It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
bisa minta (minta tolong banget) di copy apa yg tertulis di situs melela itu???
aku udah coba berkali2 gk bisa buka, giliran buka situs lain kok malah bisa.
hitung ngeshare memotivasi gay lain @greensun2
trims ya bro
Sama. Gue juga tadi sore nyoba buka, tapi endless loading gitu.
apakah ada yg berbaik hati msu ngeshare cerita coming out dia??
Rizal Merasa Dukungan
Keluarga Penting
Share
Tweet
ku
tidak
menyangka
akan
menjalani
hidup
sebahagia dan sejujur sekarang. Aku
anak bungsu dari empat bersaudara.
Ayahku seorang Islam yang taat dan
ibuku seorang pendeta.
Dari kecil, aku sudah merasakan bahwa
aku dilahirkan berbeda. Ketertarkanku
akan sosok pasangan yang kusukai
berbeda dengan orang-orang di
sekitarku. Namun, melihat latar
belakang keluargaku yang begitu taat
beragama, aku sempat menyangka
bahwa aku harus menyembunyikan
keberbedaanku ini. Aku berpikir akan
menjalani kehidupanku dalam kepura-
puraan dan kebohongan.
Sampai suatu ketika, berpura-pura dan
menjalani hidup dengan kebohongan
telah menjadi beban yang menghambat
langkahku. Jika ini aku biarkan berjalan
terus, langkahku akan semakin berat.
Bahayanya, bebanku mempengaruhi
keputusan-keputusan yang kubuat.
Akhirnya aku mulai belajar untuk
menerima diriku yang sebenarnya. Aku
berusaha untuk berdamai atas
keadaanku. Setelah menerima dan
berdamai dengan keberbedaanku, aku
memutuskan untuk coming out kepada
kedua teman terdekat. Satu teman laki-
laki dan satu teman wanita. Mereka
adalah orang-orang yang sudah kukenal
semenjak duduk di bangku SMP dan
SMA. Aku ingin mereka tahu diriku
yang sebenarnya. Kalau pun ada orang
yang berhak mengetahui mengenai
identitas diriku yang sebenarnya,
merekalah orangnya. Melalui mereka,
aku ingin mulai menjalani hidup yang
jujur, kehidupan yang sehat.
Saat memutuskan untuk coming out, aku
masih menjalani pendidikan di bangku
kuliah, usiaku 19 tahun. Aku sengaja
memilih tempat yang tepat untuk
menceritakan jatidiriku. Aku
merencanakan semuanya, dari tempat
dan bagaimana cara menyampaikannya.
Pada tahun 1997, di bilangan Kemang,
terdapat sebuah kafe bernama Twilight
Café. Sekarang kafe ini sudah nggak ada.
Namun, beberapa momen-momen
penting dalam hidupku terjadi di sana.
Misalnya, dahulu, saat merayakan aku
diterima di Universitas Indonesia, aku
mengajak keluargaku makan di sana.
Aku dan teman-temanku juga kerap
pergi ke sana. Twilight Café menjadi
saksi akan momen-momen penting
dalam hidupku.
Ketika kami sudah berada di Twilight
Café, aku menunggu saat yang tepat.
Saat penyanyi kafe menyanyikan, lagu
‘Fly Me to the Moon’, aku merasa inilah
saatnya. Aku memberikan dua buah
kertas kepada mereka. Masing-masing
mendapat satu kertas. Satu kertas kosong
dan satunya tertulis “I’m gay.”
Setelah membuka kertasnya dan
mengetahui apa yang ingin aku
sampaikan, salah satu dari mereka
menangis. Temanku yang laki-laki
menanggapi ini dengan lebih tenang.
Menurutku, sepertinya, ia sudah tahu
tetapi tidak pernah mendapatkan
konfirmasi pasti dariku. Hari itu, 15 Juli
1997, mereka berdua mendapatkan
konfirmasi mengenai identitas diriku.
Setelah membuka jatidiriku, kami
bercanda mengenai aktor Hollywood
mana yang kami sukai. Dari mulai
George Clooney sampai Ralph Fiennes….
Aku merasakan kelegaan yang luar
biasa. Rasanya, satu tembok telah
kuruntuhkan. Kini, bersama mereka, aku
tidak lagi harus berpura-pura.
Kenyataan bahwa mereka dapat
menerimaku apa adanya menegaskan
hubungan persahabatan yang begitu
erat.
Di akhir pertemuan malam itu, saat kami
hendak berpisah, sahabatku yang wanita
memelukku dengan erat. Ia berbisik,
“Terima kasih, ya….”
***
Di samping coming out kepada teman-
teman, kisah coming out-ku yang paling
penting adalah saat aku harus
menghadapi keluarga. Aku tidak pernah
mengatakan identitas diriku yang
sebenarnya kepada orangtuaku. Namun,
aku juga tidak pernah menutupinya.
Dalam beberapa acara keluarga, aku
mengajak kekasihku untuk ikut.
Mungkin, awalnya, keluargaku
beranggapan bahwa ia adalah temanku.
Ketika menghabiskan waktu bersama
keluarga, ia selalu diterima dengan baik.
Bahkan, keluargaku kerap dengan jelas
memintaku untuk mengajaknya hadir
dan bergabung. Ia bahkan dicari ketika
tidak hadir dalam acara keluarga.
