It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Bun, cepetan kesini, ini si Abi pingsan, ngga tau apa asmanya kumat atau kenapa” suara Avi sedikit tegang dalam sebauh percakapan via nirkabel.
“Bunda kan masih di Kalimantan sih Vi, kamu lupa, yaudah sekarang kamu temenin dulu si Abi, ini Bunda mau nyari tiket pulang buat dua hari lagi, masih ada urusan soalnya di kantor Ayah, sekalian Bunda transfer buat bayar rumah sakitnya” jawab wanita itu dengan santai.
“O---kay, take care” secepat kilat Avi menutup telponnya. Ia akhirnya sadar. Bahwa dirinya adalah segalanya bagi keluarganya ketimbang Abi. Ia ingat betul dulu ketika dia jatuh, Ayah dan Bundanya langsung pulang begitu mengetahui musibah itu. Padahal lukanya biasa saja tidak separah ketika asma Si Abi kumat, atau ketika Abi dipukuli temannya karena tidak bisa main bola, atauh bahkan tidak separah ketika Abi tenggelam di dalam bak kamar mandi yang entah kenapa bisa terjadi.
“Anjiiiiiing!!!!” Avi mengumpat sendiri. Ada sedikit rasa sesal dalam hantinya. Mungkin tidak sedikit. Mungkin telah tertimbun cukup lama hingga bisa digunakan untuk membangun hotel berlantai banyak.
“Sabar ya Vi, udah lo duduk dulu aja” ajak Pandi sambil menepuk – nepuk bahu sahabtnya itu. Di sebarang kursi nampak Sayans sedang khawatir. Meremas – remas jemarinya sambil berdoa. Raut mukanya begitu cemas.
“Semua ini ngga bakal terjadi kalo ngga karena Lo!” tiba – tiba Avi menumpahkan kekesalannya kepada Sayans.
“Eh jaga ya mulut Lo! Lo itu yang mulai duluan!” seketika Sayans tersulut. Cukup sudah kesabarannya dibendung untuk calon adik ipar impiannya itu.
“Eh Njing! Ya Lo lah! Kalo ngga karena Lo mungkin Abi ngga bakal kaya gini!” ucap Avi semakin menyulut.
“Lo kalo kamu mau jadi homo mending cari cowok lain, jangan sodara gue yang lo embat!” tambah Avi ngga mau kalah.
“Eh Vi, lo jangan gitu kek jadi orang, udah tau sodara lo lagi sakit juga!” lerai Pandi cepat.
“Lo ngapa ikut – ikutan belain nih orang deh Ndi?” Avi masih tak mau kalah.
“Emang kenapa sih kalo dia sama sodara lo homo, lo sadar ngga sih, Tuhan nyiptain semua orang di dunia ini sama, mau cowok, cewek, banci, homo, pincang, buta, semua sama di mata Tuhan, cuman di mata orang – orang kaya lo gini yang ngebuat mereka berbeda, sekarang Tuhannya elo apa siapa?” jelas Pandi yang kemudian menundukkan kepalanya. Avi tersentak. Ia terdiam cukup lama mencoba menelan perkataan Pandi bulat – bulat. Tangannya menggenggam erat seakan tidak bisa menerima kenyataan yang di hadapinya saat itu.
“Pokonya ngga bisa! Nih anak yang udah bikin Abi kaya gini!” Tiba – tiba Avi berdiri dan membentak Sayans.
Sayans sudah hampir berdiri namun ponselnya berdering melerai amarahnya.
“Halo?”
“Sayans cepet pulang ya, kamu harus packing, besok kamu berangkat ke Singapore”
“Hah, ngapain Ma?”
“Mama udah nemu universitas yang bagus buat kamu, dan itu dapet link dari kantornya mama, jadi kamu tinggal interview aja dua hari lagi, jadi kamu buruan pulang”
“Tapi Sayans lagi nungguin Abi Ma, Abi lagi sakit ini, ini lagi di rumah sakit”
“Mama minta mulai sekarang kamu ngga usah pacaran lagi sama Abi, mama udah tau semuanya”
“Kamu itu anak laki – laki semata wayangnya mama, kamu harus bisa nerusin usaha papa, mau jadi apa kamu kalo pacaran sama Abi? Kamu mau garis keturunan kita berhenti di sini? Kamu ngga malu sama almarhum Papa?”
Bumi Sayans seolah kiamat. Ia dihadapkan pada sebuah pilihan dimana ia tidak bisa memilih. Ia dipaksa memilih apa yang tidak ingin ia pilih. Cukup lama ia mematung.
“Iya Ma, Sayans pulang”
“Good then, see you at home, take care sayang”
Air matanya seketika meluncur indah menuruni wajahnya. Tak biasanya Sayans menangis kecuali itu benar – benar menyakitkan. Dan sepertinya pergi meninggalkan Abi adalah sesuatu yang menyakitkan selain saat ditinggal pergi oleh Papanya dulu. Ia berjalan menuju depan pintu UGD. Ia melihat Abi dari balik kaca pintu. Abi tertidur begitu pulas di sana ditemani seorang dokter dan beberapa orang suster yang sepertinya sedang sibuk. Ia berusaha memuaskan pandangannya melihat kekasihnya itu yang mungkin akan menjadi yang terakhir untuknya. Ia berbisik pelan.
“Abi, I love you”
“Good bye”
Ia melangkah pergi menjauhi UGD meninggalkan Pandi dan Avi. Ia masih tak menyangka dirinya kalah. Ia masih tak menyangka dirinya harus meninggal seseorang yang begitu berarti di dua tahun terkahirnya. Beberapa memori Abi bersamanya berkali – kali melintas menemaninya melangkah pulang.
“Bagus deh Lo pergi, ngga usah balik lagi Lo!” ucap Avi sebagai sebauh sayonara yang pahit. Pandi hanya bisa termenung diam. Ekspresi mukanya aneh tak seperti biasanya. Seperti ada yang disembunyikan entah sebuah ketakutan atau sebuah rahasia. Keduanya kemudian saling mematung. Tidak bicara satu sama lain. Tenggelam dalam pikiran dan doa masing – masing.
“Mana keluarganya Abisena?” tanya dokter yang keluar dari UGD.
@rezadrians @arGos @andy_nugraha @arbiltoha
@arifinselalusial @octavfelix @lulu_75 @mustaja84465148 @jacksmile@CurhatDetected
@Grem @kogou_shigeyuki25 @Mr_Makassar @kogou_shigeyuki25 @arieat@3dhyart_cusman
@rio_san @caetsith @d_cetya @ramadhani_rizky @Monic @Adityaa_okk @Agova @animan @Roynu
semoga abi baik2 saja, ya???