It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
paha apa dada saya? *lalu jengjengjengjeng
Kalau di jaman filsuf taoism mereka memahami ini ada dititik tengah keseimbangan. Ada baik ada jahat. Tapi kita tetap harus berpihak pada kebaikan.
Soal kebenaran dan paradigma akan nafsu. Ntahlah bagaimana harus menghilangkan atau menekan atau membebaskan seliar-liarnya.
Semuanya tergantung bagaimana mau mengaturnya.. Karna ada perkataan zhuang zi. Anda bukan saya, bagaimana anda tau apa saya rasakan tentang dia
ya, atau... aku menyebutnya, dalam tao, kita diajarkan bahwa 'sok baik' menjadikan kita jahat(closeminded, kayak aliran agama yg suka kafir-kafirin oranglain), dan 'sok jahat' ya... jelas jahat! xD kita gabisa terlalu baik dan jahat. kita harus stay true to ourself. dalam tao diagungkan pengalaman, bukan teori. it s okay if we made mistakes.. itu bukti kesempurnaan--keseimbangan.
kita nggak boleh sok baik. kita nggak boleh sok jahat. yg bener, jadi bijaksana--berada diketengahnya!
iya. aku juga bingung sama soal nafsu.
mungkin sama seperti keseimbangan--managing, mengendalikannya adalah yg terbaik. duh. :<
bdw, kepo deh, kamu tau taoisme gitu dari mana?
Tau dari mana? Buku terjemahan taoism versi inggris atau indonesia *gak bisa mandarin
Terus kalau bijak itu gak akan ada definisi orang bijak karna para filsuf besar masih lapar akan kebijaksaan..
Menurut gue tentu baik kalo orang cari celah supaya merasa baik baik aja. Ngapain juga khawatir. Itu gak solutif sama sekali. Siaga itu baru solutif. Kadang dua hal ini suka ketuker.
Khawatir itu merasa cemas, takut (biasanya bahkan karna hal hal kecil atau malah gak beralasan), tp ga tau mau ngapain. Sekalinya bertindak kacau.
Siaga itu siap. Awalnya sama ada sedikit kecemasan dan gugup tp dengan alasan yang masuk akal dan jelas. Nah setelah itu, pikiran kembali tenang dan tau harus ngapain. Kemudian bertindak, masalah selesai.
Hmm...gue ga bilang menikah adalah pilihan yang jauh membahagiakan di post sebelumnya, tapi oke, di post ini gue amini. Setelah baca novel, melihat kehidupan teman teman yang lebih tua umurnya dari gue (jumlahnya lumayan lah untuk dijadiin contoh), dan liat di tv juga, hidup lebih menyenangkan kalo suatu saat nanti gue menikah. Karna temen temen gue juga akan menikah. Mungkin sekitar 25an. Atau setidaknya sebelum umur 30. Mereka akan lebih fokus sama keluarganya. Ga akan ada lagi makan bareng, maen bareng, ngobrol berkualitas bareng. Mereka akan berubah dari kerja, nongkrong, pulang jadi kerja, pulang. Padahal di dalem nongkrong itu ada makan dan ada obrolan berjam jam yang durasinya lebih lama dari makannya.
Mereka akan fokus berkeluarga. Gue jadi ga punya banyak temen lagi. Atau setidaknya, kualitas pertemanan sudah jauh menurun. Gue memaklumi mereka kalau itu terjadi. Tapi bukan berarti gue bakal baik baik aja kan? Makanya gue juga pengen nikah. Gue pengen punya satu "teman" yang setia sampai gue mati. Makan bareng, maen bareng, ngobrol berkualitas bareng setiap hari.
Kalo soal melupakan masa ngekost sendiri, bisa bebas maen, gue ga harus melakukan itu. Gue memikirkan menikah karna gue sadar gue akan meninggalkan masa masa itu. Tapi ini gak berarti gue harus menghapus kenangan itu dari ingatan gue. Karna gue membutuhkannya untuk bersyukur. Gue gak mau terus terusan muda. Gue cuma pengen bisa "tua dan dewasa" pada waktunya. Soal kapan, mungkin beda beda untuk tiap orang. Buat gue, itu saat temen temen gue juga udah tua dan dewasa.
Gue gak suka soal positif dan negatif.
