat penyesuaian pada jam tanganku. Di Bumi sehari adalah 24 jam waktu lokal. Agak sedikit berbeda dengan Aemestry namun tidak akan menjadi masalah besar. Aku melihat jam tanganku menunjukkan pukul 4 lebih sedikit.
“Gravitasi di sini 98% dari Aemestry. Seharusnya tidak akan jadi masalah buatmu.” Suara Ai pelan memecah kesunyian.
Jam tanganku bergetar pelan. “Mika…coba kamu lihat di sebelah kirimu. Sepertinya kamu akan menyukainya.” Kata Ai.
Aku berhenti berjalan dan menoleh ke kiri. Kulihat di cakrawala langit berubah warna. Dari hitam kebiruan berubah makin merah. Tidak…kuning… ya kuning kemerahan. Langit makin jelas terlihat cerah. Biru….semua tampak biru…sedikit warna putih…awan. Aku terdiam. Terpukau oleh apa yang aku lihat. Sesaat kemudian kulihat pendar bulat itu.
“Iloo….” Gumamku pelan
“Mereka menyebutnya Matahari. Hanya ada satu di sini.” Jelas Ai.
“Matahari.” Gumamku. Bintang Bumi terlihat lebih besar dari Olii dan Iloo. Baru kali ini aku berada di planet dengan satu bintang. Sangat indah.