BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Story: Biru dan Merah

11012141516

Comments

  • ini sudah tamat atau masih bersambung @JNong ... ini mengharukan kenapa Henry harus meninggal... kasihan Cliff ....
  • @NanNan. sayangnya henry udah mati. hiks.

    @lulu_75 masih ada 1 part lagi kok sebelum end
  • Yaaah kok Henry tewas d33561e9.gif
  • @3ll0 iya. kasian. hiksss TAT
  • Seperti biasa, Maaf jika ada Typo. @3ll0 @Tsunami @balaka @cute_inuyasha @d_cetya @Wita @lulu_75 @putrabekasi @Lonely_Guy @harya_kei @Adi_Suseno10 @Unprince @Zhar12 @nad4s1m4 @Tsu_no_YanYan @Adamy @kaka_el @sasadara @centraltio @Roynu
    Maaf pula jika ada yang tidak berkenan di mention. Silahkan layangkan protes anda di komentar

    ----


    PART 9


    Henry menyeret kopernya yang berat dan besar keluar dari stasiun kereta, bersusah payah meniti setiap tangga. Butuh usaha ekstra hingga akhirnya ia berhasil keluar dari stasiun bawah tanah. Dengan segera ia mencegat taksi dan memberitahukan alamat yang ia tuju.

    Ponsel pintarnya berdering. Tidak perlu melihat namanya, karena ia tahu siapa yang menelpon untuk kesekian kalinya hari itu. “Halo, Dad.”

    ”Kamu sudah sampai?”

    Henry menghela napas, menyandarkan punggungnya di sandaran. “Aku sudah di taksi.”

    ”Kok tidak mengabari?”

    God!” Henry mengerang lelah. “Baru beberapa menit yang lalu Dad menghubungiku. Apalagi yang harus kukabari?”

    ”Setidaknya kabari aku.”

    Henry hanya bisa menghela lelah, mendengar celotehan Smith tentang bahayanya kota besar, dan bla- bla- bla lainnya. Henry bahkan sudah mendengarnya nyaris sepanjang minggu sebelum ia berangkat.

    Smith memang selalu seperti itu. Amat sangat overprotektif padanya. Padahal ibunya tidak se-over itu. Betapa marahnya Smith begitu Henry memutuskan untuk melanjutkan kuliah di kota. Dengan tegas pria tua itu menolak. Nyaris mengubur mimpi Henry jika saja Bree tidak membujuk Smith dan berjanji untuk menjaganya. Dan wow, Bree selalu mampu membuat Smith luluh. Smith lebih percaya anak orang lain ketimbang Henry.

    What the hell banget rasanya.

    Oh, ngomong-ngomong, Bree berjanji menjemput Henry di stasiun. Tapi sialnya, pemuda dua tahun lebih tua darinya itu malah tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun. Beruntung Bree telah memberinya alamat apartemen yang akan ditempatinya nanti.

    Kata Bree, ia menemukan seseorang yang mencari teman kamar di apartemen untuk menghemat biaya. Awalnya Henry ragu, namun selanjutnya diiyakannya, setidaknya ia percaya dengan pilihan Bree. Dan Bree berjanji akan mengenalkan padanya. Tapi sial kuadrat, si gondrong kumal itu tak datang.

    “Dad, sudah ya. Aku harus menghubungi Bree.”

    ”Henry—!”

    Klik. Hubungan terputus. Terserah lah nanti gimana Smith akan memarahinya. Henry membuka daftar kontak, mencari nama si gondrong kumal itu dan menghubunginya.

    ”Halo, beb.”

    “Bab, beb, bab, beb. Dimana kamu?” Henry meraung, membuat supir taksi terkejut.

    ”Ini lagi di kampus, beb. Ada kegiatan mendadak.”

    “Alaah, bullshit.

    ”Duh, beb—“

    Klik. Henry memutuskan sambungan telepon. Bree sialan. Henry memasukkan ponselnya ke dalam tas ransel begitu benda itu kembali bergetar.

    Taksi berhenti di depan sebuah gedung yang tinggi berwarna marun. Henry keluar dari taksi, menengadah menatap gedung dan kertas kecil di tangannya. Ia membayar taksi dan menyeret kopernya ke dalam gedung. Membalas sapaan wanita tua yang tengah mengepel lantai dan masuk ke dalam lift yang kebetulan tengah terbuka. Menekan angka 10.

    ”… Ada dua hal yang kuberikan kepadamu.”

    Lift terbuka. Henry menyeret kopernya, berjalan di sepanjang lorong berkarpet coklat hingga berhenti di pintu 1003. Ia menekan tombol sambil mengumpati nama Bree. Terpaksa ia harus menemuinya seorang diri. Si gondrong kumal sialan.

    Pintu terbuka.

    ”Pertama, kematian.”

    Henry terkesiap. Tas ransel yang ia sampir di bahu terjatuh ke lengan, kopernya pun jatuh berdebam di lantai. Kertas di tangannya semakin kumal ketika tangannya terkepal erat. Mata hitam dan mulutnya terbuka lebar. Jantungnya berdegup amat cepat hingga perutnya terasa mual. Ia merasakan rindu yang telah lama ia pendam.

