BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Resiko Punya Cinta

135

Comments

  • smpet bngung kok tiba nyebut 'kak Nay' #salah fokus.

    oh ya. Ka Nay itu disini siapa?? blm djelasin kan?? apa q nya yg lupa xD
  • @jacksmile @Gabriel_Valiant Maaf, ya. Maklum aku ngetik di hape, jadi cuma bisa update dikit2 krn jumlah word terbatas :(
    Ini aja chapter 3 part 2 udah banyak kesalahan krn ngetiknya sambil ngantuk.

    @Kizuna89 Maaf, kak. Ini chapter 3 part 2 ada kesalahan. Jadi sebagai gantinya, nanti aku bakal posting ulang isinya.
    Hohou...
    Itu Nay singkatan Nayla. Ke depannya bakal tau dia itu siapa.
    Aish. Belum bisa lanjut sekarang tapi, perutku lapar lol
  • Part 2. (Terpaksa repost karena ada kesalahan...)

    . . .

    Padahal aku sedang ingin sekali menemui Ari. Aku mau bicara baik-baik padanya, menjelaskan egoku dan memperbaiki hubungan kami. Ah, tidak. Sejak awal hubungan kami memang baik-baik saja, cuma aku yang menganggap ini runyam dari sisiku sendiri.

    "Aish." aku menyipitkan mata merasakan ngilu yang menjalar ke ubun-ubun kepalaku. Sebaiknya aku tak perlu berpikir banyak-banyak, kalau mau cepat sembuh, istirahat saja.

    Baiklah. Aku akan istirahat sekarang.

    ***

    Jadi orang sakit itu tidak enak. Pernyataan itu tak sepenuhnya salah, justru aku setuju seratus persen. Bagaimana tidak, jika seharian ini—mentang-mentang aku sakit waktuku aku habiskan cuma untuk berbaring dan bersandar di atas tempat tidur. Tentu pengecualian untuk kencing, dan keperluan yang tak sepatutnya orang tuaku turut campuri.

    Aku menghembuskan nafas lesu. Pusing di kepalaku sedikit demi sedikit mulai mereda, hanya saja perutku terasa agak mual, dan tenggorokanku tidak enak. Susah menelan makanan, tetapi tetap dipaksa untuk minum obat. Sisi menyebalkan sekaligus perhatian Mama; Terlalu overprotective padaku.

    "Menyebalkan..." cibirku sambil melirik jam dinding yang terletak di samping lemari pakaianku.

    Ini sudah hampir lewat jam 1 tepat. Sebentar lagi jam pelajaran di hari Jum'at akan berakhir. Seandainya aku sedang ada di kelas saat ini, aku bisa menghabiskan waktu satu jam untuk berdua-duaan dengan Ari di sana.

    Tapi kalau dipikir-pikir, waktu satu jam juga tidak akan ada artinya kalau hanya kami habiskan untuk mengobrol dan membahas hal yang itu-itu saja.

    Aku rindu pada Ari. Aku mau memeluknya saat ini juga.

    Dering ponselku terdengar dari bawah bantal di mana aku yang memang meletakan alat komunikasi tercanggihku di sana, ada panggilan masuk.

    Mataku hampir melotot keluar tatkala mendapati nama Ari yang tertera dilayarnya. Panjang umur, padahal baru saja aku memikirkannya.

    Segera saja aku menekan tombol jawab, bersiap menyapanya, ketika...

    "YAN YAN KATANYA KAMU SAKIT?! SEKARANG KEADAAN KAMU GIMANA?! UDAH BAIKAN KAN?! KAK NAY JENGUK YA HABIS INI!! JANGAN LUPA MINUM OBAT! MAAF KAKAK NELPON PAKE NOMER ARI SOALNYA NOMER KAK NAY GAK ADA PULS—"

    Tut tut tut

    Kupingku baru saja terbakar rasanya. Ponselku masih menempel tepat di sisi telingaku, dan aku tau betul siapa yang baru saja—hampir membuat aku terkena serangan jantung secara dramatis. Ya ampun, Kak Nay tidak berubah sama sekali.

    Ngomong-ngomong, tadi dia bicara apa saja di telpon? Aku tak mampu menangkap seluruh isi teriakannya. Konyol sekali.

    Dering ponsel kembali terdengar, mengantisipasi teriakan yang akan terdengar selanjutnya, aku putuskan untuk sedikit menjauhkan corong speaker dari daun telingaku.

