It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@ndraa @harya_kei
@3ll0 cinta jaring laba laba kayak yang @steveanggara bilang
@4ndh0 itu beda lagi
Special Part 1
Di pantai ini kunikmati nyanyian dedaunan, mengalun manis dimainkan angin
Mengajakku tuk kembali mengenang setahun yang lalu
Kala itu mimpiku dan mimpimu masih menyatu
Kala hari turun senja kau bersandar dibahuku, kita nikmati surya tenggelam
Dan kau tulis nama kita diatas pasir putih
Sambil kau berucap semoga cinta kita kan abadi
Andai saat ini kau ada di sisiku ungkapkan sendiri
Tanpa sekedar mengenang cinta kita yang pernah ada
Sendiri kukembali mencari cintaku yang hilang
Hamparan pasir putih dan ombak yang bergulung
Hingga mentarisenja akankah kau simpan cintaku
Yang tenggelam bersamamu, yang tenggelam bersamamu
Lagu oleh Sang Alang “Sendiri”
Kembali dia melantunkan lagu itu, lagu yang sering sekali kami nyanyikan ketika berkumpul berdua di pinggir pantai kala bulan sudah membumbung tinggi di angkasa. Gitar ia petik dengan lihainya, beraksi selayaknya profesional, menghasilkan nada nada melalui jemarinya yang lentur. Kemudian kami menyanyikan lagu itu bersama sama, memecah keheningan malam bersama dengan deburan ombak di sepanjang bibir pantai.
Ia menutup lagu itu dengan memetik senar senarnya dengan lembut. Aku bertepuk tangan sembari mengelukan namanya. Ia menatapku tersenyum lalu mengacak acak rambutku.
“Kau memang fans terbaikku” ucapnya.
Aku mengangguk lugu,”Fans terbaik Made selama lamanya” aku mengangkat jempolku kearahnya.
Ia tertawa lagi,”Yah semoga aja aku bisa manggung kayak musisi musisi terkenal. Nanti aku bakal beri kamu tiket VIP gratis”
Aku bersorak,”Makanya harus dikejar dong mimpinya”
“Kamu juga. Ga boleh nyerah sama cita cita kamu. Harus bisa jadi penulis terbaik sejagat raya”
“Siap pak bos”
Ia mengacak rambutku lagi, aku tersenyum kegirangan.
“Prada!” terdengar suara ibuku memanggil.
“Ya bu?”
“Waktunya pulang, sudah malam ini. Mau sampai kapan terus nongkrong disitu? Ntar diculik hantu pantai loh”
“Iya bu. Bakal pulang entar lagi.”
Ia melirikku,”Hantu pantai?” lalu ia tertawa dan memeragakan ekspresi hantu hantu seperti di tv – tv.
Aku menjitak kepalanya,”Iya, kamu noh hantunya”
“Ye mending jadi hantu daripada anak mami” ejeknya lagi.
Aku hanya memandangnya gondok dan diam tak merespons.
“Cie cie, ngambek ni ye” ia mencolek daguku sambil cengengesan.
Aku meliriknya sarkas,”Siapa yang ngambek hah?”
“Noh si hantu pantai” tawanya terdengar lagi.
Aku menjitak kepalanya lagi,”Dasar jelek”
“Lagian kamu dimanjain banget sih. Udah namanya juga Pratama, padahal bukan anak pertama. Lucu tau gak.”
“Lucu dimananya? Lagian Pratama itu menunjukkan harapan orang tuaku biar aku itu bisa jadi yang pertama meski bukan anak yang pertama. Daripada kamu? Made? Made in China?” kini giliranku yang tertawa.
Ia hanya diam hingga aku selesai tertawa. “Udah selesai ketawanya?”
“Udah, tapi pengen nambah”
Ia kemudian menarikku mendekat hingga wajah kami hanya terpisah oleh hembusan nafas.
“Ketawa sekali lagi, aku cium”
Wajahku memerah dan aku segera mendorongnya jatuh dari batu kecil tempat ia duduk. Ia meringis kesakitan.
“Kasar amat sih Da. Untung gitarnya ga rusak.”
“Kamu sih pake ngancam begitu. Rese tau gak?”
Aku kemudian berdiri,”Udah ah, aku pengen pulang. Ntar diapa-apain sama hantu pantai”
Aku segera melangkah pergi. Bukan karena marah, tapi aku malu. Dia membuatku bergetar.
“Da” panggilnya tiba tiba.
“Apa?”
“Aku ga main main sama ancaman tadi”
Wajahku merona lagi, segera saja aku berlari. Bukan lagi karena malu, namun karena aku takut. Jantung yang berdetak kencang ini dan hasrat yang berdesir tiba tiba ini, membuatku merasa takut. Aku takut jatuh cinta pada orang yang salah.
“Da, bangun Da.”
Aku merasa tubuhku kini digoyang goyang.
“Da! Prada!”
Aku seketika terbangun, ibuku sudah berdiri disisi ranjangku.
“Mau sekolah gak? Udah setengah tujuh lewat loh”
“Hah?” aku melihat jam wekerku dan benar saja, sekarang sudah lewat dari jadwal bangun biasaku,”Ibu kenapa baru bangunin sih?”
“Ibu udah bangunin dari tadi Da, tapi kamunya yang ga bangun bangun. Udah gitu tadi ngigau pake sebut sebut ada ancaman. Kamu emangnya mimpi apa?”
“Ga tau ah bu. Aku mandi dulu.”
Dengan langkah seribu aku memasuki kamar mandi dan keluar dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Memakai seragamku dan makan roti yang udah disediain ibu.
“Yah, udah selesai nih. Antar dong” pintaku saat melihat ayah sedang berada di ruang tamu.
“Ga bareng Made? Biasanya juga gitukan?”
“Udah terlambat yah. Paling dia udah berangkat.” Rengekku.
“Kata siapa? Dia ada depan rumah tuh, nungguin kamu dari tadi. Kasian dia.”
Hah? Made nunggu? Biasanya kalo terlambat, dia langsung aja capcus pergi. Aku segera ke depan rumah, mengecek dia ada atau tidak.
“Hey De. Udah lama ya?” cengirku ketika melihat dia yang mulai bosan menunggu.
“Mau tidur sampai kapan hah? Sampai negara api menyerang?”
“Ye, kan masih jam 7 lewat 5 De. Masih ada 10 menit lagi.”
“Yaudah cepat naik. Harus buru buru nih kita.”
Aku segera duduk di boncengannya,”Udah pak bos. Yah, bu, aku berangkat ya” teriakku.
“Peluk” perintahnya tiba tiba.
“Hah?”
“Peluk. Ntar kamu jatuh. Aku bakal secepat angin setelah ini.”
Dengan enggan aku mengalungkan tanganku di pinggangnya.”Udah”
“Oke. Berangkat kita beb”
Segera dia tancap gas dan melaju lebih kencang dari biasanya. Aku bahkan harus mempererat pelukanku agar tidak jatuh. Sebenarnya bukan masalah memeluk dia, bahkan entah kenapa hati kecilku merasa senang. Hanya saja aku malu diliati orang orang, ntar dikatai yang enggak enggak.
Dan sebelum jaru panjang menunjuk ke angka 3, kami sudah melewati gerbang sekolah dan selamat dari keharusan menjalani hukuman karena telat.
Yah harus diakui, dia memang secepat angin.
Special Part 1- Selesai
waktu kapan tu?SD/SMP/SMA?
@3ll0 Akhir SMP
@Bun yup
@4ndh0 hahaha