It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Adiie @lulu_75 @dafaZartin
@nawancio @arifinselalusial @moccaking
@Lonely_Guy @DoniPerdana @3ll0 @octavfelix
@Adityaa_okk @Tsunami @nick_kevin
@Rifal_RMR @Bun @Ndraa @Otho_WNata92
@nakashima @meandmyself @Handikasendave
@Asu12345 @boygiga
slmt mlm minggu, happy reading gays
@Adiie @lulu_75 @dafaZartin
@nawancio @arifinselalusial @moccaking
@Lonely_Guy @DoniPerdana @3ll0 @octavfelix
@Adityaa_okk @Tsunami @nick_kevin
@Rifal_RMR @Bun @Ndraa @Otho_WNata92
@nakashima @meandmyself @Handikasendave
@Asu12345 @boygiga
slmt mlm minggu, happy reading gays
Udara disini selalu bikin gue tenang, sebuah villa yang dibeli bokap 2 tahun lalu. Gue memarkirkan mobil gue di carport gak sabar buat menghirup udara segar itu. Disamping gue Adrian sosok yang gue bilang indah bagi gue? Kenapa? Entah gue nyaman ngeliat dia tidur seakan lepas semua masalah dari dirinya. Apa ini yang namanya jatuh cinta? Buru buru gue tepis pikiran itu dan membangunkannya
“Yan, bangun. Kita udah sampe.” Ujar gue sambil mengoyangkan bahunya
“mmmhhh... dimana nih?” seketika dia buka matanya dan bertanya
“di puncak.”
“puncak?”
“lo gak pernah kesini?”
“well, seingat gue engga. Karena gue lama di Inggris dan ... entahlah.” Sambil menggit bibir bawahnya
Sial, dia menggit bibir tipisnya. Membuat gue sedikit bertahan untuk tidak menciumnya. Buru buru gue keluar dan menutup pintu. Gue langsung menuju halaman belakang. Disana terhampar luasnya kebun teh. Gue selalu suka tempat ini. Tempat ini selalu membuat gue bisa menjernohkan pikiran kalo gue sedang gundah. Akhir akhir ini gue begitu berubah menurut teman – teman gue. Bukannya gak merasakan tapi gue juga merasakan perubahan sikap gue. Semua berawal entah kapan.
“lu sering ke sini?” tanyanya
“hanya saat gue butuh ketenangan dan liburan keluarga.” Ujar gue
“indah dan nyaman tempat ini. Mungkin gue bakal minta nyokap atau bokap buat beli villa di sini.”
“nyokap sama bokap lo udah punya.” Ujar gue
“hah? Dimana?”
Kemudian gue menunjuk sebuah villa yang ada di atas puncak bukit, villa yang berdiri tegak dan menyendiri.
“serius? Kok nyokap gak pernah bilang.”
“entah.” Jawab gue
“okay, lu berhasil mengalihkan perhatian gue dari pertanyaan gue.”
“pertanyaan?” tanya gue
“lu tau yang gue tanyakan, hanya lo berusaha mengalihkan perhatian gue.”
Sial, sedikit terbaca siasat gue mengalihkan perhatiannya. Tapi bukan itu intinya.
“oke, lu mau tau apa?”
“everything, you promise me to tell everthing.”
Ia langsung ke inti masalahnya, gak ngasih waktu buat basa basi mungkin? Lupakan.
“gue sama Aji dulu pernah pacaran.” Ujar gue hati hati
“terus?” tanyanya
“ya lo tau kan laki sama laki pacaran disebut apa? Apalagi lo pernah tinggal di inggris.”
“ya i know, i mean why you breaking up with him?” tanyanya
“dia selingkuh dari gue.” Jawab gue sambil menatap lurus ke arah kebun teh
“kenapa? Maksud gue kenapa dia bisa nyelingkuhin lo?” tanyanya
“lo gak perlu tau. Itu hanya masalah gue sama Aji.”
“oke. Gue gak maksa. Sejak kapan?”
“apa?” tanya gue
“sejak kapan lo jadi beda?”
“sejak gue ikut nge-Gym dan ketemu temen temen basket gue.” Kata gue
“mereka yang ngajarin?” tanyanya
“bukan, gue belom siap cerita soal itu.”
“oke.”
“lo gak mau ngasih tau gue tentang lo juga?” tanya gue
“maksudnya?”
