BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Bukan Lawan Jenis [TAMAT]

1177178180182183221

Comments

  • Selamat buat bang locky..
    Ternyata bukan rizky yang menyatakan cinta duluan.malah al yang menyatakan cintanya walau pun cintanya masih belum tulus.tapi syukur deh itu sudah cukup buat rizky tersanjung.
  • Al jangan php in Rizky al, sakit tauuu
  • edited August 2016

    Pagi hari sekitar pukul lima gw bangun. Lagi-lagi saat itu gw keduluan sama Rizky. Dia udah lebih dulu bangun dan tengah mantengin TV. Posisinya setengah bersandar di kepala ranjang.
    "Udah lama bangunnya?" tanya gw sambil ikut-ikutan bersandar di sampingnya.
    "Baru," jawabnya sambil mengganti channel yang ditonton.
    "Hari ini lu latihan lagi?"
    "Iya."
    Gw mangguk-mangguk.
    "Kamu kuliah hari ini?"
    "Ya."
    "Jam berapa?"
    "Jam sepuluh."
    "Coba pagi. Kita bisa bareng."
    "Peralatan kuliah gw di rumah."
    "Oh, iya..."
    "Lu buruan mandi gih..."
    "Ntar aja ah. Masih pengen kelonan," Rizky tiba-tiba ngerebahin kepalanya ke dada gw.
    Gw gak komentar apa-apa. Rizky kembali tidur. Pukul setengah tujuh dianya gw bangunin. Kita giliran mandi habis itu keluar rumah bareng dan sarapan di tempat langganannya Rizky. Selesai sarapan kita pisah jalan. Gw balik ke rumah dan Rizky ke sekolah.
    "Thanks ya Sayang udah nemenin gw semalam," kata Rizky.
    "Iya."
    "Love you..."
    Gw balas senyum.

    ***

    Siang harinya saat gw berangkat ke kampus ada satu panggilan masuk. Pas gw cek tertera nama Kak Rivo. Sengaja gak langsung gw angkat. Belagak sibuk. Setelah beberapa lama baru gw angkat.
    "Halo?"
    "Halo, Al..." seperti biasa, suara Kak Rivo terdengar adem dan bijaksana. Karena dia seorang pengajar kali yah.
    "Halo juga. Siapa ya?"
    "Kak Rivo. Masih ingat?"
    "Rivo...? Uhmmm..."
    "Dosen, dosen."
    "Oh! Ya, ya. Ada apa, Kak? Tumben nelepon..."
    "Kamu apa kabar?"
    "Baik."
    "Mbak kamu bilang kamu jadi guru les ya?"
    "Yup, benar."
    "Kakak senang banget dengarnya. Pasti banyak yang mau diajarin sama guru kece kayak kamu."
    "Gak juga sih."
    "Masa?"
    "Iya. Kalo gw kece pasti gak bakal ditolak seseorang dulu," sindir gw.
    Kak Rivo terkekeh.
    "Seseorang menolak itu bukan berarti kamu gak kece, tapi ada alasan lain."
    "Entahlah. Nevermind."
    "Kenapa gak ikutan tahun baruan sama Mbak-mu kemarin?"
    "Gak mau jadi kambing congek aja."
    "Banyak yang ikut. Bukan cuma mereka berdua aja. Kakak juga ada."
    "Kalo Kakak ada emang kenapa? Situ mau nemenin gw?"
    "Why not?"
    Gw ketawa kecil.
    "Minggu ntar ada acara?"
    "Nggak."
    "Jalan yuk?"
    "Uhmmm..." tiba-tiba gw keingat sama Rizky.
    "Nonton, makan atau apalah gitu..."
    "Ntar gw kasih tahu bisa apa nggaknya."
    "Oh, oke! Oke!"
    "Yup."
    "Ya udah. Ditunggu confirm-nya ya, Dek."
    "Oke."
    "See you."
    "Ya."

    Huffhh.
    Kak Rivo hadir lagi di kehidupan gw. Kak Edo pernah cemburu sama dia. Kalo gw pacaran sama dia Kak Edo pasti panas. Dan yang terpenting gw ada harapan bahagia sama dia.

    ***

    Gw jadi janjian sama Kak Rivo. Kita bakal nonton. Setelah itu apa yang terjadi biar Tuhan yang menentukan, hehe...

    Sabtu sorenya, Rizky yang telepon gw. Ngajakin gw keluar juga malam mingguan. Tentu aja gw tolak mentah-mentah. Alasan gw ada acara keluarga supaya dia gak merengek-rengek lagi. Akhirnya dia ngalah dan gw bisa pergi sama Kak Rivo.

    Malam minggu pun tiba. Kak Rivo dengan gentle datang menjemput gw. Setelah cukup lama gak ketemu, ternyata bukan suaranya aja yang tambah adem, ternyata tampangnya juga tambah bikin adem. Tampilannya makin klimis dan metroseksual abis. Model look bangetlah. Mahasiswa yang diampuh sama dia pasti betah deh.

    Kak Rivo minta izin ke Papa, Mama dan Mbak Aline buat ngajakin gw pergi. Sementara Bang Albert gak ada di rumah udah ngapelin Mbak Vida. Mereka bertiga mengangguk setuju. Kayaknya mereka udah yakin banget sama Kak Rivo.

    "Om titip anak perawan paling bontot ini ke Nak Rivo ya. Jaga dia jangan sampai lecet," kata Papa.

    Kamvrettt!!! Sialan si Papa.

    "Ya, Om," jawab Kak Rivo.
    "Adekku ini jejaka asli belum pernah pacaran," Mbak Aline ikut-ikutan ngaco.
    "Gitu ya, Line?" tanya Kak Rivo.
    "Udah, udah. Ayo kita cabut!!" potong gw. Makin lama mereka making ngawur deh!
    "Hati-hati ya. Harus pulang di bawah jam 12!" kali ini Mama yang angkat suara.
    Gw dan Kak Rivo saling pandang.
    "Jam 9 kali, Ma..." koreksi Mbak Aline.
    "Mereka kan cowok..." kata Mama dengan santai.
    "Tadi bilangnya anak perawan..." timpal Kak Rivo.
    "Perawannya beda, hahahaha....!" tawa Papa Meledak.
    "Gak boleh lewat dari jam 12? Cinderella kali ah..." kata gw.
    "Cinderello kalo cowok..." kata Mbak Aline.
    "Udah ah! Yuk, Kak!"
    "Ayok. Om, Tante, Aline kami pergi dulu ya..." pamit Kak Rivo.
    "Iya..." kata Mama, Papa dan Mbak Aline hampir berbarengan.

