It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
si ical suka apa ya sama nathan ..
SANDI bangsat, aku lupa kalau dia adalah ketua madding. Karena pelupa begini jadilah aku bahan gossip terhangat seantero sekolah. Hati sudah kesal setengah mampus tapi si Sandi berengsek itu hanya cengengesan tidak jelas. Mana gossipnya dilebih-lebihkan lagi, setahuku aku hanya taruhan dengan Sandi buat pacarin cewek yang dia tunjuk, masak gossipnya bilang aku tergila-gila pada Yesa, sialan sumpah.
Aku hanya menunduk setiap kali lewat di krumunan anak-anak yang sibuk bergosip ria. Rasanya tak ingin menginjakkan kaki lagi disekolah ini tapi mau bagaimana lagi, mama lebih menakutkan daripada mereka semua.
Langkahku terhenti saat tiba di depan Nathan dan para kelompoknya, mereka menghalangi jalanku.
“Gue kira lu gak demen sama yang alim, tahunya doyan juga lu.” Ejekan Ari menyulut emosiku. Sabar Cal, mereka hanya ingin kamu marah jadi tersenyumlah dan anggap mereka tidak pernah bicara apapun.
“Salut juga gue ama tu cewek bisa buat seorang Ical tergila-gila,” Timbal bara yang membuat ku semakin memunculkan tanduk di kepalaku.
“Jangan-jangan lu kena pelet nih Cal, sebaiknya lu hati-hati ama tuh cewek. Aku ikut perihatin dengan hidup lu.” Tolong jangan hilangkan kotak kesabaranku. Nathan hanya diam menatap lurus kedepan seolah sedang tidak terjadi apa-apa didepannya.
“Kalau gue cinta sama dia masalahnya sama kalian apa? jaga bacot kalian semua, cowok bacot kayak cewek!” Mungkin kotak kesabaranku sudah hilang entah kemana.
“Lu yang gak usah songong jadi cowok, lu ngrasa paling keren,,”
Aku meninju rahang Bara yang belum sempat menyudahi ucapannya, tubuh Bara terhuyung mundur memegang rahangnya yang terlihat memar.
“Setan lu ya?” Kali ini Ari berhasil meninju perutku, membuat aku meringis kesakitan. lagi-lagi Bara meninju wajahku. Ohh wajah ku yang cakep hancur sudah. Aku menendang tulang kering Ari tapi Bara kembali berhasil meninju sudut bibirku, rasanya asin.
Dua melawan satu tentu saja aku kalah, tapi sial kenapa si Nathan bodoh itu diam saja dengan terus menatap kosong kedepan. Aku mati sekarang, tubuhku lunglai kelantai dan mendapat serangan dari Bara dan Ari.
Tangan ku terus ku gunakan untuk melindungi wajah ku. Aku tidak mau anugerah terindah dari tuhan ini harus rusak gara-gara dua bangsat ini.
Tiba-tiba kurasakan pukulan mereka berhenti, aku membuka mataku dan melihat Ari dan Bara sudah terkapar kelantai. Siapa yang melakukannya? Kulihat Nathan mengibaskan tangannya. Jadi dia yang menolongku. Aku melihat tatapan beringas dari mata hazelnya, untuk pertama kalinya aku melihat dia semarah itu.
“Kalian apa-apaan berantem disekolah? Kalian semua ikut bapak kekantor!” Pak Gustav menyalak. Aku bangun dengan terhuyung. Tanpa menoleh kearah Nathan dan kacungnya, aku langsung berjalan keruang guru. Inilah yang dinamakan sudah jatuh tertimpa tangga pula, badan sakit dan harus kena marah pak Gustav yang killer abis
***
Setelah mendapat wejangan khas guru, kami akhirnya boleh keluar dengan hukuman harus membersihkan taman belakang yang super berantakan seperti hutan antah berantah. Tapi membantah pak Gustav sama saja dengan harga bunuh diri.
Aku keluar yang langsung disambut oleh Sandi bangsat, Aku berjalan tak mau menoleh kearahnya. Aku tidak mau lagi dekat dengannya. Memanfaatkan teman sendiri demi kepentingan pribadinya tak bisa kuterima caranya.
“Cal gue minta maaf,” Suara Sandi memelas, Aku bersidekap tak mau menatap kearahnya.
“ngomong sama tembok sana.”
“Coba kamu tembok, aku pasti mau.” Aku menjitak kepala Sandi membuat ia mengaduh dan mengelus kepala pelontosnya. Aku kesal pokoknya sama Sandi.
“Pokoknya gue mau gossip soal gue itu di bersihkan dan soal Yesa gue sudah gak mau lagi ngelanjutin taruhan kita. Gue lebih cocok temenan sama Yesa daripada menjadi pasangan. Lagian juga Yesa tahu soal taruhan kita dan dia bersedia buat bantuin gue.”
“Apa? Jadi lu ngebohongin gue sama Riki?” Aku kali ini tersenyum memelas padanya. Sandi memegang kepalanya seakan prustasi.
“Pantesan lu cepet banget jadiannya, gue dari awal emang udah curiga ternyata lu gitu.”
“Pokoknya gue mau semua gossip itu dihapus kalau gak gue bakal stop temenan ama lu.” Ancamku.
“Bodo ah, gue bakal bilang sama Riki. Lu lihat aja gimana keselnya dia, udah satu minggu jadi kacung lu. Sialan lu, gue cabut deh.” Sandi berlalu dari hadapanku saat aku hanya senyum gak jelas padanya.