“gue tau lu juga gay”
“berdasarkan bukti apa lo nuduh gue gay?” tanyanya
“Galeri foto di iPad lo, situs gay history Macbook, curhatan lo tentang seseorang di inggris sana.” Ujar gue langsung
Dia terdiam sesaat setelah gue menceritakan semua yang gue tau, ya dengan lancang gue buka semua data pribadi dia. Dan bodohnya dia gak masang sandi disemua data pribadinya.Kemudian dia duduk lemas dikursi dekat gue.
Terdengar suara tangisnya, gak kenceng. Tapi cukup membuat gue tersadar.
“lo gak perlu malu.” Kata gue sambil duduk disampingnya
“gue gak malu, gue Cuma gak siap ada orang yang tahu rahasia gue.”
“gue gak akan berbicara ke semua orang.”
“dan kenapa lo lancang meriksa semua data pribadi gue?”
“karena gue harus tau.”
“dasar apa lo harus tau gue? Lo bahkan selalu bikin gue dalam keadaan yang gak bisa gue perkirakan.” Sentak dia
“karena.... karena gu-..”
“apa Len? Apa? Jawab gue?” teriaknya sambil menyeka air matanya
“karena gue perduli.” Ujar gue bohong
“perduli?”
“perduli tentang lo.”
“gue gak ngerti?”
“dan jangan maksa gue buat bikin lo mengerti.”
“jelasin!”
“karena lo..”
“gue?”
“iya, karena lo....aah.” gue berdiri dan menujuk tembok lalu meninjunya sekencang – kencangnya
Ian menghampiri gue. Dia berdiri dibelakang gue. Gue menghadap wajahnya yang dibasahi air mata itu
“gue kenapa Len?”
“karena gue Cinta sama lo.”
“cin-... cinta?”
Gue terdiam setelah gue mengucapkan kata itu, terlalu cepat? Engga gue berpikir engga.
“kenapa lo cinta sama gue Len?” tanyanya
“karena lo.”
“please Len, jangan berbelit belit.”
“karena gue merasa iri lo selalu didekat ka Irgi!.”
“iri?”
“iya, iri. Waktu kecil dulu yang gue inget lo selalu main sama ka Irgi. Itu yang bikin gue iri sama lo.”
“itu masa kecil Len gak bisa dipakai sebagai acuan buat bilang cinta sama gue.”
“gak bisa kah lo hanya diam dan denger apa yang gue katakan dan rasakan.”
“kita bahkan baru bertemu sebulan Len, atau kurang.”
“gue tau, gue tau. Gue hanya gak bisa ngeliat lo selalu diawasin ka Irgi.”
“lo cemburu sama ka Irgi?”
“dengan kedekatan lo selama lo baru pulang? Tentu.”
“gak logis Len. He’s your brother. Dia punya pacar.”
Gue terdiam, mungkin memang gak logis. Gue cemburu dengan kaka gue yang normal dan memilik kekasih? Bodohnya gue.
“gue anggep itu sebagai penolakan cinta gue Yan.” Ujar gue
“bahkan gue gak ngerasa lo menyatakan cinta sama gue. Lo terdengar hanya ingin came out sama gue.”
“karena gue bukan orang yang romantis.”
Gue terdiam, cukup lama gue dan Ian terdiam dalam bisu ditengah sejuknya udara kota bogor diantara sengitnya pembicaran kita.
Gue berdiri dan menghampiri ian yang tengah berdiri dengan tatapan kosong ke arah Villa-nya. Gue tarik ia dalam pelukan gue. Gue dekap dia dengan kencang. Gak tau kenapa setelah pembicaran itu gue gak mau dia pergi dari sini, dari pikiran gue.
**
Disini dihangatnya pelukan seorang anak 15 tahun yang iri kepada kakaknya sendiri. Bodoh? Bukan, harus apa gue dengan ini? Pikiran gue melayang, menembus kejadian semalam dan kemarin sore. Perasan yang selama 2 hari ini selalu bikin gue bingung. Disatu sisi gue pengen ngebantu Aji di sisi lain gue berkata hal yang gak gue mengerti.
Gue melepaskan pelukan Valen dan berkata
“tapi Aji masih cinta sama lo Len.” Ujar gue menahan sesuatu
“dia hanya bagian masa lalu gue.” Ujarnya
“tapi dia berusaha untuk menjelaskan semua sama lo.”
“semua jelas saat pertama gue tau semua tentang dia.”
“apa?”
“lo gak perlu tau. Cukup itu jadi masalah gue sama dia.”
