It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
udeh lama ye ane gak update
gara2 bb ane rusak + persiapan UN....
lengkap sudah ....
yuk lanjut dikit
--
Pagi buta. Suara kokok ayam belum merajai langit yang hitam kelam. Aku terbangun dari tidurku secara tiba-tiba. Dengan pandangan yang masih agak blur aku melihat jam dinding di atas pintu kamarku. Pukul tiga. Aku segera menuju ke kamar mandi dan mencuci muka, kemudian aku melangkah pelan menuju kamar lalu aku mulai ritualku (ritual apa ya???). Aku ambil buku tulis fisika dari dalam tasku kemudian aku mengulang kembali apa yang diajarkan kak Rio semalam. Uh, males banget! Tiba-tiba kepikiran kejadian semalem. Entah setan apa yang merasuki tubuhnya saat itu sampai dia ingin melakukan hal yang “di luar dugaan” denganku.
Dengan mata lima watt aku menelusuri rumus demi rumus beserta penggunaannya. Dengan harapan aku bisa dapet nilai bagus di fisika.
“Aduh, ini gimana ya?” tanyaku kepada diriku sendiri. Aku membuka-buka LKS-ku. Tiba-tiba suatu kertas terjatuh dari selipannya. Aku menatap kertas itu sejenak, lalu memungutnya di bawah kakiku.
Aku membuka kertas yang sudah agak kusam itu perlahan. Oh, coret-coretan fisikanya Satria yang belum aku salin bulan lalu. Apa? Satria? Entah tiba-tiba aku kepikiran dia, Satria yang sekarang bukan seperti Satria yang dulu lagi.
---
Aku berjalan menyusuri lorong kelas X. Di depan kelas akselerasi, terlihat bidadari-bidadari cantik sedang asyik ngobrol. Ternyata kakak kelas XI. Halah, pagi-pagi udah pada ngoceh aja, ikut-ikutan burung kali, ya. Heheh.
Sampai aku lewat di depan mereka, terdengar suara angin dari mulut mereka. Bisik-bisik. Aku acuh saja sambil menajamkan pendengaranku.
“Hai, Junaaaa!” teriak mereka serempak. Aku sumringah, kompak bener! Aku menoleh ke arah mereka sambil tersenyum.
“Haaaaaaaa manis banget senyumnyaaa......” teriak salah satu dari mereka sambil menjepit pipinya. Yang lain hanya menatap aneh, bahkan salah satu dari mereka ada yang mendorong mukanya ke belakang.
“Heeeeeeiii pagi-pagi udah kotorrrrrr tu utek!” respon salah satu dari mereka. Cewek itu mendengus.
Aku tetap tersnyum, sampai ketika kakiku baru menginjak lantai kelas... senyumku memudar ketika aku melihat sesosok lelaki yang lagi asyik dengan HP-nya. Ia menoleh ke arahku, lalu melambaikan tangan. Aku terdiam, lalu berjalan perlahan ke bangkuku.
“Asyik banget main HP-nya....” sindirku dengan nada dingin sambil duduk di atas meja. Memandang ke luar.
Aku tahu ia merasa tersinggung, lantas ia menaruh ponselnya lalu bersandar di bangku.
“Dapet temen baru, ya?” tanyaku, lalu menoleh ke arahnya. Satria menghela napas. Ia mulai membuka mulut.
“Jun, maafin gue kalo gue sering nyuekin loe... gue gak bermaksud untuk....” kata-katanya terpotong. Lehernya seperti terganjal kata-kata yang susah untuk dikeluarkan.
“Loe boleh aja dapet temen baru,” sahutku sambil menatapnya lekat-lekat. “Tapi tidak sama dengan membiarkan teman lama. Ngerti?”
Satria hanya terdiam. Mataku tetap mengawasinya sambil berjalan ke luar kelas.
---
“Kalo nonton yang ini, gimana?”
