It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dan berlayar menekok di laut Banda, Saat aku setengah terjaga hendak terlelap ombak sudah mulai besar.
Beberapa lamanya kami mendapat angin barat, kapal seakan akan didorong dari arah kanan.
Entah musim apa sekarang, jika ku ingat pelajaran Pengetahuan Alam saat sekolah dulu akan sangat sial untukku hari ini jika aku berlayar dalam musim pancaroba atau musim pergantian angin barat dengan angin timur.
Dalam musim yang demikian itu akan datang arah angin yang tiada tetap,antara sebentar bekisar.Aku terbangun karena gonjangan terasa begitu besar , keluar menuju pelataran.
Maka terdengarlah suara Kapten Nahkoda memberi perintah kepada anak buahnya untuk menukar letak layar,karena arah angin selalu berobah- obah.
Saya rasai kapal bergerak oleng, selain ombak besar jalan perahu sudah mulai mengambil haluan ke kanan kemudian ke kiri. Tak obahnya sebagai jalannya seekor ular yang berbelit - belit, berputar di permukaan air laut.
Sepertinya perutku terasa teraduk, mengikuti kelok naik turunnya kapal.
Semua awak kapal sibuk dengan tugasnya, kecuali aku yang memang tak tahu apa tentang ilmu pelayaranBeberapa awak menjaga arah layar, beberapa juga ada yang berjaga dengan tali - tali layar.
Sedangkan sang kapten memberi intruksi kesemua awak kapal, Kulihat Ridwan dengan seriusnya memegang kemudi kapal sambil memperhatikan kompas sebesar bakul nasi di depannya.
Tak selang beberapa saat terasa gerimis, seperti taburan kabut basah yang halus karena terterpa angin.
Aku merasa luar biasa, mereka para awak kapal seakan tak ada apa - apa, tetap pada tempatnya masing- masing.
Aku bisa bayangkan jikalau hujan lebat turun, kurasa mereka juga akan tetap sama, aku bergidik ternyata menjadi seorang pelaut tak se-gampang pikiranku.
Nasib hidup mereka seakan pasrah tergantung pada kebaikan alam,
Aku masuk kamarku lagi, satu lampu minyak tempel ikut berayun pada dinding kamar saat kapal mengikuti ombak turun dan naik, tak selang lama aku bisa tertidur.
Aku merasa seseorang memelukku, rasanya nyamanSeperti terjaga namum tidak, aku bisa merasakan dengan jelas seseorang yang memelukku ini bernafas teratur, aku tak berani membuka mata saat benar aku sadar, pas di cengkuk leherku menempel sebuah wajah, kurasa juga tangannya memeluk pinggangku, sebelah kaki nya bertumpu pada kakiku, baiklah, ini sudah terlewat batas.
Kuberanikan diri membuka mata.
Oh tidaaaak, aku bertempel begitu dekatnya dengan Andy, dan yang lebih anehnya lagi badanku tak berespon cepat untuk berpindah, entah bisikan dari mana tanganku sudah tepat menyentuh bibirnya, pipinya, ku perhatikan perlahan Andy ini pemuda tampan dengan rambut hitam legam pangkasan ala batok, wajahnya bersih kecil kuning langsap terpantul sinar fajar pagi, khas orang jawa dan sunda, bibir mungilnya terlihat seperti milik Clara teman sekolahku.
Dia berguman kecil saat tanganku menyentuh kelopak matanya, tiba - tiba saja dia membuka matanya
"Ada apa Tuan?" Dengan nada sengung khas orang bangun tidur.
Sontak ku pencet hidung miliknya, "kau tidur memelukku Andy, bukankah kau punya dipan sendiri?" Dalihku kebingungan.
Andy bergegas duduk sila,"maaf Tuan semalam hujan angin juga sedikit kencang, dipanku berada pas dekat jendela yang tak berpintu itu, tentu saja aku akan terbias air hujan jika memaksa tidur disana" jelasnya dengan membulatkan matanya terlihat serius.
Aku tertawa dalam hati, Andy memang benar-benar pemuda manis
"Apa kita akan sampai di Kendari pagi ini?" Jawabku mengalihkan pembicaraan
Pipinya bersemu merah, "jika tidak salah kita sudah dekat dengan pelabuhan Kendari Tuan" jawabnya sambil masih tak berani mendongakkan wajahnya. Baiklah, mari kita lihat...
