BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Kenangan

Aku lahir di Manado, bandar pertama Sulawesi di sebelah utara pegunungan itu. Sulawesi sedikit penduduknya dan kemajuannya, tapi banyak kopra dan bahan tambangnya yang membangkitkan harapan untuk masa mendatang, terlebih dalam hati bangsa asing. Harga kopra Sulawesi tinggi, di luar negeri tapi, sehingga sejak dulu banyak bumiputera daerahku menerima tawaran jadi orang kompeni. Sebab yang lain pula ialah karena bangsaku suka tamasya dan besar tenaga fantasia, dapat membuat gunung - gunung emas dari susunan - susunan janji yang menarik.

Bandar manado dengan jembatan lengkungnya yang rusak tiap kali datang bajir besar, elok kalau ditinjau dari laut di musim kemarau, Di musim hujan penumpang kapal tidak sempat melihat keelokan ini, karena pemandangannya dihalangi oleh ombak yang meninggi bukit, lagi dia biasanya sibuk dengan memberi makan kepada ikan.

kalau matahari sudah sepenggalah tingginya, tapi belum mengintai dari atas puncak gunung Klabat, yang menunggui bandar itu, dengan nyata tampak penghuni tempat lahirku itu mengontur di dinding langit tang cerah - cuaca, alap(tinggi agung) dan berderajat. Seringkali di senja kala atau di kala muncul surya, puncaknya terbalut dengan kabut yang putih kelabu mengingatkan daku akan serban seorang ahli nujum yang pernah berkunjung ke tempat kami. Orang Hindu ini kecuali Tabib, Propesor pula dan masyur. Ia dapat mengobati segala Penyakit kecuali mati dan dapat menujumkan bintang untuk semua orang, selain dari rasinya(nasib ) sendiri.

Aku kerap Kali pergi berkunjung ke pantai kalau matahari sedang berkemas - kemas akan menyelam ke dalam lautan. Seakan kota terbakar lakunya langit di sebelah barat kala itu oleh permainan warna jingga, merah, dan ungu. Pernah aku melihat kebakaran besar di kampung China. Kata orang, api mulai dari toko seorang Arab yang akan pailit, tapi tiba-tiba teringat kepada polis asuransinya. Akan tetapi yang terutama menarik aku ke pantai, ialah laut biru yang hilang batas itu, Seolah - olah ia membagikan keluasannya kepada hatiku dan rasa - rasanya aku hendak terbang, persis perasaanku pada hari Sabtu dan hari menjelang pakansi setelah sekolah. Dan seakan - akan ombaknya yang putih - putih datang berlumba- lumba kepadaku, membisikkan daku himbauan tamasya dan pelisir kota - kota besar di seberang sana, nun di balik kaki langit yang jauh itu.......
«134

Comments

  • Ayahku kepala distrik, sehingga tidak usah beliau menulis rekes dulu, supaya aku diterima di Europese Lagere School. Oleh pergaulanku dengan anak-anak tuan-tuan Belanda haluslah perangaiku menurut paham orang kulit putih. Tiap tahun aku naik kelas memang otakku yang tidak tumpul dan ayahku kepala distrik yang disamakan haknya dengan orang kulit putih. Lagi nama asli kami sudah mengalami perubahan, sehingga bunyinya sudah setengah Belanda setengah Perancis.

    Tatkala aku masuk sekolah mulo, sedemikianlah fasih lidahku dalam bahasa Belanda, sehingga orang yang mendengarku berbicara dan tidak melihat aku, mengira aku anak Belanda. Aku pun bertambah lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda, sungguhpun hari-hari aku berkaca dan kulitku tak se-pucat mereka, tulang pipiku yang menunjukkan bahwa aku pemilik pribumi. Namun kepercayaanku ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang berupaya sepenuh daya, menyesuaikan diri dengan langgam-lenggok orang Belanda.

