It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tapi happy ending, suka suka
Ada Coklat 3-nya gak nih?
---
NADA
“Aku pulang.” Seru Septa begitu ia melangkah memasuki rumah. Namun hanya hening yang ia dapatkan sebagai balasan. Tidak ada jawaban dari siapapun di rumah berlantai dua yang telah dihuninya selama empat tahun, setelah keluarganya mengusirnya.
Septa melangkah melewati ruang tengah, tersenyum bahagia pada foto dirinya dan Rendi yang tengah berangkulan dan menampilkan senyum lebar bahagia seolah menantang dunia. Rendi adalah kekasihnya, belahan jiwa yang tidak bisa tergantikan oleh siapapun hingga detik ini. Karena Rendi lah ia memilih untuk berani meninggalkan keluarga.
Ia menaiki tangga ke lantai dua, melangkah menuju kamar mereka, sebelum cahaya dari ruangan di sebelah kamar tidurmereka menghentikan langkahnya. Ia mendorong pintu yang sedikit terbuka, menampilkan ruangan kosong yang hanya di hiasi oleh sebuah piano klasik berwarna putih. Septa tersenyum pada sosok yang tengah memunggunginya, menatap pada kegelapan malam dari satu-satunya jendela.
“Ternyata kamu di sini.”
Sosok itu berbalik. Rendi tersenyum lebar padanya, menampakkan dua lesung pipi nya yang membuatnya nampak manis. Pria itu menghampiri Septa, begitu pula Septa, berpelukan singkat dan saling melemparkan senyum bahagia.
Rendi menarik Septa, mendudukkannya di kursi piano. Keduanya duduk bersebalahan. Rendi membuka penutup piano, member isyarat pada Septa untuk memainkannya. Septa tersenyum, menyentuhkan jemarinya pada tuts piano, memainkan nada-nada asing, sebelum akhirnya jemarinya menari dalam nada yang teratur.
Ketika Rendi ikut dalam permainan nada yang indah, Septa tersenyum lebar. Keduanya hanyut dalam nada yang mengalunkan cinta dan kasih.
“Ini lagu yang selalu kamu nyanyikan untukku. Kali ini aku yang akan bernyanyi untukmu.”
Nada itu berganti, menjadi nada yang telah dihapalnya dengan sangat baik. Lagu yang menjadi lagu cinta untuknya, lagu yang selalu Rendi nyanyikan untuk menggodanya di saat malam menjelang.
What would I do without your smart mouth
Drawing me in, and you kicking me out
Got my head spinning, no kidding, I can’t pin you down
What’s going on in that beautiful mind
I’m your magical mystery ride
And I’m so dizzy, don’t know what hit me, but I’ll be alright
Septa menatap Rendi penuh cinta, tak melepaskan sedetik pun pandangan dari manik kelam yang juga menatapnya penuh kasih.
My head’s under water
But I’m breathing fine
You’re crazy and I’m out of my mind
Kedua matanya terasa perih oleh air mata yang menumpuk. Rendi menatapnya iba, menarik kedua tangannya dari piano. Ia menyeka pipi Septa yang telah basah oleh air mata.
Cause all of me
Loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections
Rendi beranjak dari kursi, dan Septa masih tidak berhenti bernyanyi. Matanya yang terus mengalirkan kristal kesedihan tak lepas dari Rendi. Rendi melangkah dan berhenti di depan piano yang berseberangan dengan Septa.
Give your all to me
I’ll give my all to you
You’re my end and my beginning
Even when I lose I’m winning
‘Cause I give you all of me
And you give me all of you
Ketika pandangan iba itu berganti menjadi pandangan lembut, ketika mulut Rendi bergerak, mengatakan “Aku mencintaimu” tanpa suara, Septa tenggelam dalam tangisannya. Jemarinya tak berhenti menari memainkan nada lagu, sementara mulutnya kini hanya memperdengarkan isakan.
Seperti malam-malam sebelumnya, Septa dan Rendi akan duduk di kursi piano, memainkan lagu cinta mereka berdua. Namun sejak setahun yang lalu, kini hanya Septa yang memainkan lagu cinta mereka, dan sampai saat ini pun ia tidak pernah berhasil menyanyikannya hingga akhir. Ia tidak akan bisa menyelesaikannya tanpa Rendi di sisinya.
Jemarinya berhenti di Chorus kedua, dan yang kini terdengar hanya isakan yang pilu. Sosok Rendi tidak ada lagi di hadapannya, tidak ada lagi di sisinya. Ia menatap foto Rendi yang tengah tersenyum lebar. Foto berbingkai hitam yang sengaja ia letakkan di atas piano untuk mengingat Rendi yang telah meninggalkannya.
Seperti malam-malam sebelumnya, Septa tidak akan berhenti dan selalu terjebak dalam halusinasi cinta dan rindunya pada Rendi.
keren keren.. sukaa.. (y)