Oh, dewasanya? Dewasa sebelum saatnya pikir gue. Dia menarik gue kedalam pelukannya, kali ini lebih intens hingga dia menaruh hidungnya di atas kepala gue
“gue pengen meluk lo terus Yan.”
Apa gue harus meleleh dengan kata – katanya? Gue udah terlanjur jatuh kedalam lingkaran Valen dan Aji.
“maka jangan lepaskan pelukakan lo ke gue” ucap gue tiba – tiba
Datang dari mana kata kata itu? Gue berpikir mungkin gue sudah disihir dengan pesona dan kata katanya. Gue mengalunkan tangan gue di lehernya. Hal yang pertama buat gue. Selama ini gue belom pernah melakukakn ini. Sial.
“kata itu gue artikan sebagai penerimaan gue sebagai pacar lo” ujarnya enteng.
Gue melihat ke sorot matanya yang membuat gue bingung, suasana hatinya sulit ditebak terutama hati dan pikirannya.
“gue hanya mengatakan jangan lepaskan, bukan menerima.” Ujar gue malu
“muka lo merah.” Katanya sambil melihat ke wajah gue
Sialan, dia tahu? Masa sih muka gue? Ini efek malu atau apa? Entah gue merasa seperti apa hari ini. Gue melirik ke arah jam tangan gue
“udah sore Len.”
“lo gak lagi mengalihkan perhatian gue kan?” tanyanya
“bukan bodoh, ini sudah terlalu sore. Gue Cuma takut terjebak macet nanti.”
“well, kita bisa nginep di sini atau villa lo diatas sana.” Ujarnya
“gila, besok gue ada audisi. Ayo pulang.”
“dengan senang hati melayani permintaan tuan raja.”
“apaan sih lo Len, too much acting.”
Dia hanya tertawa dan menggandeng tangan gue masuk kedalam jaket denimnya. Sial udara makin dingin. Gue mengikuti dia yang berjalan menuju ke mobilnya. Ia membuka pintu penumpang depan. Ini tingkah romantis yang sering gue liat di film romantis. Gue masuk dan dia menutup pintunya.
Gue berasa jadi cewek kalo kaya gini, bukan gue sekali bisa nurut sama orang lain. Dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi. Menekan tombol start engine dan memasukan gigi mobil dan melepaskan rem tangan. Dengan cekatan mobil melaju pergi menuju jalan raya dan pulang kembali ke jakarta.
**
Seperti diguncang perlahan, gue dibangunkan Valen dengan lembut. Oh gue inget ini dimobilnya.
“bangun tukang tidur, udah nyampe rumah.”
“oh udah sampe.”
“sekarang kamu turun, pembantu kamu udah nunggu kayanya didalem.”
“kamu? gue gak salah denger?”
“mulai sekarang lo pacar gue dan hanya milik gue.”
“gue....”
“ssssttt. Cukup Yan, please bisakan belajar mencintai orang lain.”
Sial, gue tersudut dengan kata – katanya.
“oke, gue belajar. Maksudnya aku akan belajar mencintaimu. Puas?” sanyum sinis gue keluar
“sangat amat puas mengatakan semuanya padamu.”
“oke, aku turun.”
Saat gue mau turun, dia menahan gue dan mengambil kepala gue dengan tangannya menuju padanya. Cupp.. dia mencium kening gue. Bagaimana? Bagaimana dia tau kalo gue suka dicium dikening
“selamat malam, selamat istirahat.” Katanya sambil melepaskan kepala gue
Gue turun dari mobil dan masih syok akan kejadian hari ini. Gue memasuki rumah dan langsung menuju ke dalam kamar gue. 2 hari ini berasil membuat penuh isi kepala gue dengan namanya. Entah harus senang atau sebaliknya dengan sikap dia tadi.
Gue mencharge iPhone gue dan mulai menghidupkannya. Gue mau sms Valen tapi bingunng mulai dari mana. Drrrttt ada sms masuk
From: Valen Monkey
Selamat malam, semoga mimpi indah. Dari seorang yang mencintaimu
Apa? Ini sms dari dia, sengaja gue kasih nama belakangnya monkey. Sesuai sih. Harus balas apa? Secara gak langsung gue udah menerima dia sebagai pacar gue. Pacar pertama gue ya benar – benar pertama. Gue balas aja
To: Valen Monkey
Night to, i hope u have a nice dream. Love
Gue mencet send, gue menunggu dan gak lama ada balasan
From: Valen Monkey
Oh, tentu saja aku akan mendapatkan mimpi indah. Sejak kau mengiyakan pernyataan cintaku.