    Hampir saban minggu ayah bundaku beserta saudara sepupuku perempuan yang tinggal serumah dengan kami, pergi berdansa, selain dari padri-padri dan rubiah-rubiah yang mengisi waktu dengan membaca-baca tasbih. Ayahku sering mengajakku turut. sesudah aku menampik beberapa kali, sebab masih malu-malu, berkatalah beliau, "Kau persis orang gunung, tidak ada pergaulan dan tidak bisa dansa. Tahukah engkau dansa itu termasuk juga pendidikan?" Karena tiada orang yang suka dianggab kurang didikan, aku pun ikut serta. Tapi setiba di pesta, tidak berani aku meminta gadis-gadis kebanyakan perawan bangsaku - berdansa. semua nampak tak asing bagiku, mereka yang sebagian teman se-sekolahku. Seperti yang terlihat di seberang pandang sana dua orang gadis geulis, kuharap mereka tak melihatku, dan kuharap hanya mereka berdua saja yang menghadiri acara aneh seperti ini. Aku mendengus kesal tak tahu mau berbuat apa, berdansa aku tak bisa, bercakap dengan orang-orang asing bagiku enggan hingga di penghujung lamunanku seseorang menepuk bahuku dari belakang, Oh God aku tertangkap basah oleh teman - teman sekolahku, mereka mendapatkan daku.
    "Kenapa kau tidak dansa, Henkie?" Tanya yang satu dengan manis keheranan.
    "Aku belum bisa!" (God Sadang demi apapun) jawabku kemalu-maluan dan dengan tidak sengajanya atau entah reflect tangan kiriku mengusap-usap rambutku.
  • Oh ini.. SEMANGAT ya..
  • thank's a lot ... @dole_dole
  • I think nice story.. But you should wait a reaction from readers.. Lanjutkaaannnnn..
  • "Mari kita ajar!" sekelebat tangannya telah menyambar tanganku yang tersaku tanpa menunggu persetujuanku, gadis kedua ini ternyata punya tenaga yang tak biasa untuk ukuran remaja ramping, terlambat untuk menolak kami bak pasangan yang siap duel di arena dansa... "rilex saja ikuti gerakan kakiku!" perintahnya, rentetan suara music yang keluar dari mulut corongan sudut ruangan itu, entahlah jenis alat music apa piringan besar itu terlihat seperti di paksa mengeluarkan suaranya, perlahan teratur seakan mulai menyuruh orang yang mendengarkan untuk bergerak seirama dengannya

    aku masih fokus mengikuti langkah si Clara, sambil sesekali mencuri pandang meski beberapa detik kakiku tertinggal, tak begitu ketara terlihat.... sebelah kananku pria paruh baya dia terlihat memang sudah terlatih sama halnya wanita baya yang anggun lawan dansanya, kiri ku pria muda sekitar mungkin 20 tahunan terlihat seperti bukan orang pribumi, mungkin dia hasil kawin silang orang barat dan pribumi terlihat dari garis wajahnya yang tak begitu asing namun pula berbeda dengan postur yang kumiliki, dia juga pandai seirama gerak dan dentuman music, aku masih saja sibuk dengan analisis-analisis orang sekitarku saat ini sejalan dengan bahwa kami saat ini sedang berdansa ya, aku dan Clara.

    masih dengan pikiranku layak seorang yang sedang berpikir, aku amati orang satu per satu, ku ambil kesimpulan bahwa hanya aku yang tak pandai berdansa disini, tak sadar kedua tanganku saat ini sudah menempel ringan di pinggang ramping Clara, begitu pun Clara tangannya bergelanyut manja di bahuku, entah sudah seberapa menit ini berlanjut aku baru menyadarinya bahwa kami, aku dan Clara jadi pusat perhatian mendadak.... seakan memberi ruang dan mempersilahkan kami menikmatinya hampir semua peserta dansa menepi dari area , (God sadang) apalagi ini rutukku dalam hati
  • Grogiku makin menjadi, rutuk serapah kenapa aku meng-iyakan ajakan ayah adalah kesalahan dengus pikirku tak terima, "Clara please, selamatkan aku rasanya mau hilang sajalah aku karena malu," bisikku pada Clara yang entah masih tak jemunya melihat motif kemeja yang kupakai, "Tenang saja, anggap disini hanya kita berdua, tak usah kau hiraukan mereka!" sambil menyandarkan pipinya di dada kiriku, kuturuti saja dia bak tersihir ucapannya tadi yang aku bahkan tak begitu mengenalnya di sekolah berjumpa disini pun kebetulan tak tersangka-sangka.

    Stience, gadis pertama yang menyapaku tadi kini berdampingan dengan kami dia menggandeng pria muda yang mungkin bolehlah kira 23 tahunan, anak Tuan tanah yang juga bersahabat dengan ayahku,
    "Jangan, jangan Clara......!" bisikku, "aku tidak tahan....!"
    "Tahan apa?" tanya keduanya serempak dengan keheranan.
    Antoni anak Tuan tanah itu hanya tersenyum kecil melihatku.
    "Tahan geli....!" sahutku dengan sisa-sisa malu tersedia

    Kedua dara jenaka itupun tertawa terpekik-pekik sambil memijit-mijit perutnya bak orang kena mag akut. Terasa olehku semua orang melihat kearahku , dan mulai mentertawakan aku, Saat itu maulah aku hilang di tempat itu juga. Tapi lama-kelamaan tidak malu-malu lagi aku di pesta-pesta. Manusia memang menjadi biasa dengan segala halnya, aku kemudian saban malam minggu mencari kesempatan untuk bisa berdansa. Ini tidak susah, pada tiap harinya jadi ada kesempatan untuk berdansa.

    banyak yang kupelajari di pesta dansa. Olehnya hilang canggungku dalam pergaulan elite. Aku belajar dengan sabar mendengar leter(ngomong seperti bebek) perempuan yang tak hentinya,
    dan kadang-kadang aku melupakan derajat kaki-lakiku,
    turut mengumpat orang lain. Aku belajar etiket pergaulan,
    antaranya cara bagaima tukar-menukar kesopanan yang di buat-buat, mengambil hati gadis-gadis dengan tingkah laku yang manis, memegang tangan dan memeluk pinggangnya dalam berdansa supaya tidak ceroboh kelihatan dan sebagainya.

