Hello! this is my first time submitting a story here since i was a newbie for a minutes ago, if there's anything wrong just let me know, glad to see any responses from you guys. Happy reading! So much thanks
1#
Cinta, Keyakinan, dan Penyesalan
“Kenapa sih lo ngga mau sholat?” Abi bertanya tanpa sadar.
“Gue kan udah pernah bilang, gue buka tipikal orang yang praktikal, gue sholat kalo gue emang pengen, bukan karena disuruh atau karena itu kewajiban yang entah darimana asalnya, gue harus tau, gue harus punya alasan kenapa gue harus sholat”, balas orang di seberang telepon dengan nada yang melemah berusaha untuk tetap bersikap tenang.
“Kadang semua itu ga perlu ada jawabannya! Masa iya ketika lo nanya Tuhan dimana terus dia ada di depan lo dan tiba – tiba nongol buat ngebuktiin keberadaanya? Begitu juga dengan sholat, kalo lo ngaku islam, ya lo sholat, karena itu perintah” Abi mulai emosi.
“Ya gue sedih aja, gue udah kaya gini, udah pacaran sama lo, uda gue bela – belain juga, gue sedih aja, gue berasa pacaran sama orang yang beda agama, gue lama – lama juga ngga kuat a, kenapa lo ngga sekalian aja ateis?”
kekesalan Abi yang memuncak berakhir dengan kalimat yang paling tidak disukai oleh orang di seberang teleponnya itu. Abi sadar. Abi hanya merasa ia tak ingin salah pilih. Dalam lubuk hatinya, dia sudah tak ingin bertengkar lagi dengan Tuhannya ataupun dengan pria kesayangannya itu. Sudahlah cukup ia memilih untuk menjadi gay, tak perlulah ia harus bersama orang yang tidak bisa menjadi imamnya. Serasa dosa yang ia dapati akan bertambah dua kali lipat.
“Udah ya gue mau tidur” pria di seberang telepon itu mulai tak enak hati. Ia ingin mengakhiri percakapan malam itu sesegera mungkin dan tetap dengan sesopan mungkin.
“A, dengerin gue, gue minta lo cari jawaban kenapa lo harus sholat, sebelum lo tau jawabannya, jangan hubungi gue dulu, gue mau kita break”
Dengan seenak jidat, kalimat itu lagi – lagi meluncur dari mulut Abi seperti yang sudah - sudah.
“Kalo lo seneng, kalo lo nggapapa dengan cara begini, gue terima, gue tidur dulu ya?”
Pria itu berusaha untuk tetap tenang dan ingin benar – benar mengakhiri percakapan malam itu sesegera mungkin. Ia sudah lelah.
“yaudah!”
Abi mengakhiri percakapan malam itu dengan sentuhan sedikit kasar pada layar smartphone-nya.
“Gue kesel. Gue jadi bertanya – tanya, kenapa gue mesti kehabisan topik buat ngobrol sama dia di akhir percakapan panjang kami di telepon malam itu. Kenapa gue malah nanya hal sensitive itu ke dia yang gue bahkan tau dia bakalan jawab apa. Iya gue tau.”
Bocah 21 tahun itu terus – menerus menyesali apa yang telah ia perbuat barusan.
-------------------------------------------
Selesai pameran. Abi langsung mengutuki dosen yang angin – anginan itu dalam hatinya. Semua jenis binatang berhasil ia sebutkan dengan mantap dan lancar. Sejak memasuki bangku kuliah, mulut Abi yang manis dan terkenal tak pernah mengumpat itu kini telah berevolusi. Segala jenis umpatan berbagai bahasa sudah mulai ia kuasai. Dari yang paling lembut hingga yang paling kasar sekalipun sudah akrab oleh lidahnya seperti auto text yang sering muncul di auto-text smartphone masa kini. Abi telah banyak berubah. Bukan ia tak menginginkannya, tetapi ia harus. Ia harus terus terlihat gagah dan garang agar tak ada yang mengoloknya banci lagi. Ia harus terus mengenakan topeng itu agar ia memiliki teman. Entah teman palsu yang seperti apa, yang penting ia tidak sendirian.