Gue membalas lagi, akhirnya gue dan dia berkirim SMS hingga tengah malam. Sungguh inikah yang dinamakan jatuh cinta? Karena gue gak pernah sekali pun berurusan dengan cinta. Malam indah dengan sejuta sensai tak terlupakan. Selamat malam kau pemaksa hati dan cinta-ku.
Udara disini selalu bikin gue tenang, sebuah villa yang dibeli bokap 2 tahun lalu. Gue memarkirkan mobil gue di carport gak sabar buat menghirup udara segar itu. Disamping gue Adrian sosok yang gue bilang indah bagi gue? Kenapa? Entah gue nyaman ngeliat dia tidur seakan lepas semua masalah dari dirinya. Apa ini yang namanya jatuh cinta? Buru buru gue tepis pikiran itu dan membangunkannya
“Yan, bangun. Kita udah sampe.” Ujar gue sambil mengoyangkan bahunya
“mmmhhh... dimana nih?” seketika dia buka matanya dan bertanya
“di puncak.”
“puncak?”
“lo gak pernah kesini?”
“well, seingat gue engga. Karena gue lama di Inggris dan ... entahlah.” Sambil menggit bibir bawahnya
Sial, dia menggit bibir tipisnya. Membuat gue sedikit bertahan untuk tidak menciumnya. Buru buru gue keluar dan menutup pintu. Gue langsung menuju halaman belakang. Disana terhampar luasnya kebun teh. Gue selalu suka tempat ini. Tempat ini selalu membuat gue bisa menjernohkan pikiran kalo gue sedang gundah. Akhir akhir ini gue begitu berubah menurut teman – teman gue. Bukannya gak merasakan tapi gue juga merasakan perubahan sikap gue. Semua berawal entah kapan.
“lu sering ke sini?” tanyanya
“hanya saat gue butuh ketenangan dan liburan keluarga.” Ujar gue
“indah dan nyaman tempat ini. Mungkin gue bakal minta nyokap atau bokap buat beli villa di sini.”
“nyokap sama bokap lo udah punya.” Ujar gue
“hah? Dimana?”
Kemudian gue menunjuk sebuah villa yang ada di atas puncak bukit, villa yang berdiri tegak dan menyendiri.
“serius? Kok nyokap gak pernah bilang.”
“entah.” Jawab gue
“okay, lu berhasil mengalihkan perhatian gue dari pertanyaan gue.”
“pertanyaan?” tanya gue
“lu tau yang gue tanyakan, hanya lo berusaha mengalihkan perhatian gue.”
Sial, sedikit terbaca siasat gue mengalihkan perhatiannya. Tapi bukan itu intinya.
“oke, lu mau tau apa?”
“everything, you promise me to tell everthing.”
Ia langsung ke inti masalahnya, gak ngasih waktu buat basa basi mungkin? Lupakan.
“gue sama Aji dulu pernah pacaran.” Ujar gue hati hati
“terus?” tanyanya
“ya lo tau kan laki sama laki pacaran disebut apa? Apalagi lo pernah tinggal di inggris.”
“ya i know, i mean why you breaking up with him?” tanyanya
“dia selingkuh dari gue.” Jawab gue sambil menatap lurus ke arah kebun teh
“kenapa? Maksud gue kenapa dia bisa nyelingkuhin lo?” tanyanya
“lo gak perlu tau. Itu hanya masalah gue sama Aji.”
“oke. Gue gak maksa. Sejak kapan?”
“apa?” tanya gue
“sejak kapan lo jadi beda?”
“sejak gue ikut nge-Gym dan ketemu temen temen basket gue.” Kata gue
“mereka yang ngajarin?” tanyanya
“bukan, gue belom siap cerita soal itu.”
“oke.”
“lo gak mau ngasih tau gue tentang lo juga?” tanya gue
“maksudnya?”
“gue tau lu juga gay”
“berdasarkan bukti apa lo nuduh gue gay?” tanyanya
“Galeri foto di iPad lo, situs gay history Macbook, curhatan lo tentang seseorang di inggris sana.” Ujar gue langsung
Dia terdiam sesaat setelah gue menceritakan semua yang gue tau, ya dengan lancang gue buka semua data pribadi dia. Dan bodohnya dia gak masang sandi disemua data pribadinya.Kemudian dia duduk lemas dikursi dekat gue.