Aku menatap gambar cuplikan film action itu. Terlihat aktor Arnold Swachzenegger berdiri gagah dalam gambar itu.
“Suka nggak?” tanya kak Rio memastikan. Perlahan aku mengangguk sambil mengatakan, “Boleh.”
“Tapi ngantrinya lama lho, Kak....”
“Ah, tinggal beberapa kok.... Sabar ya, Dik....” katanya sambil mengacak-acak rambutku.
‘Dik? Haha.’ Panggilan yang bagus.
Tiba-tiba HP-ku bergetar. Ada SMS masuk rupanya. Aku buka.
“Jun, maafin gue ya. From: Satria.” kataku lirih sambil menirukan bacaan yang terpampang di layar ponselku.
Aku biarkan saja. Gak aku bales. Males amat.
Selang beberapa menit kemudian, sekarang bukan getarnya yang dateng, tapi udah BUNYInya. Kaya prajurit PD II yang gagal ngrudal, akhirnya ngebom atom juga.
Satria pake telpon segala!
Aku tetap memperlakukan hal yang sama: membiarkan. Aku biarkan HP-ku menyanyi lagu “Jason Mraz – I’m Yours” di dalam saku. Toh nothing special.
“Lho, Jun? Telpon kali tuh,” kak Rio memperhatikanku.
“Iya.” jawabku sekenanya. Ia mengernyitkan dahinya.
“Kenapa gak diangkat?”
“Paling temen. Gak penting ini.”
“Hust! Siapa tahu penting!” kak Rio meluruskan. “Angkat teleponnya.”
“Oke,” jawabku setelah menghela napas panjang. Dengan berat hati aku melangkah ke luar antrean, lalu menekan tombol “ijo” .
“Jun.... Maafin gue, Jun. Gue bisa jelasin....”
“Iya, gue tau. Besok aja njelasinnya di sekolah, oke? Batre gua udah mule abis!” jawabku asal-asalan, lalu segera aku tutup.
“Udah?” tanya kak Rio sambil berjalan ke arahku. “Nih. Pegang kamu, ya.”
“Oke. Berapa menit lagi sih?”
“Paling bentar lagi, 15 menitan.” katanya. Ia merangkul pundakku.
Kami berdua berjalan menuju ke studio 1 untuk menonton film.
---
Jam setengah empat sore. Kegiatan ekskul PA baru usai. Aku langsung keluar ruangan menuju parkiran, tapi terhenti ketika seseorang memanggil namaku.
“Juna!” Ternyata Satria. Ia berlari menuju arahku.
“Ape lagi?” tanyaku setengah ketus. Ia cemberut. “Udah jelas kok tadi. Mau dijabarin lagi?”
“Nggak, bukan itu....” sahutnya sambil menyeka keringat di dahinya. Gila! Cool maaaan!
“Terus?”
“Sebagai tanda permintaan maaf gue ke loe, ntar malem gue mau traktir loe makan. Tempat nyusul. Mau yaaa....”
Satria meminta seperti anak kecil. Aku berpikir sejenak, kalo ntar dia kaya gitu lagi gimana? Makin males aja.
Tiba-tiba ia menggemnggam tanganku. “Please, mau ya.....” Sontak aku kaget, lalu melepas tangannya. Aku mengangguk cepat.
“Iya, iya. Oke.”
Aku melihat dari kejauhan. Sosok tinggi tampan berambut ala Tsubasa melihatku dengan pandangan datar. Agak lama, lalu berjalan ke luar koridor.
“Yess! Oke, thanks ya, Jun!” Aku hanya mengangguk sekenanya.
Apakah kak Rio cemburu?
---
[SMS Mode]
+ [Juna] (22:16) Kak Rio......
- [Rio] (22:18) Hm?
+ (22:20) Kakak lgi knp siY?
+ (22:20) Jgn2 yg tdi ya.... K
- (22:21) Tadi Satria ngp?