    Kita berdua pergi naik mobilnya Kak Rivo.
    "Keluarga kamu lucu ya..." kata Kak Rivo ketika kita udah di jalan.
    "Dan Aneh juga."
    Kak Rivo terkekeh.
    "Kalo keluarga Kakak gimana?"
    "Kaku sih..."
    "Ooo..."
    "Tapi mereka baik kok."
    Gw mangguk-mangguk.
    Sewaktu di bioskop kita berdua nonton film superhero yang baru rilis. Sebenarnya karena ini hitungannya kencan, harusnya film genre romantis kali ya. Tapi kita berdua kan sama-sama cowok. Agak gimana gitu berduaan nonton film romantis. Masih gak tahan sama mata-mata antagonis penuh selidik dari orang-orang disekitar.

    Kelar nonton Kak Rivo ngajakin makan di restoran yang letaknya di seberang bioskop. Kita berdua jalan dengan santai ke parkiran sambil bahas film yang baru ditonton. Tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang nyeletuk :

    "Aku duluan ya..."
    Gw dan Kak Rivo noleh.

    Jantung gw rasanya mau copot.
    Seseorang tersenyum manis ke kita berdua.

    "Rizky..." desis gw.

    ***

    "Siapa dia?" tanya Kak Rivo.
    "Junior gw."
    "Satu kampus?"
    "Nggak, nggak. Maksud gw, dia masih SMA. Tapi karena gedung mereka sedang direhab, jadi mereka pakai gedung kampus gw."
    "Ooh, gitu. Kamu terkenal juga dikalangan anak SMA?"
    "Bukan cuma itu. SD sama SMP juga."
    "Waw...!"
    "Secara gw guru les SD sama SMP sih... Hehehe..."
    "Kalo Kakak masih SMP mau juga diajarin sama kamu..."
    Gw terkekeh.

    Gw memang kelihatan enjoy dengan candaan gw sama Kak Rivo. Tapi sebenarnya, di dalam hati gw ngerasa gak tenang banget. Pikiran gw terus tertuju ke Rizky. Jujur, gw ngerasa gak enak hati sama dia. Gw ngerasa gw udah jahat banget sama dia.

    "Habis ini kita kemana?" tanya Kak Rivo.
    "Eh?"
    "Kamu ngelamun?"
    "Eng...enggak..." gw terbata-bata.
    "Kelar makan, kita mau kemana?"
    "Pulang."
    "Pulang?"
    "Ya."
    "Belum juga jam sembilan. Masih banyak waktu sebelum jam dua belas," kata Kak Rivo.
    "Iya. Tapi gw anak rumahan. Gak biasa di luar di atas jam sembilan," kata gw.
    "Oohh... Oke."
    "Yuk!" gw bangkit dari kursi gw.
    "I..iya, iya."

    Jujur, suasana hati gw udah kacau banget. Sepanjang jalan pulang gw cuma diam. Dan kayaknya Kak Rivo tahu kalo suasana hati gw lagi jelek, tapi untungnya dia gak kepo dengan coba-coba ngorek apa yang sedang terjadi ke gw.
    Sesampai di rumah, setelah pamitan ke keluarga gw, Kak Rivo langsung pulang. Dia ngucapin selamat malam ke gw. Gw cuma balas dengan anggukan.
    "Kok cepat amat pulangnya?" tanya Mama.
    "Iya. Banci aja belum mangkal," timpal Mbak Aline.
    "Nggak apa-apa," jawab gw singkat. "Al ke kamar dulu ya..."
    "Kamu baik-baik aja kan, Dek?" tanya Mbak Aline.
    "Baik kok," jawab gw setengah berlari menaiki tangga menuju kamar.
    Sesampai di kamar gw langsung merogoh HP dari kantong celana dan menghubungi Rizky. Sebenarnya gw pengen langsung menemui dia di rumahnya. Tapi gw gak mungkin minta Kak Rivo nganterin gw ke rumah Rizky. Kak Rivo pasti bakal menolak. Sementara kalo gw pergi sekarang, keluarga gw bakal mikir kalo udah terjadi sesuatu ke gw dan mereka bakal nanya macam-macam.

    Untungnya telepon gw cepat diangkat sama Rizky.
    "Ya, Sayang. Ada apa?" sapa Rizky.

    Gw merinding dengar kata 'sayang' dari Rizky barusan. Dia masih bilang sayang setelah insiden barusan. Selain itu nada suaranya yang gak berubah seakan gak terjadi apa-apa bikin gw trenyuh.

    "Kamu lagi di mana?"
    "Di rumah."
    "Udah pulang?"
    "Sudah."
    "Besok aku pengen ketemu."
    "Aku gak bisa. Besok aku tanding."
    "Ya udah. Malam aja kalo gitu. Good luck ya buat besok."
    "Iya."

    Habis telepon Rizky, gw tertegun. Hati gw nangis. Gw gak tahu tangisan ini karena apa dan untuk apa. Apa karena Rizky atau karena perbuatan gw yang menurut gw udah nyakitin dia. Yang jelas, malam ini gw gak akan bisa tidur dengan nyenyak.

    ***

    Gw tersentak dari tidur gw. Tiba-tiba gw tersadar kalo besok adalah hari minggu. Sementara Rizky bilang kalo besok dia tanding futsal. Apa iya dia tanding di hari libur? Tapi gw gak mau konfirmasi lagi. Entah kenapa gw 'takut' buat dengar suara dia lagi. Aneh sih. Gak seperti biasanya...

    Kebetulan hari minggu kali ini gw di rumah sendirian. Mama dan Papa pergi ke arisan keluarga. Mbak Aline jalan sama Kak Geri. Bang Albert pergi ngumpul sama teman-teman kuliahnya. Oh, iya, gw belum kasih tahu kalo Bang Albert sekarang kerja di kantor papa. Sebenarnya dia gak mau, karena dia udah keterima kerja di salah satu perusahaan. Tapi itu perusahaan saingan perusahaan kita. Papa gak setuju. Dari pada memajukan perusahaan orang lain, mendingan majuin usaha kamu sendiri, gitu kira-kira kata Papa waktu itu. Gw sih setuju sama Papa. Emang si Albert rada-rada deh!

    Sendirian di rumah, bikin gw makin pusing. Bingung apa yang harus gw katakan ke Rizky ntar malam. Gw rasa dia udah gak percaya lagi sama gw.

    Gimana kalo dia minta putus?

