It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Tsunami @ryanadsyah @lulu_75 @3ll0 @arifinselalusial @d_cetya @4ndh0 @Adamx @kaka_el @Tsu_no_YanYan @dafaZartin @Cyclone @Rika1006 @Adi_Suseno10
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan bergegas ke sekolah. Aku harus tiba sebelum pukul 7. Kupanaskan motor sejenak sebelum berpamitan pada ibuku.
"Ma Steven berangkat dulu ya"
"Iya. Sukses ya olimpiadenya" jawabnya sambil mengelus rambutku.
"Doaiin ya ma" ucapku sambil berlalu.
Perjalanan dari rumahku ke sekolah tidak terlalu lama. Hanya membutuhkan waktu 10 hingga 15 menit. Begitu sampai di sekolah, ku parkirkan motor dan berjalan menuju gerbang sekolah. Disana kulihat Vina dan miss Ani telah menunggu.
"Morning miss" sapaku pada miss Ani.
"Morning Steven" jawabnya.
"Kok gw ga di sapa juga sih?" protes Vina.
"Morning mak lampir"
"Hish... Morning juga jelek" balasnya manyun.
"Belom sampe juga nih taksinya?"
"Belom, paling bentar lagi" jawab Vina.
Kurasakan tiba-tiba ada tepukan di pundakku. Kupalingkan muka dan melihat kebelakang.
"Hei" sapanya.
"Loh? Ngapain lu disini?" tanyaku.
"Bebeb..." ucap Vina sambil meraih tangan Billy.
Oh iya ya si Vina kan ikut olimpiade. Udah pasti lah si kunyuk Billy nungguin dia sebelum berangkat.
"Semangat ya olimpiadenya" ucap Billy pada Vina sambil mengelus rambutnya lembut.
Ughh... Ni pasangan bikin iri aja (gigit sapu tangan).
"Puk" kurasakan sebuah tangan menempel tepat di kepalaku.
"Jangan bengong aja" ucap sebuah suara yang sangat familiar bagiku.
"Eeeh??" jawabku kaget melihat kehadiran William.
"Ngapain lu disini?"
"Hmm?" gumamnya sambil menyunggingkan senyuman mematikan.
"Gw cuma mau nemenin lu sampe taksi dateng dan mastiin keberangkatan lu"
Hah? Mukaku pasti saat ini tengah memerah. Kenapa dia jadi tiba-tiba overact gitu sih? Padahal kan ga perlu sampe segitunya. Ya, walaupun aku sangat senang diperlakukan seperti ini.
"Cieee.... Ayangnya nungguin tuh" ucap Vina.
Damn! Kalo ada William kan aku jadi ga bisa bales si Vina, jaim dong. Sementara ku lihat miss Ani hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dan Billy hanya diam dengan ekspresi yang tidak dapat kuartikan.
Tak lama kemudian sebuah taksi biru telah tiba di depan gerbang sekolah. Miss Ani berjalan terlebih dahulu untuk berbicara kepada supir taksi.
"Beb, doaiin aku ya" ucap Vina.
"Iya pasti dong. Good luck ya" ucap Billy sambil mengecup kepala Vina.
"Wil, gw jalan duluan ya" ucapku buru-buru.
"Tunggu" ucapnya tiba-tiba sambil menahan tanganku.
"Ehmm... Good luck ya"
Ku berikan senyuman terbaik yang ku punya padanya dan mengangguk.
"Byee...." ucapku.
"Byeee..." jawabnya sambil melambaikan tangan.
****
Sekitar 45 menit lamanya kami diperjalanan, akhirnya sampai juga di SMA 77. Setibanya di sana, aku dan Vina langsung mencari kelas dimana kami di tempatkan. Rupanya aku dan dia tidak berada di satu kelas yang sama.
Tepat pukul 8, para juri memberikan pengarahan mengenai tata tertib dan lain sebagainnya. Kulihat bangku sebelahku masih kosong, sementara kursi lainnya telah terisi penuh. Disaat pengarahan telah selesai, datanglah seorang siswa berpakain biru bercelana putih, memasuki kelas. Semua mata menuju padanya, terutama kaum hawa tentunya dengan mata mereka yang mengagumi.