+ (22:22) oooh, tadi dia ngajak traktir makan. Nih barusan pulang.
- (22:23) oh, kirain apaan
+ (22:25) Knp? Kaka cemburu yaaaaa?
- (22:26) kalo blh jujur: YA. Aku cemburu.
+ (22:27) Haissss,,,, dia itu temenku kok, Kak. Bukan selingkuhan gua.
- (22:27) iya kk percya km ga bakal khianatin kk. Cuma pesen kk kamu kudu ati2 kalo pilih2 temen......
+ (22:28) Satria itu anak baik kok. Cuma sering lupa diri aja.
- (22:29) kk cuman ngingetin aja, ati2 kalo cari temen. Jgn cari yg cuma butuh doang.
+ (22:30) hehe (y) okee pangeran bobo sanah wkwk
---
“Jun! Mau ke mana?” tanya Lin yang sedang mengetik tugas bahasa Indonesia. Aku tersenyum kecil.
“Bentar ya, ada urausan,” jawabku. “Kalo udah masukin ke flashdisk-ku aja. Ntar sampe di rumah aku print.”
Lin hanya mendengus, sedangkan Sonia yang ada di sebelahnya mengacungkan jempolnya. “Sip!”
“Bantuin gih,” pinta Lin yang hanya melihat Sonia nggabut dari tadi. Sonia sumringah.
Tumben-tumbennya, Satria mengajakku main ke luar setelah sekian lama nelantarin teman yang tampan ini. (Heleh!) Tapi aku udah keburu gak demen ama Satria, lebih mendingan sama kak Rio. Suka diajak jalan-jalan. Gak bosenin deh pokoknya.
“Ayo, Jun.” ajak Satria sambil menawarkan boncengan kepadaku. Aku hanya tersenyum.
“Gue bawa motor sendiri aja. Takut ntar ngerepotin.” jawabku. Aku segera menuju ke parkiran dan mengambil motorku.
---
“Rame banget. Mau pesen apa?”
Mataku sedang asyik menelusuri daftar makanan yang ada di buku menu. Setelah puas menjelajahi satu halaman, tanganku membuka halaman selanjutnya. Benar-benar kerjasama yang baik. Hehe.
“Nasi ayam boleh. Yang enak apa lagi?”
Satria mengangguk, lalu bangkit menuju waitress yang lagi nggabut deket toilet. Kenapa gak dipanggil aja sih? Ribetnyaaah.
Satria lagi menuju ke meja waitress, tiba-tiba HP di mejanya berbunyi. Aku lihat layar HP itu. Tertulis: Nicole, memanggil....
Nicole? Siapa dia? Jangan-jangan....
“Biar aku aja, Jun. Bentar ya.” respon Satria tiba-tiba. Cepet banget datengnya?
Aku memperhatikan Satria dari jauh. Cowok tampan itu terlihat serius menerima telpon itu. Beberapa menit kemudian, ia terlihat memasukkan HP-nya ke saku.
“Sorry ya Jun, temen gue tadi telpon....” sahut Satria dengan muka tenang.
“Oh....” Aku manggut-manggut.
‘Temen yang di mall waktu itu ya?’
Tak lama kemudian pesanan kami dateng. Dua porsi nasi ayam plus es teler dan es campur.
Setelah makan, Satria beranjak menuju ke kasir.
“Udah, biar gue aja yang bayar,” cegah Satria ketika aku menyodorkan uang lima puluh ribuan kepadanya.
“Eh? Gakpapa nih?” Ia mengangguk.
‘Idih! Kemaren nraktir sekarang diulang lagi!’
‘Tumben ntu anak, lagi dapet duit banyak po?’
---
Aku melamun di depan komputer, mengawasi si printer sedang mencetak tugas kelompokku. Aku agak heran sama itu bocah. Lagi ada apaan ya, kok itu anak seneng banget traktir-traktir, padahal jaman-jaman awal temenan gak pernah tuh traktiran. Ngakunya sih dikirim duit pas-pasan. Tapi ya gak tau lah....