    Nenek perempuanku, ratu dansa di masa indahnya, mengatakan bahwa dansa modern kurang baik akibatnya buat pemuda-pemudi karena berdansa terlalu berdekatan. Tapi seorang teman sekolahku yang banyak besar harapan jadi ahli ilmu pendidikan berpendapat bahwa itu sebaliknya mengajar
    pelaku-pelakunya menahan nafsu. Dan menurut
    pamanku pula , dansa ada baiknya, membiasakan pemuda-pemudi pandai saling bergaul, sehingga mereka tidak akan berlaku seperti kuda liar yang lepas kandang,
    jika sedikit lepas dari ikatannya. Dan bagaima dengan pendapatku sendiri, hmmm aku belum memikirkannya.
    Tapi aku jejaka, dan lagi akan malu dikatai kurang didikan dan kolot kurang pergaulan, jadi aku berdansa
  • Sekali di suatu pesta dansa kudapati saudara sepupuku, yang selalu bertengkar dengan aku, di cium oleh aspiran-kontelir yang masih bujang, di balik gordin jendela yang melihat ke pavilyun.

    aku terkejut - umurku baru 17 tahun - dan sesampai di rumah kuceritakan dengan hati-hati dan takut-takut kepada ayahku apa yang kulihat. Tapi daripada marah, ayahku cuma tertawa dan berkata, "Ah, itu tidak apa. Buat orang barat bercium-ciuman secara saudara bukan dosa!"
    "Ya, tapi pastor Yasen berkata....."
    "Oh, tapi kita sudah modern!" jawab ayahku.
    Aku heran, kemudian mendongkol, sebab saudara sepupuku tidak diomeli, tapi akhirnya senang, dan pada akhirnya pun aku mulai mencoba memeluk gadis-gadis secara saudara di tempat yang agak kelindungan di pesta-pesta kesempatan berikutnya.

    Saban tahun kalau ada tuan-tuan besar dipindahkan, atau mengaso ke Holland, ayahku membeli sebanyak-banyaknya dari lelang mereka. Kebanyakan barang yang tidak perlu, tapi dengan begitu kami jadi terkenal penolong dan mampu. Memang ayahku baik hati dan orang-orang besar itu baik juga, menerima kami dalam pergaulannya.

    Tiap-tiap ada orang bertandang ke rumah kami, Ibundaku dengan bangganya menunjukkan barang-barang yang kami hutang dari lelang-lelang itu. Ibundaku pun berkata,"Porselin Dresden ini kami beli dari lelang rediden van Doorn yang biasa bertamu ke rumah kami. Nyonya kenal juga Tuan yang baik hati itu bukan?"

    Tamu kami yang tidak kenal dengan Tuan Residen van Doorn yang baik hati, tapi ia menjawab dengan cepat,"Tuan Residen dulu? Ya, kenal baik, beberapa kali berpicnik dengan kami ke danau.
    Aduh bagus betul ini! Lebih bagus dari kami punya. Berapa harganya nyonya?
    " Tidak begitu mahal, cuma. . . !" dan Ibundaku pun menyebut jumlah nominal yang tinggi, sehingga tamu itu terdiam. agak memikirkan dengan takjub betapa kayanya kami. Belum tersedar tamu itu dari kagumnya, Ibundaku meneruskan,"Dan gambar asli ini, kami beli dari lelang Tuan Tuiman; sep Molukse dan agen KPM dulu. Sudah ditawar f500,00, tapi suamiku gila gambar asli, jadi dia menambah lagi f50,00.

    Tamu itu tak sempat berkata apa-apa, memikirkan gaji suaminya yang tak dapat bersaing dengan gaji ayahku yang f300,00 jumlahnya.

