It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
gokil yang gimana??
Adegan hotnya jangan dicut dong Tam
°•¤ Happy Reading Guys ¤•°
@Antistante @yuzz
@meong_meong @anohito
@jeanOo @privatebuset
@Gaebarajeunk @autoredoks
@adinu @4ndh0
@hakenunbradah @masdabudd
@zhedix @d_cetya
@DafiAditya @Dhivars
@kikyo @Tsu_no_YanYan
@Different @rudi_cutejeunk
@Beepe @dheeotherside
@faisalrayhan @yubdi
@ularuskasurius @Gabriel_Valiant
@Dio_Phoenix @rone
@adamy @babayz
@tialawliet @angelofgay
@nand4s1m4 @chandischbradah
@Ozy_Permana @Sicnus
@Dhivarsom @seno
@Adam08 @FendyAdjie_
@rezadrians @_newbie
@arieat @el_crush
@jerukbali @AhmadJegeg
@jony94 @iansunda
@AdhetPitt @gege_panda17
@raharja @yubdi
@Bintang96 @MikeAurellio
@the_rainbow @aicasukakonde
@Klanting801 @Venussalacca
@greenbubles @Sefares
@andre_patiatama @sky_borriello
@lian25 @hwankyung69om
@tjokro @exxe87bro
@egosantoso @agungrahmat
@mahardhyka @moemodd
@ethandio @zeamays
@tjokro @mamomento
@obay @Sefares
@Fad31 @the_angel_of_hell
@Dreamweaver @blackorchid
@callme_DIAZ @akina_kenji
@SATELIT @Ariel_Akilina
@Dhika_smg @TristanSantoso
@farizpratama7 @Ren_S1211
@arixanggara @Irfandi_rahman
@Yongjin1106 @Byun_Bhyun
@r2846 @brownice
@mikaelkananta_cakep @Just_PJ
@faradika @GeryYaoibot95
@eldurion @balaka
@amira_fujoshi @kimsyhenjuren @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep
@LittlePigeon @yubdi
@YongJin1106 @Chachan
@diditwahyudicom1 @steve_hendra
@Ndraa @blackshappire
@doel7 @TigerGirlz
@angelsndemons @3ll0
@tarry @OlliE @prince17cm @balaka
@bladex @dafaZartin
@Arjuna_Lubis @Duna
@mikaelkananta_cakep
@kurokuro @d_cetya
@Wita @arifinselalusial
@bumbellbee @abyh
@idiottediott @JulianWisnu2
@rancak248 @abiDoANk
@Tristandust @raharja
@marul @add_it
@rone @eldurion
@SteveAnggara @PeterWilll
@Purnama_79 @lulu_75
@arGos @alvin21
@hendra_bastian @Bun
@jeanOo @gege_panda17
@joenior68 @centraltio
@adilar_yasha @new92
@CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan
@eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @Togomo
@adilar_yasha @GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26 @abyyriza @privatebuset @Bun @sujofin @centraltio
@TedjoPamungkas @cute_inuyasha @hehe_adadeh @Vio1306 @gemameeen
@febyrere @Prince_harry90
@ando_ibram @handikautama @babayz @seventama @Gaebara @coniostring1
×××°•••°°•••°×××
Gara-gara Suwek bilang padaku kalau selama ini Wahid masih menyimpan perasaan padaku, aku mewanti-wanti semua orang jangan sampai semuanya orang tau kalau hubunganku dengan Bang Zaki sedang dilanda masalah. Disatu sisi aku takjub dengan Wahid. Sementara disisi lain, aku tidak mau merusak kemesraan antara Wahid dengan Subi.
Sekarang belum genap satu bulan Bang Zaki menghindariku. Tak bisa kupungkiri kalau ini sangat menyiksa batin. Tapi aku terus memaksakan diri, kalau semuanya akan baik-baik saja. Sebab itulah aku melakukan hal yang sama seperti yang Bang Zaki lakukan, yaitu menyibukkan diri dengan pekerjaan. Terlebih sekarang aku aku juga ikut menyibukkan diri untuk merealisasikan rencana Taka membuat usaha bersama. Yaitu membeli tanah dan membangunnya menjadi home stay.
Awalnya aku tak percaya kalau ternyata tabunganku sudah lebih dari cukup untuk melakukan itu. Dan setelah aku kalkulasi, nyatanya aku bisa melakukan hal itu bersama dengan Taka.
Karena aku masih awam dalam menjalankan bisnis seperti ini, maka aku tidak bisa membantu banyak. Aku cuma bisa terkagum-kagum dengan keseriusan Taka untuk menjalankan bisnis baru kami ini. Aku lebih sering kebagian jatah memegang pembukuan. Karena Taka bilang aku bisa lebih hati-hati untuk mengelola keuangan dibandingkan dengan dirinya.
Meskipun Bang Zaki menghindariku, tapi ia tak pernah sungkan untuk membantuku. Satu-satunya alasanku untuk bisa berbicara dengannya adalah saat aku meminta saran dan bantuannya. Tapi Bang Zaki akan langsung menghindar bila aku mau membahas hal diluar masalah bisnisku dengan Taka.
