It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
serasa bella yg dilindungin kaum vampir dan serigala aja
sinial teh kunaon -_-
ada sesuatu nih
Gue dilupakan><
Huh! *culikKoi
Part akhir : Ketakutan Keith
AUTHOR POV
25 tahun yang lalu...
Abi terus mencoba memanggil bala bantuan dari markasnya meski hasilnya selalu sama dan sama. Kakinya yang tertembak sudah mulai mati rasa. Hujan turun disertai dengan petir petir yang membuat suasana semakin mencekam. "Ayolah! Ayolah!" Racaunya sambil terus mencoba menghubungi markas.
Sementara itu didalam tempat produksi narkoba dan juga persenjataan tentara Dentaag , Jun beserta ke empat temannya berpencar dengan satu misi: menangkap Harold.
Harry menaiki tangga yang berada di sebelah barat. Ia berjalan dan terus berjalan. Menaiki tangga yang terbuat dari besi dengan sangat pelan. Ia mencoba tak membuat keributan. Dan Harry menemukan sebuah pintu tepat diujung tangga. Ia menyiapkan senjata dan dengan perlahan memutar knop pintu beberapa kali.
Krrrt...
"DORR!!!" Harry tumbang seketika saat ia membuka pintu. "Bzzz... bzzz... zz.. Aku berada di sebuah lorong..bzzz.. ganti" WalkieTalkie yang berada di pinggangnya berbunyi dan diraih oleh seorang tentara.
Disaat yang sama, Ron juga tumbang saat ia tersesat di tempat istirahat para kaki tangan Keith.
Sementara itu, Tobing mencoba memutar mutar knop sebuah pintu yang terletak di arah timur. Ia mencoba memutar mutar knop pintu itu. Dalam hati ia bertanya tanya , tak ada yang membalas pesannya tadi.
Juanda berhasil menggorok leher seorang kaki tangan Keith. "Aku berada di sebuah tempat yang banyak daun.. ganti"
Abi semakin merintih kesakitan kala tetesan air hujan mengenai bagian kakinya yang cidera. Parahnya lagi tak satupun panggilannya yang terjawab. Abi mulai putus asa. Ia mulai pesimis akan berhasil menjalankan misi ini. Ini benar benar misi bunuh diri. Tiba tiba bayangan kekasihnya yang tengah mengandung terlintas. Benar, aku tak boleh menyerah. Batin Abi dan kembali mencoba menghubungi markas.
Keadaan didalam pabrik sudah mulai heboh. Seluruh pasukan Keith dan juga Harold mulai siap siaga dan berpencar.
"Brakkk!!!"
Tobing mendobrak pintu yang terkunci itu. Ia menyelinap masuk kedalam. Gelap. Ia mencoba mencari cari saklar untuk pencahayaan. Ia meraba raba dinding disekitarnya dan menemukan saklar yang ia cari. Ia memencet saklar itu.
"Woah.. Hallelujah Bapa". Ia baru saja memasuki sebuah ruangan persediaan persenjataan. Ia berjalan berputar putar didalam dan menemukan banyak peluru. Pistol. Senapan. Pisau. Granat. Dan juga bomb waktu. "Bomb waktu ya.." katanya.
Semakin banyak Juanda menghabisi kaki tangan Keith yang menghadangnya. Tapi tak satupun yang berhasil melukai Juanda. Ia bersembunyi dibalik tumpukan balok dan secara sembunyi sembunyi melihat Harold dan Keith sedang bercengkrama dilantai atas. Ia meraih sebuah granat, menggigit sulurnya dan lalu melemparkannya ke arah pekerja yang sedang memproduksi narkoba.
"DUAAAARRRR!!!"
"What the heck!!?" Pekik Keith. Menyaksikan ada yang tak beres, Harold langsung melarikan diri menuju lantai paling atas dan menaiki Heli.
"Harold keparat!!!"
Keith geram. Sementara Juanda kesal karena Harold berhasil melarikan diri.