    Tiap kali ada familykami yang miskin datang ke rumah membawa oleh-oleh yang sederhana sebagai tanda kasihnya, seperti misalnya buah-buahan dan ikan danau, mereka ikut(masuk) dari pekarangan belakang, Seakan-akan mengerti mereka bahwa tak pantas kami yang kaya berfamilykan orang miskin sepeeti mereka. Ibundakupun memberi mereka uang bendi untuk pulang ke kampungnya.
  • Saban tahun pada tanggal 31 Agustus malam harinya, ayahku meminta supaya di gereja-gereja dibacakan doa buat Sri Baginda Maharaja agar panjang usianya dan terus mencurahkan kemurahan dan keadilannya atas hamba sahayanya

    Ayahku adalah pegawai pemerintah yang sangat tertib.
    jalan di daerah beliau terpelihara dengan baik dan tidak banyak mengeluarkan belanja negeri.
    jarang sekali pajak terlambat atau kurang. Sekali, pajak kurang beres masuknya, beliau pun lalu mengumpulkan kepala-kepala dari daerahnya, berpidato setengah jam saja. Mula-mula suaranya keras, sambil beliau menumbuk-numbuk meja dengan mata bersinar-sinar.
    kemudian dipuji-pujinya kepala itu, dan akhirnya dengan muka riang dibayangkan kepada mereka kemungkinan-kemungkinan buat pegawai-pegawai yang ada rasa tanggungjawab dan tidak!
    sesudah itu daerah ayahku selalu nomor satu dalam pembayaran pajak.

    segala perbuatan manusia berbalas setimpal dengan perbuatannya itu, kata pendeta yoost. Aku percaya. Berapa kalikah aku tidak mendapatkan kerja rumah extra(PR), karena kedapatan oleh guruku menutup buku yang kebetulan tersengaja terbuka di pangkuanku sementara ujian coba! Tapi kepercayaan ini jadi keyakinan bagiku, tatkala ayahku dalam waktu yang singkat berturut-turut menerima bintang-bintang jasa yang akhirnya ialah "Rider in de Orde Van Oranye Nassau" Peristiwa terbesar dalam hidup orang tuaku ini, barangkali kecuali hari kawinnya, kami rayakan tiga hari berturut-turut. Umum diundang, kami beresepsi. Alangkah ramainya!

    Malam pertama malam orang Belanda dan orang termuka bangsa. Tuan Residen membuka pesta dengan ucapan selamat dan wejangan yang berguna. Satu jam lamanya beliau meriwayatkan kemajuan yang sudah dan terutama akan dicapai di daerah kami. Ayahku dicontohkan sebagai orang yang penuh rasa tanggungjawab, dan dimisalkan motor pendorong sekonar rakyat ke arah labuhan yang dituju pemerintah. Dipujinya kebijakan pemerintah yang tiada lupa menghargakan jasa-jasa orang yang menjunjung tinggi titah-titahnya. Dan sebagai penutup upacara, atas nama Sri Ratu, yang tentunya menyaksikan Peristiwa itu dengan bangga dari jauh , disematkannya pada dada ayahku medali halus permai berkilau-kilauan. Maka memecah tepuk tangan dan sorak riuh,"Hip, hip hura, hidup Rider kita ," beberapa kali.

    Ibunda terharu menyapu-nyapu matanya dengan sapu tangan terawangnya, ayahku membalas penghormatan ini dengan membungkuk beberapa kali. Lalu beliau tampil ke muka. Semenit lamanya beliau terpaku laku bisu, dengan mata tergenang menarik-narik lurus dasinya.
    Akhirnya keluarlah satu suara gemetar dari leher beliau, makin lama makin jelas dan tetap.

    Beliau bersumpah buat sekian kalinya akan lebih patuh kepada Sri Ratu, menjalankan kewajiban berat yang di tumpahkan atas pundak beliau dengan segenap tenaga dan sepenuh hati. Kemudian, sedang belum ada yang mengira akan habis pembicaraannya, pidato diakhiri beliau dengan sorak beramai-ramai "Hidup Sri Ratu" tiga kali, yang tidak kalah dengan pekikan penonton bola.
  • Setelah itu pesta dimulai dengan dansa Polka dan berlangsung hingga pagi. Letupan tutup botol sampanye, bir dan minuman lain, berbunyi sampai jauh malam. Beberapa ekor persis babi yang telah diputar di atas pemanggangan dan diisi dibuluh serta orang mabuk malam itu, tiada ingat lagi aku. Tapi semua orang naik memuncak gairahnya. Pamanku menarikan tari nenek moyang kami menurut irama lagu "Overal waar de meisjes zijn" dinyanyikan beramai-ramai oleh para hadirin. Antara menyentakkan bunyi bas dan parau berteriak, Komandan mencoba memeluk Nyonya Kontelir.

    Nyonya Kontelir mengelakkan bau minuman dari mulut komandan dan tertawa laku burung kakatua. Kontelir turut merinai dan sebentar-sebentar membisikkan apa-apa kepada Nyonya Kontelir yang mendekatkan kuping dan pipi sintalnya yang merah dan sebentar-sebentar tertawa seperti anak kecil yang digelitik.
    Aspiran yang merah keringatan memeluk saudara sepupuku terang-terangan, diajak dengan kerdipan mata dan tawa ayahku.
    Tiada yang heran, pun aku tidak ketika melihat kapten Arap turut menari-nari di muka seorang wanita Tionghoa, yang mengangguk-anggukkan kepalanya, membenarkan gerak gerik putra Hadramaut itu. Orang yang tidak berdansa bermain kartu atau mata, atau berangin-angin di luar.

    aku pun tidak ketinggalan. Aku berdansa, menyanyi dan belajar minum. Kuminum sampanye setengah gelas. Belum terasa sedabnya kutambah lagi setengah. Pada gelas yang kedua kuminta Stience jadi tunanganku, tapi pada gelas ketiga jadi terang pula kepala akalku segera aku minta maaf, sambil membungkuk seperti d'Artagnan, atas kebodohanku itu Stience hanya minum limonande, tiada membantah dan senyum saja.

