BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

KUIS THR SEMOGA HIDAYAH

1180118021804180618072237

Comments

  • 1-10 di angka berapa kadar candu lo ngeforum?
  • 1-10 diangka berapa kehedonan lo?
  • @naraputra28
    1. ketika seseorang yg kita sayangi merawat kita saat kita sakit. dan sebaliknya, ketika aku merawat dia ketika sakit.

    2. kesederhanaannya.

    3. iya. dan iya :D
  • @cyrusjkt

    Ah.. kurang puas.
    Butuh essay panjaang :(
  • @YasaAceh
    LGBT itu BUKAN penyakit mental/gangguan jiwa

    Salah satu miskonsepsi terbesar adalah pandangan bahwa LGBT
    merupakan sebuah penyakit, dan seringkali di-imbuhi dengan kata
    'penyandang' atau 'pengidap'.

    Pertama, harus dipahami dulu dari
    dasarnya: apa sih penyakit itu? Kalau menurut Kamus Besar Bahasa
    Indonesia ya, penyakit itu adalah 'sesuatu yang menyebabkan
    terjadinya gangguan pada makhluk hidup'. Sementara gangguan
    jiwa menurut Psikologi artinya 'suatu keadaan tidak beres yang
    berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif.'

    Berarti ada 2 premis utama dari konsep penyakit mental/gangguan
    jiwa:
    a) adanya gangguan, dan
    b) merupakan penyimpangan dari norma yang ada.

    Saya mengerti sekali mengapa banyak orang Indonesia
    menganggap LGBT sebagai penyakit, karena standar norma yang
    digunakan adalah norma agama, dimana:
    i) manusia diciptakan laki-laki dan perempuan dan tindakan seksual
    hanya dimaknakan untuk lawan jenis dengan tujuan prokreasi, dan
    ii) konsep tersebut mendefinisikan heteroseksualitas sebagai norma
    dan preference lain di luar itu dianggap sebagai penyimpangan dan
    gangguan.

    Sanggahan saya terhadap pandangan tersebut adalah ini: definisi 'gangguan' menurut psikologi adalah ketika ada dampak terhadap
    aspek pikiran (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan
    tindakan (psychomotor). Mengapa ini adalah standar yang dipakai?
    Karena psikologi melihat manusia sebagai individu dengan fungsi
    biologis dan sosialnya, dan ini adalah norma yang paling objektif
    untuk menilai gangguan jiwa, karena bebas dari subyektivitas
    kultural.

    Bayangkan kalau norma yang digunakan adalah norma
    agama atau budaya-- akan ada gangguan jiwa yang beda-beda tiap
    tempat dan hal tersebut akan membuat psikologi dan ilmu
    kedokteran menjadi kacau.

    Jadi, bila seseorang ingin diklasifikasi memiliki gangguan jiwa,
    maka harus diukur dari keempat aspek tersebut. Contohnya ya:
    orang yang di-diagnosa schizophrenia, atau yang sering orang Indonesia sebut dengan 'orang gila'.

    i) Secara cognitive ia mengalami gangguan karena schizophrenia
    membuatnya tidak dapat menggunakan kapasitas berpikirnya
    secara maksimum; misalnya lihat dari kemampuan verbal atau
    berbicaranya, sering tidak nyambung dengan lawan bicaranya,
    bukan?

    ii) Secara volition, pengidap schizophrenia juga mengalami
    gangguan karena yang ia lakukan belum tentu kemauan dirinya
    sebagai individu; misalnya ketika ia berjalan telanjang di tengah
    jalan, pasti itu bukan karena dia tiba-tiba kepengen kan?

    iii) Secara affective, pengidap schizophrenia mengalami gangguan
    karena tidak memiliki kendali terhadap emosi yang ia miliki.
    Seringkali, bukan, kita melihat pengidap schizophrenia di jalanan
    yang tertawa sendiri padahal tidak ada stimulus yang lucu, atau
    menangis padahal tidak ada yang sedih, atau marah walaupun tidak
    ada pemicu amarah?

    iv) Secara psychomotor, pengidap schizophrenia mengalami
    gangguan karena ia tidak memiliki kendali atas tubuhnya. Seringkali
    kita melihat pengidap schizophrenia melakukan hal-hal yang kita
    anggap aneh, seperti bermandi di got dsb.

    Contoh di atas mungkin ekstrim ya, tetapi kurang lebih itulah
    ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana suatu kondisi dapat
    dikatakan/di-diagnosa sebagai gangguan jiwa. Yuk coba kita lihat,
    apakah LGBT memenuhi kriteria tersebut!

    i) Secara cognitive, LGBT mampu berpikir seperti rekan-rekan yang
    heteroseksual. Mereka dapat mengikuti pendidikan dengan baik,
    bekerja dengan optimal, dan tidak ada dampak terhadap cara
    berpikir mereka.

    ii) Secara volition, LGBT memiliki kendali terhadap apa yang ingin
    mereka lakukan. Lapar? Ya mereka makan. Kepanasan? Ya mereka
    akan nyalain kipas atau AC.

    iii) Secara afektif, LGBT sama seperti rekan-rekan heteroseksual:
    kalau sedih ya menangis, kalau senang tertawa.

    iv) Secara psychomotor, LGBT bisa mengendalikan tubuhnya tanpa
    harus ada bantuan.