    “Kedua, sesuatu bermata dua. Hadiah atau kutukan, pilihan ada di tanganmu….”

    Di hadapannya, si pemilik kamar yang mengenakan kaus putih, celana army selutut dan sandal rumah, dengan kening mengernyit menatap Henry bingung. Meski penampilan pemuda di hadapnnya berbeda, meski tanpa setelan resmi, Henry tidak akan bisa melupakan garis wajah itu, surai pirang keemasan dan mata sejernih langit.

    “Anda siapa?”

    “…Ingatanmu tentangnya akan melekat bersama jiwamu di kehidupan berikutnya.”

    “Cliff—?” suara Henry berbisik, dengan rindu yang terselip di setiap hurufnya.

    ***

    Malam itu, Henry bermimpi sesuatu yang aneh. Ia melihat bayangan dua puluh tahun yang lalu. Ia melihat ibunya, dengan manik mata yang sama dengan miliknya, dan rambut dengan warna yang serupa. Ia melihat ibunya berbicara pada Bree, menyerahkannya yang masih merah. Bree berlari meninggalkan istana yang gelap.

    Henry melihat Bree menyerahkannya pada Smith yang terkejut di pintu rumah. Mengecup wajah mungil nya berkali-kali sebelum membawanya masuk rumah. Ia juga melihat Smith membawanya ke kediaman Silvercrow, melihat tatapan ketakutan Aida padanya, sebelum wanita itu akhirnya tersenyum, menyayanginya seperti anaknya sendiri.

    Ia melihat Cliff mendekatinya, menciumnya, menatapnya penuh kasih. Ia melihat dirinya yang melukai Cliff, nyaris menggigitnya. Melihat Cliff nyaris membunuhnya namun memilih untuk menghentikannya.

    Dan semuanya gelap.

    Henry membuka mata dan cahaya matahari yang menyilaukan menusuk netranya. Namun hanya beberapa detik sebelum netranya mampu beradaptasi dengan mudah. Melihat dengan jelas ruangan yang tidak begitu luas, seperti lingkaran yang dibentuk dari bata. Hanya satu sumber cahaya yang berasal dari jendela kecil yang amat tinggi yang kini menyinarinya di satu sisi ruangan, menampakkan warna langit dan garis putih dari awan.

    Di mana dia sekarang?

    Henry terkesiap begitu sepasang mata besar bagai piring makan malam, berwarna kuning dengan dengan lensa yang pipih menatapnya. Ia melangkah mundur begitu sepasang mata itu mendekat. Dengan kemampuan matanya, ia bisa melihat tubuh besar bersisik gelap dan tebal, bermoncong panjang, berkuku tajam dan bersayap tengah berdiri di dalam bayang. Perlahan mendekatinya.

    Namun alih-alih sosok yang ia lihat muncul di hadapannya di bawah cahaya, tapi sosok bagai manusia berdiri di hadapannya.

    Ia tidak bisa menebak apakah sosok itu wanita atau pria. Sosok itu tampak amat muda. Tubuhnya yang putih pucat nya begitu mungil terbungkus oleh kain sutra warna putih lembut bergaris emas di tepi, yang terikat di salah satu bahunya. Rambutnya berwarna perak hingga nyaris transparan ditimpa oleh cahaya, begitu panjang hingga nyaris menyentuh lantai. Ketika kedua kelopak pucatnya terbuka, Henry menyadari warna mata wanita itu begitu aneh, biru pucat yang seolah memudar sehingga tampak pucat di sisinya, hanya tersisa sedikit warna biru di sekeliling pupilnya. Bukan kuning seperti yang tadi ia lihat. Namun ia bisa melihat pancaran kebijaksanaan di sana. Cahaya yang lolos dari jendela kecil di atas sana membuat sosoknya tampak berkilau di dalam cahaya.

    “Halo, Henry.” Henry terkesiap, mendengar suara sosok itu yang begitu aneh. Terdiri dari begitu banyak suara yang saling tumpang tindih dan berkejaran sehingga terdengar menakutkan.

    “Kamu—siapa?”

    Sosok itu hanya tersenyum. “Aku yang memperlihatkan padamu mimpi itu, Henry.”

    “Ini—Dimana?”

    “Ini di dalam mimpimu, tentu saja.”

    “Mimpi?”

    Lagi-lagi sosok itu tersenyum misterius.

    “Bagaimana—“

    “Kamu yang memanggilku, Henry.”

    “Tapi aku tidak pernah memanggilmu.”

    “Keinginanmu yang kuat yang memanggilku. Kamu menginginkan sebuah permohonan, dan aku di sini untuk mengabulkannyannya.”

    “Kamu bisa mengabulkan keinginan?” tanyanya. Kedua rubinya tak kuasa lepas dari sosok itu.

    Sosok itu tersenyum. “Tentu.”