    Cawak-cawak pipinya manis kelihatan, kucubit beberapa kali, yang dicobanya mengelakkannya, tapi tak hilang-hilang juga.
    Pagi-pagi aku terbangun dengan kepala pening diantara kembang-kembang dan buket-buket pemberian selamat, di samping penuang minuman.

    pada malam berikutnya, keriaan malah bertambah.
    Dua kali hampir terjadi perkelahian antara pro dan kontra penganugerahan gelar Ridder kepada ayahku. Menurut yang kontra, lebih baik pemerintah memberi bintang kepada rakyat yang pintar menyulapkan pajak dari pendapatan dan penghasilan yang tidak ada. Tapi dengan beberapa botol bir dan arak cap tikus pendebat-pendebat ini dapat di tidurkan. Orang berpesta sampai matahari terbit. banyak hal foya terjadi dalam masa remajaku hingga suatu kejadian itu merubah semua hidupku dan pandanganku tentang kehidupan....
  • Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

    Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.

    Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau 独立 準備調査会 (Dokuritsu junbi chōsa-kai ? ) dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas menyiapkan kemerdekaan.
  • Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.

    Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.

    Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.

    Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.
  • Gakukotai (laskar pelajar)
    Heiho (barisan cadangan prajurit)
    Seinendan (barisan pemuda)
    Fujinkai (barisan wanita)
    Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
    Jawa Hokokai Keibodan (barisan pembantu polisi) Jibakutai (pasukan berani mati)
    Kempetai (barisan polisi rahasia)

    inilah beberapa organisasi yang diprakasai oleh Japan yang dengannya kami menyebutnya PETA (Pembela Tanah Air)

    Namun sebelum hal itu terjadi, beginilah awal itu terjadi 10 January 1942, Jepang memulai invasi secara bersamaan Kalimantan dan Sulawesi (Manado)

    3 hari pertempuran tentara Hindia-Belanda melawan Negara samurai itu, diawali penyerangan roketnya dari arah pelabuhan kota Bitung
    Jepang mulai menguasai daratan kota dengan tank tank yang keluar dari kapal perangnya, semua hal yang berbau military dan pemerintah menjadi korban pembantaian

    "Hari ini aku tak ada jam sekolah, seperti yang Lizzei katakan dia mendengarkan radio resmi Hindia Belanda bahwa akan ada huru hara seminggu kedepan ini...

    Dooooour.... entah suara apa itu, disusul beberapa kilatan dengan lengkingan suara dan Dooooour
    bergegas aku berlari menuju rumah, keadaan rumah mencekam Ibundaku menangis sambil mengemas beberapa barang yang terlihat berharga, ayahku memberiku sekantong koin, " pergilah ke Jawa, lewat gorontalo naiklah kapal barang, kita akan menghadapi konflik negeri yang berkepanjangan"

    Di belakang rumah Sudah menunggu kereta dan kusir yang aku yakin itu orang suruhan ayah, aku, ibundaku, dan sepupuku bergegas dan ayah bergegas menuju kantor pusat, kereta ini menuju daerah berimbun ke arah barat daya yang belum pernah aku tahu

    Entahlah aku harus menyebutnya apa, ayahku adalah warga negeri pribumi tapi dia mengabdikan dirinya untuk VOC yang memeras kekayaan negeri Nusantara, Sudah barang pasti keluargaku adalah salahsatu yang mengisi daftar list pembantaian tentara Jepang,
    sedikit aku mulai mengerti, mungkin diantara kami berempat nanti tak semua akan selamat, kami terus berjalan kurasa daerah ini adalah teluk amurang setelah sebelumnya kami melewati pineleng dan tumohon mungkin kami akan bermalam dekat dekat area ini, mata Ibundaku masih sendu, sepupuku terlihat gelisah dan raut sedih
    kami bermalam di perkebunan cengkeh dekat monoling, bisa dirasa harum cengkehnya segar, kusir yang membawa kamipun dari awal memang tak banyak bicara, hanya menjawab pertanyaan dengan iya atau tak,


    "Terimakasih telah menolong kami, ujar Ibundaku
    kusir itu masih sibuk saja menurunkan sesuatu.