Siang itu Abi berjalan gontai menuju kantin kampusnya di lantai tiga. Ia berjalan menaiki tangga sambil menghafal ucapan dosen mata kuliah DG 2-nya itu. Ucapannya terus menerus berputar – putar dalam otak Abi. Ia masih tak habis pikir, setelah menghilang dan jarang masuk kelas, masih bisa – bisanya ia mengata – ngatai tugas brandingnya pagi tadi.
“Kamu ngerjain apa ini? Masa satu semester kamu cuman bikin beginian?” berikut cuplikan ucapan dosen yang menusuk dan terekam dalam sanubari Abisena Wiryaputera. Wajahnya Nampak lesu dan pucat setelah semalaman ia begadang demi tugas sialan itu. Perutnya juga belum terisi sejak kemarin malam. Anak kosan di kampus ini memang mayoritas tidak terawat. Apalagi anak seni dan desain. Udah jarang mandi, pakaian ngga disetrika, rambut ngga disisir, itu merupakan dandanan wajib hampir semua anak seni dan desain di kampus ini. Tapi berbeda dengan Abi, meskipun begadang, Abi selalu menyempatkan untuk mandi. Tapi kali ini, bisa dibilang Abi 11 : 12 dengan mereka. Jenggot – jenggot tipis mulai menghiasi wajahnya. Kantung – kantung mata dengan indah hinggap menggelayuti matanya. Nampak kelelahan tingkat dewa terpancar dari raut wajahnya. Ia tiba dan menempatkan pantatnya dengan nyaman di kursi pojok dekat warung penjual mie ayam.
“Bu, saya pesen mie ayamnya satu, sama air mineral dingin” Abi memesan menu favoritnya.
“iya nak, nanti saya antar” jawab Ibu penjual mie ayam itu. Ia segera menyiapkan pesanan Abi dengan cekatan. Hanya sekitar 10 menit, pesanan Abi sudah berada tepat di depan Abi. Abi tak lupa mengucapkan terimakasih dan segera melahap mie ayam favoritnya itu. Di tengah perjalanan meluncurnya mie – mie dari kerongkongan Abi menuju ususnya, smartphone yang ia letakkan di atas meja bergetar riang. Abi menengok tidak semangat.
“1 message received”. Layar smartphone-nya seolah berkata dan melambai – lambai kepada Abi untuk segera memperhatikannya.
Abi dengan lemas membuka dan kemudian membaca isi pesan tersebut.
Ryan : Abi sayang, lo dimana?
Abi : oh, gw lg di kantin yang, knp?
Ryan : Lo lg sibuk ngga? Gw capek nih hbis dri jkt, gw mmpir kosan lo y say?
Setelah seharian begadang, dicaci – maki sama dosen angin – anginan, dikejar – kejar sama deadline tugas mata kuliah packaging dan komunikasi yang ngga kunjung rampung, dan sekarang orang yang Abi sebut sebagai pacar secara sepihak itu mau datang ke kosannya, rasanya seperti peribahasa pucuk dicita ulampun tiba. Abi sendiri tak ingat kapan persisnya Ryan menyatakan cintanya terhadap Abi, yang ia tau sejak bermalam di kamar kosannya waktu itu, mantan ketua OSIS-nya jaman SMA itu mulai memanggilnya dengan sebutan sayang. Abi terbuai dengan perspektifnya yang lugu dan interpretasinya sendiri.
“Ya Tuhan, tumben Lo baik sama gue?” Abi ngebatin sambil terdiam memegangi smartphone-nya. Dengan cekatan, tiba – tiba jari – jarinya yang mungil mulai beradu dengan layar smartphone hitamnya berdecak – decak seperti tarian tap dance yang lincah.
Abi : Gw tunggu dikosan
Comments
“Mengapa aku seperti ini? Kau bilang manusia diciptakan berpasang-pasangan. Tapi aku tidak mampu menemukan pasanganku. Iya, yang seperti mereka. Aku lebih menyukai yang sepertiku? Apa salah? Bukankah itu sama saja? Aku dan dia, bukankah kami berpasangan? Lantas?”