Tobing berjalan mengendap endap menuju kilang kilang minyak. Ia memperhatikan sekitar yang sama sekali luput dari pengawasan. Ini kesempatanku batin Tobing. Ia menempelkan beberapa Bom waktu pada kilang kilang minyak itu. "Teman teman! Aku saat ini berada di kilang minyak. Ganti" ucapnya pelan pada WalkieTalkie.
Serdadu Keith yang menyadap WalkieTalkie milik Ron dan Harry yang mendengar suara Tobing langsung membagi pasukan menjadi 2 kelompok.
"SIAPA YANG BERANI MELAKUKAN INI!!!?"
Juanda tetap bersembunyi sementara kepulan asap bagai tiang didalam tempat itu. Ia perlahan lahan mendekat mencoba menuju tangga yang berada tepat dibawah Keith.
"Disini markas tim Alfa"
Bagus! Ucap Abi dalam hati.
Segerombolan tentara semakin mengerubuni Tobing. Ia bersembunyi menjauh dari kilangan minyak tersebut. Ratusan peluru kemudian menghujani Tobing. Tobing jatuh dengan badannyang penuh lubang. Pasukan Keith segera masuk tanpa mereka sadari waktu yang dipasang Tobing pada Bom waktu terus berjalan.
Keith berlari masuk kedalam ruangannya dan membawa Harris pergi. Tetapi ia lebih dulu ditodong Juanda dengan pistol didepan pintu ruangannya sendiri.
"Siapa kau?" Tanya Juanda
Harris kecil terlihat ketakutan dan bersembunyi dibalik kaki ayahnya. Jun menatap mata anak itu. Mata yang menyiratkan sesuatu.
"Harris, pergilah keatas. Temui Uncle Bowie"
Harris kecil berlari menuju lantai atas tanpa sekalipun menengok kebelakang.
"Angkat tanganmu!" Perintah Juanda. Keadaan sudah mulai tidak stabil. Ia menginstruksikan Keith untuk kembali memasuki ruangannya.
Abi mulai mencemaskan keadaan ke-3 temannya setelah melihat Tobing yang dihujani ratusan peluru. Ia berharap semoga bantuan akan segera datang dengan cepat.
"Siapa kau!?" Bentak Juanda sambil tetap mengarahkan pistolnya pada kepala Keith.
"Kau tak bisa membunuhku Tuan"
"Kutanya sekali lagi, KAU SIAPA!?"
"Aku Calvin Keith"
Jun melototi orang yang sedang dalam gertakannya ini. Calvin Keith? Ia seperti pernah mendengar nama itu.
"Kau Calvin Keith , salah satu politisi yang berpengaruh di Amerika?"
Keith tersenyum. "Correct"
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Tidakkah kau tau bahwa aku dalang dibalik ini semua?"
Juanda tercengang. Keith dengan mudahnya mengumbar dosanya. "Siapa namamu?" Tanya Keith dan berbalik. Ia membaca Nametag pada baju Jun. "Juandawan Tri Busra"
"Freeze!"
"Tenanglah. I'm freezing over here!" Ia tertawa. "Kau tahu? Aku yakin dalam 10 menit kau takkan bernyawa lagi"
Benar saja, Jun mendengar pintu ruangan Keith yang ia kunci tadi seperti didobrak oleh sesuatu.
"Aku punya banyak pasukan disini, Juanda"
Sialan! Batin Jun. Jendela. Dia harus kabur. "Bzzz..bzzz...Jun! Bantuan datang!..bzzz".
Pupil mata Keith membesar. Ia tak menyangka bantuan akan datang. Dengan sigap ia merebut pistol dari tangan Jun dan berbalik menodongkannya pada pemiliknya.
"Lihat, siapa yang terdesak sekarang?"
Juanda terdesak dengan pistol yang diarahkan tepat di dahinya. Tangannya bersandar pada meja. Banyak kertas berserakan disini batinnya. Keith semakin menarik pelatuk dan kemudian tiba tiba Jun melayangkan kakinya tepat pada selangkangan Keith.
"ARRRGHHH!!! SHIT!!!!"
Dengan sigap Jun merebut semua kertas yang berada diatas meja dan memecahkan kaca jendela dan melompat keluar. Keith yang melihat itu bangkit dan menarik pelatuk pistol.
"DORRR!!!!"