Perawakannya tinggi, kulitnya kuning langsat, parasnya tampan khas orang asia — lebih ke chinese — dengan muka yang tegas namun imut dan tatapan menusuk. Sesaat kemudian, ia langsung berjalan mencari tempat duduknya, hingga sampailah ia di sampingku.
"Phew.. Untung belom telat" ucapnya kemudian duduk.
****
"Pen... Gimana tadi bisa ga?" tanya Vina.
"Bisa ga bisa sih. Tadi gw coba jawab semua soalnya walaupun ada beberapa yang ga gitu yakin. Lu sendiri gimana?"
"Sama lah kek lu. Soalnya susah banget. Masa ada sejarah juga? Wtf banget, ini kan geo! Udah gitu soalnya 100 pula! Mati aja deh" ucapnya kesal.
"Yauda lah kita kan udah usaha semaksimal mungkin. Btw, miss Ani mana nih?"
"Wah ga tau. Coba cari deh yuk" ajak Vina.
Kami pun memutuskan untuk mencari miss Ani. Dari lantai 2, kami turun ke bawah menuju aula. Aku dan Vina memutuskan untuk mencari miss Ani dengan berpencar. Jadi nanti siapa yang terlebih dahulu bertemu miss Ani, langsung mengabari.
Aku memilih untuk mencari ke parkiran sementara Vina mencari di kantin. Saat sedang berjalan di koridor, aku yang sibuk memperhatikan sekeliling, tidak memperhatikan jalan di depanku hingga akhirnya bertabrakan dengan seseorang.
BRUK!
"Aw!" ucapku kaget karena jatuh. Ku lihat orang yang ku tabrak tadi.
"Aduh, sorry ya gw nabrak lu ga sengaja. Are you okay?" ucapnya cemas sambil mengulurkan tangan. Segera ku sambut uluran tangannya untuk membantuku berdiri.
"Gpp kok. Sorry ya tadi gw juga ga liat jalan jadi nabrak deh"
"Eh, lu yang tadi duduk di sebelah gw pas olimp kan?" tanyanya tersadar.
"Iya, hehehe.."
"Wah jadi tambah ga enak nih gw. Kenalin, nama gw Alvin, orang yang baru nabrak lu secara ga sengaja" ucapnya konyol sambil mengulurkan tangannya lagi.
"Hahaha, ya elah udah lah santai aja, kan itu juga salah gw. Oh ia, nama gw Steven" jawabku dan membalas uluran tangannya untuk kedua kali. Entah mengapa tangannya terasa begitu hangat dan nyaman.
Tiba-tiba dering telponku berbunyi, rupanya telpon dari Vina.
"Halo vin? (vina) Oh udah ketemu? Ok gw kesana sekarang"
"Eh vin, (alvin) gw duluan ya. Udah ditungguin temen" ucapku berpamitan.
"Oh oke. Gw juga mau ngumpul ke tempat temen. Btw, sekali lagi sorry ya" ucapnya.
"Udah lah bosen gw dengernnya. Hahaha, oke byeee" ucapku meninggalkannya dan berjalan ke kantin menyusul Vina. Sesampainya di kantin, ku lihat miss Ani dan Vina sudah bersama.
"Oi Vin!" teriakku dan ia pun menoleh — begitu juga miss Ani.
"Oi! Yuk pulang" ajaknya.
****
Disepanjang perjalanan, entah mengapa tiba-tiba aku merasa tidak enak badan. Kepalaku terasa berat dan sangat pusing, begitupula badanku yang terasa panas. Mungkin aku kelelahan. Seminggu ini tubuh dan pikiranku benar-benar di kuras karena tugas sekolah dan ditambah dengan persiapan olimpiade.
"Pen! Muka lu kok pucet gitu? Lu sakit ya?" ucap Vina cemas.
"Enggak kok vin. Gw cuma lemes aja" jawabku lemah. Kemudian kurasakan sebuah tangan menempel di dahiku.
"Astaga! Panas banget ini badan lu. Miss ada Panadol ga?" tanya Vina.
"Ada, sebentar ya" jawab miss Ani sambil mencari obat di dalam tasnya. Sesudah ketemu, Vina memberikan obat itu padaku untuk kuminum.
"Thanks ya Vin" ucapku tulus.
"Iya sama-sama. Sekarang lu tidur dulu aja bentar" perintahnya dan aku pun memejamkan mata memasuki alam tidur.