Aku berjalan keluar kearah pelataran sekaligur tempat beberapa tiang layar berada, dapat dirasa jalan kapal sudah stabil dan ombak di perairan ini begitu tenang
Pandanganku masih terhalang beberapa kabut, udaranya terhirup segar yang kala itu juga sisa kantukku leyap di terpa angin pagi.
Sekonyong aku dapat melihat kearah depan pegunungan dan dataran tinggi, saat tiba saja bias kabut itu sirna dengan sekejapnya di terangi mentari pagi.
Aku mematung, betapa indahnya ini..."Itu pegunungan Meluhu Tuan, Tuan belum pernah kesini? Tiba saja andy sudah berdiri di sampingku
Beberapa sampan, kano, dan perahu kecil dapat terlihat di samping kanan kiri kapalMereka Nelayan yang memancing ikanBanyak kapal - kapal besar dengan layar berwarna di depan, entah itu kapal apa
Para awak kapal sibuk dengan tali lemparnya, Baiklah
Dua awak kapal bagian haluan, mengambil ancang -ancang hendak melempar tali kecil yang di kaitkan dengan temali besar.
Ujung tali kecil itu di beri pemberat sedemikian rupa sebesar genggaman tangan agar terlempar dari jarak yang cukup jauh, baru setelah tali kecil terlempar kearah tepi Pelabuhan penjaga tali Pelabuhan akan menarik tali kecil yang di kaitkan dengan tali besar dan mengaitkan Mata tali besar tersebut pada beton yang tertanam pada Pelabuhan.
Inilah yang disebut proses penyandaran, disusul pelempar tali bagian tengah kapal dan belakang, dengan proses sama agar kapal dapat merapat dengan baik.
Masih dapat di dengar sang kapten dengan khas teriakannya mengomando proses jalannya kapal, Ridwan sibuk dengan kemudinya, Kulihat Andy dengan gagahnya menarik temali bagian tengah dengan serius.
Hampir mirip dengan di Pelabuhan Bitung - Manado sanaPelabuhan selalu ramai di sesaki dengan berbagai orang, Kapten bercakap sebentar dengan Ridwan, dia mengangguk beberapa KaliKapten menghampiriku di tengah pelataran kapal.
" Anak muda, jangan kemana-mana setelah sarapan nanti engkau diperkenankan membantu awak kapal mengangkut bahan makanan dari darat"
dia pergi setelah menerima beberapa anggukan dari kuKapal telah merapat dengan sempurna, beberapa awak kapal langsung menuju ruang tengah untuk sarapan.
Aku masih terkagum kagum dengan sekitar, ini pertama kalinya aku berlayar.
Aku tersentak sadar dari lamunan saat Andy mengajakku ke ruang tengah untuk sarapan, Kulihat Ridwan memperhatikan Kami berdua, " Ridwan mari sarapan bersama" teriakku saat mata Kami tak sengaja bertemu.
diawali dengan terbukanya
Teluk Kendari menjadi
pelabuhan bagi para pedagang,
khususnya pedagang Bajo dan
Bugis yang datang pada
berdagang sekaligus bermukim
disekitar Teluk Kendari.
Fenomena ini juga didukung
oleh kondisi social politik dan
keamanan di daerah asal kedua
suku bangsa tersebut di
Kerajaan Luwu dan Kerajaan
Bone.
Pada awal abad ke -19 sampai
dengan kunjungan Vosmaer
(seorang Belanda) 1831, Kendari
merupakan tempat
penimbunan barang (pelabuhan
transito). Kegiatan perdagangan
kebanyakan dilakukan oleh
orang Bajo dan Bugis yang
menampung hasil bumi dari
pedalaman dan dari sekitar
Teluk Tolo (Sulawesi Tengah).
Barang-barang tersebut
selanjutnya dikirim Ke Makassar
atau kawasan Barat Nusantara
sampai ke Singapura.
Berita tertulis pertama Kota
Kendari diperoleh dari tulisan
Vosmaer (1839) yang
mengunjungi Teluk Kendari
untuk pertama kalinya pada
tanggal 9 mei 1831 dan
membuat peta Teluk Kendari.