    "kita bermalam disini, aku akan membuatkan tenda untuk kalian, kotak penyimpanan itu berisi makanan yang bisa dihangatkan".

    ini adalah kalimat terpanjang yang aku dengar hari ini, aku membantunya membuat tenda, hanya menancapkan 2 tiang dan menarik tali sisi depan kebelakang, menaruhnya kain tenda mengaitkan setiap sudud kain yang sudah memiliki tali ke tanah,
  • kami bermalam disini, aku, Ibunda, dan sepupuku dipersilahkan beristirahat setelah mengisi perut tadi
    jangan khawatir aku akan berjaga, kalian beristirahatlah kusir itu mempersilahkan.

    entah jam berapa aku terbangun, kantung kemihku mengaduh
    kulihat si kusir itu tertidur bersandar pada pohon depan tenda
    yang kami buat, setelah selesai dengan urusanku keburu aku ingin masuk tenda sebelum akhirnya aku menyadari bahwa malam ini adalah Bulan purnama malam tampak terang bak ruangan berlampu,
    ku perhatikan si kusir, dia terlalu muda untuk ukuran seorang kusir

    rambutnya keriting, dengan kulit agak coklat, garis wajahnya tegas angkuh seperti yang terlihat, Mata besar dengan bulu mata yang lebat terlihat manis sebagai penyeimbang wajahnya yang tegas,
    dia pasti bukan orang manado, entah dia dari kepulauan mana namun yang jelas dia telah menyelamat hidup kami...

    aku mencoba melanjutkan tidurku, ku coba tidur namun sulit
    masih menerawang apa yang akan terjadi kelak,
    aku tak tahu harus bagaima, semua akan berubah setelah ini, semua tak akan sama
    entah bagaima aku telah di luar tenda, sambil memandangi sang kusir muda itu...
    sepertinya dia lelah, aku masih sempat tidur di perjalanan tadi tapi dia harus mengemudi
    dia terbangun, sedikit terkaget saat melihatku memperhatikannya
    maaf, aku tak berniat tidur, apakah Tuan butuh sesuatu? tanyanya agak kikuk
    bisakah kau katakan padaku akan kemana tujuan kita pergi?
    apa yang akan terjadi besok? ini semua sangat membuatku ketakutan

    "kita sedang dalam situasi tidak baik tuan muda, Tuan besar berpesan padaku bahwa anda akan berlayar ke pulau Jawa dari Gorontalo.
    disana tuan akan pergi ke rumah paman tuan di Surabaya tentang Ibunda dan sepupu anda jangan khawatir, mereka akan baik - baik saja, segera setelah semua urusan ini selesai, saya akan menyusul anda memastikan semua sesuai rencana"

    aku masih terdiam, menelaah semua ucapannya yang terdengar begitu asing
    di percakapan selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah pesuruh ayahku yang di percaya mengelolah kebun cengkeh di daerah Tumohon.
    ayah membawanya dari Tobelo kepulauan Maluku utara, dia seorang yatim yang mendapatkan keberuntungan dari ayahku

    saat ini sudah waktunya untuknya untuk membalas budi kebaikan keluarga kami, selorohnya dengan semangat
    kami berbincang bincang hingga aku tak mendengar suaranya lagi,

    kami berangkat pagi sekali, aku terbangun saat mencium aroma sedap sang kusir telah menyiapkan sarapan untuk kami, entah bagaima dia melakukannya
    telah tersaji nasi yang ia belah dari bambu sepertinya dibakar, juga kuah ikan dan beberapa dedaunan yang ia tuangkan dari dalam bambu juga
    Ibunda dan sepupuku terheran heran melihat teknik masak yang terlihat asing ini, aku menikmati sarapan ini

    siang hari kami telah tiba di perbatasan district antingola, kusir bilang kita akan tiba tengah malam di pelabuhan Gorontalo
    ibunda dan sepupuku akan berpisah denganku disana
    aku memeriksa bawaanku, beberapa koin emas untuk berjaga dan beberapa kantung koin perak untuk biaya perjalanan ke jawa kurasa cukup

    Ibundaku gelisah, aku mengerti kurasa dia belum rela melepas anaknya
    "semua hal yang kita lakukan hanya untuk keselamatan kita meski itu dilakukan dengan terpaksa, semua akan baik - baik saja nak jangan khawatirkan kami,ayah akan menjemputmu setelah semua membaik, atau kau kelak akan menjemput ibu saat semua di luar dugaan kita"
    sepupuku memeluk erat aku," aku akan merindukanmu jadilah orang besar disana dan buat semua ini membaik, aku akan merindukan saat bisa berdansa denganmu,"