****
"Pen, bangun udah sampe"
Kubuka mata ini dengan berat. Rupanya kami sudah sampai lagi di sekolah. Sesaat kemudian aku pun beranjak keluar taksi dan dapat kurasakan kepalaku nyeri dan masih pusing.
"Steve, mending kamu pulang aja kalo ga enak badan. Ato ke UKS dulu seandainya belom terlalu kuat bawa motor" ujar miss Ani.
"Gpp kok miss. Nanti juga sembuh"
"Sembuh gimana? Itu lu harus istirahat dulu, mending ke UKS aja sini gw temenin" omel Vina.
"Iya kamu lebih baik ke UKS dulu Steve. Vina tolong antarkan ya"
"Siap miss"
Aku pun kini berjalan bersama Vina ke ruang yang berada di belakang aula, dekat dengan daerah taman penghijauan yang pernah menjadi tempatku berbicara bersama William.
"Loh, Steffy?" terdengar sebuah suara dari kantin—and you know lah who is it. Dengan lari kecil, William menghampiriku dan Vina. Haduh ini lagi di sekolah malah manggil Steffy, mana ada orang lain lagi!
"Lu kenapa?" tanyanya cemas memandangku.
"Steffy?" tanya Vina bingung.
"Ahh, Steffy? Lu salah denger kali Vin" jawabku gugup. Malu aku kalo sampe Vina tau julukan itu, bisa di bully habis-habisan nanti
"Gw gpp kok Wil" ucapku lemas.
"Itu muka lu pucet banget, apanya gpp?"
"Emang ni Wil bandel banget dia bilang gpp mulu. Jelas-jelas sakit gitu" tambah nenek lampir grrr...
Dapat kulihat tatapan dingin William menghujamku. Kalau udah ditatap gini ciut juga aku, soalnya William itu jarang sekali marah. Dan kalo sampe dia keluarin tatapan kek gini sih artinya dia ga seneng pasti. I knew him a lot.
"Vin, lu makan siang dulu aja gih mumpung baru lunch time. Biar si Steven gw yang bawa ke UKS" ucap William.
"Hah? Lu yakin?" tanya Vina.
"Iya. Udah sana makan siang dulu, kan abis ini ada pelajaran lagi. Lagian ntar lu malah ngikut sakit"
"Hmm... Oke deh. Tolong ya Wil" ucap Vina sambil berlalu.
Disepanjang perjalanan menuju UKS, aku tidak berkata apa-apa. Dikarenakan kondisiku yang sudah benar-benar lemas, ditambah lagi dengan sikap dingin William yang dapat kurasakan.
Setibanya di UKS, William menjelaskan pada dokter jaga mengenai kondisiku dan memapahku untuk tidur di ranjang. Kulihat William masih berdiri disamping tempat tidurku dengan tatapan dinginnya itu. Please dong Will jangan marah
Sesudahnya, ia pun pergi meninggalkanku sendiri tanpa mengucapkan apa-apa. Aku ingin sekali mengejarnya, namun tubuhku terlalu lemas dan mataku sungguh berat. Mungkin ini karena pengaruh obat yang tadi sempat diberikan dokter, hingga akhirnya alam mimpi pun kembali menghampiriku.
****
Saat kubuka mata, kulihat ruang UKS telah sepi. Kulirik jam dinding di depanku yang menunjukan pukul 4 sore. Berarti aku sudah tidur 4 jam lamanya? Kurasakan kepalaku kini sudah tidak terlalu pusing dan tubuhku pun lebih segar, walau masih terasa lemas. Baru saja aku hendak berdiri, pintu UKS tiba-tiba terbuka.
"Eh, udah bangun Ven?" tanya Billy.Wait! BILLY? Ngapain dia kesini?
"Loh? Lu ngapain kesini?" tanyaku bingung.
"Ih jutek amat sih. Ya mau jenguk lo lah"
"Tapi kan ini udah jam 4. Lu ga pulang?"
"Belom. Tadi ekskul dulu" jawabnya singkat.
"Oo..." jawabku ber "ooo" ria.
"Gimana? Lu udah mendingan?"
"Udah lumayan kok. Ni gw mau pulang"
"Seriusan? Mau gw anterin aja ga?"
"Hah? Ga perlu lah. Motor gw masa ditinggal?"