Sejak itu Teluk Kendari dikenal
dengan nama Vosmaer’s Baai
(Teluk Vosmaer). Vosmaer
kemudian mendirikan lodge (loji
= kantor dagang) di sisi utara
Teluk Kendari. Pada Tahun 1832
Vosmaer mendirikan rumah
untuk Raja Laiwoi bernama
Tebau, yang sebelumnya
bermukim di Lepo-lepo.
Mengacu pada informasi
tersebut, maka Kota Kendari
telah ada pada awal ke-19 dan
secara resmi menjadi ibu kota
Kerajaan Laiwoi pada tahun
1832, ditandai dengan
pindahnya istana Kerajaan
Laiwoi disekitar Teluk Kendari.
Kota Kendari dalam berbagai
dimensi dapat dikatakan sudah
cukup tua berdasarkan
pengakuan baik secara lisan
maupun dokumentasi. Jika
dilihat dari fungsinya maka Kota
Kendari dapat dikatakan
sebagai kota Dagang, Kota
Pelabuhan dan Kota Pusat
Kerajaan. Kota Kendari sebagai
kota dagang merupakan fungsi
yang tertua baik sumber lisan
dari pelayar Bugis dan Bajo
maupun dalam Lontara’ Bajo,
dan sumber penulis Belanda
(Vosmaer, 1839) dan Inggris
(Heeren, 1972) menyatakan
bahwa para pelayar Busgis dan
Bajo telah melakukan aktivitas
perdagangan di Teluk Kendari
pada akhir abad ke-18
ditunjukkan adanya pemukiman
kedua etnis tersebut di sekitar
Teluk Kendari pada awal ke-19,
menyusul fungsi Kota Kendari
sebagai kota Pusat Kerajaan
Laiwoi pada tahun 1832 ketika
dibangunnya istana raja di
sekitar Teluk Kendari.
Pada waktu Mokole Konawe
Lakidende mangkat maka Tebau
Sapati Ranomeeto sudah
menganggap diri sebagai
kerajaan sendiri lepas dari
Konawe, dan sejak itu pula
Tebau Sapati Ranomeeto
mengadakan hubungan dengan
pihak Belanda yang kemudian
pada waktu Belanda datang di
wilayah Ranomeeto diadakanlah
perjanjian dengan Belanda di
Tahun 1858 yang ditanda
tangani oleh “Lamanggu raja
Laiwoi dan di Pihak Belanda
ditandatangani oleh A.A Devries
atas nama Gubernur Jenderal
Hindia Belanda dan di tahun
1906 pelabuhan Kendari yang
dulunya dikenal dengan nama
“Kampung Bajo” di buka untuk
kapal-kapal Belanda dengan
demikian mengalirlah
pedagang-pedagang Tiong Hoa
datang ke –Kendari.
Perhubungan Jalan mulai
dibangun sampai kepedalaman.
Raja diberi gelar Raja Van
Laiwoi dan Rakyat mulai
diresetle membuat
perkampungan dipinggir jalan
raya. Kendari Berangsu-angsur
dibangun jadi kota dan tempat-
tempat kedudukan district
Hoofd.
Kota Kendari dimasa
Pemerintahan Kolonial Belanda
merupakan ibukota
kewedanaan dan ibukota onder
Afdeling Laiwoi yang luas
wilayahnya pada masa itu
kurang lebih 31, 420 Km2.
Sejalan dengan dinamika
perkembangan sebagai pusat
perdagangan dan pelabuhan
laut antar pulau, maka kendari
terus tumbuh menjadi ibukota
kabupaten dan masuk dalam
wilayah propinsi Sulawesi
Tenggara.
Teluk Kendari
Teluk Kendari terletak di pusat Kota lama Kendari dan
memiliki panorama pantai yang indah dan unik. Teluk ini
membentang melingkar dengan bibir pantai yang
menghijau oleh pepohonan, sunset di sore yang cerah
dan jajanan khas Kota Kendari disepanjang tepi jalan
yang berbatasan dengan teluk serta pemandangan aneka
warna kapal nelayan.
Sebagai “Landmark” Kota dengan luas ± 18 km
merupakan muara sungai Wanggu, Kambu dan Anggoeya
serta beberapa sungai kecil yang memiliki potensi wisata
bahari seperti selancar angin, dayung motor air (Aqua
Bike / Jet Sky), maupun potensi perikanan, perindustrian
dan perhubungan pada masa saat ini (setelah kemerdekaan).