"AAAAARRRGGGHHH!!!" Pekik Juanda yang tertembak pada bagian kaki.
Bantuan datang. Pesawat pesawat tempur melesat dan seketika mengepung pabrik itu. Keith berhasil kabur dengan anaknya yang masih sangat belia, Harris.
"JUANDAWAN TRI BUSRA!! AKAN KUBUNUH KAU!!!!"
*******
Seketika tempat itu menjadi lautan api. Kilang kilang minyak meledak dan menewaskan banyak orang. Hampir tak ada satupun kaki tangan Keith yang masih hidup.
Sementara Jun tak sadarkan diri. Abi berhasil diselamatkan dan dibawa kemarkas untuk diobati.
****
10 tahun kemudian..
Jun kembali membaca kertas kertas itu. Ia yakin, kertas kertas ini akan menyebabkan sesuatu yang besar terjadi padanya. Bahkan keluarganya.
"Good Afternoon!!" Teriak seseorang dari luar.
Itu pasti Harris. Batin Juanda. Belakangan anaknya mengakui bahwa ia baru saja menjalin hubungan khusus dengan bule itu. Istrinya dan juga Juanda sangat antusias dengan hubungan ini.
"Oh. Hi Harris" Juanda mendorong kursi rodanya keluar.
Harris lalu masuk kedalam rumah dan duduk disamping Bapak yang langsung terfokus pada TV. "Nial masih sekolah. Bentar lagi juga pulang"
Harris tersenyum lalu mengangguk. Mereka berdua terpake pada TV yang membahas tentang jaringan penyelundupan narkoba internasional.
"Harris.."
"Ya?"
Apa aku harus mengatakan ini? Batin Juanda lagi.
"Kau masih menjaga Nial seperti permintaanku kan?"
"Sure"
Kembali hening.
"Harris, apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Maksudmu kemarin? Tentu saja"
"Maksudku, apa dulu kita pernah berjumpa di suatu tempat? Di luar negeri mungkin?"
Harris terdiam sebentar. "Kurasa tidak"
Hening lagi. Masing masing dari mereka kembali terfokus pada TV.
"Percayakah kau ..." Juanda terdiam sebentar. "Akankah kau percaya bahwa ayahmu adalah bagian dari jaringan distribusi itu?"
Harris mengernyit. Ia mulai merasakan ada sesuatu yang aneh.
"Apa kau pernah mendengar sebuah organisasi yang bernama Black Skulls?"
Harris menggeleng.
"Jawab pertanyaanku. Apakah ayahmu adalah Calvin Keith?"
"Bagaimana kau tahu?"
Juanda menarik nafas dalam dalam. "Kau masih ingat dengan ceritaku kali kedua saat kau berkunjung kemari?"
Harris mengangguk.
"Haikal adalah aku. Dan Popeye adalah ayahmu"
Pupil mata Harris melebar. "Apa maksudmu?"
Juanda mencoba tenang. "Ayahmulah yang memproduksi semua narkoba itu. Dan dia bekerja sama dengan salah satu presiden di sebuah negara"
Harris terkejut. "Kenapa aku sama sekali mengetahui itu? Ini sudah tidak lucu, Jun"
Juanda menelan ludah. "Ini terdengar cukup berat bagimu. Tapi Black Skulls adalah organisasi yang dipimpin oleh ayahmu"
Harris spontan berdiri dan melayangkan tinjunya pada wajah Juanda. "Kau bajingan! Ayahku seorang politisi! Bukan pengedar narkoba!"
"Aku mempunyai buktinya"
"Apa? Omongan kosongmu? Teruslah berkata kata seperti itu!"
"Buktinya bukan hanya kata kata. Tapi juga sebuah bukti fisik. Ikuti aku"
Jun mendorong kursi rodanya kedalam kamar diikuti oleh Harris dibelakangnya. Jun melipat kasur dan meraih beberapa lembar kertas yang sudah terlihat kusam termakan usia.
"Bacalah ini. Ini adalah saham kepemilikan ayahmu akan sebuah pabrik didekat Ylvan yang sekarang sudah hancur" Juanda lalu menyerahkan kertas itu pada Harris.