    "Ha-halo?" jawabku malah gelagapan.

    "Halo, Yang—Nu, maaf soal yang tadi. Kakak langsung panik begitu tau kalau kamu lagi sakit,"

    Oh. Ini suara Ari. Aku menghembuskan nafas lega, sedikit tersenyum mendapati ia yang kelepasan menyuarakan panggilan sayangnya untukku.

    "Dan kamu yang ngasih tau?" tanyaku seraya menggaruk puncak kepalaku yang gatal.

    "Nggak, sih. Awalnya aku mau jenguk kamu diam-diam, tapi malah ketauan sama Kakak, jadilah ak—"

    "Nanaz tega! Mau jenguk kamu tapi gak ngajak-ngajak Kak Nay! Sebel!" suara Kak Nay menerobos penjelasan yang sedang Ari utarakan.

    "Kakak, bentar ini aku mau ngomong, duh!"

    Kalau sudah seperti ini, aku tak bisa menahan diriku untuk tidak tertawa.

    Dalam hati tentunya.

    "Ya udah, kalau emang mau jenguk. Tapi aku gak mau ngerepotin, lho." ujarku untuk mereka.

    Bisa aku dengar suara perdebatan antara kakak dan adik di seberang sana. Berulang kali namaku disebut, dan berulang kali pula Ari salah menyebut namaku. Aku cuma bisa geleng-geleng maklum.

    "Mau sampe kapan kalian rib—"

    Tut tut tut

    Aku membanting ponselku ke ranjang dengan penuh emosi. Aduh, kepalaku sakit. Tapi mereka itu benar-benar menyebalkan. Aish.

    Ada getaran, kali ini sms yang masuk. Apa lagi sih?

    [From: Ari.

    Otw to your house. ;) ]

    Aku tersenyum lagi, kali ini dibarengi perasaan senang. Juga tak sabar, karena sebentar lagi, aku dan Ari akan bertatap muka.

    I just love him too much. And it can't be help.

    .

    Suara motor berderu terdengar dari luar rumah, dan aku kenal betul dengan jenis kendaraan yang mesinnya baru saja dimatikan itu. Aku menarik dan menghembuskan nafasku berulang kali, bersiap untuk kemungkinan ter—termemalukan sepertinya.

    Suara langkah yang terkesan cepat kian mendekat ke arahku, aku menngernyit, dan ketika pintu kamarku menjeblak terbuka, sosok Kak Nay dengan wajah penuh kekhawatiran menggelapkan duniaku. Tidak. Dia memeluk aku terlalu erat.

    "Yan, Yan! Kakak kangen sama kamu, tapi kenapa sekarang kamu malah sakit saat kita bertemu lagi setelah sekian lama sih?"

    Aduh, plis, kak. Aku gagal paham.

    "Kakak, jangan gitu dong. Malu-maluin aja!" Ari tiba ke dalam kamarku, pandanganku beralih buatnya begitu pelukan Kak Nay terlepas. Dia tersenyum, aku membalasnya cukup canggung.

    "Hai," ucap kami bersamaan.
  • Ari sungguh terlihat tampan, lebih enak dipandang daripada saat ia memakai seragam sekolahnya. Menggunakan jaket hitam kebiruan kesukaannya yang memang paling sering ia gunakan kemana pun, jeans biru dongker yang membalut kaki panjangnya begitu pas, kaus polos berwarna abu-abu yang dikenakannya dibalik jaket. Kenapa suhu wajahku jadi terasa lebih panas sekarang?

    "Gimana keadaan kamu sekarang, Yan?" Kak Nay memeriksa suhu tubuhku, telapak tangannya ia tempelkan di atas dahiku.

    "Aku udah mendingan, kak. Serius," ucapku seraya meraih tangannya. Kak Nay memancarkan tatap penuh prihatin.

    "Udah makan?" tanyanya seraya melihat sekeliling kamarku. Ari hanya bisa menggelengkan kepala, mendudukan dirinya di tepi ranjang di dekat ujung kakiku.

    "Udah kok. Tadi pagi," mendengar jawabanku seketika mata Kak Nay melotot besar.

    "Belum makan lagi?!"

    "Bel—"

    Dan sebelum aku menyelesaikan jawabanku, kakak perempuan Ari satu-satunya ini keluar dari dalam kamarku secara tergesa.

    "Tante, aku mau ngasih makan Yanu, yah,"

    "Aduh, ngerepotin ajalah. Tante aja!"