"Udah gpp. Bisa titipin ke si Betong dulu kan"
Aku terdiam sejenak. Ni anak kok jadi aneh banget ya. Biasa juga ngeselin, eh sekarang perhatian banget. Ada udang di balik peyek.
"Lu ga nganter Vina?"
"Dia kan sama supir. Udah lah lu kebanyakan nanya sama gini-gono. Ikut gw aja tinggal naro pantat" ajaknya sambil menarik tanganku.
Saat hendak keluar ruang UKS, masuklah William dengan mukanya yang sedikit kaget. Dilihatnya aku dan Billy bergantian. Terutama tanganku yang sedang dipegang olehnya. Begitu sadar, segera saja kulepaskan tanganku dari genggaman Billy. Aduh moga-moga aja ga misunderstanding ni.
"Mau kemana?" tanya William dingin. Entah pertanyaan itu ditujukan pada siapa karena kulihat matanya tidak fokus.
"Ya mau pulang lah. Minggir" jawab Billy jutek. Namun kulihat William sama sekali tidak beranjak dari tempatnya semula.
"Weh! Lo budek apa gimana sih? Gw bilang minggir!"
"Lu boleh keluar dari ruangan ini. Tapi tanpa dia" ucap William cool sambil melirikku ketika mengucapkan kata 'dia'.
Wah wah ini berdua kenapa sih. Udah kek perang api sama es. Kalo diibaratkan anime mungkin mirip Natsu dan Gray dari Fairy Tail — kalian sendiri yang menentukan siapa yang cocok mewakili tokoh tersebut.
"Lu jadi adek kelas songong banget ya" ucap Billy panas.
"Udah Bil. Lu juga Wil. Kenapa jadi pada ribut sih?" kataku coba melerai.
"Gw pulang sendiri aja" ucapku cepat dan menerobos melewati mereka berdua.
Baru saja aku berjalan beberapa langkah, dapat kurasakan sebuah tangan menahanku. Ku balikkan badan dan disana berdirilah William.
"Sorry..." hanya itu ucapnya.
"Buat apa?" tanyaku.
"Buat yang barusan dan buat yang tadi siang"
"Lu ga ada salah kok"
"Gw bersikap kek gini cuma karena khawatir" ucapnya tanpa memperdulikan perkataanku sebelumnya.
"Selama lu pergi olimpiade entah kenapa perasaan gw ga enak dan kepala gw juga mendadak pusing. Sepertinya sekarang gw tau apa penyebabnya" lanjutnya.
"Apa?" tanyaku.
"Karena gw ngerasaiin apa yang sedang lu rasakan Ven"
Degg Degg Degg Degg...
"Gw tau lu ga bermaksud buat bikin orang lain cemas. Tapi bukan berarti sakit lu itu patut disepelekan. Sometimes it will make people more worry about you. You know that?" ucapnya lembut menatapku.
Seketika itu juga hatiku terasa hangat begitupula mukaku yang seperti terbakar. Aku benar-benar terkejut atas perkataannya. Sebegitu perdulikah dia akan kondisiku? Sepenting itukah diriku? Mengapa kau seolah selalu memberikan perhatian lebih padaku? Itukah caramu menganggapku sebagai seorang kakak? Please Wil, dont make me put more hopes on you if you put me that way.
"Sorry" jawabku tertunduk menyembunyikan mukaku yang merah.
"Udah gpp. Sekarang pulang gih, istirahat lagi. Besok ga usah masuk dulu aja" ucapnya sambil mengelus rambutku.
Ku angkat wajahku dan mengangguk pertanda mengerti.
"Thanks ya nyet, udah perhatian sama kakak" jawabku mengacak rambutnya.
"Hishh.. Lagi sakit masih juga iseng. Sama-sama NYET" balasnya.
"Nyet'nya biasa aja dong" ucapku sejurus kemudian mengacak rambutnya dengan brutal. Biar tau rasa dia!
"Udah woi! Ahahaha..." tawanya sambil mencoba menghindari seranganku yang bercampur dengan tawa bahagiaku di udara.
Walaupun raga ini tengah redup, namun jiwa ini sungguh hidup. Semua berkat kehadiranmu. Dan hanya dirimu yang mampu, tiada yang lain.
#tp sayang updatenya lama :-??
Btw, itu berarti si Billy liat dengan mata kepala sendiri adegan acak2 rambut?! Awwww *backsoundkacapecahbelah*
Lanjuuuuutttt^^/