"Saat itu, kami berdua saling menodongkan senjata dan aku terdesak" cerita Juanda sementara Harris membaca lembaran demi lembaran kertas yang ada di tangannya. "Tetapi bantuan datang meski 3 dari 4 rekanku gugur. Mereka menghujani pabrik ayahmu dengan bom. Aku berhasil kabur dan mencuri kertas kertas itu"
Harris terlihat benar benar tidak percaya dengan apa yang baru saja dengan apa yang ia dengar dan ia baca.
"Dia adalah politisi yang berpengaruh di negaramu. Dan aku menyimpan bukti dari semua dosa dosanya. Isn"t that obvious?"
Harris bergeming.
"Keith akan terus mencariku, Harris. Dia akan merebut kertas kertas itu dariku. Dan dia akan membunuhku"
Jantung Harris semakin memacu. Keringat dinginnya bercucuran mengetahui fakta.
Fakta yang selama ini disembunyikan dengan apik oleh orang tuanya sendiri. Jika Bapak mati , bagaimana dengan nasib Nial dan ibunya? Harris masih terdiam dengan sekelumit hal yang langsung menghantui dirinya. Tiba tiba ia teringat akan sesuatu.
"Beberapa hari yang lalu Dad menyuruhku pulang"
Juanda menelan ludahnya. Kematian terasa semakin mendekatinya. "Akan tetapi aku menolak dan lebih memilih untuk tinggal lebih lama disini" Jantung Harris mencelos. "Dia akan menjemputku 1-2 hari sebelum penghujung tahun". Astaga! Semuanya terasa begitu menyebalkan saat ini! Pekik Harris dalam hati.
"Kalau begitu. Bapak mohon, lindungilah istri dan anak bapak"
*********
Harris mendorong pintu penginapannya dengan kuat. Ia terlihat begitu panik. Sesuatu akan terjadi besok atau lusa. Pikirnya.
"Hold on , dudes! Kenapa kau tergesa gesa seperti itu?"
Bima! "Apa tadi Dad kembali menelfon?"
"Ya. Dia menitip pesan tolong sampaikan pada Harris bahwa malam ini ia akan menyusulmu kesini"
"FUCK!!" Harris mengumpat dengan nada yang cukup tinggi. Bima tampak kebingungan dengan ekspresi temannya.
"Ada apa? Lalu kertas apa itu?"
"Bima. Dad adalah penjahat"
Sahabtnya itu mengernyit dan tertawa. "Apa maksudmu? Hanya karena ia tak membelikanmu papan skateboard baru bukan berarti dia penjahat kan?"
"Lihat ini!!"
Bima terkejut melihat reaksi Harris yang spontan menyodorkan kertas kertas itu. "Dad adalah pelaku utama dari distribusi Narkoba!"
Pupil mata Bima melebar. Ia tak percaya dengan apa yang ia baca. "Apa yang .. kau mendapatkan ini darimana!?"
"Sudahlah itu tak penting! Sekarang nyawa Nial dan keluarganya sedang dalam bahaya!"
"Maksudmu?"
"Dad akan sampai besok bersama anak buahnya disini. Jika Dad tahu bahwa Jun , orang yang memiliki kertas ini hidup didesa ini.."
"Maka ia akan membunuhnya.." sambung Bima yang perlahan mengerti."Astaga!! Apa yang harus kita lakukan!?"
Kedua sahabat itu tampak begitu panik. Mereka tampak begitu takut akan kedatangan hari esok.
*******
"Hai.." sapa Harris saat Nial membukakan pintu rumah untuknya.
"Harris? Kenapa kau datang begitu malam? Masuklah"
Suasana rumah itu hening. Sepertinya Jun dan Halimah tengah tertidur. "Kenapa kau belum tidur?" Tanya Harris dibelakang Nial.
"Entahlah, malam ini aku tak bisa tidur"
Perasaan cemas semakin menyelimuti Harris. Aku harus tenang, batinnya. "Boleh aku menginap disini?"
Nial berbalik. "Apa Bima tidak mencarimu nanti?"