    "tuan akan baik baik saja, saya akan menyusul tuan segera setelah semua urusan beres, saya janji tuan"
    kereta kuda depan sana akan membawa tuan ke pelabuhan, dia sudah mengerti tuan jangan khawatir"

    aku berjalan menuju kereta depan, kulihat kusirnya seorang bapak yang mungkin bisa di panggil kakek
    tersenyum mempersilahkan ku
    ku tengok belakang, saat kereta mulai laun berjalan
    mereka masih menatapku dari kejahuan, hingga kami berbelok mereka sudah tak terlihat tertutup bukit.
    sepertinya aku sedih, takut, dan merasa kehilangan dadaku bergemuruh mataku tiba tiba saja berair, seperti inikah perpisahan?
  • kami bermalam disini, aku, Ibunda, dan sepupuku dipersilahkan beristirahat setelah mengisi perut tadi
    jangan khawatir aku akan berjaga, kalian beristirahatlah kusir itu mempersilahkan.

    entah jam berapa aku terbangun, kantung kemihku mengaduh
    kulihat si kusir itu tertidur bersandar pada pohon depan tenda
    yang kami buat, setelah selesai dengan urusanku keburu aku ingin masuk tenda sebelum akhirnya aku menyadari bahwa malam ini adalah Bulan purnama malam tampak terang bak ruangan berlampu,
    ku perhatikan si kusir, dia terlalu muda untuk ukuran seorang kusir

    rambutnya keriting, dengan kulit agak coklat, garis wajahnya tegas angkuh seperti yang terlihat, Mata besar dengan bulu mata yang lebat terlihat manis sebagai penyeimbang wajahnya yang tegas,
    dia pasti bukan orang manado, entah dia dari kepulauan mana namun yang jelas dia telah menyelamat hidup kami...

    aku mencoba melanjutkan tidurku, ku coba tidur namun sulit
    masih menerawang apa yang akan terjadi kelak,
    aku tak tahu harus bagaima, semua akan berubah setelah ini, semua tak akan sama
    entah bagaima aku telah di luar tenda, sambil memandangi sang kusir muda itu...
    sepertinya dia lelah, aku masih sempat tidur di perjalanan tadi tapi dia harus mengemudi
    dia terbangun, sedikit terkaget saat melihatku memperhatikannya
    maaf, aku tak berniat tidur, apakah Tuan butuh sesuatu? tanyanya agak kikuk
    bisakah kau katakan padaku akan kemana tujuan kita pergi?
    apa yang akan terjadi besok? ini semua sangat membuatku ketakutan

    "kita sedang dalam situasi tidak baik tuan muda, Tuan besar berpesan padaku bahwa anda akan berlayar ke pulau Jawa dari Gorontalo.
    disana tuan akan pergi ke rumah paman tuan di Surabaya tentang Ibunda dan sepupu anda jangan khawatir, mereka akan baik - baik saja, segera setelah semua urusan ini selesai, saya akan menyusul anda memastikan semua sesuai rencana"

    aku masih terdiam, menelaah semua ucapannya yang terdengar begitu asing
    di percakapan selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah pesuruh ayahku yang di percaya mengelolah kebun cengkeh di daerah Tumohon.
    ayah membawanya dari Tobelo kepulauan Maluku utara, dia seorang yatim yang mendapatkan keberuntungan dari ayahku

    saat ini sudah waktunya untuknya untuk membalas budi kebaikan keluarga kami, selorohnya dengan semangat
    kami berbincang bincang hingga aku tak mendengar suaranya lagi,

    kami berangkat pagi sekali, aku terbangun saat mencium aroma sedap sang kusir telah menyiapkan sarapan untuk kami, entah bagaima dia melakukannya
    telah tersaji nasi yang ia belah dari bambu sepertinya dibakar, juga kuah ikan dan beberapa dedaunan yang ia tuangkan dari dalam bambu juga
    Ibunda dan sepupuku terheran heran melihat teknik masak yang terlihat asing ini, aku menikmati sarapan ini

    siang hari kami telah tiba di perbatasan district antingola, kusir bilang kita akan tiba tengah malam di pelabuhan Gorontalo
    ibunda dan sepupuku akan berpisah denganku disana
    aku memeriksa bawaanku, beberapa koin emas untuk berjaga dan beberapa kantung koin perak untuk biaya perjalanan ke jawa kurasa cukup

    Ibundaku gelisah, aku mengerti kurasa dia belum rela melepas anaknya
    "semua hal yang kita lakukan hanya untuk keselamatan kita meski itu dilakukan dengan terpaksa, semua akan baik - baik saja nak jangan khawatirkan kami,ayah akan menjemputmu setelah semua membaik, atau kau kelak akan menjemput ibu saat semua di luar dugaan kita"
    sepupuku memeluk erat aku," aku akan merindukanmu jadilah orang besar disana dan buat semua ini membaik, aku akan merindukan saat bisa berdansa denganmu,"