    Entah kenapa gw gak suka dengan kemungkinan yang satu itu. Padahal bukannya itu bagus ya? Jadi gw bisa fokus ke Kak Rivo. Gw bisa pacaran dengan tenang tanpa harus backstreet kayak sewaktu gw pacaran sama Kak Edo. Lagi pula gw pernah suka sama Kak Rivo. Gw yakin sampai saat ini rasa suka itu masih tetap ada.

    Ah, pusing gw.

    ***

    Meskipun waktu berjalan terasa lambat, malam beranjak datang juga pada akhirnya. Selesai maghrib gw siap-siap berangkat ke rumah Rizky. Tapi sebelum itu gw telepon dia dulu buat memastikan dia ada di rumah apa nggak.

    "Halo..."
    "Kamu di rumah, Ky?"
    "Kamu mau ke rumah?"
    "Iya."
    "Uhm, gimana ya... Bisa bicara di telepon aja?"
    Gw ngerutin kening. Tumben dia gak mau ketemu gw?
    "Gak bisa. Harus ketemu."
    "Aku lagi nggak di rumah."
    "Kamu lagi di mana?"
    "Rumah teman."
    "Ooh. Masih lama pulangnya?"
    "Mungkin aku nginap..."
    "Oh gitu..."
    "Emang mau ngomongin apa?"
    "Ya udah kalo gak bisa. Next time aja," pungkas gw.

    Aneh. Gw ngerasa ada yang janggal sama Rizky. Dia kayak ngehindar dari gw. Kenapa ya? Jelas-jelas gw bilang mau ketemuan sama dia malam ini. Seharusnya dia bisa luangkan waktu untuk itu. Dia juga tumben-tumbenan nginap di rumah temannya. Biasanya juga nggak.
    Di dalam hati kecil, gw bisa ngerasain kalo semua alasan itu dibuat-buat. Rizky boong. Apa gw cek ke rumahnya dia aja ya? Gw putusin bakal ke rumah dia sehabis nge-les anak-anak.

    Gw habis ngeles pukul setengah sepuluh. Lantas gw bergegas menuju rumah Rizky setelah sebelumnya pamit mau ngerjain tugas di rumah teman. Sewaktu pamitan gw sempat dengar Bang Albert cerita tentang adik temannya--entah siapa namanya-- berantem sampai babak belur. Bodoh amat, gumam gw dalam hati sambil bergegas ke garasi lalu meluncur membelah malam menuju rumah Rizky...

    ***

    Sesampai gw di rumahnya, itu pagar dikunci dari dalam. Tuh, kan, dia boong soal nginap di rumah temannya...
    Gw langsung ngambil HP dari saku jeans dan telepon dia. Telepon gw lumayan lama baru diangkat. Entah tuh anak lagi ngapain di dalam. Tapi gw terus telepon dia sampai membuahkan hasil.

    "Ya?"
    "Buka pintunya."
    "Pintu?"
    "Aku di depan rumah kamu sekarang."
    "Aku kan udah bil---"
    "Udah deh. Kamu itu pembohong yang payah!" potong gw cepat.
    "Aku gak mau keluar."
    "Kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba ngehindar? Aku bisa jelasin semuanya."
    "Kasih aku waktu."
    "Pliss..." gw memohon.
    "Dua hari aja."
    "What the---"
    "Atau ngomong aja langsung di telepon."
    "Aku kangen sama kamu. Aku pengen ngeliat wajah kamu."
    "Boong."
    "Aku serius. I miss you so much."
    "Gak bisa."
    "Aku gak bakal pulang sampai kamu bukain pintunya!"
    "Terserah."
    "Ky, pliisss. Kok kamu jadi gini sih?"
    "Aku lagi hancur sekarang."
    "I'm so sorry..."
    "Aku juga pengen ketemu kamu. Tapi..."
    "Tapi apa?"
    "Nggak deh. Ntar kamu marah."
    "Kok aku?"
    "Iya. Kamu ngomel lagi..."
    "Hadeehhh. Gw kedinginan di siniiiii...!"
    "Ya udah. Aku bukain pintu tapi janji gak bakal marah..."
    "Ya, ya. Aku janji!"
    "Buruan. Hipotermia nih."