Aku juga mulai penasaran sama orang yang bernama Nicole itu. Siapa? Kata Satria, temennya. Ya tapi anak mana? Anak di SMA juga kayanya gak ada yang namanya Nicole.
Temen SMP kali. Mungkin.
Tapi kok, aku lihat dia serius banget nerima telepon dari Nicole.
“Kayanya ada yang gak beres....”
Sepintas kemudian aku mendengar suara motor MegaPro berhenti di depan rumah, disusul dengan teriakan, “Juna!”
Aku segera keluar menuju balkon, melongokkan kepalaku ke luar. “Opo Kaaaak?”
“Lagi ngapain?”
“Nyetak tugas. Napa sih?”
“Eh, lagi sibuk ya? Padahal aku mau ngajak main basket lho.”
“Di mana?”
“Di sekolah lah!”
Aku menumpuk tanganku di atas pagar balkon. “Ah, males ah. Minggu aja napa?”
“Seriusan gak mau ikut?” tanyanya meyakinkan. “Ya udah. Duluan ya!”
“Bye! Ati-ati! Hati gue jangan ditinggal di lapangan!”
‘Haha. Apa?’
Ia tertawa. Kemudian ngacir.
---
“Jun, ati-ati lho ya. Sekarang lagi banyak pengedar narkoba di mana-mana.” nasihat Ibu sambil menyembulkan kepalanya dari balik koran yang sedang dibukanya.
“Iya, Bu, Juna juga udah tahu.” jawabku sambil melahap potongan roti sarapan terakhirku. “Insya Allah Juna bakalan ati-ati.”
Aku segera bangkit menggendong tas, lalu segera menuju ke sekolah. Tidak lupa salim ke ibu tercinta, maklum, tugas wajib anak ganteng.
“Juna berangkat dulu ya, Bu.”
---
“Hai, Jun!” sapa Satria dari bangkunya. Aku membalas dengan melemparkan senyum mautku padanya, lalu melambaikan tangan. Aku lihat dia gak pegang HP lagi pagi-pagi. Tumben.
“HP lu gak lu ajak kencan lagi?”
“Hehe. Nggak ah, takut pulsa ane abis.”
“Oh.” Aku mengeluarkan buku kimia, melanjutkan PR yang sempat belum terselesaikan tadi malam. “Udah ngerjain?”
“WHAT!?” pekiknya agak keras, membuat seisi kelas tertuju padanya.
“Biasa aja keles.” tanggapku.
Satria memonyongkan bibirnya, lalu aku tampar bibirnya pake tempat pensil.
“Hih!” pekik Satria lagi, lalu berbalik ke arah depan. Tiba-tiba mejaku bergetar sedikit. Dua kali getaran pendek.
“Heh.” Aku kaget. “Apaan tuh?”
Aku melongok laci meja. Di situ terlihat sebuah ponsel Blackberry dengan mukanya yang menyala. Tapi Satria malah ga nanggepin.
‘Aneh....’
“Sat, SMS kali tuh.” kataku padanya. Dia melongok.
“Eh, iya. Biarin aja. SMS ini. Bisa dibales ntar-ntar.” jawabnya tenang. Aku makin heran dengan anak yang satu ini.
Kenapa lu, Sat?
---
undang
@Tsunami
@balaka
@3ll0
@d_cetya
@Cyclone
@cute_inuyasha
@Wita
@lulu_75
@susucoklat
@centaury
@Adamx
ditunggu updatenya
maaf sekali lagi yaa~
seret ke @Tsunami
@balaka
@3ll0
@d_cetya
@Cyclone
@cute_inuyasha
@Wita
@lulu_75
@susucoklat
@centaury
@Adamx
@meandmyself