Check it out...
Lewat tengah hari tadi kami telah bertolak dari pelabuhan Kendari, setelah semua bahan pokok dan air bersih selesai Kami muatKami tak melewati selat Wowuni (selat yang memisahkan pulau Wowuni dan daratan besar sulawesi)Kapten khawatir tak mendapatkan angin bagus untuk berlayar dengan cepat, Kapten memberikan Kami waktu satu jam untuk belanja keperluan pribadi pada semua awak kapal secara bergantian tadi begitu semua pekerjaan selesai,,
Aku sempat tersipu malu tadi saat kami hendak ke pasar Pelabuhan, Andy dan Ridwan berebut ingin pergi denganku Mereka berdua terpaksa.
Andy menenteng satu kresek kecil, tembakau rokok satu bungkus, cengkeh rokok, dan kertas pembungkus tembakau.
aku terheran padahal aku tak pernah melihatnya merokok.
Ia juga membeli sebotol kecil minyak harum, dan beberapa manisan gula.
Aku sendiri paling banyak, 4 kresek 2 sarung anyaman, beberapa bungkus manisan buah, minyak harum, minyak rambut, minyak panas (minyak telon) daun nira, aku juga membeli cermin sebesar piring tadi, aku tertarik membelinya untuk melihat wajahku... Hehehe, rambutku ternyata sudah panjang.entahla beberapa keping perak aku habiskan.
Ridwan hanya membeli se-bungkus manisan jahe, se-bungkus manisan asam dan minyak rambut yang sama denganku.
Saat hendak kembali ke kapal tadi aku membelikan mereka kembang gula(bentuknya seperti busa yang di gulung pada stick kecil) warnanya merah mudaAndy membulatkan matanya kegirangan saat aku memberinya se-buah,
lain halnya dengan Ridwan yang seakan enggan menerimanya tadi sebelum akhirnya bersungut sungut karena celotehan Andy
" berikan saja bagiannya untuk saya Tuan, saya rasa Ridwan enggan menerimanya" yang di balas satu jitakan pada kepala oleh Ridwan.Sisa perjalananku ke kapal di isi dengan gelak tawa kerena tingkah mereka berdua.
Dari yang ku dengar dari beberapa pedagang saat aku belanja tadi, tak lama akan ada invasi Jepang di KendariSeperti halnya Manado yang telah resmi jatuh ditangan Jepang.
Aku duduk disamping Ridwan yang serius dengan roda kemudi dan kompas sebesar bakul di depannya,,
Andy dan beberapa kawan awak kapal berjaga di haluan dan pelataran kapal, sang kapten sibuk meneropong arah depan entah apa yang ia teliti.
Sebenarnya Andy dan Ridwan tadi memaksaku untuk istirahat saja, namun kantuk ku mendadak hilang saat di dekap perairan pulau Buton tadi aku melihat kawanan Lumba-Lumba, yang konon Menurut ilmu Alam di sekolahku itu adalah salahsatu mamalia yang hidup di laut, dan ini adalah pengalaman pertamaku melihat mamalia laut itu.
Sebenarnya Andy dan Ridwan tadi memaksaku untuk istirahat saja, namun kantuk ku mendadak hilang saat di dekap perairan pulau Buton tadi aku melihat kawanan Lumba-Lumba, yang konon Menurut ilmu Alam di sekolahku itu adalah salahsatu mamalia yang hidup di laut, dan ini adalah pengalaman pertamaku melihat mamalia laut itu.
Tak seperti yang ku kira, ternyata mereka(Lumba-lumba) itu memiliki suara seperti burung alap yang sering ku dengar di kebun cengkeh milik ayah...
Ku kira mereka(Lumba-lumba) itu meraung bak harimau atau mamalia lainya.
Sungguh mengesankan, langit lautan berbeda dengan langit yang sering aku lihat saat aku di darat, se-jauh ini jarang aku melihat sekumpulan awan putih yang menggumpal bak kasur empuk itu, bahkan pada sinang hari seperti saat ini.
Padahal saat aku di kebun dulu, sering aku jumpai awan yang bergumpalan itu bertebaran layaknya domba di hamparan ladang yang luas.