Misalnya saja saat kami sedang duduk berduaan di gazebo dekat kolam renang, di halaman belakang rumah. Kalau aku bilang, aku merindukannya, ia akan langsung ngeloyor pergi sambil berujar agar kami tidak membahas hal itu.
Pernah sekali waktu, aku mengirimkan SMS padanya, mengenai rasa rindu yang kurasakan. Tapi Bang Zaki hanya menyambut dingin SMS-ku itu. Dikatakannya, jangan membahas hal itu lagi. Dibilangnya aku tak boleh kekanak-kanakan juga jangan egois. Aku harus membuat kepercayaan Mamah kembali padaku.
Mungkin aku terkena karma, karena ulahku pada Wahid. Selama ini aku memang menutup mata dan telinga. Tanpa Suwek beritahu pun, aku bisa merasakan hal itu di diri Wahid. Kecemburuan yang tanpa sadar ia berikan ketika melihat kemesraanku dengan Bang Zaki misalnya. Aku berusaha tak peduli saat Wahid menatap kearah kami dengan pandangan penuh iri.
Kalau aku melihat Subi yang selalu dekat dengan Wahid, aku jadi membayangkan diriku yang selalu di dekati Wahid sebelum mereka jadian. Tapi dengan cepat kutepis bayanganku itu. Aku tau aku sedang berada di fase patah hati. Tapi aku menolak keras bahwa aku sedang berada diposisi itu.
Aku selalu menempatkan diriku seolah tak pernah ada kejadian apapun di dalam hubunganku dengan Bang Zaki. Selama ia masih sudi berbicara denganku, aku tau, kalau hubungan kami masih bisa berlanjut suatu hari nanti. Meskipun aku tidak tau kapan hal itu akan terjadi atau mungkin tidak akan terjadi sama sekali.
"Enggak makan siang Kak?"
Pertanyaan Subi membuyarkan lamunanku. Saat aku selesai menggeleng, mendadak saja Suwek meletakkan sebuah mangkuk berisi salad dan segelas penuh jus mangga kesukaanku.
"Makan dulu Bang Ki. Tadi pagi Taka udah koar-koar ke gue" Suwek berujar dari seberang meja kasir, dimana aku sedang duduk saat ini.
Kusimpan semua buku-buku ke dalam laci di meja kasir. Kemudian mengangkat mangkuk berisi salad buatan Suwek itu, sementara Suwek dengan tanggap meraih gelas berisi jus buatannya. Aku sekarang duduk di kursi yang letaknya paling dekat dengan meja kasir. Suwek menghilang sejenak, dan kembali dalam hitungan detik. Ternyata dia mengambil makanan yang sama denganku.
"Gue disuruh diet ama Taka. Katanya perut gue udah mulai mancung" Suwek berujar sambil menepuk perutnya.
"Masa? Coba liat" aku menyahut.
Suwek mengangkat polo shirt-nya. Menunjukkan perutnya padaku. "Kayaknya sama aja deh" kataku menanggapi. "Eh, Bi... Ajak Wahid kesini. Kita makan siang bareng aja. Mumpung lagi sepi"
"Mat, balik aja tuh sign di pintu" kata Suwek. Tapi sebelum Matthew melakukan perintahnya, Suwek malah beranjak menuju kasir. Ia mengambil sebuah papan bertuliskan 'Sedang Istirahat Makan Siang' yang lama tidak kami pakai sejak adanya empat karyawan baru ini. Suwek meletakkan papan itu di papan tulis yang bertuliskan menu yang diletakkan di pintu Warung.
Beramai-ramai kami makan siang bersama. Bahkan Matthew sampai menjadikan satu meja di sebelah meja yang kupakai. Agar kami bisa makan layaknya ruang makan di Hogwarts --itu yang Matthew bilang saat ia menggeser meja.
Kuminta agar Lingga duduk di sebelah kananku. Sementara Suwek duduk di sebelah kiriku. Karena kuperhatikan si Lingga seperti sedang tidak bersemangat beberapa hari terakhir ini. Tebakanku karena Subi sudah terlalu sibuk mendempet Wahid terus. Padahal sebelum dua orang itu jadian, Subi selalu saja berduaan dengan Lingga.
"Lesu amat kayaknya. Ada masalah?" tanyaku pada Lingga.
"Sedikit Kak... Tadi di sekolah abis di omelin guru" jawabnya.
"Yaelah. Diomelin doang. Noh si Fikar aja sering kejar-kejaran ama guru se-Jakarta. Ya kan Wek?"
"Jangan ngungkit masa lalu gue yang kelam deh, Bang Ki. Semua itu cuma cerita lama" sahutnya sok bijak sambil terus menyuap salad di hadapannya tanpa menoleh.
"Emang kenapa ama Bang Ijul?" tanya Matthew penasaran.
"Nama gue sebenernya siapa ya? Ada yang manggil Ijul, Panjul, Suwek, Pikar... terus nanti apa lagi?" Suwek menyahut seolah protes. Padahal aku yakin dalam hatinya, Suwek bahagia punya banyak julukan.
