It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
insya Allah yah sob.
Makasih. :-)
siipz,
tungguin yah. :-)
iyaaaa..
Di tunggu yah. :-)
kesian @Prince_Manager kebingungan
Hiks ... Hiks .. ;-(
penganiayaan..
jgn lama lama broo..
ntar Sasuke nangis lho.. :-)
Tapi thanks ya udahh dimetion
Next time semoga gak telat mentionnya
susah kalo mau mention kamu bro,
ga bisa2. :-(
Baru saja ia berniat untuk menelepon Habibi, ketika ia mendengar langkah kaki seseorang dari balik pintu apartemennya. Dengan setengah berlari, Ia segera menuju pintu lalu menarik gagangnya hingga pintunya terbuka lebar.
"Habibi-chan, kau sudah pulang?" ujarnya tanpa sadar memanggil pria itu dengan panggilan sayang. Habibi terlompak kaget mendengar seseorang menyebut namanya.
"Habibi-chan?" tanya pria itu dengan alis sebelah terangkat. Ia kaget mendengar Akio memanggilnya dengan sebutan sayang.
"M.. Ma.. Maaf, maksud saya Habibi-san." jawabnya gagap.
Tiba-tiba saja ia merasa wajahnya memerah seperti udang rebus. Jantungnya lagi - lagi berdebar kencang.
"Kau baru pulang?"
"Iya." eksresi wajahnya masih terlihat bingung.
"Aku sudah daritadi menunggumu." ia mencoba mengontrol rasa grogi sekaligus rasa malu yang menyerangnya.
"Menungguku?" Akio mengangguk.
"Kenapa? Apa kau perlu sesuatu?" Akio menggeleng.
"Aku ada sesuatu buatmu."
"Sesuatu? Buatku?" Ia mengangguk sekali lagi.
"Ayo kita masuk dulu, diluar sangat dingin. Apa kau ingin kita mati kedinginan disini?" sahutnya mengajak Habibi masuk ke dalam apartemennya. Habibi mengikutinya dari belakang tanpa komentar.
Pemanas ruangan menghangatkan tubuhnya dan Habibi.
"Silakan duduk. Kau mau minum apa?" tawarnya.
"Tidur perlu repot - repot." jawabnya sambil duduk di dekat meja. Akio berjalan ke arah dapur meninggalkan pria itu seorang diri diruang tengah.
Ini pertama kalinya ia masuk keapartemen Akio. Matanya menyelusuri setiap sudut ruangan yang nampak terlihat rapi. Ia menyukai warna krim dinding apartemen tetangganya itu.
Akio meletakkan secangkir coklat panas pada meja di depan Habibi. Pria itu meraihnya lalu menyeruputnya perlahan.
"Kau ingin memberiku apa Akio-san?" tanyanya sesaat setelah meletakan gelas berisikan coklat panas ke meja yang ada di depannya.
Seakan tersadar dengan niat awalnya mengajak tetangganya itu masuk ke apartemennya. Ia segera bangkit dari duduknya lalu menuju kamarnya. Tak lama kemudian, ia keluar dengan membawa kotak berwarna coklat.
"Apa ini Akio-san?" tanya Habibi saat ia memberikannya sebuah kotak.
"Ini hadiah natal dariku."
"Hadiah natal?" tanyanya.
Lagi - lagi mata hitam itu melebar. Sepasang bola mata yang sangat dikaguminya. Dan kali ini, ia melihatnya jauh lebih dekat dari sebelum - sebelumnya. Tiba - tiba jantungnya berdebar sangat kencang. Ia yakin kalau pria yang ada di sampingnya itu, dapat mendengar detak jantungnya dengan jelas.
"Tapi aku tidak merayakan natal. Aku seorang muslim." jawabnya datar.
Ada satu hal yang terlupakan olehnya. Ia lupa kalau Habibi adalah seorang muslim. Mengapa tidak kepikiran. Gumamnya dalam hati.
"Di malam natal kemarin, Haruka oneechan memintaku membantunya memasak. Aku tidak menolak karena bentuk penghormatanku pada agamanya. Tapi bukan berarti aku ikut merayakan natal. Aku harap kau bisa mengerti." sahutnya menjelaskan.
"Aku mengerti." ujarnya sambil tersenyum.
"Jadi maaf aku tidak bisa menerima hadiah natal darimu." sambil mendorong kotak tersebut ke arah Akio.
"Kalau begitu anggap saja ini hadiah pertemanan dariku buatmu." sahutnya kembali menyodorkan kotak tersebut pada Habibi.
Habibi menatap wajah Akio yang dibalas senyuman olehnya.
"Tapi ..."
"Aku mohon diterima." sahutnya memotong ucapan Habibi.
"Baiklah, aku akan menerimanya." jawabnya lalu meraih kotak berwarna coklat tersebut.
Akio merasa senang akhirnya Habibi mau menerima hadiah pemberiannya. Ia ingin memeluk Habibi, tapi ia khawatir akan membuat pria disampingnya itu kebingunan dengan sikapnya.
"Karena kau telah memberiku hadiah, aku juga akan memberimu sesuatu."
"Tidak perlu, aku tidak mengharapkan balasan." tolaknya dengan cepat.
"Tidak apa - apa."
"Tidak perlu Habibi-san."
"Kau tidak perlu merasa sungkan, Akio."
"Aku tidak ingin merepotkan
mu."
"Kau tidak merepotkanku. Ini sebagai ucapan terimakasihku karena kau sudah memberiku hadiah."
"Tapi tidak perlu secepat ini."
"Pokoknya harus. Kalau kau temanku, maka kau tidak boleh menolaknya." ancamnya yang membuat Akio tersentak kaget.
Akio menatap wajah Habibi yang serius. Rupanya pria Indonesia itu tidak sedang bercanda. Ia mendesah panjang. Akhirnya ia terpaksa mengibarkan bendera putih tanda menyerah.
"Ayo kita ke apartemenku, aku akan membuatkan nasi goreng special buatmu." ujarnya antusias.
Akio melirik tangan kirinya yang tengah di genggam oleh Habibi. Tanpa sadar seulas senyum bahagia tercipta di bibirnya.
*****
"Akio ... Akioo ... Akiooo ..." jeritan Koji Katsumuran membuyarkan lamunannya. Ia tengah makan siang bersama pria setengah baya itu.
"Kenapa paman berteriak?" ujarnya agak kesal.
"Karena daritadi kau tidak mendengarku." jawab pamannya.
"Kau kenapa?"
"Hah.. Maksud paman?" ia balik bertanya.
"Akhir - akhir ini aku sering melihatmu melamun. Apa kau ada masalah?"
"Masalah? Tidak ada, aku tidak punya masalah paman."
"Apa kau sedang memikirkannya, Akio?"