Saat hendak senja, aku di bujuk Ridwan memancing di emperan belakang kapal jam pergantian jaga kemudi, aku keheranan alat pancing nya hanya se-utas tali yang sedemikian panjang dan Mata kail dengan pemberat besi sebiji salak.
Diantara lekuknya ayunan kapal yang mengikuti ombak, Kami duduk di bangku emperan belakang pembatas dinding pengaman kapal.
Ternyata memancing dengan keadaan kapal berjalan tak sebegitu rumit. Mata kail diisi umpan seperti karet warna yang kemudian dilempar begitu saja dilaut lepas.
Aku tak kan pernah melupakan ini, saat senja matahari seakan tenggelam di samudra, langit dan samudra terlihat jingga seperti teh celup milik ibundaku yang kian jingga.
Bias sisa sinar matahari tadi terpantul remang pada wajah Ridwan yang berguman kecil seperti bernyanyi.
Aku bisa pastikan jika mereka yang beranggapan bahwa tak ada makhluk yang sempurna, mereka adalah salah.
setidaknya dalam hal fisik, dan menurutku makhluk di sampingku ini bentuk dari kesempurnaan ciptaan Sang EsaGaris wajahnya, hidungnya, kelopak matanya, bahasa tubuhnya, yang setiap incinya adalah indah dan semua tentangnya adalah Karya Sang Esa yang sempurna.
Aku terlena dalam nyanyian senja yang memabukkan, setiap kacap bibir aku tak mendengar suaranya.Aku terbius oleh eloknya paras sang pemuda di sampingku, semakin hanyut aku, dia menyibak poni yang tertiup angin senja yang menutupi keningku
Dan kepulauan Selayar tersebar antara daratan besar pulau Sulawesi dan laut Flores.
Jika kawan pernah berkunjung ke perairan Bunaken di Manado sana dapat dipastikan mungkin kawan pernah ber-nikmat ria dengan pemandangan bawah lautnya.
Batu karang, koral, flora dan fauna di dalamnya yang membentuk ekosistem yang indah dengan berbagai warna alam yang begitu memikat, kawan tak akan pernah jemu melihat setiap incinya.Dan sama halnya dengan daya tarik perairan Bunaken yang menyuguhkan pemandangan bawah lautnya yang indah.
Disini perairan kepulauan Selayar menawarkan hal yang tak kalah memikatnya, dan keduanya adalah kekayaan Nusantara yang hanya beberapa dari sekian banyak kekayaan yang kita punya.____________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________
Oke, kita kembali ke ceritaku lagiSetelah adegan ber-romance ria ku sore lepas kemarenRidwan hanya tersenyum, dan hanya kubalas beberapa senyum malu.
Saat ini aku berada di bangku pelataran kapalKu lihat sekitar aku seperti berada dalam mangkok berisi air yang tak bertepi, terkurung oleng penutup yang bias pandang.
Lengkung langit terlihat mengurung samudra saat jarak pandangku menangkap bertemunya langit dan samudra.
Taburan bintang diangkasa seakan mengajak kawan pengamatnya berbicara saat pandangan bertemu oleh salah satu bintang yang berkedip.
Penanggalan tahun saka atau hijriah saat ini berkisar likuran, itu sebabnya bulan tampak seperti sabit.
Sayu diantara bintang -bintang angkasa. Rembulan mungkin sudah banyak menjadi saksi perjalanan cinta yang tak lazim diantara insan dari jaman ke jaman, Mungkin kelak jika aku beruntung aku juga berkesempatan mengucap kata sakral tentang cinta di bawah senyuman sayu sang pangeran malam (Rembulan) itu.
Entah sudah berapa jam aku tertidur, sayup - sayup ku dengar suara Andy membangunkanku.
Tapi entah kenapa aku enggan bangun, aku berbalik memungginya.Aku menjadi setengah sadar saat aku merasa seseorang menggendongku ke kamar istirahat, aku kenal wangi rambut ini, aroma tubuh ini, ahh..... Kawan, aku terbuai lagi.
Ekor mataku mengintip wajahnya yang begitu dekat dengan wajahku, ku hirup dalam - dalam aroma tubuh ini.
Beberapa hari lagi mungkin takdir akan memisahkan aku dan dia saat kapal ini berlabuh pada pemberhentian terakhir mereka Tanjung Priok.