"Dia dulu mafia..." Jawabku.
"Mafia apaan?? Pencemaran nama baik ini namanya!! Gue gak terima!!" Suwek berseru sambil menggebrak meja lalu menghadap kearah kami semua. Tampangnya nampak beringasan. "Lingga, elu kenapa?" tanya Suwek, kali ini dengan raut wajah kalemnya.
Aku menoleh kearah Lingga, dan baru kusadari kalau Lingga memelukku erat dengan mata terpejam.
"Lingga tuh gampang kagetan Kak. Mana tadi dia abis di omelin Pak Raden, ya kan?" Subi angkat bicara, dengan diakhiri pertanyaan pada Lingga.
Lingga memelukku selama beberapa detik. Kemudian saat ia melepas pelukannya di punggungku, ia mengelus dadanya.
"Kesian anak orang Wek. Pe'a lu!" aku berseru sambil menjitak jidat Suwek. Kemudian kulingkarkan tanganku di pundak Lingga, dan menepuknya pelan beberapa kali. Sementara itu Suwek hanya cengengesan, dan melanjutkan kembali memakan saladnya.
"Pak Raden itu siapa?" Irvin yang bertanya. Sepertinya dia tersadar penuh gara-gara ulah Suwek barusan. Padahal orang satu itu hobinya adalah molor kalau ada waktu senggang.
"Guru Fisika di sekolah... Salahku juga. Lupa ngerjain PR..." Lingga menjelaskan sambil memainkan mulutnya. Sebentar manyun. Detik berikutnya di pletat-pletot. Membuatku jadi gemas. Karena ekspresinya itu jadi mirip Zain kalau sedang kesal dengan Tora.
"Kalo cuma Fisika, seinget gue nih, Bang Tiki jago tuh. Taka yang bilang" Suwek menimpali. "Lain kali, kalo lagi istirahat begini, kerjain aja PR lu. Kan bisa sambil makan"
"Tumben omongan lu bener Wek" aku menyahut sambil menyenggol lengannya. "Tapi gue udah lama gak megang buku Fisika. Kan gue terlalu lama megang perlengkapan masak"
"Harusnya kamu itu niru aku dikit" kali ini Subi ikutan nimbrung.
"Maksudnya??" Lingga menatap ke Subi yang duduk di seberang kami.
"Aku selalu ngerjain PR di Sekolah. Maksudnya begini. Misalnya jam pelajaran awal ada guru yang ngasih PR, aku langsung ngerjain hari itu juga di jam istirahat. Kan masih seger tuh pelajaran yang dikasih guru" Subi menjelaskan.
"Kalo gurunya ngasih PR di jam pelajaran terakhir gimana? Kan aku langsung berangkat kemari" Lingga bertanya lagi.
"Ya aku kerjain besok paginya di sekolah. Makanya, aku selalu dateng satu jam lebih awal sebelum jam masuk. Ya kan Mas?"
"Kok nanya ke Mas Wahid?" Lingga bertanya heran.
"Ya gimana lagi. Kan Subi sering nginep di rumah Wahid. Ya kan Hid?" Kali ini Suwek yang menjawab. Sementara Subi cuma senyum lebar. Memamerkan deretan gigi putihnya.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Sampai kapan Abang mau menghindar? Tiki minta maaf, karena ucapan Mamah sudah membuat Abang tersinggung..."
Bang Zaki berdiri membelakangiku. Kami baru saja selesai menghabiskan makan siang kami dalam kebisuan. Zain sedang main bersama teman-temannya sejak pagi. Taka kuminta menggantikanku menjaga Warung karena dia sedang tidak ada acara sama sekali sejak kemarin. Jadilah, hanya ada aku dan Bang Zaki di rumah siang ini.
"Jangan anggap Tiki enggak pernah ada Bang... Tiki tau Abang marah... Abang sakit hati dengan ucapan Mamah... Tiki juga tau, kalau Abang berat mengambil keputusan agar hubungan kita berakhir..."
Bang Zaki masih mematung. Ingin rasanya aku menghampiri dan meraihnya. Tapi aku tidak ingin memperkeruh suasana.
Satu-satunya yang kuharapkan saat ini, adalah Bang Zaki mau memutar tubuhnya menghadap kearahku. Apapun yang akan ia lakukan, akan ku terima.
Tapi Bang Zaki hanya berjalan terus. Menuju kamarnya. Aku hanya bisa menghela nafas panjang saat ia menutup pintu, dan menguncinya dari dalam.
Setelah meletakkan semua piring kotor di wastafel, aku melangkahkan kaki menuju rumah sebelah melalui halaman belakang. Aku berhenti sejenak di ambang pintu kamarku. Sudah sebulan aku tinggal dan tidur sendirian di kamar yang berada di rumah Taka ini.
Aku mendengus sebal. Pada diriku sendiri. Selama ini aku selalu bekerja dengan giat, tapi aku tak pernah sekalipun punya pikiran, kalau nasibku akan seperti ini.