    Aku mengerjapkan mataku berulang kali, setelah itu Ari dan aku saling melempar pandangan. Dan tawa pelan kami pun terlepas bersamaan.

    "Ya ampun, Kak Nay belum berubah juga, ya," komentarku seraya memijat pelipisku. Ari memberi anggukan singkat, berdiri dari posisinya setelah itu mendekat, mengambil alih tempat Kak Nay duduk beberapa saat tadi di samping tubuhku.

    "Beneran kamu udah baikan?"

    Tidak kakak, tidak juga adiknya, sama saja. Ya, aku beruntung bisa disayangi mereka berdua dan menempati posisi istimewa di hati mereka. Kak Nay begitu memanjakan aku sejak pertama kali kami bertemu dulu, bahkan ia menganggap aku adik bungsunya. Seringkali Ari pun cemburu, tidak hanya karena Kak Nay yang terlihat lebih menyayangiku, tapi waktuku akan lebih banyak aku habiskan kalau sudah bersama kakak perempuannya itu, padahal yang berstatus sebagai pacarnya adalah aku.

    "Aku gak apa-apa. Besok atau lusa paling juga bakal sembuh, kok. You don't have to worry," ujarku menenangkannya, meraih jemarinya yang sedari tadi mengusap-usap helai rambutku. Jari jemari kami ia tautkan, tatapan cemasnya berubah.

    "Aku minta maaf,"

    "Buat?"

    "Yang kemarin,"

    Aku menghela nafas, kemudian menghembuskannya. Tersenyum padanya sambil menggeleng. "Ini bukan salah kamu,"

    "Tapi kamu marah kan, Yang?"

    Aku mendelik. "Nggak, kok. Siapa bilang?"

    Tiba-tiba saja Ari menutup jarak di antara kedua wajah kami, kedua bola mata kami bertemu tanpa dapat menghindar, tangannya yang menganggur ia gerakan untuk mengusap pipiku.

    "Kalau gitu jangan pernah sekali pun sebut Mei sebagai 'cewek aku'. Aku gak suka. Pacar aku itu kamu, bukan dia," katanya mempertegas, yang semata-mata menciptakan perasaan bersalah yang teramat terhadapku.

    "Sorry," lirihku. Ari mengulas senyum tampannya.

    "Gak apa-apa. Mungkin akunya aja yang emang kurang ngertiin kamu, mau segimana pun coba ngehindar, cewek-cewek itu suka banget ngerisihin aku," Ari memasang tampang bosan.

    "Bukannya asik? Cowok cakep kan udah dasarnya bakal dikelilingin cewek mulu," godaku padanya. Ari membuang nafas, wangi mint terasa menggelitik indra penciumanku.

    "Aku lebih suka kamu cuekin, Yang, daripada harus dirisihin mereka,"

    Aku tercekat seolah mendapat hantaman hebat di atas dadaku. Sakit.

    Bibirku bergetar, aku mengeratkan tautan kami. Aku sungguh ingin memeluk lelakiku ini. Dia terlalu baik, dan dia selalu lebih memikirkan aku.

    "I love you so much, Ri." ungkapku tanpa berani menatap tepat ke matanya.

    "Aku tau."

    Ari tersenyum lebih lebar kali ini, membuat aku tak mampu mengalihkan perhatianku darinya. Dan entah ini perasaanku saja atau bukan, tetapi jarak wajah kami kian menipis di setiap kedipan yang aku buat. Sebentar, jangan bilang...

    Aku menutup bibir Ari begitu jarak antara bibir kami hanya tinggal beberapa centi saja, jantungku berdebar sesak. Aku merasa tegang.

    Ari melemparkan tatap penuh tanya. Aku memberinya senyum canggung.

    "Gak boleh?" tanyanya yang hampir membuat aku mencelos.

    "A-aku lagi sakit," kataku beralasan.

    "Terus?" dia masih belum mundur.

    "Na-nanti sakit aku nular, lho."

    Hening menyelimuti. Ari menarik diri, menggaruk-garuk puncak kepalanya. Tautan kami masih belum terlepas, dan perasaan berdebarku pun belum sepenuhnya mereda.

    Ya ampun, apa yang sudah aku lakukan? Bukannya itu tadi kesempatan bagus buat kami? Tadi Ari mau memberiku ciuman pertamanya, tapi aku...

    Hembus nafas kecewa kami keluarkan secara bersamaan. Saling melirik sekejap. Menyadari ada langkah yang mendekat ke arah kami, tautan kami terleraikan.