    Beberapa saat kemudian, Rizky keluar rumah.
    "Kamu lagi apa?" tanya gw saat Rizky buka pintu pagar.
    "Nggak ada."
    "Terus kenapa kamu gak mau ketem---astaga! Muka kamu kenapa?!" gw kaget banget lihat muka Rizky yang lebam.
    "Bukan apa-apa."
    "Kamu jatuh, berantem atau kecelakaan...?!"
    "Berantem..."
    "Kenapa?"
    "Gak usah dibahas."
    "Lho kok...? Udah diobatin?" tanya gw seraya ngikutin dia masuk ke dalam.
    "Udah..."
    "Berantemnya gila-gilain nih pasti... Ampe babak belur gitu," gw coba nyentuh sudut bibirnya yang membiru.
    "Mereka cemen."
    "Masalahnya apa sih?"
    "Mereka mainnya curang. Kasar banget."
    "Futsal?"
    "Iya."
    "Tapi tim kamu menangkan?" tanya gw lagi setelah nyampe di kamar.
    "Cuma runner up."
    "Ya udahlah. Tetap juara meskipun cuma jadi juara dua..." hibur gw.
    Rizky diam aja.
    "Btw, kamu tetap tampan meskipun udah babak belur gitu..."
    Rizky natap gw dengan mimik wajah manyun.
    Gw membelai wajahnya lembut.
    "Kamu mau ngomong apa?" tanya Rizky.
    "Kamu nggak marah sama aku?"
    "Marah kenapa?"
    "Udah, nggak usah pura-pura gitu."
    "Serius, aku nggak tahu."
    "Semalam, di bioskop..."
    "Oohh. Iya, itu siapa?"
    "Dia Kak Rivo."
    "Teman kamu atau saudara kamu?"
    "Teman."
    "Katanya kamu ada acara keluarga tapi kok---"
    "Nah, itu dia maksud aku. Aku udah boongin kamu. Sebenarnya nggak ada acara keluarga. Aku jalan sama dia."
    "Kayaknya dia orang yang spesial ya..."
    Hati gw tertohok.
    "Dulu. Sekarang nggak..."
    "Kayaknya masih. Buktinya kamu lebih milih mingguan sama dia dibandingin aku."
    "Karena itu aku mau minta maaf sama kamu."
    "Minta maaf mau putus dari aku?" suara Rizky memelan.
    Lagi-lagi gw trenyuh dengar suara dia. Ya Tuhan, gw udah jahat banget sama dia.
    Gw beringsut ke belakang Rizky lalu memeluk dia dari belakang sambil berbisik, "Aku gak bakalan ninggalin kamu..."
    Rizky gak bereaksi.
    "Aku benar-benar jatuh cinta sama kamu sekarang..."
    Rizky masih diam aja.
    "Aku benci kenapa rasa ini datangnya terlambat. Aku berharap aku belum terlambat..."
    "Kamu buat kebohongan apa lagi sekarang?"
    "Aku nggak bohong."
    "Aku mungkin masih kecil menurut kamu. Tapi aku nggak bodoh. Selama ini aku tahu kamu banyak bohongin aku..."
    "Ya."
    "Aku tahu kamu gak benar-benar cinta sama aku. Aku tahu kok. Aku bisa ngerasain itu..."
    Gw diam.
    "Aku nggak tahu apa motivasi kamu mau pacaran sama aku. Tapi aku ambil positifnya aja. Mungkin ini celah buat aku ngambil hati kamu..."
    Gw mengeratkan pelukan.
    "Aku harap usaha aku gak sia-sia, Al."
    "Kalo saat ini kamu belum nyerah, berarti kamu gak sia-sia. Kamu berhasil ngambil hati aku. Seluruhnya."
    "Aku pengen buktinya."
    "Buktinya?"
    "Iya. Kasih aku bukti."
    "Bukti gimana? Gak mungkin aku belah dada dan---"
    "Buktiin kalo kamu benar-benar cinta sama aku dan masukin aku dalam daftar prioritas kamu."
    "Aku gak mau janji. Tapi aku bakal buktiin aku bisa memenuhi permintaan kamu."
    Rizky noleh ke belakang sehingga hidung kita saling menempel.
    Gw langsung nempelin bibir gw ke bibir dia pelan.
    Rizky balik badan.
    "Aku kesal sama kamu," kata Rizky tiba-tiba.
    Gw cuma bisa diam sambil menatapnya lekat.
    "Kenapa aku gak pernah bisa marah sama kamu?"
    Gw tersenyum.
    "Kamu hampir aja atau bahkan udah selingkuh dari aku. Aku juga udah jadi pelarian kamu. Kamu tuh sebenarnya jahat banget! Tapi aku tetap gak bisa benci sama kamu."
    "Aku beruntung bisa punya pacar kayak kamu. Aku beruntung banget bisa sadar sekarang kalo sebenarnya yang terbaik buat aku itu sebenarnya dari dulu gak pernah jauh dari aku. Dia itu kamu..."
    Rizky senyum.
    Gw menghempaskan tubuh ke ranjang dan memejamkan mata. Sekarang gw bisa ngerasain getaran yang beda saat bersama Rizky. Getaran itu muncul tiba-tiba. Dengan berat hati gw mengakui, kalo gw nafsu sama dia.
    "Al..."
    "Apa, Sayang?" gw membuka mata.
    "Udah manggil sayang nih?" Rizky ikut rebahan di sebalah gw dengan hati-hati.
    "Maunya dipanggil apa? Brondong-ku gitu?"
    Rizky pengen ketawa, tapi langsung meringis. Mungkin karena luka di sudut bibirnya itu.
    "Aku tahu Rivo itu siapa."
    "Oh ya? Tahu dari mana?"
    "Ada deh. Dia itu dosen dan kamu pernah naksir dia. Iya kan?"
    Gw memutar bola mata dengan kesal. "Hhh...apa sih yang kamu gak tahu tentang aku?!"
    "Banyak sih..."
    "Siapa sih ember bocor yang udah jadi informan kamu?!"
    Rizky geleng kepala.
    "Ketika aku lihat kamu sama Rivo, aku buntuti kalian dan aku sempat foto dia dan aku kirim ke informan aku. Sumber aku bilang kalo dia itu dosen yang pernah kamu tembak tapi nolak---"
    Gw langsung tutup mulut Rizky.
    "Adaa..aawww..."
    Gw refleks ngelepasin bekapan tangan gw di mulut dia.
    "Sakit..." Rizky meringis.
    "Aku tahu siapa si ember bocor itu. Fredokan?!"
    "Bukan..."
    "Fredo! Cuma dia yang tahu soal itu."
    Rizky nyengir.
    "Jadi kamu masih berhubungan sama dia?"
    "Iya."
    "Ngomongin aku?!"
    "Kadang-kadang."
    "Kamu bilang kalo kita pacaran?"
    "Nggak..."
    "Kenapa nggak?"
    "Belum saatnya. Aku masih butuh dia buat ngorek informasi tentang kamu..."
    "Bangsat!"
    "Kalo dia tahu aku ngambil mantannya dia, ntar dia ilfil dan gak mau ngasih informasi lagi."
    "Ternyata oh ternyata... Dia masih suka ngomongin mantannya dia juga..."
    "Iya. Dia suka jelek-jelekin kamu."
    "Serius?!"
    "Iya. "
    "Dia ngomong apa aja?"
    "Banyak deh. Saat masih pacaran juga dia suka curhat ke aku...."
    "Dasar gak ada otaknya tuh orang. Curhat ke anak kecil yang notabene suka sama pacarnya. Ckckckc..."
    "Kayaknya dia sengaja deh. Dia mau ngomporin aku supaya aku sakit hati mungkin. Dulu dia suka ngebanggain diri karena udah bisa bikin kamu klepek-klepek sama dia."
    "Cih!"
    "Giliran putus dia nyalah-nyalahin kamu..."
    "Udah ah. Bikin emosi aja deh..." pungkas gw.
    "Gitu aja emosi. Gimana aku yang ngeliat kamu jalan sama cowok lain?!"