Mamah benar. Aku salah. Salah sudah menempatkan hatiku. Salah sudah memilih jalan hidupku. Harusnya sedari awal aku tidak tinggal disini.
Aku bahkan lupa dengan misi awalku tinggal disini. Yaitu ingin mengobati luka di hati Bang Zaki. Tapi yang aku lakukan, malah mengoyak kembali luka lama di dalam hatinya.
Sekarang saatnya aku pergi dari sini. Toh Bang Zaki juga sudah mengusirku. Dia sudah tidak membutuhkanku.
Bisa jadi ucapan Mamah benar. Selama aku disini, aku hanyalah pelarian Bang Zaki. Sebenarnya tak apa. Selama Bang Zaki...
Ah... Sudahlah...
Kuraih tas selempang milikku yang tergeletak di atas kasur. Tanpa sepengetahuan Taka, aku sudah memindahkan sedikit demi sedikit pakaian yang kupunya. Karena selama ini aku bukan tipikal boros seperti Taka yang hobi membeli pakaian seminggu sekali, jadi aku bisa dengan mudah memasukkan sedikit demi sedikit pakaianku ke tempat baruku.
Seminggu yang lalu, saat aku pulang dari kosan Matthew, aku menemukan tempat baruku itu.
Ya. Aku putuskan untuk keluar dari rumah ini dan pindah ke kosan itu. Kebetulan kosan itu sudah berisi kasur dan lemari, ada ruang kecil yang cukup dijadikan sebuah dapur mini, juga sebuah kamar mandi.
Semuanya sudah kuperhitungkan. Setelah melihat jumlah saldo di dalam tabunganku, aku putuskan untuk membayar kontan kosan itu untuk kupakai sampai enam bulan ke depan. Agar aku bisa fokus membayar uang listrik saja nantinya. Selama dua hari berikutnya, aku diam-diam membeli semua perlengkapan yang kubutuhkan. Mulai dari kompor, piring, panci dan lain sebagainya. Termasuk membeli motor second yang masih bagus tampilan dan mesinnya. Tidak ada yang curiga saat aku membeli motor tersebut.
Ucapan Taka memang benar, aku memang selalu bisa memperhitungkan semua hal dengan rinci dalam waktu singkat. Terutama saat aku merasa sudah dalam posisi tersudut seperti sekarang ini.
Aku bukan tidak mau tinggal bersama Taka. Tapi tetap saja, kalau aku tinggal bersamanya, aku tetap akan bertemu dengan Bang Zaki. Sekarang, buat apa aku tinggal dan bertemu dengannya, kalau Bang Zaki sendiri selalu menghindariku? Seperti tadi misalnya.
Bang Zaki tidak bersikap kekanak-kanakan. Disini memang aku yang salah. Mamahku juga salah. Tapi tetap saja, inti dari permasalahan ini, adalah aku.
"Selamat siang Pak..." aku baru saja memarkirkan motorku di depan teras kamar kosku, dan aku melihat Bapak pemilik kos sedang menutup dan sepertinya baru saja akan mengunci pintu kamarku.
Kemarin aku meminta beliau untuk membelikan dan memasang AC untuk kamarku itu. Dan ia menjalankan permintaanku tepat waktu.
"AC-nya sudah saya pasang. Ini ada uang lebihnya Nak Tiki"
"Tadi Bapak pasang sendiri?" tanyaku sambil meletakkan tas selempangku di teras.
"Ya enggak dong. Mana Bapak kuat pasang sendiri" jawabnya yang kusambut dengan gelak tawa. "Itu tukangnya masih beres-beres" lanjut Bapak kosku itu sambil menunjuk kearah tiga orang lelaki yang sedang merapihkan semua perkakas mereka ke mobil box yang terparkir di dekat pagar.
Aku segera menerima uang lebih yang disodorkan Bapak kosku itu. Lumayan. Masih ada empat lembar uang dua puluh ribuan, dan selembar uang lima puluh ribuan.
"Makasih ya Pak... Ini untuk beli rokok" ujarku setelah menghampiri mereka yang sepertinya sudah siap-siap akan pergi, dan menyodorkan uang ditanganku pada tiga orang itu. Awalnya mereka menolak, dengan alasan, perusahaan mereka melarang menerima uang tip, tapi setelah kupaksa, akhirnya mereka mau menerimanya sambil tersenyum sungkan. "Lagi pula Bos-nya gak akan tau juga kan" ujarku meyakinkan mereka, sebelum mereka menerima pemberianku yang tidak banyak itu.
Setelah ketiga orang itu pamitan begitu juga Bapak kosku, aku berjalan menuju kamarku.
Tiga hari yang lalu, aku meminta tolong pada Bapak kosku agar menata kamarku sedemikian rupa seperti kemauanku. Karena aku malas untuk mengecat ulang, aku hanya meminta pada Bapak kosku agar dinding kamarku dilapisi dengan wallpaper. Begitupun dengan langit-langit kamar yang memiliki warna cat yang sama dengan dinding kamar.