Pertanyaan itu sudah menjadi pertanyaan wajib yang Abi tanyakan di setiap akhir sholatnya. Air matanya sukses meluncur membasahi pipinya. Abi bangkit dari duduknya lalu merapikan sarungnya. Ia kemudian duduk membelakangi mural bergambar seorang gadis pembawa kendi di salah satu tembok kosannya. Mural itu ia selesaikan sudah seminggu yang lalu. Warna catnya masih Nampak baru dan segar. Abi tak suka tembok kamar kosan yang berwarna putih. Ia merasa temobok putih hanya cocok untuk rumah sakit. Abi mengambil nafas dalam sebelum ia bersiap mengerjakan tugas komunikasinya yang tak kunjung rampung kapan hari.
“1 new message received” smartphone-nya bergetar di atas bantal.
Reny : mas sayang, kamu lagi dimana?
Ini jelas bukan pesan singkat yang dinanti oleh Abi. Wajah imutnya langsung menampakkan raut muka malas. Gadis pengirim pesan singkat itu adalah pacar normal Abi, hanya jika kalian menganggap bahwa gay itu tidak normal sih. Abi terpaksa jadian dengan gadis itu karena paksaan teman – temannya. Awalnya Abi megira bahwa ia bisa normal dengan mengencani salah satu hawa yang bertebaran dengan anggun di muka bumi ini, namun? Gay will always be a gay. Persetan dengan mereka para gay yang mengaku bisa menjalani kehidupan yang orang – orang di Indonesia menyebutnya dengan kehidupan normal. Menikah dengan wanita lalu memiliki anak dan hidup bahagia. Munafik. Palsu. Mereka akan tetap tergoda dengan perut – perut sixpack yang tercetak indah serta penis – penis yang berdiri menjulang dengan gagahnya.
Abi : kamu ngapain sih masih SMS? Kan aku bilang aku mau sendiri dulu, aku lagi capek. Jgn sms aku lg.
Reny : mas, aku minta maaf, aku sayang sama kamu mas :’(
Abi : dengerin ya, aku mau fokus UAS, just don’t disturb me, okay?
Fokus UAS merupakan satu – satunya alasan klise yang mampu dibuat oleh Abi. Ia tak tahu lagi harus berkata apa agar gadis pengirim pesan singkat itu bisa membencinya tanpa harus melukai hatinya. Abi orang yang lembut. Tak sampai hati ia berlaku kasar pada wanita.
Ryan : sayang, gw di depan
Di depan gerbang kosannya, telah nampak sosok yang ia tunggu – tunggu sedari tadi. Pria berbadan tegap dan tinggi itu mengedarkan senyuman ke arah Abi. Abi pun segera bergegas membukakan pintu gerbang kosannya itu sambil tak lupa membalas senyuman kekasih sepihaknya itu. Abi memiliki senyuman yang amat manis. Teman – teman di kampusnya baik cowok maupun cewek amat menyukai senyumannya. Tak sedikit dari teman – teman cowoknya yang sering sekali menggodannya untuk minta dicium meskipun hanya di pipi. Jika sudah seperti itu, wajah Abi akan memerah padam karena malu. Setelah usai memarkirkan motor, Abi menuntun Ryan menuju kamarnya.
Abi langsung memluk Ryan dengan erat. Sudah cukup lama Ryan tidak mampir ke kosnya. Ia sudah tak kuasa membendung rasa rindunya yang sudah terpenjara selama berminggu – minggu karena kepergian Ryan dalam mengikuti sebuah rangkaian beauty pageant di Jakarta. Abi lalu mengecup kening kekasih sepihaknya itu dan menariknya ke kasur.
“Yan, lo tidur gih, pasti capek kan daritadi di jalan?” Tanya Abi sambil merabhkan Ryan ke kasurnya.
“Ih, apaan sih lo Bi, gue masih kangen tau sama lo!” Ryan ikut menarik Abi dengan manja.
“Aaaah Ryan, gue harus nyelesein tugas gue nih, besok udah deadline aja soalnya” Abi langsung membangkitkan dirinya dan menghadap laptopnya berusaha untuk fokus.