Kaya yang udah dibilang @lightsaber baik (atau positif) dan buruk (atau negatif) ada yang absolut. Ga semuanya relatif. Gue sebenernya setuju. Tp gue percaya kalo yang absolut cuma sedikit. Banget. Gue percaya nilai baik dan buruk selalu bergeser. Entah cepat atau lambat. Tak ada yang abadi. Gue msh percaya sama paham jadul itu.
Cuma bisa komen itu aja.
Gue setuju perasaan berasal dari otak. There's no such thing as heart.
Rasa itu ada, tapi hati? Apa sih hati itu? Gue taunya hati yang organ tubuh itu doang. Yang gunanya kalo ga salah buat menawar racun.
2. Bukan. Itu novelnya ayu utami. Judulnya si parasit lajang.
Lebih tepatnya mungkin pernyataan gue yg setelahnya. Usahakan menilai seminimal mungkin. Jangan keseringan. Karna sebenernya gak perlu perlu banget.
Hobby gue... Sorry rahasia. Banyak kok hobby yg ngabisin banyak duit. Hehe.
Kaya yang gue bilang di ending post sebelumnya. Gue kadang bisa jadi jahat. Kali ini gue manusiawi. Gue bisa terbilang sederhana orangnya. Bener bener sederhana. Secara finansial yaaa. Gue jarang bisa seneng seneng dengan alasan keuangan. Sekarang saat gue "punya duit sendiri" gue LANGSUNG harus nabung? Seriously?! Ya Tuhan! Kapan gue seneng senenengnya. Gue msh ingin menikmati apa yg kata orang "kesenangan duniawi". Itu pun ditarget kok. Gue punya target kapan gue kudu brenti dan fokus nabung. Dan gue ga sedikit pun ragu target itu akan mundur.
Coba perhatikan lagi postingan gue sebelumnya poin nomer 1. Bahagia itu penyikapan dan modal. Soal modal ga usah dijelasin lagi ya. Ngulang nanti jatohnya. Nah kalo soal penyikapan, maksudnya ya penyikapan terhadap realita, bukan kalau keinginan selaras dengan realita. Contohnya masih sama kaya postingan gue sebelumya juga. Yang perbandingan antara orang bergaji 5 juta dengan yg bisa makan sekali sehari.
Tapi ga salah juga kalau lo bilang bahagia itu kalau keingin selaras dengan realita dan bahagia itu kalau yg diinginkan tercapai. Siapa juga sih yg gak bahagia dengan cara itu?
bahagia juga soal sudut pandang.
Hakikatnya bahagia berarti yaa 3 itu. Penyikapan, modal dan sudut pandang. Yang paling berperan menurut gue sudut pandang
3. Did you forget? Ga ada yang namanya orang lain. Gue sering baca di berbagai buku dan di internet, ada tulisan yg isinya lo ga akan bisa bahagia kalo lo berusaha membahagiakan orang lain. Namanya juga "orang lain" ngapain dibahagiain. Fokus sama diri sendiri bukan berarti egois. Diri sendiri itu bisa berarti sangat luas. Misal kalo gue bilang, gue pengen bahagiain diri sendiri, nah diri sendiri ini isinya gue, keluarga gue, dan sahabat sahabat gue Di luar itu namanya orang lain. Gue mau kok nolong orang lain itu. Bantuin mereka. Hidup berdampingan dan bahagia. Tapi kalo sampe berusaha banget membahagiakan orang lain itu ya gak usah.
Tapi ini gak berarti tiap kali gue mau bahagiain diri sendiri, selalu berarti bahagiain bagian dari diri gue yg lain juga. Tetep tergantung konteks.
yuk mulai diskusi lagi
Gaes?
such philosophy much wowe
*slowclap*
sempet2nya nyundul trit 3 taun lalu
postingan panjang2 kek biasanya y
@tamaki_syaoran
Yawla itu argumen berapa taun yg lalu wqwq baca itu juga masi ngaqaq
Lagian itu ya ngga bahas filsafat
Pity me yg waktu itu belon nemu lingkungan yg sepadan buat diskusi ilmiah
Wqwq tetiba kangen boyzforum
Makin ga laku ya skrg? *Eh
Tampaknya dah pada hijrah semenjak grindr menyerang