Ah..., Ridwan pemuda yang sangat menawan.
Ku dengar sayup tapi aku tak hendak membuatku terjaga penuh."Andy periksa kemudi segera setelah kau bereskan tikar tidur Tuan muda, aku meninggalkannya pada anak baru itu" saat hendak masuk kamar Ridwan memberi perintah pada Andy.
"Andy periksa kemudi segera setelah kau bereskan tikar tidur Tuan muda, aku meninggalkannya pada anak baru itu" saat hendak masuk kamar Ridwan memberi perintah pada Andy.
Aku mengeratkan peganganku dan sengaja ku tempelkan wajahku pada cekuk lehernya, aku kembali hirup dalam-dalam aroma tubuhnya.
Dia mencoba melepas rangkulanku saat merebahkanku di dipan, aku enggan melepasnya.
"Tuan, silahkan tidur dengan nyaman" saat sadar aku enggan melepas rangkulanku di tengkuk lehernya.
Aku menariknya jatuh di atas tubuhku, aku mendadak sedih.Entah keberanian dari mana kudapat.
Aku menciumnya, ku cium bibir dan pipinya bergantian, dia tak menolak namun dia juga tak meresponku.
Ku peluk erat sesaat ia berguman kata Tuan, "apa kita akan berjumpa lagi, Ridwan? Tanyaku dengan sedih,"Apa kau akan merasa kehilangan kelak jika kita tak lagi dapat bersama? Tanyaku lagi, dia hanya diam dan mengusap kecil poniku dan merapikan selimutku.
"Sebaiknya Anda cepat tidur Tuan, sudah larut aku akan kembali ke meja jaga" sahutnya dengan menunduk.
Aku memegang kembali tangannya saat dia hendak pergi."Ridwan, Terimakasih" ucapku yang ia balas dengan satu anggukan kecil, dan akhirnya ia benar benar pergi lewat keremangan lampu tempel kapal di ujung dinding dekat pintu kamar.
Oh, ini kedua kalinya aku benar - benar sedih, saat berpisah dengan ibunda dan sepupuku dan itu benar benar Kami terpisah, kami terpisah jarak dan ruang.
Untuk saat kami belum benar terpisah, maksudku aku dan Ridwan, aku dan Andy, aku dan samudra ini setidaknya untuk waktu dekat.
Hmmmm..... Siklus kehidupan, memang harus datang dan pergi.Seperti halnya kapal layar yang berlabuh untuk sesaat dan bertolak untuk berlayar lagi untuk beberapa kepentingan. Bukankah hidup itu juga layaknya kapal yang memang harus berlayar mengarungi samudra kehidupan.
Terpikir oleh ku bagaimana keadaan keluargaku nan jauh di seberang sana, ku harap semua baik-baik saja.
Sekarang aku terpisah beribu kilometer dengan mereka, entah tugas seperti apa yang akan waktu berikan kepada kelak setelah kapal ini berlabuh, sebuah kehidupan baru akan di mulai disana, harapan, dan mungkin juga tanggungjawab.
Rasa kantukku memudar entah karena memikirkan keluargaku atau karena adegan dewasa versi pendek tadi, jika begini ibundaku dulu sering menyanyikan senandung sendu pengantar tidur yang membuatku lena terhanyut dalam buaian.Ku coba bersenandung lirih membuang penat, entah lagu apa yang kunyanyikan namum jua tak kunjung terlelap."Anda terjaga Tuan, perlu sesuatu? Andy yang tiba saja sudah duduk di seberang dipanku"Andy tidurlah disampingku sini, nyanyikan aku lagu tidur" pintaku pada AndyIa menurut saja, beralih pelan ke arahku membawa bantal dari dipan yang berada di atasku.
@tsunami comen ya
@dole_dole mampir dong
berhubung cuma kalian bertiga yang aku kenal, jangan marah ya aku summon
3 pagenya full.. puas bgt..
Kenapa kau memutuskan menjadi
soerang pelaut?
Tanyaku di sela kesibukannya membenarkan posisi berbaring di
sebelahku.
Dia masih diam, ku pegang keningnya dengan tangan kananku
sembari tangan kiriku meraba keningku sendiri
Dia tak panas tapi terlihat lesu.
Apa kau sakit Andy?