Harris menggeleng lalu berjalan masuk ke kamar Nial. Ia berbaring diatas kasurnya. Sang pemilik kemudian mengikuti dan berbaring di pelukan kekasihnya.
"Kau tampak begitu menawan malam ini" puji Harris
"Kau gombal"
"Aku jujur kok!". Nial terkekeh sambil memukul bahu Harris.
Harris menatap langit langit kamar Nial.
"Hei, kau kenapa?"
Harris spontan menatap pacarnya. "Aku tidak apa-apa"
"Bohong"
Harris kemudian menarik nafas. "Nial..". Nial hanya bergumam sambil memainkan jari jarinya diatas dada Harris.
"Jika seandainya esok aku telah tiada. Akankah kau masih mencintaiku?"
Nial mengernyit tanda tak paham arah pertanyaan dari Harris. Tapi ia tak ingin merusak moment moment ini.
"Tentu. Kau adalah pertama dan akan menjadi yang terakhir"
Harris terkekeh. Sementara kecemasan semakin menghantuinya. Nial memeluknya erat.
"Sweetheart..."
"Ya.."
"Rasanya.. aku begitu ingin merebut ciuman pertama darimu"
Nial terkekeh. Ia pernah berjanji hanya akan berciuman dengan orang yang ia cintai pada Harris. Dan sekarang Harris telah resmi menduduki singgasana hatinya. "Silahkan"
Harris memalingkan kepalanya menghadap Nial. "Kau serius?" Dan langsung mendapat anggukan.
Nial menutup kedua matanya erat. Jantungnya memacu saat ini. Begitu banyak cinta yang ia rasakan bersama Harris. Pria yang telah mengisi hatinya.
Bibir mereka kemudian bertemu. Harris seakan akan menyalurkan semua perasaan cinta dan sayangnya pada Nial.
**********
Haripun berganti. Nial tertidur dalam pelukan Harris. Sementara Harris sama sekali tak bisa memejamkan matanya barang satu menit sejak malam tadi. Ia merasa begitu bahagia, sekaligus takut dan khawatir. Pikirannya melayang layang tentang rencananya untuk menyelamatkan keluarga Nial.
Nial terbangun dan lalu mencium pipi kekasihnya. "Selamat Pagi"
********
Detik berganti menit. Menit berganti Jam. Harris melarang seorangpun di rumah Nial untuk keluar. Juanda paham dengan tindakan Harris. Namun tidak dengan Nial. Bahkan Nial sempat mengomeli Harris.
Sementara itu, Bima berhasil menyembunyikan kertas kertas dosa milik Keith didalam ranselnya. Harris menyuruh Bima menyembunyikan kertas itu. Awalnya Bima menolak karena ia tak mau mati diusia yang masih muda, tapi Harris berhasil meyakinkannya bahwa tak seorangpun akan mati.
"Tok tok tok"
Seseorang mengetuk pintu penginapan. Wajah Bima menegang. Ia berjalan menuju pintu dan membukakannya.
"Good day, Bima. Dimana Harris?"
**********
Desa Kayu Alam dihebohkan dengan kedatangan segerombolan orang yang berombong rombong menggunakan setelan serba hitam dan mengendarai mobil yang juga hitam. Jalanan sempit didesa itu sukses membuat sesak. Keith dan kaki tangannya suksed menjadi pusat perhatian. Tak hanya dikalangan warga, tapi juga dikalangan turis
"Tok tok tok"
Seseorang mengetuk pintu penginapan. Wajah Bima menegang. Ia berjalan menuju pintu dan membukakannya.
"Good day, Bima. Dimana Harris?"
**********
Desa Kayu Alam dihebohkan dengan kedatangan segerombolan orang yang berombong rombong menggunakan setelan serba hitam dan mengendarai mobil yang juga hitam. Jalanan sempit didesa itu sukses membuat sesak. Keith dan kaki tangannya suksed menjadi pusat perhatian. Tak hanya dikalangan warga, tapi juga dikalangan turis.
Juanda dan Harris tampak semakin gelisah. Nial dan Ibunya sama sekali tak menyadari kegelisahan kedua laki laki itu.
"Tok tok tok" jeda sebentar "Harris!"