Beliau bilang, karena aku membayar lebih dari dua bulan, aku tidak perlu memberikan uang lagi untuk biaya wallpaper tersebut. Aku juga memasrahkan saja pilihan motif wallpaper kamarku itu, dengan catatan aku tidak ingin kamarku jadi terlihat sempit dengan corak wallpaper yang norak. Dan setelah melihat hasilnya, aku cukup berdecak kagum.
Entah siapa yang memilih warna wallpaper ini, aku cukup puas dengan hasilnya. Dinding dimana terletak pintu dan jendela kamar, dilapisi dengan wallpaper berwarna putih polos. Dinding dimana terletak kasur, yang bagian bawah kasurnya ada sebuah dipan kayu jati berwarna cokelat, dilapisi dengan wallpaper hitam dan putih yang berbentuk garis horizontal. Dimana ditiap garisnya memiliki lebar seluas satu jengkal tanganku.
Sementara dinding di seberang kasur, yang kuletakan sebuah televisi berukuran tiga puluh dua inchi, dilapisi dengan wallpaper berwarna hitam polos. Bahkan sepertinya mereka juga mengatur kabel-kabel yang tadinya terlihat ruwet menjadi seolah tak nampak karena ikut ditutupi dengan lakban hitam. Sewarna dengan wallpaper di dindingnya.
Saat aku beralih ke dapur miniku, mereka juga mengatur kompor listrik yang sengaja kubeli karena aku tidak ingin direpotkan dengan membeli tabung gas, bersebelahan dengan rak piring aluminium mini yang tak sengaja kubeli saat membeli perlengkapan memasak. Saat kubuka lemari kabinet kecil di bagian bawah wastafel, bisa kulihat piring-piring milikku tertata rapih. Entah siapa yang mengatur sendok, garpu dan pisau dengan begitu rapih dan terlihat elegan disisi tumpukan piring. Yang pasti aku cukup puas melihat semuanya. Apalagi, saat melihat perlengkapan memasak seperti panci dan teflon yang di gantung diatas rak piring. Meskipun harus kuakui, warnanya tidak sepadan dengan wallpaper berwarna kuning gading yang melapisi dinding dapur miniku ini.
Aku beralih menuju kamar mandi. Seperti permintaanku juga, Bapak kosku itu mengganti water heater yang sudah rusak dengan yang baru. Saat tanganku meraba wallpaper di dinding kamar mandi, mereka melapisinya dengan wallpaper tahan air berwarna merah marun. Dan langit-langit kamar mandiku dilapisi dengan wallpaper berwarna jingga. Semuanya sesuai dengan permintaanku.
Kini aku beralih ke lemari pakaian yang sengaja aku kunci sejak aku memindahkan sedikit demi sedikit pakaianku. Karena biar bagaimanapun juga, aku meletakkan banyak sekali berkas-berkas seperti ijasah dan sertifikat yang kudapat semasa aku menempuh pendidikan selama bertahun-tahun. Letak lemari pakaianku ini berada di dinding yang menghadap kearah kasur.
Dari dalam lemari, aku meletakkan tumpukan seprei dan sarung bantal yang beberapa hari lalu kubeli dan langsung ku cuci di laundry, yang letaknya tak jauh dari kosanku ini. Sebelum aku masuk kedalam halaman kosanku, aku sempat mengambil terlebih dahulu.
Sebelum memasang seprei dan sarung bantal, terlebih dahulu aku menyalakan AC kamar. Kemudian melepaskan kemeja yang kupakai, kugantung di bagian dalam pintu lemari yang sengaja kubuka.
Karena dipan kayu jati di bagian bawah kasur memiliki lebar yang lebih besar, aku bisa duduk di tepiannya, sambil mengamati suasana kamarku ini.
Kurogoh kantung celanaku. Kunyalakan handphone yang sedari tadi sengaja kumatikan. Aku tersenyum melihat banyaknya notifikasi panggilan tak terjawab di aplikasi Messenger dan WhatsApp. Semuanya dari Taka.
Barulah aku sadar, kalau aku terlambat satu jam datang ke Warung. Mungkin saja di Warung sedang ramai. Karena kalau sepi, Taka pasti sudah ngomel-ngomel dengan banyak pesan. Cepat-cepat aku memakai kemejaku lagi, kemudian menyelempangkan tasku di pundakku.
"Penghuni baru ya?"
Aku menoleh ke sumber suara itu. Kemudian tersenyum seramah mungkin kearah cowok yang berdiri sambil memangku dagu dengan telapak tangannya. Dia penghuni di sebelah kiri kamarku.
"Maaf saya sedang buru-buru, sudah terlambat kerja" kataku sambil memakai helm dan menyalakan mesin motorku.
"Ooohhh... Ok..." ia menyahut dan mengacungkan jempolnya.