“Yaudah yaudah” Ryan mengiyakan sambil tersenyum melihat Abi. Abi Nampak tidak fokus. Senyuman – senyuman itu adalah senyuman yang lain. Abi paham arti senyuman itu. Ryan langsung saja mengalungkan lengannya memeluk ABi dari belakang. Ia kemudian menciumi leher Abi dengan semangat. Abi menegang tak kuasa menahan serangan tiba – tiba dari Ryan.
“Anjrit! You turned me on Yan! Stop it, I should fnish it before!” sela Abi di tengah – tengah permainan cintanya itu.
“Fuck that shit honey!” Ryan segera menjatuhkan Abi di kasur. Ia langsung melucuti pakaiannya dan berdiri dengan gagah di depan Abi. Dengan tubuh telanjangnya, Ryan menindih Abi, menciuminya, sambil melepaskan satu – persatu pakaian yang dikenakan oleh Abi. Abi telah pasrah.
“ I miss you Honey” ungkap Ryan sambil diburu nafsu.
Mereka berdua kini telah telanjang bulat. Mereka saling menatap namun dengan pandangan penuh arti masing – masing.
“May I got your virginity baby?” Ryan menatap Abi dengan penuh nafsu. Abi dengan polosnya hanya mengangguk. Diangkatlah paha Abi sehingga teksposlah sudah apa yang selama ini diincar oleh Ryan. Saat kejantanan Ryan sudah mulai dekat dengan surganya, Abi meghentikannya.
“Why we should do this? Give me one reason” Abi menginterupsi adegan ranjangnya itu. Abi sedang berkecamuk oleh pikiran – pikirannya serta interpretasinya terhadap cinta Ryan selama ini.
“Because I love you” Jawab Ryan tidak serius sambil tetap mencoba memasukkan kejantanannya ke surganya sekali lagi. Tetapi Abi segera bangkit dan duduk menjauhi Ryan.
“Hold on, this is not love, this is not what I’m looking for, this is a lust!” Sergah Abi dengan nada yang melemah.
“Apaan sih lo Bi, gue cinta lo ya karena nafsu” Ryan seketika memandang Abi dengan tatapan aneh.
“Then, just leave me now, I quit” Abi segera memakai kembali pakaian – pakaiannya. Ia merasa dirinya tidak berharga saat itu juga. Jawaban yang keluar dari mulut Ryan barusan bukanlah jawaban yang ia inginkan. Abi paham sudah dengan apa yang dicari Ryan selama ini. Ia bahkan akhirnya tersadar bahwa Ryan tak benar – benar betul mencintainya. Ia menangis.
“Apa sih Bi yang lo cari di dunia gay? Cinta? Ngga ada kata itu di kamus gay! What gay need is sex and fun you know?” Ryan mencoba menceramahi Abi dengan dalil – dalil yang ia ciptakan sendiri untuk membenarkan ego dan nafsunya.
“Asal Lo tau ya, dunia gay itu ngga punya prospek” Ryan Nampak kesal dengan Abi yang hanya bisa diam mematung sambil menangis di hadapannya. Seketika dunia Abi runtuh. Semua kejadian – kejadian di masa lalunya langsung berputar – putar mengelilingi otaknya. Gay tak memiliki prospek. Kata – kata itu sangat menusuk bagi Abi. Dia tak pernah memilih untuk menjadi gay. Dia juga tak pernah memilih untuk tidak memiliki prospek.
“Just leave me now! Don’t you dare to ever meet me again!” Abi mengusir Ryan dengan sisa tenaga yang ia punya. Ryan lalu meninggalkan kamar Abi dengan kesal.