    Kak Nay muncul dengan membawa sebuah mangkuk di tangannya. Itu pasti bubur lagi. Tak bolehkah orang sakit memakan daging, pizza atau jus strawberry?

    Ari mundur lagi, tempat di sampingku kembali diisi oleh Kak Nay. Dia mengaduk sambil meniup-niup isi mangkuk.

    "Kak Nay suapin, ya. Makan yang banyak biar cepet sembuh,"

    Aku tidak suka sakit. Makanan dan polanya membosankan, isinya itu-itu saja.

    "Ayo, buka mulut,"
  • Aku membuka mulutku begitu sesendok bubur sudah menghadang di depan kedua belah bibirku. Rasanya tidak enak.

    Ari menatapku lucu, tangannya mengusap-ngusap betisku, menggelitik dan membuat merinding. Dasar jahil.

    "Kalau sakit tuh gak boleh sampe males makan, Yan. Makin banyak makan, kamu bakal cepet sembuh. Sakit gak enak kan?" tanyanya seraya menyuapiku sendokan kedua. Aku meresponnya dengan anggukan.

    Bagaimana ya rasanya kalau Ari yang sekarang ini menyuapi aku? Menyuapi aku bukan dengan sendok, melainkan... dari mulut ke mulut.

    "Uhuk!" aku tersedak, secara terburu Ari berdiri dari duduknya, meraih segelas air yang ada di atas nakas di sebelah ranjangku dan langsung menyodorkannya ke depan mulutku.

    Aku meminumnya pelan-pelan, merasakan tepukan-tepukan halus di punggungku dari tangan besarnya. Sedosa inikah aku mengharapkan keintiman yang sekiranya bakal aku dan Ari jalin suatu hari?

    "Makannya pelan-pelan," Ari mencubit pipiku gemas. Aku manyun, tenggorokanku jadi terasa sakit.

    "Yan Yan, kamu ini, ya."

    Aku nyengir, melanjutkan makanku, masih dengan tangan Ari yang berada di punggungku.

    Setidaknya, mengetahui ia berada di sampingku saat ini ketika aku sakit, menjadikan perasaanku jauh lebih baik. Sisi positifnya, meski sakit tidak enak, yang perhatian padaku jadi lebih banyak. Merepotkan saja ya.

    *** end of Chapter 3 ***

    Mention: @pokemon @jacksmile @arifinselalusial @kizuna89 @jony94 @Adityaa_okk @DItyadrew2 @tigergirlz @kizuna89

    Maaf kalau chapter ini kurang memuaskan dan nggk jelas. Huhu.
    Sempat ada kesalahan, sih, tuh.
    Chapter 4: Jealous. Akan segera datang nanti :)

    Makasih udah mau baca.
  • Gak sabar pengen jealous
  • ceritanya bagus, ditunggu lanjutannya....
    mention ya kalo update ☺
  • wewww nama q d mention 2x :D
  • Ahh.. Sakit aja terus, dapet perhatian lebih kan? Ohokk hahahah
    kak nay itu cewek apa cowok?
  • edited June 2014
    SUKAAAA BUANGET NGET sama ceritanya...

    Titip mention di update berikutnya.makasih.
  • Saran aj, kalau mention di sblm cerita aj, jd lbh enak bacanya.
  • pokemon wrote: »
    Saran aj, kalau mention di sblm cerita aj, jd lbh enak bacanya.

    hmm. mungkin agak susah buat @Rythem24 coz dia ngtik lewat hape biasa.
  • @alfendo @3ll0 Makasih :) Nanti pasti ta' mention.

    @Jacksmile sabar, ya. :) Hari ini sibuk, gak bakal bisa ngetik dulu.

    @Tigergirlz Kak Nay namanya Nayla. Dan di cerita kan aku bilang: 'Kakak perempuan Ari satu-satunya' :) Lain kali perhatiin, ya. Hahaha.

    @Pokemon Seperti yang Kak Diah bilang, aku gak bisa soalnya cuma ngetik di hape biasa. Meskipun nanti aku mention sebelum update tapi ceritanya belum rampung. Emangnya enak?
    Hape aku bukan hape andro atau ipgone, atau BB. Ini bener2 terbatas dan bikin lama. Maklum, gak punya PC atau laptop :)
    Maaf ya.
  • titip mensen yak .. :D
  • Ngikk! aduuhh malunyaaa,... >///<
Sign In or Register to comment.