    Gw nyengir.
    "Untung nonton film superhero. Coba kalo nonton film romantis, udah aku perkosa deh tuh orang..." gerutu Rizky.
    Gw langsung nampol bahu dia.
    "Mendingan aku perkosa dong, dari pada aku hajar? Lumayan lah. Dia juga cakep."
    "Mesum."
    "kamu juga! Kalo kayak gitu lagi, aku perkosa bolak balik kamu. Ngerti?!"
    "Serius? Selingkuh ah kalo gitu..." goda gw.
    "Jeh, dia mau..."
    "Mau dong diperkosa brondong gagah kayak brondong satu ini..." gw tarik-tarik rambut Rizky.
    "Aih, ternyata aslinya...ckckc..."
    "Kenapa?"
    "Mengerikan! Aku masih polos."
    "Belum," kata gw. "Masih pake baju sama celana tuh..."
    "Kamu sama Fredo gini juga?"
    "Kenapa nyebut nama dia lagi sih?!"
    "Aku cuma pengen tahu kamu sama dia dulu---"
    "Nggak."
    "Masa? Kenapa sama aku gini?"
    "Karena kamu sudah menggairahkan hatiku... Ah! Apa deh."
    "Uhmmm... Jadi kalo Al jatuh cinta itu kayak gini? Binal-binal gimana gitu..."
    "Udah ah. Pasaran gw bisa jatuh kalo kayak gini..." desis gw.
    "Eh! Kamu itu udah jadi milik aku. Jangan sekali-kali berpikir buat TP-TP* lagi!"
    "Baru tahu kalo brondong satu ini orangnya posesif..." gumam gw.
    "Itu komitmen."
    "Ya, iya. Tenaaangg... Aku tipe orang yang setia. Sekalinya udah jatuh cinta sama seseorang, cintanya bakal awet."
    "Harusnya gitu. Emang aku gak capek apa ngejar kamu selama ini..." gerutu Rizky.
    Aku terkekeh. "Thanks ya Sayang, udah mau capek-capek nunggu aku...." gw membelai pipi Rizky.
    "Belaian kamu sekarang rasanya beda..."
    "Beda gimana?"
    "Beda sama yang sebelum ini. Sekarang kalo nyentuh, sentuhannya nyampe ke hati soalnya lembut. Kalo sebelumnya nggak..."
    "Segitunya-kah?"
    "Iya. Aku ini orangnya sensitif. Bisa ngebedain mana yang tulus dan mana yang nggak meskipun cuma lewat sentuhan, pelukan atau ciuman."
    "Masa?"
    "Iya."
    Gw beringsut mendekat dan mencium leher Rizky.
    "Nah, kalo barusan tadi tulus apa pura-pura?"
    "Uhm... Tulus dan penuh nafsu."
    "Ish!" gw nabok bahunya.
    "Cium leher berarti kamu ngajakin pasangan kamu main."
    "Teori siapa tuh?"
    "Akulah."
    "Ngawur!"
    "Leher itu area sensitif aku... Kalo kamu nyentuh area sensitif seseorang, itu tandanya apa? Kamu ngajakin orang itu mesumkan?"
    "Emang aku tahu leher itu area sensitif kamu!??"
    "Rata-rata leher itu menjadi area sensitif buat orang-orang."
    "Haish! Otak kamu tuh kelewat matang dibanding usia kamu."
    "Bukannya kamu suka yang matang?"
    "Nggak. Sekarang aku sukanya brondong."
    "Gak punya pendirian."
    "Biarin."
    Rizky melayangkan pandangan dengan kesal ke gw.
    "Btw, kamu kan tahu kalo Rivo itu pernah aku taksir. Perasaan kamu gimana waktu itu setelah tahu aku jalan sama dia? Sementara kamu sendiri tahu kalo aku belum benar-benar suka sama kamu?"
    "Sedihlah. Kecewa juga. Aku pikir mungkin inilah akhir semuanya. Kamu bakal mutusin aku demi dia..."
    "Tapi kok waktu itu kamu gak ngelakuin apa-apa? Nggak ngelabrak aku atau apa gitu..."
    "Pengen sih. Tapi posisi aku cuma di PHP. Aku sadar dari awal posisi itu. Percuma juga kalo aku marah-marah sama kamu. Malah bikin kamu tambah cepat mutusin aku."
    "Aku benar-benar gak ngerti jalan pikiran kamu. Kalo aku jadi kamu...waahh, udah salto, kayang dan mengeluarkan segala jurus kungfu deh...!"
    "Tapi malam itu aku juga ngerasa sedikit tenang sih sewaktu kamu telepon aku..."
    "Kenapa?"
    "Kamu manggilnya pake 'aku-kamu' bukan 'lu-gw' kayak biasanya..."
    "Oh ya? Kok aku gak sadar ya?"
    "Iya. Panggilan 'aku-kamu' itu biasanya buat yang udah intim gitu. Jadi saat itu sebenarnya aku bingung sama kamu. Kamu jalan sama orang yang kamu suka tapi disatu sisi kamu naikin status aku yang dari 'lu' jadi 'kamu'..."
    "Kalo kamu tahu gimana suasana hati aku saat itu..."
    "Kenapa? Kamu itu suka ngasih kejutan deh."
    "Cinta bisa datang tiba-tiba. Mana aku tahu kalo harus hadir dulu Kak Rivo diantara kita supaya aku bisa ngerasain cinta sama kamu."
    "Kalo gitu aku harus bilang terima kasih sama dia."
    "Aku juga kayaknya."
    "Ya udah. Kita temui sama-sama."
    "Tapi sebelumnya ada yang harus aku selesaikan dulu sama dia."
    "Apa?"
    "Status aku yang udah jadi milik brondong tampan sejagat raya."
    Rizky terkekeh.
    "Udah ah. Tidur yuk? Udah malam ini..." ajak gw.
    "Iya. Tapi ngomong-ngomong besok aku bakal dipanggil kepala sekolah deh, Yang."
    "Karena ini?" gw nyentuh salah satu bagian muka dia yang lebam.
    "Adduuhhh, pelan-pelan dong sayang! Sakiiittt..."
    "Lebay deh."
    "Kira-kira besok aku dapat sanksi apa ya?"
    "Nyapu halaman atau sikat WC kali."
    "Gimana kalo aku diskors ya? Soalnya lawan berantem aku parahnya dua kali lipat dari aku."
    "Emang dianya kamu apain?"
    "Tendang, tinju, injek..."
    "Sekalian aja kamu bunuh."
    "Salah sendiri main curang. Nyurangin orang yang lagi galau pula karena pacarnya jalan sama cowok lain."
    Gw nyengir.
    "Lumayanlah buat pelampiasan..."
    Gw langsung ngelus-elus bahu Rizky. "Untung dia gak kamu perkosa juga."
    "Dianya jelek."
    "Hmmm..."
    "Kalau dia cakepnya kayak kamu pasti dianya aku ajak berantem di ranjang...."
    "Ganjen!" gw jewer kupingnya.
    "Itu sebelum kamu cinta sama aku. Kalo sekarang mendingan ajak kamu aja."
    "Service dulu noh muka kamu biar kinclong kayak kemaren baru aku mau."
    "Tenang aja. Kasih aku waktu seminggu aja."
    "Aku keburu jamuran deh..."
    Rizky terkekeh.
    "Udah ah. Ayo kita tidur..." aku menyelimuti tubuh kami berdua.
    Rizky natap gw tanpa berkedip. Gw beri dia senyum manis.
    "Love you sayang..."
    "Love you too brondongku..."
    Rizky terkekeh.
    Gw angkat kepala dan mencondongkan wajah ke arahnya. Gw kecup bibirnya perlahan. Rizky cuma diam aja menikmati ciuman gw.
    "Have a nice dream..." bisik gw kemudian.
    "Kamu juga."
    Gw melingkarkan lengan ke punggungnya. Rizky juga melakukan hal yang sama ke gw. Kita berdua tidur dengan berpelukan.