Kami bertatapan mata selama beberapa detik sambil melempar senyum satu sama lain.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Benar saja dugaanku. Warung sangat ramai. Bisa kulihat semua orang, termasuk Taka lumayan kelimpungan. Setelah memarkir motorku di depan Warung, karena aku tidak ingin membuang waktu dengan memarkirkan motorku di belakang Warung, aku segera meletakkan tasku di bagian bawah meja kasir. Bli Putu yang sedang duduk manis dibelakang meja kasir, sempat menepuk bahuku. Aku hanya melempar senyum, dan detik berikutnya segera menuju ke dapur. Suwek sepertinya lumayan kelimpungan membuat beberapa porsi nasi goreng yang memang selalu di hidangkan dalam keadaaan panas.
"Hid... Biar gue aja yang handle. Elu bantu yang lainnya di depan aja" kataku pada Wahid. Ia sedang membantu Suwek. Aku sempat berdecak kesal. Sekarang ini masih jam satu siang. Kenapa banyak sekali yang memesan nasi goreng? Dan kalau melihat racikan yang tadi sedang di garap Wahid, sepertinya ini adalah bahan baku udang saus mentega.
"Kenapa semuanya menu yang biasa dipesen buat menu makan malam ya Wek?" tanyaku heran sambil tanganku bekerja dengan sendirinya.
"Tauk tuh... Gue juga heran. Pesenannya menu makan malam semua" jawab Suwek sambil menuang nasi goreng ke mangkuk besar di samping kirinya, dimana Matthew sudah siap sedia untuk menanyajikannya di deretan piring yang sudah selesai ia beri garnish.
Disini, aku memang membuat peraturan, kalau aku atau Suwek sudah akan selesai memasak pesanan, maka siapapun yang kebagian tugas menjadi Cook Helper yang menerima pesanan dari Waiter di depan, punya kewajiban untuk membuat garnish diatas piring sebelum akhirnya mereka sendiri yang punya kreasi untuk menata dan menghias makanan sekreatif mungkin. Dalam hal membuat garnish, Matthew dan Wahid yang paling sering kujadikan andalan.
"Elu lembur ya Vin..." kataku saat melihat Irvin menghampiri Matthew.
"Beres Boss" Irvin menyahut sambil menata beberapa porsi nasi goreng diatas tray.
"Bang Ki... Udangnya elu yang bikin yak. Gue masih belum pede ama menu satu itu" kata Suwek. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku segera menggantikan posisinya. Setelah mencuci tangannya, Suwek mengambil apron yang berada di lemari kabinet di atas freezer daging. Ia membantuku mengenakannya di bagian depan celanaku, dan mengikat talinya dengan kencang diatas pinggulku. "Ronde berikutnya sudah menanti di depan mata, Kapten" Suwek berujar sambil menepuk pundakku saat kami sama-sama melihat sekumpulan bule masuk ke dalam Warung.
"Matt, kasih tau Taka, biar dia yang handle mereka. Sekalian elu bantuin Taka" perintahku pada Matthew.
"Roger!" Matthew memberi hormat kemudian berlalu meninggalkanku dan Suwek. Dia sekarang menuju ke arah Taka di counter Western Food. Sementara aku dan Suwek, kembali bergelut di medan tempur Chinese Food yang sepertinya bakalan lama berakhir.
Sambil meneruskan aktifitas kami, Suwek mengatakan kalau tamu-tamu yang memesan Chinese Food itu dibawa oleh Bli Putu. Aku sampai lupa kalau tadi pagi Bli Putu sudah mengirim SMS kalau siang ini dia akan membawa banyak sekali tamu.
Baru saja aku membatin andai saja Subi dan Lingga sudah datang, pasti akan meringankan pekerjaan Irvin dan Wahid didepan, eh... Dua bocah itu sudah nongol.
"Subi... Elu clear up semua piring kotor" perintahku.
"Pake troli biar cepet" Suwek menyahut.
"Aku bagian cuci-cuci ya?" tanya Lingga seolah tau isi kepalaku. Aku hanya tersenyum sambil mengedipkan mataku.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Setelah empat jam lamanya bertempur bersama, akhirnya kami semua sudah bisa duduk di kursi.
"Wah... Beneran lho Kak... Semuanya habis" kata Wahid yang berjalan dari arah dapur. Tadi aku memintanya melihat sendiri semua bahan di kulkas dan freezer.
"Semua karena Bli Putu... Makasih ya Bli..." Kataku pada Bli Putu yang duduk di sebelahku. "Wek... Hid... Kalian pulang duluan gih. Ke pasar" kataku memberi perintah. "Istirahat dulu aja... Motornya Wahid taro aja di rumah"
"Subi gak dianter pulang sekalian?" tanya Suwek.
"Boleh ikutan belanja, Kak?" Subi ikutan bertanya.
"Boleh. Sana... Bantu Wahid ngecek, apa aja yang habis" aku menyahut. "Vin... Matt... Lingga... Kalian masih ada tenaga buat clear up dan closing?"
Tanpa menjawab, ketiganya langsung bangkit dari duduk dan melaksanakan tugasnya. Sementara aku, di temani Bli Putu, sedang sibuk di meja kasir.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Suwek, Wahid dan Subi pamit pergi ke pasar. Taka nebeng pulang bersama Suwek. Irvin dan Matthew kusuruh pulang. Selain karena jam kerja mereka memang sudah lebih dari jam lembur, kulihat tampang mereka sudah lemah letih lesu.
