It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
keputusan berjilbab itu hubungannya vertikal, berteman baik dengan LGBT itu hubungannya horizontal.
Saat awal saya puas dengan bagaimana Conq menggambarkan realitas yang dijalani mayoritas maho perkotaan. Dengan take off yang memuaskan, saya pun berekspektasi kalau Conq ini adalah gambaran masa depan pola pikir kaum gei, yah zonk, malah masih jalan di tempat. Ya tentu aja boleh kalau suatu film hanya bersifat deskriptif dalam menggambarkan realitas yang masih tabu ke dalam film berseri, film layar lebar, lagu atau apapun. Tapi akan jauh lebih baik kalau saat ini tidak cuma menggambarkan realita saja, tapi juga memberikan sebuah solusi yang baik sebagai bentuk pengajaran yang positif. Karena di tengah masyarakat yang masih beralih dari pola pikir konservatif ke pola pikir global yang lebih open-minded, hanya mendeskripsikan saja bisa jadi ambigu.
Harus ada pesan positif yang jelas kalau soal Conq. Conq Season 1 sangat jelas pesan yang disampaikannya; kalau kamu maho dan kamu menikahi perempuan berarti kamu membohongi diri sendiri. Ini yang sangat saya tentang. Ekspektasi hadirnya sebuah film pendek berseri yang berpola pikir terbuka seketika menjadi kecewa yang dalam.
Bagi saya gak tepat kalau Conq berpikirnya seorang cowok gay itu ga usah nikah sama cewek karena itu akan membohongi dirinya sendiri. Karena orientasi seksual dan pernikahan ga otomatis nempel banget gitu korelasinya yang saling kait. Ini bukan soal Timo itu gay atau bukan. Timo adalah seorang gay dan itu adalah suatu hal yang fix. Sekarang tinggal pilihan dia gay yang mana. Apa dia gay yang memilih untuk gak nikah sama cewek atau dia gay yang mau nikah sama cewek. Apapun pilihannya dia harus lakukan itu untuk sebuah alasan yang tepat bagi dia. Ini yang harusnya diajarkan; mengenai kebijaksanaan dalam memilih. Jadi bukan lagi soal dia gay atau bukan lalu konsekuensi yang mengikuti orientasi seksual tersebut. Ini kalau dibahas lebih jauh malah jadi antitesa dengan tema pertama yang diangkat Conq sendiri yaitu tentang unstereotype dan stereotype, dimana Conq sendiri yang akhirnya membuat stereotype kalau seseorang itu udah jadi gay dia ga usah nikah sama cewek.
Clay Aiken seorang dia gay dan dia memilih untuk menikahi cewek, punya anak, dan istrinya tau kalau dia gay. Josh Hutcherson seorang straight tapi dia mengakui kalau dia bisa melihat dirinya jadi gay di masa depan sebagai sesuatu yang bisa aja terjadi. Apa Clay sedang membohongi dirinya sendiri? Apa Josh pun akan demikian? Saya rasa ga.
Saya jadi inget postingan tabu James Franco di Facebook beberapa tahun belakangan yang memancing isu kalau James itu maho kalau bukan biseks. Sebuah artikel membahasnya secara akademis dan intinya berkesimpulan bahwa fenomena dalam diri James yang sedang terjadi adalah gambaran pola pikir masa depan. Persis seperti apa yang dikatakan oleh Josh Hutcherson, dimana segala kemungkinan bisa terjadi, dalam hal ini; tak ada kaitan yang mutlak ketika seseorang itu straight maka dia harus menikah dan ketika seseorang itu maho maka dia haram menyentuh wanita.
Terima kasih sudah membaca bagi yang membacanya. Haha.
kalau ternyata memang ada golongan gay yang dengan suka-cita berniat menikahi perempuan (apapun alasannya), dengan niatan timbul dan berangkat dari diri sendiri, apa iya ada homo lain yang mau ngelarang? dan kalau golongan gay ini yang diangkat jadi tema besar webseries, apa malah nggak jadi kontraproduktif dengan apa yang filmmakernya mau sampaikan?
"cowok yg suka pakai baju pink itu homo." ini stereotype.
"cowok ngondek itu pasti homo bottom." ini stereotype.
"cowok yang tidak kunjung menikah dengan cewek, pasti homo." ini stereotype.
"cowok homo yg tidak kunjung menikah dengan cewek, pasti agama/ibadahnya kurang atau jauh dari tuhan." ini stereotype.
tapi kalau yg ini :
"seseorang itu udah jadi gay dia ga usah nikah sama cewek (kalau emang gak mau menikah sama cewek)" ini bukan stereotype, ini lebih tepat disebut propaganda/himbauan/pesan (or whatever that is).
Belajar lg konsep stereotype ya kaka..