Terdengar suara tangisnya, gak kenceng. Tapi cukup membuat gue tersadar.
“lo gak perlu malu.” Kata gue sambil duduk disampingnya
“gue gak malu, gue Cuma gak siap ada orang yang tahu rahasia gue.”
“gue gak akan berbicara ke semua orang.”
“dan kenapa lo lancang meriksa semua data pribadi gue?”
“karena gue harus tau.”
“dasar apa lo harus tau gue? Lo bahkan selalu bikin gue dalam keadaan yang gak bisa gue perkirakan.” Sentak dia
“karena.... karena gu-..”
“apa Len? Apa? Jawab gue?” teriaknya sambil menyeka air matanya
“karena gue perduli.” Ujar gue bohong
“perduli?”
“perduli tentang lo.”
“gue gak ngerti?”
“dan jangan maksa gue buat bikin lo mengerti.”
“jelasin!”
“karena lo..”
“gue?”
“iya, karena lo....aah.” gue berdiri dan menujuk tembok lalu meninjunya sekencang – kencangnya
Ian menghampiri gue. Dia berdiri dibelakang gue. Gue menghadap wajahnya yang dibasahi air mata itu
“gue kenapa Len?”
“karena gue Cinta sama lo.”
“cin-... cinta?”
Gue terdiam setelah gue mengucapkan kata itu, terlalu cepat? Engga gue berpikir engga.
“kenapa lo cinta sama gue Len?” tanyanya
“karena lo.”
“please Len, jangan berbelit belit.”
“karena gue merasa iri lo selalu didekat ka Irgi!.”
“iri?”
“iya, iri. Waktu kecil dulu yang gue inget lo selalu main sama ka Irgi. Itu yang bikin gue iri sama lo.”
“itu masa kecil Len gak bisa dipakai sebagai acuan buat bilang cinta sama gue.”
“gak bisa kah lo hanya diam dan denger apa yang gue katakan dan rasakan.”
“kita bahkan baru bertemu sebulan Len, atau kurang.”
“gue tau, gue tau. Gue hanya gak bisa ngeliat lo selalu diawasin ka Irgi.”
“lo cemburu sama ka Irgi?”
“dengan kedekatan lo selama lo baru pulang? Tentu.”
“gak logis Len. He’s your brother. Dia punya pacar.”
Gue terdiam, mungkin memang gak logis. Gue cemburu dengan kaka gue yang normal dan memilik kekasih? Bodohnya gue.
“gue anggep itu sebagai penolakan cinta gue Yan.” Ujar gue
“bahkan gue gak ngerasa lo menyatakan cinta sama gue. Lo terdengar hanya ingin came out sama gue.”
“karena gue bukan orang yang romantis.”
Gue terdiam, cukup lama gue dan Ian terdiam dalam bisu ditengah sejuknya udara kota bogor diantara sengitnya pembicaran kita.
Gue berdiri dan menghampiri ian yang tengah berdiri dengan tatapan kosong ke arah Villa-nya. Gue tarik ia dalam pelukan gue. Gue dekap dia dengan kencang. Gak tau kenapa setelah pembicaran itu gue gak mau dia pergi dari sini, dari pikiran gue.
**
Disini dihangatnya pelukan seorang anak 15 tahun yang iri kepada kakaknya sendiri. Bodoh? Bukan, harus apa gue dengan ini? Pikiran gue melayang, menembus kejadian semalam dan kemarin sore. Perasan yang selama 2 hari ini selalu bikin gue bingung. Disatu sisi gue pengen ngebantu Aji di sisi lain gue berkata hal yang gak gue mengerti.
Gue melepaskan pelukan Valen dan berkata
“tapi Aji masih cinta sama lo Len.” Ujar gue menahan sesuatu
“dia hanya bagian masa lalu gue.” Ujarnya
“tapi dia berusaha untuk menjelaskan semua sama lo.”
“semua jelas saat pertama gue tau semua tentang dia.”
“apa?”
“lo gak perlu tau. Cukup itu jadi masalah gue sama dia.”
Oh, dewasanya? Dewasa sebelum saatnya pikir gue. Dia menarik gue kedalam pelukannya, kali ini lebih intens hingga dia menaruh hidungnya di atas kepala gue
“gue pengen meluk lo terus Yan.”
Apa gue harus meleleh dengan kata – katanya? Gue udah terlanjur jatuh kedalam lingkaran Valen dan Aji.