“Gue belum selesei ya sama lo Bi, ntar kita omongin lagi!” ucap Ryan di depan pintu sambil berlalu meninggalkan Abi. Abi termenung sambil menangis. Air matanya sedang ngga kontrol saat itu, meluncur dengan bebas sebebas atlet bungee jumping saat sedang melakukan lompatan. Hampir saja ia mengutuki Tuhannya, tetapi ia tak bisa. Ia tak cukup kuat untuk melakukan itu. Ia sendiri, tenggelam dalam kenangannya bersama Ryan serta pria – pria lain yang sempat menghiasi roman cinta telarangnya itu. Pria – pria brengsek sejenis Ryan. Laptop di depannya seakan ikut sedih sambil tetap menampilkan display tugas komunikasinya yang tak kunjung rampung. Abipun tertidur. Berharap esok pagi semuanya akan kembali normal. Hanya jika menjadi gay adalah sesuatu yang normal.
Kekosongan
Tak terasa akhir semester ganjil di tahun kedua telah menyapa. Nilai – nilai yang diraih Abi tak terlalu jelek meskipun ia tau ia tak bisa serius saat mengerjakannya. Kejadian hari itu bersama Ryan sangat membuatnya terpukul. Pikiran jernihnya seolah diusir menjauh dari otaknya. Ia sadar, ia harus kuat. Ia mulai mengenakan topengnya sekali lagi.
“Bi, lo dipilih jadi koor display nih di wisudaan ntar” ungkap Rizky. Rizky adalah teman baik Abi yang ia temukan dari jaman TPB. Badannya bongsor dan mukanya garang. Namun hatinya selembut Hello Kitty. Dia selalu melindungi Abi di kala Abi sudah mulai kepepet saat di-bully. Abi menyebutnya Guardian Angel.
“yah Ky, masa gue sih, gue pan cupu kalo disuruh bikin display yang gede – gede gitu” Abi menolak dengan alasan yang terkesan mengada – ada. Padahal satu angkatan mengetahui prestasi Abi sebagai jawara dekor mading saat jaman SMA nya dulu. Abi hanya sedang tak enak hati. Ia terlalu lelah dengan apa yang sedang ia jalani akhir – akhir ini. Sudah menjadi tradisi di kampusnya jika akhir semester ganjil akan selalu diadakan pesta besar – besaran untuk merayakan kelulusan senior – senior di kampusnya. Biasanya anak tahun kedua dan tahun pertama yang akan kebagian jatah untuk mengurus acaranya.
“kagak pake ngeles ya, udah ntar malem lo mulai ngerjain sama anak – anak, gue udah nyiapain bahan – bahan sama alat – alat yang bakal lo perluin, semuanya gue taruh di sekre ya” tutur Rizky tak mau kalah dan seenak jidat langsung ngacir meninggalkan Abi. Abi mencoba megikhlaskan apa yang sudah dipercayakan kepadanya. Ia segera kembali ke kosan dan bersiap – siap sebelum sore mulai menjelma menjadi malam.
-----------------------------------------
“Kamu bikin yang bentuk ikan itu ya dari karton di sebelah sana, ntar finishingnya pake kertas yang gold” Instruksi Abi kepada mahaasiswa baru bawahannya. Abi mengarahkan para anggota sie. Display lainnya dengan lemah lembut. Tak sedikit dari mereka yang terbengong melihat Abi ketika sedang memberikan instruksi. Bahkan gadis - gadis interior di deket sekre sedari tadi terus - menerus terpaku melihat Abi. Setelah memberikan instruksi, Abi meninggalkan anak – anak kumpulan sie. Display dan mengambil minum. Ia duduk di bawah pohon mangga yang tak pernah berbuah. Mereka bilang, pohon – pohon itu sengaja tak berbuah karena kesal dengan ulah mahasiswa yang suka coret – coret pohon seenak jidat. Abi sesekali memandangi pohon itu dengan tatapan iba.
“Lo di-bully gitu diem aja sih, coba lo bisa ngelawan” ucap Abi kepada pohon. Bukannya gila, Abi hanya sedikit kehilangan kesadaran karena hal – hal buruk yang terus menghantuinya akhir – akhir ini. Lamunannya tiba – tiba teralihkan oleh kerumunan anak laki – laki yang tertawa renyah di dekat ruang lab. Animasi.
“Bi, sini deh, lo dicariin nih sama mas Firgi!” panggil salah satu teman Abi yang Abi lupa entah dia jurusan apa. Abi hanya ingat ia pernah satu kelompok ketika jaman TPB dulu. Abi bangkit dan menghampiri kerumunan itu.