Ada ajaran berupa keberanian yang disampaikan melalui adegan lebay ya menurut saya ga esensial bila dibandingkan dengan pesan yang lebih besar yang saya ekspektasikan. Kembali lagi, kalau Conq mau mengajarkan keberanian ya saya pun setuju. Tapi kalau memberi pesan ambigu yang bunyinya kamu itu gay loh, Timo, kamu ngapain nikah?, ini saya ga bisa terima. Haha. Interpretasinya beragam mengenai reaksi Lukas, ada yang melihatnya sebagai sikap seorang sahabat yang baik, saya pun melihatnya begitu. Yang saya permasalahkan adalah cara dia. Akan lebih bijak kalau Lukas membuat Timo yakin dengan niatnya, bukannya malah berpola pikir negatif duluan dengan landasan sang teman adalah maho maka dianggap konyol ketika sang teman mau nikah. Ini saya anggap persoalan teknis saja.
Mengenai realita kehidupan mayoritas maho saat ini, saya mau hati-hati bicara soal ini agar tidak menghakimi pilihan orang. Orang lain ga boleh nge judge pilihan seorang maho yang akan menikah atau yang takkan menikah. Mereka mau melakukannya karena ibadah, karena mau punya keturunan atau alasan apapun, ga boleh di judge kalau memang itu yang mereka niatkan. Kalau mereka memilih, dengan konsekuensi mereka dikatakan ikut arus utama lah karena kebetulan mayoritas yang terjadi seperti itu juga, untuk mengutamakan kebahagiaan orang lain diatas kebahagiaan mereka dan dilakukan dengan penuh kesadaran dan keinginan diri yang kuat, maka itulah pilihan hidup mereka. Kalau mereka melakukannya karena semata ikut arus saja, saya pun mungkin akan menentang karena efeknya akan ke manajemen rumah tangga yang buruk. Saya katakan 'mungkin' karena bisa aja tiap kasus berbeda, dan saya tidak berada di posisi mereka, sehingga saya tidak punya fondasi kuat untuk judge kepengecutan mereka tersebut. Dan kalau ada yang memilih untuk berani melawan arus utama, asalkan mereka punya niat yang jelas maka ga boleh juga di judge.
Stereotype di Indonesia yang mengatakan cowok maho ujung-ujungnya akan nikah juga sama cewek? Kalau sedari awal menyimak apa yang saya tulis di postingan sebelumnya, saya yakin pernyataan ini ga akan keluar. Karena inti dari postingan saya sebelumnya adalah mengenai kebijaksanaan dalam memilih. Baiklah saya tanggapi. Kalau kondisinya demikian, saya pun menolak untuk setuju karena sedari awal saya selalu mengemukakan pentingnya kemandirian dalam menentukan pilihan yang baik, termasuk untuk menolak menikah kalau itu hanya efek dari ujung-ujungnya saja. Ya ini jadi balik lagi ke apa yang selalu saya sampaikan: setiap orang harus memilih dengan penuh kesadaran, dengan bebas, tanpa kekangan stereotype, tanpa paksaan arus utama.
Sama-sama belajar lagi aja mungkin maksudnya. Terima kasih telah membaca lagi dan kali ini mohon disimak. Haha.
Kalau ditarik lagi ke dalam Conq, apa yang dilakukan Timo dengan menikahi seorang perempuan (kalau) dengan alasan kepatuhan kepada orang tua dan keinginan diri untuk memiliki keluarga sendiri, saya rasa akan lebih mulia ketimbang keberanian dan pembuktian kalau diri bisa melawan arus. Tapi kalau Conq mau memberi pesan soal keberanian, well, itu yang pembuatnya pilih. Haha.
Baru beberapa hari yg lalu nonton dari eps 1 dan tinggal Last episodenya eh di Closed )
karakter timo tidak dibangun dengan karakteristik ingin menikah dengan cewek demi membahagiakan ortu. di awal kita mengenal timo sebagai seorang yg promiscuous. pertentangan batin timo mulai muncul di sepertiga akhir season pertama, dan bukan atas dorongan dari diri sendiri. jadi bagaimanapun, karakter timo gak akan pas untuk merepresentasikan homo yg genuinely ingin menikah dengan cewek atas keinginan sendiri.
tanpa mengurangi rasa hormat gue kepada setiap orang tua juga setiap anak yang mengasihi orang tuanya, gue rasa keberanian untuk mendahulukan kebahagiaan diri sendiri dibanding kebahagiaan orang lain sama mulianya. tanggung jawab terbesar toh tetap pada diri sendiri. apakah saat webseries ini selesai disimak, penonton lantas jadi gegabah dalam memilih keputusan?
balik lagi, ini soal apa yg memang jadi concern filmmaker conq saat menggagas webseries ini. dari awal, mereka punya idealnya sendiri, and they hold it firmly.