Aku berbalik dan melihat Nathan sudah berdiri di belakangku, sejak kapan cowok ini berdiri disana. Aku mau pergi tapi kenapa kaki ku mematung. Aku hanya membalas tatapan mata hazelnya. Dia menatapku seolah menyesali sesuatu.
“Lu ngalangin jalan gue,” Ucapan itu yang keluar dari mulutku. Aku kaget saat tangan Nathan menyentuh ujung bibirku yang terasa perih.
“Sakitkah?” Aku mulai risih dengan caranya, karena banyak anak yang memperhatikan kami dan aku tidak suka tatapan tanya mereka.
“Joi, sakit!” Suara ku sedikit memekik saat Nathan menyentuh sudut bibirku dengan tekanan dan aku menyesali kata-kata yang keluar dari mulutku.
Aku memegang tangan Nathan yang masih berada di wajahku, oke ini mulai terkesan romantic dan aku masih sadar untuk mundur dan menerima fakta kalau kami sama-sama cowok. Nathan terlihat biasa saja tak terlihat raut risih atau apapun namanya di wajahnya. Aku sebaiknya pergi.
***
NATHAN POV
INIKAH yang disebut dengan kebahagiaan. aku rasanya ingin berlari sambil berteriak kalau ternyata orang yang kucintai tidak benar-benar memiliki kekasih dihatinya tapi tentu saja aku tidak akan melakukan hal itu, aku belum terlalu gila untuk membuka aib ku sendiri.
Aku masih terpaku mendengar percakapannya dengan pemuda bernama Sandi dan aku tahu dialah biang keladi dari kegalauan ku selama dua hari ini. Ingin saja ku balas dia karena telah membuat Rival kena masalah sampai ia harus terluka tapi aku juga yang salah karena tidak cepat bertindak.
Tidak ada maksudku untuk membiarkan dua bangsat itu menghajar wajahnya, hanya saja aku sedang ada dikondisi antara sakit hati dan marah. Sakit hati karena Rival tak membantah ucapan Ari dan Bara dan marah karena aku masih berharab kalau gossip itu tidaklah benar. ternyata memang tidak benar sama sekali.
Aku masih terlalu cinta pada mahluk tuhan yang satu ini, aku tidak bisa begitu saja melepasnya. Dia milikku takkan kubiarkan dia diambil oleh orang lain.
Mata coklatnya menatapku penuh heran, aku baru sadar kalau sekarang dia sudah ada di depanku dengan tatapan yang mengarah kemataku. Aku tidak mau melewatkan situasi sebaik ini. Tidak peduli walau ramai anak yang berlalu lalang, yang kulihat dia juga hanya diam saja ditempatnya.
“Lu ngalangin jalan gue,” Ingin saja ku tertawa mendengar ucapannya, setahuku tempat kami berdiri tidaklah sempit. Dia bisa saja pergi melewatiku, aku tak merasa menghalangi jalannya.
Kusentuh luka disudut bibirnya, ada darah yang sudah mengering disana. Dia terluka karena aku, andai aku lebih cepat menolongnya pasti wajahnya akan baik-baik saja. Aku sungguh menyesal.
“Sakitkah?” Tanyaku penuh penyesalan. Ekor matanya menatap keseluruh penjuru, aku tahu dia mulai risih dengan anak-anak yang melirik kearah kami tapi apa peduliku pada mereka semua?
Aku menekan agak keras lukanya yang langsung membuat ia memekik, Aku sungguh bahagia mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku merindukan panggilan spesialnya itu. Aku hanya terdiam menatap kepergiannya.
***
SAAT bersih-bersih di belakang sekolah yang disebut taman walau lebih pantas disebut taman yang hancur dia sering melirik kearahku, mungkin dia mulai curiga dengan perubahan sikapku tapi aku sudah tidak peduli sekarang. Aku malah ingin dia tahu tentang perasaanku, tapi tidak dari mulutku karena aku tentu saja sangat pengecut untuk memberitahu semuanya.
Aku berjalan kearah parkiran saat kulihat seorang pemuda berdiri disana dengan jaket kulitnya, Aku kenal orang itu, Juna. Dengan langkah tak bersemangat aku mendekatinya.
“Lu ngapain disini?” Suara ku ketus.
“Tidak boleh pulang bersama mu?” Tanyanya balik.
“Punya mobil sendiri juga masih mau nebeng aja, lagian sekolah lu jauh dari sekolah gue ngapain pake acara pulang bareng?”
“Aku hanya ingin menjadi teman yang baik, kamu tidak lupakan kalau aku temanmu?” Senyum memuakkannya keluar.
“Gue inget lu temen gue tapi gue juga sangat inget kalau 3 minggu yang lalu lu bilang cinta ke gue.” kali ini suara ku sedikit ku pelankan. Aku tidak ingin ada yang terkejut mendengar ucapanku.
“Aku gak maksa kamu nerima kan Tan, aku cuma berusaha bersikap jujur sama kamu dan perasaanku.”
“Berhenti pakai aku-kamu, risih gue dengernya dan lu boleh ikut mobil gue tapi Cuma hari ini.” Terpampang senyum diwajah Juna tapi aku hanya bisa menyeringai untuknya.
***
@DM_0607
@Adi_Suseno10 @abong @lulu_75
@4ndh0 @hendra_bastian @littlemark04
@arieat @bumbellbee @Adamx @Akhira @3ll0