    Henry tertunduk. Tangannya mencengkeram dadanya yang bergejolak. Ia sudah memikirkannya sejak dulu, sejak Cliff mengisi hidupnya. Ia hanya menginginkan satu hal untuk bersama pemuda yang ia cinta. Tapi sosoknya selama ini menghalanginya. Ia takut akan melukai Cliff. Dan melihat bagaimana tangannya melukai Cliff, ia menjadi amat takut.

    Lagi-lagi suara yang tumpang tindih itu terdengar. “Keputusan ada di tanganmu, Henry. Katakan apa kenginanmu.”

    “Aku—“ Henry mengangkat wajah. Air matanya menitik, dengan lirih ia memohon. “Aku ingin menjadi manusia.”

    Seulas senyum tergaris di wajah pucat sosok itu. Ia mendekati, meraih wajah Henry dengan kedua tangannya. Mengusap air mata yang menitik dari manik merah yang indah bagai rubi. Tiba-tiba sepasang sayap tumbuh di punggung sosok itu, membentang dengan lebar. Sebuah sayap yang amat besar, nyaris memenuhi seluruh ruangan. Penuh goresan luka, cabikan, dan lubang sehingga nampak tidak berguna dan menyedihkan. Bahkan sosok seindah ini memiliki sesuatu yang begitu menyedihkan.

    Sosok itu mendekatkan wajah Henry padanya. Ia mendaratkan ciuman dingin bagai salju di musim dingin di kening Henry dan memeluknya erat. Sayap itu melingkupi tubuhnya, menciptakan angin dingin musim gugur. Dalam sekejap, aroma musim semi merenggut kesadarannya, membawanya ke dalam kegelapan.

    Dalam gelap, tubuhnya terombang ambing, namunia bisa mendengar suara tumpang tindih itu bergema. “Henry, aku menghargai ketulusan dan keberanianmu. Ada dua hal yang kuberikan kepadamu.”

    “Pertama, kematian.”

    “Kedua, sesuatu bermata dua. Hadiah atau kutukan, pilihan ada di tanganmu. Ingatanmu akan melekat bersama jiwamu di kehidupan berikutnya.”

    ***


    Tas ransel di lengan Henry terjatuh berdebam di lantai. Ia tidak mampu menahan gejolak rindu yang ia tahan di sepanjang hidupnya. Ia segera memeluk erat tubuh tinggi Cliff, membenamkan wajahnya di dada pemuda itu.

    Cliff tidak mengerti, sungguh. Tiba-tiba saja pemuda asing bersurai tembaga yang tadinya terbengong, memeluknya amat erat hingga terasa sesak. Cliff nyaris mendorongnya kasar, membentak atau menonjok wajah pemuda yang lebih mungil darinya itu. Sangat tidak sopan, pikirnya.

    Tapi ketika Henry berbisik penuh kasih, berkata “Aku merindukanmu.”, membuat kekesalan Cliff menguap entah kemana. Membuatnya sendiri bingung. Dengan ragu, ia memeluk tubuh mungil itu yang terasa amat pas dalam pelukannya. Aneh, bukan? Mengelus surai tembaga yang sagat lembut, yang anehnya juga, membuatnya merasakan déjà vu yang tak bisa ia ingat.

    Henry memeluk Cliff semakin erat, melepaskan segala kerinduannya. Menyalurkan rasa cinta yang telah lama tertanam. Dan sekali lagi ia berbisik penuh cinta.

    “Aku sangat merindukanmu.”

    END
  • Finally, last part. Lega akhirnya saya bisa namatin ini.
    Terima kasih kepada semua yang telah setia membaca
    Terima kasih pada semua komentar, kritik dan saran yang diberikan.
    Terima kasih pula pada semua nama yang telah saya mention.

    Sekali lagi,
    Terima kasih.
  • Yaaaah (lagi) kurang panjang ah kisah Henry-Cliff dimasa depan.tambahin ya Nong :D
  • Akhir yang tak diduga..
    Cerita yang bagus untuk diangkat ke layar lebar.

    "Aku merindukanmu"
  • Akhir yang tak diduga..
    Cerita yang bagus untuk diangkat ke layar lebar.

    "Aku merindukanmu"
  • Tamaat? Kereen wkwk meski masih bingung huhu. Reinkarnasinya kah?
    Please ada lanjutannya, atau sequelnya hehe
  • ada season 2 nya engga @JNong ... entahlah sepertinya cerita selanjutnya akan banyak rintangan bagi mereka berdua ... ahir yang mengejutkan Henry diberi dua pilihan kematian dan cinta ... ditunggu lanjutannya ...
  • ada season 2 nya engga @JNong ... entahlah sepertinya cerita selanjutnya akan banyak rintangan bagi mereka berdua ... ahir yang mengejutkan Henry diberi dua pilihan kematian dan cinta ... ditunggu lanjutannya ...
  • ahhh akhirnya happy ending.legaaa
  • baru baca ketika tau udh tamat hehe. what a great story!! Ayo buat cerita lainnya yg lebih great dari ini;;)
  • Akhirnya end juga Dan Henry nya di hidup kan kembali Dan jadi manusia hikzzz terharu plus bahagia....walau Cliff gk ngenalin Henry. Ini termasuk happy ending . Sukaaaa....
Sign In or Register to comment.