Jantunt Harris seakan akan berhenti berdetak. It's Dad! Rutuknya lagi. Harris memberi kode pada bapak untuk segera bersembunyi dan ia berdiri berjalan menuju pintu.
"Yes?"
"Disini kau rupanya nak"
Keith memeluk Harris untuk melepaskan kerinduannya. Harris secara diam diam memanfaatkan momen itu untuk mencuri pistol yang ada di pinggang ayahnya.
Juanda semakin gelisah didalam.
"Rumah siapa ini?" Keith lalu berjalan masuk.
"Wait! Kau tidak boleh seenaknya masuk kedalam rumah seseorang!" Kata Harris sembari menyembunyikan barang curiannya.
"Kenapa?"
Harris menggigiti bibir bawahnya. What should i do? Batinnya berkali kali.
"Halimah, Nial. Kalian kaburlah lewat pintu belakang"
Halimah dan Nial terkejut mendengarkan perintah dari Juanda.
"Ada apa pak?"
"Pokoknya kalian keluarlah dari tempat ini"
"Kenapa sayang?"
Tak satupun dari mereka yang menuruti perintah dari Juanda. Juanda tetap bersikeras menyuruh mereka keluar. Namun mereka terus menolak.
"Dad kau pulanglah"
"Tak. Aku hanya ingin bersantai menikmati hari ini. Aku lelah,nak"
"Then sleep in my cottage"
"No. This one is good. Udaranya terasa lebih bersih. Siapa didalam?"
Pada akhirnya Keith berhasil melihat kedalam rumah. Betapa terkejutnya ia saat menemukan sosok yang telah memberinya ancaman hidup dirumah ini. Ekspresi Keith spontan berubah. Ia memberikan sebuah gerakan tangan yang dipercayai Harris sebagai sebuah kode.
Melihat itu Harris reflek melayangkan sebuah pukulan pada ayahnya dan menutup pintu rumah.
"Jun! Dia sudah melihatmu!"
"Siapa yang melihat bapak!?"
Sesaat kehebohan terjadi didalam rumah. Juanda paham betul akan reaksi Nial. Ia bertekad tak akan membiarkan anak dan istrinya mati.
"Nak, Halimah. Dengarkan ini baik baik. Diluar sana ada seseorang yang ingin membunuhku karena ingin merebut sesuatu dariku. Aku telah menyembunyikannya selama ini dan ia berhasil melacakku. Sekarang, ia akan membunuhku. Kaburlah lewat pintu belakang"
Ini terlalu tiba tiba. Nial dan Halimah tampak tak bisa menerima pernyataan dari Juanda.
Sesaat kemudian rumah Jun dihujani oleh ratusan peluru. "Larilaaaah!!!!" Pekik Jun dan lalu mengeluarkan sebuah pistol.
Nial terlihat ketakutan.
"Nial. Ayo kita kabur!" Ajak Harris. "Ibu, bapak, ayo!" Bule itu meraih tangan Nial.
"Tidak Harris, aku akan menyelesaikan apa yang telah ku perbuat 10 tahun yang lalu"
"Apa maksudmu, Jun?"
"Aku akan menghadapi ayahmu"
"ARE YOU INSANE? MEREKA TERLALU BANYAK DILUAR SANA!!!" Pekik Harris
"Aku akan menghadapinya sendiri, Harris" ucap Juanda pelan namun pasti.
"Aku juga akan menemanimu" kali ini pernyataan Halimah membuat Harris geram.
"AYO PERGI DARI SINI DASAR BODOHH!!!"
"Brakkk!!" Seseorang berhasil mendobrak pintu rumah Jun. Spontan Harris menarik tangan Nial dan membawanya lari melewati pintu belakang. Sementara itu Jun langsung menembakkan pistolnya sementara Halimah bersembunyi di belakangnya.
Harris dan Nial berlari menuju hutan. Nial menolak untuk kabur tapi kekuatan Harris tak pernah bisa ia kalahkan. Ia mrrasa tangannya sudah terasa begitu sakit.
"Stop!!"
Mereka berhenti.
"Apa yang sedang terjadi saat ini?"
