It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sahabat ?
Juni ini. Kampus mulai sepi ditinggal oleh mahasiswa yang sudah tak berkepentingan dan rindu akan kampung halamannya. Yang tersisa hanyalah mahasiswa – mahasiswa penduduk asli yang berdomisili dekat dengan kampus atau mahasiswa – mahasiswa yang masih bermasalah dengan nilainya dan harus bercinta menaklukan dosennya agar dibiarkan lulus. Di siniliah Abi, terdampar di kampus bertemankan wi- fi yang super gesit serta semilir angin yang berhembus lembut membawa daun – daun kering pergi entah kemana. Wajahnya murung. Ia Nampak gelisah. Sepertinya Dewi Fortuna sedang tak ingin mencumbunya akhir – akhir ini. Terlalu banyak kesialan demi kesialan yang menimpanya. Sejenak ia berfikir.
“I need a holiday” gumamnya dalam hati. Ia tahu betul bahwa ia membutuhkan pengalihan agar tak terus menerus tenggelam memikirkan kejadian – kejadian buruk yang terus menimpanya. Tanpa disadari oleh Abi, mendekatlah sesosok orang ke arah Abi.
“Woy Bi! Bengong aja sih lo?” Sapa Nisa mengagetkan Abi. Di belakangnya nampak Okta sedang tertawa lantang melihat ekspresi terkejut seorang Abisena.
“Lo ngga pulang? Gue besok mau ke Pati nih, ke rumah Okta, lo mau ikutan ngga?” Ajak Nisa sambil diiyakan oleh Okta.
“Ikut yuk Bi, di sana dingin lho, masih desa banget, enak deh, lo pasti suka” Imbuh Okta sambil meyakinkan Abi.
Pada saat TPB, Abi berkenalan dengan Nisa dan Okta secara random. Mengingat wakt itu senior mengharuskan untuk mengenal satu sama lain dalam satu angkatan. Di situlah mereka bertemu. Nisa yang peka mengetahui bahwa Abi berbeda. Abi selalu nampak murung. Setelah berdiplomasi cukup panjang, akhirnya Abi mengkui bahwa dirinya gay kepada Nisa. Nisa memeluk Abi yang bercerita banyak hal sambil menangis. Nisa sudah menganggap Abi seperti saudara sendiri. Begitulah Abi, ia merasa beruntung memiliki Nisa. Ia tak pernah memiliki siapapun untuk mau mendengarkan sedikit saja keanehannya itu.
“Hei Bi, malah ngelamun, ini udah gue beliin tiket ya, awas aja lo sampe ngga ikut!” Ancam Okta dengan senyuman jahatnya.
“Iya iya gue ikut” Balas Abi setengah malas. Mereka semua pergi beranjak dari kampus dan pulang ke kosan masing – masing untuk berkemas. Abi bernafas sedikit lega. Paling tidak ia akan bisa memiliki waktu untuk berfikir jernih di sela – sela liburannya nanti.
--------------------------------
Hamparan sawah yang luas lengkap dengan teras siringnya membentuk sebuah nirmana hijau dengan ritme yang manis sehingga mampu membuat orang yang memandangnya tak pernah jemu. Asap – asap gelap keluar dari cerobong kereta sambil diikuti oleh suara peluit kereta yang nyaring. 33 A, 33 B, dan 34 A. Nomor – nomor itu terpampang jelas di tembok kereta dimana Abi, Nisa, dan Okta duduk. Abi memilih duduk dekat jendela, berharap kenangan buruknya bisa terbawa hilang oleh kecepatan kereta serta terabsorbsi keluar melewati celah – celah jendela, menembus, dan mnegurai dengan indah, sehingga yang tersisa tinggallah kenangan yang pantas untuk diingat. Abi terdiam dan melamun sepanjang perjalanan. Sementara Nisa dan Okta terus saja membicarakan obrolan wanita yang itu – itu saja. Di sebelah Abi tersisa sebuah kursi kosong yang menunggu pemiliknya ntuk menempatinya.
“Permisi, 34 B?” tanya seorang pemuda dengan sopan kepada Nisa dan Okta.
“ i-iya” jawab Nisa dan Okta bersamaan dan terbata – bata.
Kemudian pemuda tersebut duduk di sebelah Abi. Abi bergeser mendekati jendela agar tak terlalu mengganggu orang baru yang duduk di sebelahnya itu. Abi sama sekali tidak memperhatikan orang di sebelahnya itu, sampai akhirnya Nisa menendang kaki Abi dengan kekuatan maha dahsyat.