Saat itu aku berpikir situasi yang
kumiliki cukup baik. Aku tidak perlu
menceritakan jatidiriku kepada mereka,
toh, aku dan kekasihku tidak
menemukan masalah di keluarga.
Namun, hati kecilku masih menyimpan
keinginan untuk mengatakan yang
sebenarnya kepada mereka. Aku masih
belum tahu caranya.
Suatu ketika, aku hendak meminjam Al-
quran milik ayahku. Saat membuka
lembaran-lembaran Al-quran, aku
menemukan bahwa ayat-ayat yang
berkaitan mengenai kehidupan gay
digarisbawahi. Aku terkejut sekali
menemukannya. Di sini aku sadar
bahwa ayahku sudah mengetahui
jatidiriku.
Ternyata, selama ini ayahku sudah
mengetahuinya. Aku terus memikirkan
peristiwa ini. Apakah aku harus tetap
memberitahu kepada orangtuaku? Aku
masih belum tahu bagaimana caranya.
Kini kedua orangtuaku telah meninggal
dunia. Namun, jika ternyata ayahku
sudah lama mengetahuinya, nyatanya ia
dan keluargaku tetap memilih untuk
memperlakukanku dan menerimaku
dengan baik.
Buatku dan orangtuaku, menunjukkan
jati diri artinya tidak menutupinya.
Ayat-ayat Al-quran yang digarsibawahi
oleh ayahku adalah salah satu bukti
bahwa ayahku sudah mengetahuinya.
Jika ia benar-benar ingin
mengetahuinya, ia bisa menanyakan
kepadaku. Namun, ia tidak pernah
menanyakannya. Daripada pertanyaan,
ayahku dan keluargaku, lebih memilih
menujukkannya dengan penerimaan.
Dalam sebuah perjalanan dengan mobil
bersama kakakku, aku menemukan
jawabannya.
Saat itu kami berdua sedang ingin
mengunjungi makam orangtuaku, ia
mengatakan, “Sebenarnya kita semua
sudah tahu kok,” katanya. Ia
menceritakan, bahwa sebenarnya ia dan
keluargaku sudah dapat membaca situasi
yang sebenarnya. Bahkan, mereka sudah
sempat membicarakan ini di antara
mereka. Ia mengatakan bahwa
keberbedaan diriku adalah hal yang
sudah diterima di keluargaku.
Semenjak percakapanku itu, aku menjadi
semakin bahagia. Aku merasakan satu
lagi benteng telah kuruntuhkan. Aku kini
semakin bebas hidup tanpa kepura-
puraan. Aku bisa bicara dan bertukar
pendapat dengan mereka mengenai
hidupku dengan lebih jujur.
***
Rizal Iwan menyandang gelar sarjana dari
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.
Kini ia bekerja sebagai copywriter di salah satu
biro iklan internasional di Jakarta. Di sela-sela
kesibukannya, Rizal menyempatkan diri bermain
teater dan menulis tetap di salah satu kolom Now
Jakarta. Pada bulan Januari 2013, Rizal akhirnya
menikah dengan pasangannya. Pernikahan
mereka dilaksanakan di New York, Amerika
Serikat. Rizal dapat dihubungi melalui twitter
@Rizaliwan.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi
kisah Anda saat melela dan menceritakan
bagaimana orang-orang yang Anda cintai mampu
menerima diri Anda dengan baik. Kirimkan kisah
Anda ke alamat e-mail [email protected] . Baca
langkah-langkah pengiriman kisah di menu
Edit 1:
"Pada bulan Januari 2013, Rizal akhirnya
menikah dengan pasangannya. Pernikahan
mereka dilaksanakan di New York"
Patah hati lah gue. </3
Edit 2:
Wah anak UI ternyata dia...
1. Si siapa ? ugi ugi gitu, gue lupa namanya. iya gue baru ngeh kalau dia ada di iklan rokok u mild. dan ikannya masih tayang. dia beneran conq juga ?
2. Rizal menikah dgn pasanganya. maksudnya pasangan gay atau pasangan ceweknya ?
pantesan aja si rizal iwan luwes dan enak ngomongnya, ternyata lulusan ilmu komunikasi toh. anak anak komunikasi emang jago ngomong ya.
wkwkw, amin… moga aja SEMUA anak lulusan Ilmu Komunikasi jago ngomongnya (Amin banget, wkwkwk)
eh iya, aku nyari2 link foto suaminya, cerita dia ktemuan, etc, tapi blum nemu, ada yg punya linknya gk ya??
@msdos mnurut gw crita coing out dia biasa aja lurus2 aja, mirip2 dikit crita gw, kluarga gw udah tau gw gay sebelum gw keburu ngaku.
bedanya dia (Rizal Iwan) udah bisa menentukan sikap (to have a gay marriage), nah klo gw masih blum ambil kputusan
Sabaaar masih ada yg lain..
berpura-pura dan
menjalani hidup dengan kebohongan
telah menjadi beban yang menghambat
langkahku. Jika ini aku biarkan berjalan
terus, langkahku akan semakin berat.
Bahayanya, bebanku mempengaruhi
keputusan-keputusan yang kubuat.
Akhirnya aku mulai belajar untuk
menerima diriku yang sebenarnya. Aku
berusaha untuk berdamai atas
keadaanku. Setelah menerima dan
berdamai dengan keberbedaanku, aku
memutuskan untuk coming out"
jadi pengen nikah (ccowok)