Dan sekarang hanya ada aku dan Bli Putu di Warung.
"Gimana kabarnya Zaki?" tanya Bli Putu.
"Alhamdulillah baik, Bli" jawabku.
"Dia sehat kan?"
"Kalo dari yang gue liat, Abang baik-baik aja. Sehat wal'afiat"
"Kalian..."
"Kami kenapa, Bli?"
"Hubungan diantara kalian?"
"Hubungan kami baik-baik aja kok" jawabku. Kemudian kulepas kacamataku, dan kuletakan diatas meja kasir. Mataku terasa sedikit gatal. "Pulang yuk Bli..." ajakku sambil tersenyum kearahnya. Kupakai lagi kacamataku.
Bli Putu membantuku menutup tirai jendela, mematikan semua lampu, dan setelah mengunci pintu depan dan keluar dari pintu belakang, kami berjalan menuju parkiran di depan Warung dan memanaskan mesin motor masing-masing.
"Abis ini Bli mau kemana?" tanyaku.
"Mau ke rumah Zaki" jawabnya.
"Bisa minta tolong?" pintaku. Kuulurkan kunci Warung ke Bli Putu. "Gue mau nyusul Suwek ke pasar. Tadi ada yang kelupaan. Tolong kuncinya taro aja diatas kulkas di dapur" kataku.
Kukenakan helm, mencoba menghindari tatapan mata Bli Putu yang terlihat bingung. Aku tau dia bukan orang bodoh. Tapi paling tidak, Bli Putu tidak akan curiga kalau aku sedang berbohong padanya.
Kami mengendarai motor kami masing-masing dan berpisah di pertigaan jalan Nakula. Sementara aku mengemudikan motorku kearah jalan Imam Bonjol Denpasar, Bli Putu berjalan terus di Sunset Road.
Sebenarnya tidak masalah juga kalau Bli Putu mau membuntutiku dan tau kalau aku memutuskan untuk keluar dari rumah. Masalahnya aku benar-benar sedang capek. Capek membuat alasan. Capek menjawab pertanyaan yang tidak ingin kujawab.
Dari perempatan Imam Bonjol, harusnya aku jalan terus kalau memang aku ingin menyusul Suwek. Tapi aku belok ke kanan, kearah Teuku Umar.
Tujuanku? Toko elektronik. Ada barang yang masih ingin kubeli. Sekarang masih jam tujuh sore. Di Bali, jam segini matahari masih mengintip di ufuk barat. Dan seingatku, toko elektronik yang aku datangi tempo hari, masih buka jam segini.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
...
So what do you do when somebody you're devoted to
Suddenly just stops loving you and it seems they haven't got a clue
Of the pain that rejection is putting you through
Do you cling to your pride and sing "I will survive"
Do you lash out and say "How dare you leave this way"
Do you hold on in vain as they just slip away
Well I guess I'm trying to be nonchalant about it
And I'm going to extremes to prove I'm fine without you
But in reality I'm slowly losing my my mind
Underneath the guise of a smile gradually I'm dying inside
Friends ask me how I feel and I lie convincingly
'Cause I don't want to reveal the fact that I'm suffering
So I wear my disguise 'til I go home at night
And turn down all the lights and then break down and cry
...
[ Breakdown - Mariah Carey feat. Krayzie Bone and Wish Bone ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Awalnya aku tidak seberapa memperhatikan luas kamar mandi di kamar baruku ini. Tapi setelah membeli mesin cuci dan meletakkannya di dalam kamar mandi, ternyata lumayan luas juga. Mungkin aku akan sangat kebingungan kalau baru menyadari kamar mandi yang sempit.
Sebelum mandi, aku sudah memasukkan pakaian kotorku semuanya ke dalam mesin cuci. Sambil menunggu, bisa aku tinggal mandi. Kembali lagi ke lebar kamar mandiku ini. Untuk orang dengan tinggi badan sepertiku, ternyata kamar mandiku ini masih memiliki spasi agar aku bisa mencuci pakaian dengan mesin, sekaligus sambil mandi.
Karena aku bukan tipikal orang yang suka berlama-lama mandi. Asalkan aku sudah sikat gigi. Cuci muka menggunakan facial foam pemberian Taka. Juga menyabuni seluruh badanku yang lengket akibat berkeringat tadi. Aku sudah cukup puas. Ekstranya hanya satu. Yaitu keramas, yang rutin kulakukan setiap dua atau tiga hari sekali. Tapi kalau selama seminggu aku tidak merasa gatal atau lengket di bagian kepalaku, kadang aku baru ingat untuk keramas.
Selesai mandi, masih dengan memakai handuk saja, aku meraih kantung belanjaan yang tadi aku bawa setelah mampir sebentar di sebuah kios yang khusus menjual buah dan sayur di tepi jalan menuju ke kosanku. Tidak banyak yang kubeli. Hanya buah-buahan yang biasa kumakan sebagai menu makan malam. Dan sayuran untuk sarapan besok pagi.