“Apaan sih lo Nis, sakit begoooooo!!!!” Umpat Abi sambil reflek menoleh kea rah pemuda di sebelahnya. Pemuda tersebut langsung tersenyum menatap Abi. Muka Abi merah padam seketika.
“Anjriiiiiiiiiiit, kenapa lo ngga bilang kalo di sebelah gue ada cowok cakep?” bisik Abi ke Nisa sambil mencondongkan badanya.
“Habis lo keasikan ngeliat kebon sih” Jawab Nisa sekenanya. Nisa memberi tanda ke Abi untuk memulai operasi rahasia. Operasi rahasia ini hanya Nisa, Abi, dan Tuhan yang tahu. Sejak awal Abi memberitahu Nisa bahwa dia gay, mereka sering melakukan permainan tebak – tebakan. Tebak – tebakan yang mereka beri judul “He’s Straight or Gay” ini sudah menjadi kebiasaan Abi dan Nisa ketika mereka sedang berjalaan – jalan.
“Eh Nis, kemarin gue sedih banget deh nilai gue ancur” Abi mulai melancarkan operasinya.
“Oh serius? Matkul apa?” Jawab Nisa pura – pura bego.
“Itu tuh Nis matkul Desain Grafis 2” jawab Abi tak kalah bego.
“Permisi, kalian anak desain juga?” Jawab pemuda di sebelah Abi sambil melepaskan setengah headset-nya yang terpasang.
“Kenalin, saya Adit, saya alumni anak DKV di Surabaya” tiba – tiba ia menjabat tangan Abi sambil memperkenalkan diri.
“Abi” Abi menjawab dengan santai sambil membalsa jabatan tangan orang di sebelahnya itu.
“Ehem, Gue Nisa” Nisa tiba – tiba melepaskan jabat tangan Abi yang hangat dan merebut tangan Adit untuk bergantian berjabatan dengannya dan disusul dengan Okta.
“Saya Okta mas” jawab Okta sok polos.
“Ih Nisa, apaan sih, awas ya lo” batin Abi dalam hati.
Adit dan Nisa terus – terusan mengobrol asyik, sambil sesekali ditimpali oleh Okta. Stasiun demi stasiun sudah mereka lewati. Langit nampak malu – malu sambil mengedarkan spectrum berwarna jingganya. Abi dongkol sejadi – jadinya dan kembali diam menatap jendela. Kembali, untuk kesekian kalinya, ia memakai kembali topengnya, seakan semuanya baik – baik saja. Karena merasa tak enak, tiba – tiba Adit merubah posisi duduknya menghadap lebih dekat ke arah Abi.
“Abi kenapa, kok diem gitu dari tadi?” tanya Adit perhatian.
“ah Abi mah biasa tuh mas, dia itu emang sukanya ngeliatin kebon daripada ngobrol” jawab Nisa tanpa membiarkan Abi mengucapkan sepatah katapun.
“Nis, temenin gue ke kereta makan dong, gue laper” Abi langsung menarik Nisa tanpa meminta persetujuan dari Nisa dan menariknya ke gerbong kereta makan.
“Nis, denger ya, kalo lo suka sama dia yaudah, lo ambil aja, lagian gue ngga suka kok sama dia, gue ke pati nemenin lo liburan soalnya gue cuman mau cerita banyak tentang apa yang gue alamin kemarin – kemarin, so please don’t make me pissed, okay?” Abi menumpahkan semua kekesalan di dalam hatinya. Ia sudah tak peduli sama sekali dengan pria tampan yang ada di sebelahnya saat itu, ia hanya ingin seseorang mau mendengarkan ceritanya.
“Abi, gue minta maaf, gue emang tertarik sama dia, tapi bukan berarti gue suka yang gimana gitu, sorry ya Bi udah bikin lo tersinggung” Nisa langsung memeluk Abi yang langsung disambut oleh pleukan Abi. Abi menitikkan air mata entah kenapa.
“ Buruan lo minta nomernya, keburu doi turun duluan” Perintah Abi sambil mendorong Nisa kembali ke gerbong”. Abi membiarkan dirinya sendiri sembari duduk di kereta makan. Kereta telah berhenti di stasiun yang entah Abi tak peduli namanya. Tiba – tiba Nisa dating menghampiri Abi.
“Bi, mas Adit udah turun aja masa?” sambil menampakkan mimik muka sedihnya.