Harris trrlihat terrngah engah. Masih belum ada orang yang menyadari bahwa kami kabur. Batin Harris lagi.
"Harris!"
"Look" bule itu menelan ludah. "Ayahku, adalah orang yang menyebabkan kaki bapak harus hilang. Bapak berhasil mencuri sesuatu yang sangat fatal bagi ayahku" ujar Harris
"Apa maksudmu?"
"BUAAAARRRR!!!!" Sebuah ledakan terdengar dari arah rumah Nial. Diikuti oleh kobaran api.
"BAPAAAK!!! IBUUU!!!!"
"Ayo kita pergi dari sini" Harris kembali menarik tangan Nial.
Sementara itu, Juanda dan Halimah tergeletak tak berdaya dilantai rumah setelah dihujani oleh peluru. Keith memaksa Jun untuk memberikan kertas kertas pentingnya, namun ia bersikeras untuk menolak.
Keith mulai naik pitam dan memerintahkan anak buahnya untuk kembali menembaki Jun. Halimah tewas seketika saat sebuah peluru bersarang tepat dimatanya. Sementara pada tubuh Jun bersarang pada bagian paru paru.
Tak melihat tanda tanda Jun akan memberikan kertas itu. Keith memerintahkan anak buahnya untuk meledakkan rumah Jun.
Menyadari Harris menghilang. Keith langsung mengait ngaitkan keberadaan anaknya dirumah ini dengan Jun. Setelah ia paham dengan apa yang terjadi. Jun memerintahkan semua anak buahnya untuk menyebar dan menangkap Harris.
Nial dan Harris terus berlari melewati hutan. Berlari dan terus berlari. Hingga mereka nenemukan sebuah jurang. Tak ada lagi jalan untuk kabur.
"Sekarang apa?"
Harris sudah memikirkan matang matang tentang ini. Dibawah sana terdapat sebuah sungai yang mengalir ke sebuah danau di kota Harapan.
"Loncatlah"
Nial menggeleng. "Aku takkan ingin , Harris"
"Meloncatlah!!"
"Aku tak akan meloncat!"
"Nial! Meloncatlah!"
"Kalau begitu ayo kita bersama sama melarikan diri" Nial mengenggam kedua tangan Harris.
Keith berhasil menemukan Harris yang terdesak diujung sebuah jurang. Ia mendekati Harris diikuti oleh anak buahnya. Tak ada lagi jalan keluar.
"Wah wah.. ternyata kau disini"
Harris langsung menyembunyikan Nial dibelakang punggungnya.
"Siapa itu, nak?"
"He's my lover"
"Seriously? Kau Gay?"
Nial tak berani mengintip dan bersembunyi di belakang punggung kekasihnya.
"Ok lupakan itu. Aku tahu kau tau dimana letak kertas kertas itu"
"Kertas apa? Aku tak tau"
Keith memerintahkan anak buahnya untuk mengarahkan mulut pistolnya kepada Harris.
"Serahkan kertas itu, Calvin Gerunn Harris"
Harris semakin mundur. Mundur. Dan mundur hingga Nial berada di mulut Jurang.
"Katakan padaku! Kau senbunyikan dimana kertas kertas itu"
"Aku tak menyembunyikannya!"
"Lalu kenapa kau kabur!?"
"Dasar kau manusia biadab!"
"Loncatlah" bisik Harris
Bagaimana denganmu?"
Harris berbalik dan mencium bibir Nial sebentar. Sebelum peluru peluru panas menghujam badannya. Tangannya mendorong Nial jatuh kedalam jurang dan Harris jatuh tersungkur tepat di ujung jurang.
"TETAPLAH HIDUP!!! AKU MENCINTAIMU!!!!!"
Kepala Nial membentur dinding jurang saat jatuh. Sementara Harris tergeletak tak berdaya. Bima yang melihat -ia bersembunyi dibawah jurang- itu berusaha untuk menahan emosi. Keith memerintahkan anak buahnya untuk mencari cari Nial karena ia yakin surat surat dan kertas lain yang akan menghancurkan impiannya kelak pasti disimpan oleh pacar anaknya
END OF THE FLASHBACK