Dan karena ini bukan pertama kalinya aku menjadi anak kos, aku sudah bisa mengatur keuangan dan semua kebutuhanku. Perbedaan mencolok yang kurasakan adalah karena baru sekarang ini aku bisa membeli semua kebutuhanku dalam waktu singkat.
Setelah semua buah, sayur, dan beberapa minuman botol kuatur ke dalam kulkas, aku segera mengenakan pakaian. Tidak banyak yang kupakai. Cuma boxer dan kaus tanpa lengan. Kebiasaanku saat sedang santai ya selalu begini.
Aku beralih mengeluarkan jemuran pakaian yang sudah kubeli sejak beberapa hari lalu dari dalam kardus. Butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk merakit dan meletakkannya di teras kamar. Aku sempat menoleh ke teras kamar di sebelah kiriku. Ke kamar cowok yang tadi siang menyapaku. Aku bisa melihat beberapa orang yang sedang duduk di teras kamarnya sambil merokok dan ada beberapa bungkus snack sebagai camilan.
Cowok yang siang tadi menyapaku juga ada diantara kerumunan itu. Sepertinya ada sekitar sepuluh orang. Atau mungkin kurang dari itu. Aku hanya melihat sebentar dan tidak sempat menghitung.
Aku bergegas masuk ke dalam kamarku. Menuju kamar mandi. Aku tadi mendengar isyarat kalau mesin cuciku sudah selesai menunaikan tugasnya.
Aku keluar sebentar, menuju dapur. Mengambil ember hitam besar yang kuletakan di sebelah kulkas. Juga gantungan baju yang sudah kusiapkan di depan televisi.
"Abis nyuci?" tanya cowok itu saat aku sudah di teras kamarku lagi.
"Iya..." jawabku sambil mulai menjemur satu persatu pakaianku.
"Banyak juga cuciannya" kata cowok itu lagi. Kali ini dia sudah berdiri sambil menyandarkan salah satu bahunya ke dinding diantara kamar kami.
Aku terkekeh sebentar, "Yah... Namanya juga bujangan" jawabku. Kulihat cowok itu melirik sebentar ke dalam kamarku. Bisa kudengar ia bersiul pelan.
"Udah komplit isi kamarnya" ia berujar dengan nada memuji. "Pindahan dari mana?"
"Saya dari rusun rawa bebek" jawabku asal saja, mencoba bergurau.
Saat kulirik, cowok itu cuma melongo menatapku. Sementara teman-teman di belakangnya tertawa ngakak. Sepertinya mereka mendengar percakapan kami.
"Bercanda..." kataku akhirnya.
Lalu aku masuk ke kamar. Meletakkan ember dan sisa gantungan di sebelah kulkas. Kemudian ku ambil alat pengepel. Setelah membersihkan mesin cuciku dengan air dari kran, dan kubuang isinya. Segera saja aku pel lantai kamar mandi. Lalu kuambil keset berbahan handuk dari dalam lemari untuk mengeringkan lantai di dalam kamar mandi.
Sewaktu masih kos bareng Suwek, aku memang punya kebiasaan mengeringkan lantai kamar mandi. Tujuanku agar tidak menjadi lumut. Jadi jangan heran kalau di bawah mesin cuci ada sebuah balok tebal, dan selang pembuangan airnya langsung mengarah ke lubang pembuangan air.
Setelah meletakkan alat pel di dekat ember di samping kulkas, aku segera mencuci tangan di wastafel. Kubuka pintu kulkas. Kuambil sebuah lemon. Kuiris jadi dua, dan kuperas airnya ke sebuah mangkuk kecil. Kemudian aku beralih mengambil tiga buah apel dan tiga buah pear. Setelah aku cuci di wastafel, kupotong dan kuletakan di sebuah piring. Aku mengambil sebuah sendok teh, dan memercikkan air perasan lemon ke irisan apel dan pear.
Cowok itu masih berdiri disitu. Sepertinya dia terus memperhatikanku. Aku pun menghampirinya dan mengulurkan piring berisi irisan apel dan pear yang sudah kuberi ekstra anggur merah.
"Sebagai salam perkenalan" kataku sambil tersenyum dan mengedipkan mataku. Sebelum menerima piring yang kuulurkan, cowok itu sempat melongo menatapku.
"Kak Tiki?"
Aku menoleh dan kali ini giliran aku yang melongo menatap Matthew yang duduk diatas motornya yang berhenti tepat di depan kamar kosku.
Oh Shit!!!
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
nulis adegan panas itu bikin aku ikutan turn on tau gak sih?
nanti deh kalo aku udah bisa mengendalikan turn on ku, aku bikin adegan hot #FanService
Miss toya toya toya
gimana reaksi yg lain yaa pas tau tiki udah pindah yaaa walau masih kerja di warung toya.
kayaknya cowok itu megang peranan yaa di part2 selanjutnya??
Jadi kayaknya aku diem aja deh