    Kesimpulan: LGBT sehat secara mental, dan tidak dapat dikatakan
    sebagai gangguan jiwa.

    Masih belum percaya dengan penjelasan saya? Oke. Ini bukti
    ilmiahnya: setiap gangguan jiwa yang ada dinamai dengan istilah
    yang tercantum dalam PPDGJ-IV (Pedoman Penggolongan dan
    Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-V
    (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition).

    Dulu, memang LGBT termasuk sebagai gangguan, namun karena
    ilmu psikologi dan kedokteran semakin berkembang, dihapuslah dari keduanya setelah riviu ilmiah mendalam. Di PPDGJ, sudah dihapus
    dari tahun 1993 oleh Departemen Kesehatan, dan di DSM sudah
    dihapus tahun 1973 oleh American Psychiatric Association (APA). Bahkan, World Health Organization (WHO) menghapus LGBT dari
    International Statistical Classification of Diseases and Related
    Health Problems (ICD) pada tahun 1990.

    Kesimpulannya? LGBT BUKAN PENYAKIT MENTAL ATAU
    GANGGUAN JIWA!

    2) LGBT itu TIDAK dapat ditularkan!

    Miskonsepsi ini sebenarnya berakar dari poin 1), bahwa LGBT
    adalah penyakit, sehingga dapat ditularkan. Sanggahan saya cukup
    simpel ya: kalaupun premisnya benar bahwa LGBT adalah gangguan
    jiwa, tetap saja salah anggapannya, karena gangguan jiwa bukanlah
    penyakit yang dapat ditularkan.

    Ketika ada teman anda depresi, apakah anda ikut tertular menjadi
    depresi? Atau ketika anda dekat dengan pengidap schizophrenia,
    apakah anda tiba-tiba menjadi 'gila'?

    Atau ketika di dekat anda ada
    pengidap Alzheimer's, apakah anda tiba-tiba pikun? Pasti jawaban
    anda tidak. Gangguan jiwa akan terjadi karena adanya trigger, entah
    biologis atau sosial, dan trigger atau pemicu ini unik di setiap orang,
    sehingga tidak mungkin ditularkan.

    Bukti 'ilmiah' yang sering digunakan untuk membuktikan bahwa
    LGBT itu menular adalah fakta bahwa sekarang ini semakin banyak
    kaum LGBT dibandingkan 10-20 tahun lalu. Hal ini menurut saya
    dismisif kepada perkembangan dunia, dan ada 2 alasan penting
    mengapa hal tersebut keliru:

    a) Ekspansi populasi global terjadi dengan sangat cepat. Pada
    tahun 1995, populasi dunia diperkirakan sekitar 5 milyar jiwa dan
    pada tahun 2015, angka tersebut menjadi 7,5 milyar jiwa, yang
    berarti dalam 20 tahun, populasi dunia bertambah 50%. Sebagai
    konsekuensi, ya pasti ada LGBT yang dilahirkan di dalam tempo
    waktu tersebut sehingga jumlahnya juga berbanding lurus dengan
    perkembangan jumlah populasi manusia.

    b) Attitude sosial kepada LGBT di berbagai belahan dunia menjadi
    lebih positif dan terbuka, sehingga banyak individu LGBT menjadi
    berani untuk come out dan mengekspresikan identitas diri mereka secara publik. Jadi, bukannya mereka sebelumnya straight (atau
    'normal' seperti yang dikatakan banyak orang) dan berubah/
    diubah/ditulari, mereka memang dari awal sudah mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari LGBT, hanya saja
    sebelumnya mereka tidak terbuka kepada umum.

    Kesimpulannya? LGBT BUKAN GANGGUAN JIWA DAN KALAUPUN
    IYA, TIDAK DAPAT DITULARKAN!
  • @naraputra28

    kamu suka yg panjang-panjang ya? :p
  • Pasif atau aktif?
  • @serpihanbeling
    kalo scr fisik, suka yg younger dan kuruuussssss... entah kenapa, kalo lihat cowok kurus younger, 70 persen lgs suka haha

    kalo yg nonfisik: baik, pengertian, etc
  • Lebih suka jadi topita atau botita?
  • @serpihanbeling
    nah kalo itu, aku 50-50 hehehe..
    u can really enjoy both :)
  • Merasa hug-able?
  • Okeh AKU PUAS. . .

    mau nanyak lagi lek,

    Terlepas dari kasus IB, atau SJ

    Menurut kau, kalau kau di posisi si artis, bagaimana kau menyikapi kasus hukum itu lek,
    Sanggah atau pasrah, tentu keduanya punya konsikuensi,
    Nah kira2 kau nyelesaikan masalah tu kayak mana lek?
Sign In or Register to comment.