    *TP : tebar pesona
  • Woyyyy!!!!!

    Aku gak di mensyen

    Pftttt
  • PERTAMAX !!
  • Duluan aku keleuss

    Pftttt
  • boyszki wrote: »
    Duluan aku keleuss

    Pftttt

    Ngajak ribut kamu boy..
  • Iya nih, ribut di ranjang yuk #ehh
  • Ganjeng! Tapi ayuk. #ehh
  • Abang @locky makasih karena sudah dimention... Ceritanya cucok markucok guli gulindes... hahaha
  • edited August 2016
    Hati gw sedang berbunga-bunga. Seandainya di rontgen, mungkin bisa kelihatan ada taman bunga di sana. Gw kembali disapa cinta, dimabuk asmara.

    Beda sama cinta yang sebelumnya, cinta yang kali ini lebih mesra, sehingga hati gw basah dan selalu bergairah. Aseeek. Mungkin sifat Rizky yang aktif dan terkadang agresif yang membuat cinta gw lebih "hidup". Sementara kalo sama Kak Edo, dia pasif dan masih denial, jadi semuanya serba nanggung.

    Bersama Rizky, gw bebas seakan tanpa batas. Gw bisa ngomong apa aja sama dia bahkan yang cabul sekalipun. Gw bisa cium dan peluk dia semau gw. Gw bisa marah dan ngomel sesuka gw. Sementara kalo sama Kak Edo gw gak diberi ruang untuk itu. Kadang terbit penyesalan di benak gw, kenapa gw gak pacaran aja sama Rizky dari dulu kalo rasanya bisa senikmat ini, hehehe.

    "Eh, jangan ngelamun. Ntar kesambet," tegur Mbak Aline.
    "Habis asyik, Mbak."
    "Ngelamunin apa sih?" Mbak Aline ikutan duduk di samping gw. Saat ini kita lagi di taman samping rumah.
    "Gak ada kok..."
    "Oh, ya, Mbak boleh nanya nggak?"
    "Apa?"
    "Apa yang terjadi saat kamu jalan sama Rivo?"
    "Nggak ada."
    "Masa sih?"
    "Beneran."
    "Rivo tadi nanyain kamu. Dia nanya kabar kamu gimana?"
    "Kenapa dia gak nanya langsung?"
    "Nah, itu dia. Makanya Mbak nanya waktu itu ada apa? Dia nanyain kabar kamu gimana seakan-akan ada yang terjadi sama kamu..."
    "Gak ada apa-apa. Mbak boleh tanya sama dia kok."
    "Oke deh. Oh, ya, gimana hubungan kalian? Ada sinyal-sinyal bakalan ketahap yang lebih serius?"
    "Gw gak mau menerka-nerka, Mbak. Gw udah gak mengharapkan dia kayak dulu lagi kok..."
    "Trauma nih?"
    "Nggak."
    "Takut di PHP lagi? Tenang aja. Mbak udah wanti-wanti sama dia, kalo cuma mau kasih pepesan kosong buat kamu, dia bakalan berhadapan sama Mbak. Swear!"
    "Emang Mbak mau apaan dia?"
    "Yaa, ntar Mbak pikir-pikir. Kamu ada ide barangkali?"
    "Sebarin aja kalo dia gay ke satu kampus."
    "Ish! jahat banget!" Mbak Aline langsung protes.
    Gw terkekeh.
    "Gak segitunya juga kali."
    "Udahlah, Mbak. Biar Al yang urus."
    "Iya deh. Mbak percaya sama kamu. Btw, kapan nih kencan kedua?"
    "Gw pengen secepatnya. Biar urusannya cepat kelar."
    "Udah gak tahan lagi jadi jomblo ya...?"
    "Bukan. Udah gak sanggup lagi dilema milih pasangan."
    "Gayamuuu... Kalo jomblo ya jomblo aja!"

    ***

    Gw bergegas ke parkiran habis dapat telepon dari Kak Rivo. Dia ngajakin gw makan siang. Gw langsung iya-in. Gw mau bilang ke dia soal status gw yang udah punya pacar supaya kalo dia punya perasaan ke gw, dia bisa nentuin sikap. Dia mungkin pernah PHP-in gw. Tapi gw gak mau ngebalas dia dengan ngegantung perasaannya. Soalnya gw pernah ngerasain itu. Rasanya gak enak banget. Gw gak mau dia ngerasain hal yang sama. Setidaknya cuma kebaikan kecil itu yang bisa gw kasih ke dia.

    Gw sedikit kaget ketika sudah ada Rizky yang duduk di motor gw.

    "Kamu lagi nunggu aku ya?"
    "Ya."
    "Ada apa?"
    "Sayang, aku jadi top scorer loh pas pertandingan futsal kemarin..." Rizky mengangkat piagam yang ada di tangannya.
    "Wahh, my brondong hebat deh..." gw melihat situasi parkiran. Setelah yakin sepi, gw langsung mendaratkan kecupan di pipinya.
    "Aish, ini tempat umum..."
    "Gak ada orangpun."
    Rizky melayangkan pandangan kesekitar lalu bilang, "kalo gitu cium pipi yang satunya lagi," ia mengarahkan pipi kirinya ke gw.
    "Ish!" gw dorong wajahnya menjauh.
    "Pulang yuk, Yang..." Rizky turun dari motor gw dan menuju motornya.
    "Kamu duluan. Ntar aku nyusul."
    "Lho? Emang kamu mau kemana?"
    "Aku ada urusan sebentar," jawab gw sambil naik dan menghidupkan mesin motor.
    "Aku ikut."
    "Gak boleh."
    "Kenapa?"
    "Ini urusan pribadi."
    "Hmmm..."
    "Udah, pulang gih."
    "Kamu jangan lama-lama."
    "Nggak kok. Kelar urusan aku langsung nyusul. Kamu jangan kemana-mana langsung pulang."
    "Iya."
    "Ntar di rumah kita main."
    "Main apa???"
    "Terserah kamu mau mainnya apa."
    "Ah, kamu mah diluar aja bilang gitu. Giliran di rumah gak mau..."
    "Nikahin aku dulu baru aku mau!" kata gw sambil perlahan meninggalkan parkiran.