"maaf Tuan sepertinya saya melamun sedari tadi. Sambil
nyengir kuda.
Sebenarnya menjadi pelaut itu belum pernah masuk daftar
impian saya Tuan, tapi sepertinya untuk saat ini saya cukup
menikmatinya. Ah, Tuan kita memang tak akan pernah tahu
kemana waktu membawa hidup kita
Apa rencana Tuan setelah kita berlabuh nanti?
Aku tersenyum lesu, bukan menjawab pertanyaan tapi Kau
berbalik tanya, pangkasku
Ruangan berayun seirama dengan ombak yang di pijak kapal,
lampu minyak di dinding ruangan beremang terhembus angin
kecil dari arah jendela...
Wajah Andy terlihat lebih menawan di bias temaramnya lampu
dan sinar bulan yang tembus dari sela jendela yang terbuka.
Aku terpesona sesaat oleh makhluk indah di depan ku ini, dia
menghadap ke atas, bibir mungilnya terbuka sedikit, Matanya
berkedip lamban seakan memastikan yang di lihatnya itu pasti.
Pipinya merah seperti menahan dinginnya angin malam, entah
sudah berapa saat aku memperhatikannya
Sepertinya aku tertarik menelisik setiap inchi dari wajahnya
_______________________________________________
_______________________________________________
Aku terbangun saat merasa kantung kemih ku memberontak untuk
membebaskan semua isinya.
Sedikit kaget, saat hendak bangun aku menoleh ke arah kiri
aku mencium seseorang, Ridwan
Ku toleh arah kananku Andy masih dengan posisi seperti
semalam, aku tak tahu benar jam berapa aku mulai tertidor
Tapi pantas betul semalam aku tak merasa dingin, dua sosok
indah itu berada pas di kedua sampingku
Hanya beberapa awak kapal yang tidur di kamar awak ini, saat
keluar menuju ruang belakang Kulihat juru masak masih Tidor,
itu artinya masih belum menginjak suboh
Sebagaian awak berjaga kemudi dan jalannya kapal
Aku berebah diantara Andy dan Ridwan sekembalinya dari
belakang tadi, serasa menjadi yang di perebutkan mereka aku
tersenyum kecil, tak selang beberapa waktu aku terbawa
gelisah nak harus berhadap kearah siapa
Aku berpura berputar ke arah Ridwan, ku hirup pekat aromanya
bergeser tambah ku ke arahnya bak panas bersambut sepoi
Ridwan yang mungkin tanpa sadar memelukku, erat tak memberi
batas...
Ku beranikan tanganku masuk kedalam bajunya, ku raba ringan
dadanya, ku telusuri setiap inch wajahnya dengan wajahku
Tangannya bergerak ke arah pinggangku, aku terbawa lupa
Ridwan mulai mencium bibirku, lembut aku bisa dengar desahan
ringannya.
Dia menghentikan, dan membawa kepalaku dalam pelukannya.
Tidorlah lagi, bisiknya sambil Masih memelukku
Saat terbangun aku tak ada lihat Ridwan di sampingku, tapi
Andy masih
Namun dia memelukku dari belakang, ku pencet hidungnya saat
aku hendak bangun,
"Andy, bangun... Sudah siang pun!" Teriak ku
Kulihat dia cemberut, dan terlihat manis dengan rambut yang
acak denga pipi bersemu merah.
2 hari kemudian.....
Kami berlabuh di Tanjung perak, Seperti yang dipesankan ayahku, aku akan menuju Wonocromo tempat tinggal keluarga jauh ayahku
Andy terisak saat mengantar ku ke area angkutan delman
Sedangkan Ridwan tak berucap sekali pun sejak semalam lepas makan.
Terakhir kali kami baku cakap katanya selepas ini ia hendak bergabung dengan tentara kemerdekaan di Blintar yang di bentuk atas bantuan Nippon.
Andy juga demikian setelah urusannya selesai, ia meminta ijin untuk mencariku kelak... Aneh pikirku
Sedangkan aku sendiri tak hendak tahu putusan mana yang akan di ambil,
Aku memberikan kain songket yang biasa kulilitkan dileher kepada andy
Kelak kita akan baku jumpa lagi, dengan perubahan yang mungkin tak pernah kita duga duga, gumanku
@lulu_75
@oktavfelix