“maka jangan lepaskan pelukakan lo ke gue” ucap gue tiba – tiba
Datang dari mana kata kata itu? Gue berpikir mungkin gue sudah disihir dengan pesona dan kata katanya. Gue mengalunkan tangan gue di lehernya. Hal yang pertama buat gue. Selama ini gue belom pernah melakukakn ini. Sial.
“kata itu gue artikan sebagai penerimaan gue sebagai pacar lo” ujarnya enteng.
Gue melihat ke sorot matanya yang membuat gue bingung, suasana hatinya sulit ditebak terutama hati dan pikirannya.
“gue hanya mengatakan jangan lepaskan, bukan menerima.” Ujar gue malu
“muka lo merah.” Katanya sambil melihat ke wajah gue
Sialan, dia tahu? Masa sih muka gue? Ini efek malu atau apa? Entah gue merasa seperti apa hari ini. Gue melirik ke arah jam tangan gue
“udah sore Len.”
“lo gak lagi mengalihkan perhatian gue kan?” tanyanya
“bukan bodoh, ini sudah terlalu sore. Gue Cuma takut terjebak macet nanti.”
“well, kita bisa nginep di sini atau villa lo diatas sana.” Ujarnya
“gila, besok gue ada audisi. Ayo pulang.”
“dengan senang hati melayani permintaan tuan raja.”
“apaan sih lo Len, too much acting.”
Dia hanya tertawa dan menggandeng tangan gue masuk kedalam jaket denimnya. Sial udara makin dingin. Gue mengikuti dia yang berjalan menuju ke mobilnya. Ia membuka pintu penumpang depan. Ini tingkah romantis yang sering gue liat di film romantis. Gue masuk dan dia menutup pintunya.
Gue berasa jadi cewek kalo kaya gini, bukan gue sekali bisa nurut sama orang lain. Dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi. Menekan tombol start engine dan memasukan gigi mobil dan melepaskan rem tangan. Dengan cekatan mobil melaju pergi menuju jalan raya dan pulang kembali ke jakarta.
**
Seperti diguncang perlahan, gue dibangunkan Valen dengan lembut. Oh gue inget ini dimobilnya.
“bangun tukang tidur, udah nyampe rumah.”
“oh udah sampe.”
“sekarang kamu turun, pembantu kamu udah nunggu kayanya didalem.”
“kamu? gue gak salah denger?”
“mulai sekarang lo pacar gue dan hanya milik gue.”
“gue....”
“ssssttt. Cukup Yan, please bisakan belajar mencintai orang lain.”
Sial, gue tersudut dengan kata – katanya.
“oke, gue belajar. Maksudnya aku akan belajar mencintaimu. Puas?” sanyum sinis gue keluar
“sangat amat puas mengatakan semuanya padamu.”
“oke, aku turun.”
Saat gue mau turun, dia menahan gue dan mengambil kepala gue dengan tangannya menuju padanya. Cupp.. dia mencium kening gue. Bagaimana? Bagaimana dia tau kalo gue suka dicium dikening
“selamat malam, selamat istirahat.” Katanya sambil melepaskan kepala gue
Gue turun dari mobil dan masih syok akan kejadian hari ini. Gue memasuki rumah dan langsung menuju ke dalam kamar gue. 2 hari ini berasil membuat penuh isi kepala gue dengan namanya. Entah harus senang atau sebaliknya dengan sikap dia tadi.
Gue mencharge iPhone gue dan mulai menghidupkannya. Gue mau sms Valen tapi bingunng mulai dari mana. Drrrttt ada sms masuk
From: Valen Monkey
Selamat malam, semoga mimpi indah. Dari seorang yang mencintaimu
Apa? Ini sms dari dia, sengaja gue kasih nama belakangnya monkey. Sesuai sih. Harus balas apa? Secara gak langsung gue udah menerima dia sebagai pacar gue. Pacar pertama gue ya benar – benar pertama. Gue balas aja
To: Valen Monkey
Night to, i hope u have a nice dream. Love
Gue mencet send, gue menunggu dan gak lama ada balasan
From: Valen Monkey
Oh, tentu saja aku akan mendapatkan mimpi indah. Sejak kau mengiyakan pernyataan cintaku.
Gue membalas lagi, akhirnya gue dan dia berkirim SMS hingga tengah malam. Sungguh inikah yang dinamakan jatuh cinta? Karena gue gak pernah sekali pun berurusan dengan cinta. Malam indah dengan sejuta sensai tak terlupakan. Selamat malam kau pemaksa hati dan cinta-ku.