    ***

    Kak Rivo udah ada di tempat ketemuan saat gw tiba.
    "Udah lama?" tanya gw.
    "Belum. Oh, ya, silahkan pesan menunya."
    Gw langsung memanggil waiter dan memesan menu.
    "Dari kampus?" tanya Kak Rivo.
    "Iya nih. Langsung cabut ke sini."
    "Kakak juga. Tapi habis ini bakal ke kampus lagi. Masih ada satu kelas lagi."
    Gw mangguk-mangguk.
    "Gimana kabar kamu? Suasana hati aman ya?"
    "Aman kok," gw terkekeh.
    "Syukurlah."
    "Aman dan terkendali," gw kembali menekankan.
    Kak Rivo tersenyum.
    "Sorry waktu malam itu kalo sikap gw gak berkenan. Gw juga bingung kenapa tiba-tiba bisa gitu." kata gw.
    "It's OK. Justru kakak yang mau minta maaf. Mungkin kakak ada salah atau kakak ngajakin kamu pergi di waktu yang nggak tepat..."
    "Bukan kok."
    Pembicaraan kami terhenti sebentar karena waiter yang datang membawa makanan. Setelah itu kami kembali melanjutkan obrolan ringan sambil menikmati santap siang.
    "Thanks ya udah ditraktir," kata gw sehabis makan.
    "Lain kali kamu yang traktir, oke?" canda Kak Rivo sambil senyum.
    "Pasti kok."
    "Di kencan ketiga mungkin?"
    Gw nelan ludah. Gw bingung mau jawab apa. Gw mau bilang kalo gak bakal ada kencan ketiga atau apalah. Cuma gw bingung gimana nyusun kata-katanya. Gw gak tega bikin hati Kak Rivo kecewa.
    "Hey! Jangan ngelamun."
    Gw berusaha tersenyum.
    "Suka banget sih ngelamun..."
    "Uhm, gimana ya..." gw garuk-garuk leher gw yang gak gatal.
    Kak Rivo ngerutin jidat.
    "Sebelumnya aku minta maaf karena gak ngasih tahu ini dari awal... Soal kencan, aku nggak pernah menganggap ini kencan..."
    Kak Rivo mangut-mangut.
    "Kalo menurut kakak ini kencan, berarti Kakak ada tujuan sama gw... Maksud gw, kakak mau bawa hubungan kita kemana?"
    Kak Rivo melayangkan senyuman manis sebelum jawab. "Menagih cinta yang dulu nggak aku ambil."
    Gw tersenyum kecut.
    "Bolehkan?"
    "Enngg... Seandainya cinta itu belum gw kasih ke orang lain maka dengan senang hati bakal gw kasih ke Kakak. Sayangnya cinta itu udah gw kasih ke orang lain."
    "Sama orang lain? Kamu udah punya pacar...?"
    "Ya. Gw udah punya pacar."
    "Serius? Tapi kamu gak bi...lang? Aline juga bilang kalo kamu masih sendiri..."
    "Maaf soal itu. Gw belum sempat bilang dan gw emang gak cerita ke siapa-siapa."
    Kak Rivo menampilkan mimik percaya gak percaya.
    "Sekali lagi maaf."
    "Siapa? Kerjaannya apa?"
    "Uhmmm...Dia gak sebanding sama Kakak. Dia masih SMA."
    "SMA...?!"
    "Ya. Masih kelas dua SMA. Tapi dia buat aku nyaman."
    "Kamu yakin? Dari sekian banyak pilihan, kamu bermain-main sama---"
    "I see. Tapi dia yang tebaik."
    Kak Rivo mengatupkan mulutnya rapat.
    "Dia gak sesempurna Kakak, tapi dia mampu menyempurnakan aku..."
    "Aku masih nggak yakin... Tapi ya sudahlah... Itu pilihan kamu."
    Aku mengangguk mantap.
    "Ya udah. Nggak apa-apa. Kakak mau ke kampus lagi. Kamu masih mau di sini?"
    "Pulang juga. Ayok!"
    Kita berdua keluar berbarengan menuju pelataran parkir setelah Kak Rivo membayar bill. Di dalam perjalan menuju parkiran yang sangat dekat itu suasananya akward banget. Kita berdua gak ngomong barang sepatah katapun. Tapi gw lega urusan kencan ini beres. Tapi ternyata kelegaan gw gak berlangsung lama setelah ngelihat sesosok cowok yang bersandar dengan santai di jok motor gw.
    "Rizky... Kok dia...?"
    Kak Rivo juga ngeliat Rizky lalu beralih noleh ke gw.
    "Itu kan cowok yang malam minggu itu kan?"
    "Iya. Dia cowok gw."
    "Jadi dia...?"
    Gw mempercepat langkah meninggalkan Kak Rivo untuk menghampiri Rizky.
    "Kamu kok di sini? Bukannya tadi di suruh pulang?!"
    "Emang kenapa?" wajah Rizky cemberut.
    Gawat! Pasti dia mikir yang macam-macam.
    "Kamu ngikutin aku?!"
    "Emang kenapa?"
    Gw berdecak kesal.
    "Halo, Kak..." Rizky melambaikan tangan ke Kak Rivo yang udah berdiri di antara kami.
    "Halo. Kamu pacarnya, Al?"
    "Al bilang gitu?" Rizky balik nanya.
    "Iya. Ini brondong gw, Kak..."
    Al noleh ke gw lantas ngasih senyum super manis ke Kak Rivo.
    "Kalian cocok. Pasti kamu sangat istimewa sampai-sampai Al mau jadi pacar kamu," puji Kak Rivo.
    "Thanks, Kak. Semoga yang kakak bilangin itu benar..."
    Kak Rivo tersenyum. "Belajar yang rajin ya. Jangan pacaran terus..." pesan Kak Rivo.
    "Siap, siap..."
    "Ya udah, Kakak pamit duluan ya. Sekali lagi selamat."
    "Ya. Thanks, Kak...!" gw dan Rizky ngomong bersamaan.