    "tuan akan baik baik saja, saya akan menyusul tuan segera setelah semua urusan beres, saya janji tuan"
    kereta kuda depan sana akan membawa tuan ke pelabuhan, dia sudah mengerti tuan jangan khawatir"

    aku berjalan menuju kereta depan, kulihat kusirnya seorang bapak yang mungkin bisa di panggil kakek
    tersenyum mempersilahkan ku
    ku tengok belakang, saat kereta mulai laun berjalan
    mereka masih menatapku dari kejahuan, hingga kami berbelok mereka sudah tak terlihat tertutup bukit.
    sepertinya aku sedih, takut, dan merasa kehilangan dadaku bergemuruh mataku tiba tiba saja berair, seperti inikah perpisahan?
  • semuanya seperti berjalan begitu cepat dan tiba-tiba,
    dan aku belum siap untuk semua drama kehidupan ini

    "silahkan diminum Tuan, tengah malam nanti anda akan naik kapal berlayar ke Pelabuhan Kendari butuh kurang lebih 2 hari 3 malam jika semua lancar", sambil menyerahkan bumbung bambu berisi air

    betulah benar tengah malam aku dibangunkan kusir, setelah menjelang jam 8 malam Kami tiba di Pelabuhan
    bapak kusir mempersilahkan aku untuk beristirahat sejenak
    kapal ini tak begitu besar seperti perkiraanku, kira kira 80 meter panjangnya dan 10 meter lebarnya
    seperti bukan untuk penumpang, ku lihat beberapa kotak kayu tersusun di gladak kapal 1/4 dari panjang kapal ini di buat bertingkat bak rumah kayu yang memiliki loteng

    aku menyerahkan satu kantong koin perak pada kusir tadi, menyerahkan semua keperluanku nanti selama perjalana ke jawa agar dia berdialog dengan sang kapten,

    tak selang beberapa lama setelah lamunanku tentang kapal ini habis pak kusir menjumpaiku bersama seseorang, hitam tinggi dan berbadan tegap, rambutnya hitam legam bergelombang diikatnya sebagian ke belakang

    "Tuan, ini Kapten kapal ini, beliau yang akan memandu dan bertanggungjawab atas keselamatan Tuan selama perjalanan ke Jawa," saya permisi Tuan semoga perjalanan anda lancar, kusir itu pergi turun dari kapal
    aku masih kikuk dengan orang asing ini, aku tersenyum dan Masih memegang tas yang kubawa erat seakan takut jatuh

    " Mari Tuan, saya antar anda ke tempat istirahat
    semua biaya perjalanan anda telah dilunasi termasuk biaya untuk makan di atas kapal ini," orang itu berjalan menuju ruang yang ku sebut loteng tadi tapi ini yang lantai bawah
    "Ridwan akan menerangkan beberapa aturan yang berada dikapal ini, dia adalah wakilku jika Tuan membutuhkan sesuatu Tuan bisa mencari Ridwan,"

    Sekonyong keluar seseorang dari ruang bawah membawa beberapa gulungan kertas yang lumanyan panjang, sedepa mungkin tapi bukan itu yang menarik perhatianku melainkan mahkluk yang membawa gulungan beruntung itu,
    Aku masih terpana, saat sang kapten memperkenalkannya semua jadi tak terdengar dengan jelas
    dia berbicara aku tak mendengarnya cuma saja aku melihat dengan jelas bibirnya bergerak, matanya dengan jelas aku lihat, setiap berkedip dengan bulu mata yang lebat menambah menawannya garis wajahnya yang tegas dengan beberapa bulu di wajahnya
    aku terpesona, dengan hanya baju dalam dan celana pendek yang ia kenakan dengan jelasnya setiap inci tubuhnya menjelaskan sebuah keindahan

    aku terperanjat saat dia menjentikkan jari di depan wajahku, setengah sadar aku manangkap perkataannya, tempat tidur di depanku tersusun 3 dipan, tas yang ku pegang tadi telah berada di tangannya ia memasukkannya ke lemari kecil yang ada di ujung ranjang susun yang akan aku tempati selama perjalanan

    aku masih memperhatikan dia merapikan ranjang ukuran 2 meter Kali 1 meter itu, tikar pandan yang sedikit tebal dan satu bantal, dia menerangkan juga bahwa aku akan mendapat 3 Kali makan sehari yang bisa di dapat di dapur belakang kapal
    air tawar hanya digunakan untuk minum dan keperluan masak, mandi hanya akan menggunakan air asin
    dilarang berkeliaran di luar ruangan saat kapal melaju

    "besok pagi saya akan menemui Tuan lagi, berhubung kapal akan segera berlayar, Ridwan mengakhiri pembicaraan sepihaknya tadi
    aku masih saja terpaku, berdiri memandang pria menarik itu pergi, Dia berbalik dan mengisyaratkan aku untuk tidur dengan tangannya

    entahlah perjalanan masih akan sangat panjang, dan besok pagi aku akan memulainya hal baru
Sign In or Register to comment.