“Masuk Bi, lo ditunggu di dalem” kata teman Abi itu. Mukanya bahkan tak terlalu terlihat karena gelapnya malam serta minimnya penenrangan saat situ. Entah mengapa suasana kali itu nampak aneh. Tak biasanya lampu di lab. Animasi malam itu dimatikan. Tak sedikit pula senior – senior angkatan atas yang berkumpul di sana. Abi sempet memperhatikan secuil mimik dari wajah – wajah yang berlindung atas nama kegelapan. Mereka Nampak menahan sesuatu rasa yang Abi bahkan tak paham apa itu. Abi dengan polosnya memasuki ruang lab. Animasi dengan santai.
“Kamu Abi kan? Masuk sini!” Perintah pria yang duduk di dalam. Abi masuk mendekati pria tersebut. Nampak di sekelilingnya dipenuhi dengan senior – senior tingkat atas yang memakai baju hitam – hitam serta menghiasi mulut mereka dengan rokok – rokok yang mereka beli secara patungan.
“iya kak ada apa, saya tadi dicari kak Firgi, kak Firginya mana ya?” jelas Abi dengan polosnya.
"kamu sini dulu deh, coba kamu lihat tulisan di kertas yang aku pegang ini” Perintah orang yang sama sekali tak terlihat dengan jelas raut wajanya oleh Abi. Abi kemudian melangkah dan mengambil kertas yang posisinya di letakkan di bangku. Ia sedikit membungkuk untuk bisa membacanya. Semenjak SMA Abi mengalami kelainan mata yang di dunia medis sering disebut dengan mata silinder. Sehingga waktu SMA ia selalu mengenakan kacamata. Namun, ketika awal masuk kuliah, kacamata Abi rusak saat menjalani ospek. Dia belum sempat membeli kacamata baru karena ia pikir dengan duduk di depan, masalah penglihatannya itu tak akan jadi beban lagi. Berakhirlah Abi di sini, di ruang lab. Animasi yang gelap dengan mata silindernya dan berusaha untuk membaca tulisan di secarik kertas yang tentu tingkat kesulitannya akan semakin meningkat.
Tiba – tiba, dari belakang, ada orang yang memegangi Abi lalu menggesek- gesekkan alat kelaminnya di belahan pantat Abi. Sontak, tawa seluruh ruangan pecah seketika. Abi hanya terdiam. Ia sama sekali tak menyangka bahwa ia harus berakhir sebagai bahan lelucon senior – seniornya yang otak udang itu. Abi yang kesal segera keluar sambil menahan air matanya, memohon agar ia tak jatuh saat itu juga.
“Gila ni bocah manis juga ya” ungkap salah satu senior saat Abi pergi berlalu.
Abi pergi menjauhi kampus. Di tengah jalan ia berpapasan dengan Rizky. Ia tak kuasa menatap Rizky. Air matanyapun akhirnya jatuh saat itu juga.
“Bi, lo kenapa?” Tanya Rizky panik.
“gue ngga kenapa – kenapa Ky, gue cabut dulu ya, tadi gue lihat anak – anak udah pada mau rampung ngerjain display-nya, gue nitip sisanya ke lo ya, gue lagi ngga enak badan” Abi berusaha meyakinkan Rizky dengan kebohongannya. Ia sedang tidak ingin dikasihani saat itu. Meskipun oleh seorang Rizky, orang yang dengan akrab ia panggil Guardian Angel itu. Abi langsung pulang menuju kosan sambil terus mengumpat sepanjang perjalanan.
“Lo jadi bocah bego banget sih Bi!” ucap Abi sambil menyalahkan dirinya yang terlalu polos. Malam sunyi seakan tahu Abi sedang bersedih. Ia menurunkan suhu udara sehingga membuat dingin erat menyapa. Abi sendiri denagn kepolosannya. Kosong di dalam kamar bersama tangisnya.
“Gue udah bosen kaya gini” gumam Abi di tengah lelapnya.