    Setelah Kak Rivo pergi, gw langsung melototi Rizky.
    "Kamu tuh bikin kesal aja. Gak dengar apa yang aku bilang...?!"
    "Emang kamu nggak ngeselin apa? Enak-enakan makan siang sama cowok..."
    "Jangan salah paham ya. Aku ketemuan sama dia buat kelangsungan hubungan kita juga!"
    "Iya. Udah dengar tadi..."
    "Kamu nguping?"
    "Sedikit. Gak jelas sih... Kalian ngomongnya pelaaan banget."
    "Iya kali kita ngobrolnya kencang..."
    "Gak penting juga kalian ngomongin apa aja. Point penting itu cuma diakhir aja saat kamu bilang kalo udah punya aku. Makasih ya sayang..."
    "Iya. Ayo pulang!"
    "Oke. Kita pulang dan tempur."
    "Pulang ke rumah masing-masing."
    "Tuh kan! Tuhkan...!"
    "Kan aku udah bilang nikahin aku dulu kalo mau."
    "Tunggu aku tamat SMA...!"
    "Keburu jamuran ah..."
    "Terserah kamulah..."
    "Eh, kamu itu masih di bawah umur. Hair pubic aja belum tumbuh sok-sokan mau..."
    "Sembarangan. Udah lebat tau. Kamu mau lihat?"
    "Udah lihat."
    "Eh? Kapan?"
    "Lupa."
    "Jangan-jangan di malam tahun baru itu kamu beneran nelanjangin aku ya?"
    "Iya."
    "Curang nih..."
    "Hhhh... Kamu mau pulang apa nggak?!"
    "Tapi pulang ke rumah aku ya?"
    "Rumah kita."
    "Aha! Iya, iya, rumah kita. Aiihhh, kamu bikin horny deh..."
    Plak! Gw keplak kepalanya yang udah pakai helm. Dasar mesum!

    ***

    Sekitar pukul lima sore gw keluar dari rumah Rizky. Kalian pasti penasaran gw sama Rizky ngapain aja tadikan?? Gak usah baper gituu. Gw sama dia cuma tidur kok. Beneran. Tapi tidurnya sambil pelukan. Gw belum siap buat melangkah terlalu jauh. Gw belum siap buat nyerahin badan gw ke siapapun, termasuk Rizky. Untungnya Rizky juga ngerti. Dia juga belum mau melebihi ciuman sama pelukan. Gw sama dia mungkin suka ngomong yang berbau seksual, tapi sebenarnya kita berdua ini 'suci' banget. Hehehe.

    Habis mandi gw santai-santai di balkon kamar sambil baca webtoon. Tiba-tiba ada yang ngetuk pintu. Pas gw buka ternyata Mbak Aline.
    "Dari mana sore banget pulangnya?"
    "Ke rumah teman."
    "Ke rumah teman apa pacaran...?"

    Eh? Kok tiba-tiba ngarah ke pacar sih?

    "Langsung aja deh. Mbak mau kepoin gw apa lagi?"
    "Rivo tadi telepon Mbak. Kamu nolak dia karena udah punya pacar. Apa itu benar?"
    "Cepat amat ngelapornya..." kata gw. "Ya. Dia benar."
    "Pacar kamu anak SMA?"
    "Iya."
    "Ya ampun, Aaalll...! Emang gak ada yang lain lagi apa? Apa sih lebihnya anak itu sampai kamu nolak Rivo??"
    "Dia lebih muda dari pada Kak Rivo," canda gw.
    "Cuma gara-gara lebih muda doang?"
    "Sebenarnya karena dia yang lebih dulu pacaran sama aku, makanya aku nolak Kak Rivo. Kalo nggak, Kak Rivo nggak mungkin aku tolak."
    "Karena kamu udah punya pacar makanya kamu nolak Rivo?"
    "Iya."
    "Oke, Mbak ngerti. Cuma masalahnya, kamu itu salah pilih. Ya mbok cari yang berkualitas dong, Al. Kamu gak malu apa sama Rivo? Mbak aja malu dengarnya..."
    "Malu kenapa? Pacar gw keren..." bela gw. Enak aja brondong gw dibilang gak berkualitas!
    "Mbak gak yakin deh..."
    "Mbakkan belum ketemu sama orangnya."
    "Anak SMA? Aduuuhh...mereka itu masih kecil. Belum cukup umur..."
    "Tapi dia udah mateng..."
    Mbak Aline memutar bola matanya.
    "Sesegara mungkin dia gw kenalkan sama Mbak. Biar Mbak yang nilai."
    "Oke. Besok!"
    "Besok? Oke...!"

    ***

    Malam harinya gw langsung kasih tahu Rizky kalo besok dia bakal gw kenalin ke keluarga. Bukannya deg-degan apalagi takut, tuh anak antusias banget. Kita lihat aja nanti, apa dia tetap seantusias itu kalo udah berhadapan sama anggota keluarga gw.

    Rencananya Rizky diundang saat makan malam. Tapi gw minta sehabis makan malam aja deh. Gw gak akan bisa menikmati makan malam dengan tenang saat Rizky ditanya-tanya. Gw lumayan deg-degan membayangkan gimana reaksi keluarga gw ngelihat Rizky. Tapi gw percaya brondong gw itu bisa mengambil hati mereka. Apalagi gw udah wanti-wanti ke dia apa yang boleh dan gak boleh dia kasih tahu.

    "Kamu gak usah ngomong kalo gak ditanya. Jawab sekedarnya aja. Sekali kamu salah ngomong, habis kita!"

    Rizky mangguk-mangguk waktu itu. Semoga aja omongan gw dia ingat baik-baik.

    Jadilah Rizky datang sekitar pukul delapan lewat. Semua udah nunggu dia, tak terkecuali Bang Albert yang masih belum terima ke-gay-an gw. Gw tahu dia ada bukan karena penasaran sama pacar gw, tapi dia pengen ngeledekin atau mencela gw. Tapi bodoh amat.

    Terdengar bel berbunyi. Gw langsung bangkit dan keluar. Pasti itu Rizky. Dada gw makin deg-degan. Saat gw buka pintu, berdirilah Rizky yang sudah ditunggu-tunggu. Dia tampan banget dan nampak lebih dewasa dengan setelan kemeja putih bermotif dan jelana jeans birunya. Ketika tahu gw yang buka pintu, dia tersenyum lebar. Gw gak lihat mimik cemas atau takut di wajahnya.

    "Malam Sayang... Udah pada nunggu ya?"
    "Iya. Buruan."
    "Uhmmm..."
    "Ingat apa yang aku bilang ya... Ngomong aja pas ditanya."
    "Iya, iya."

    Kita berdua langsung nemuin keluarga gw. Degupan dada gw makin kencang.
    "Pa, Ma, Rizky udah datang..." berita gw.

    Mama, Papa, Mbak Aline dan Bang Albert serentak noleh ke kita berdua. Tapi belum sempat gw dan Rizky melangkah lebih dekat, Bang Albert buka suara.

    "Eh?! Lu kan yang berantem sama Firmankan?!"

    Gw langsung noleh ke Rizky.

    "Iya, Bang..."

    "Firman? Firman siapa?" gw belum paham.
    "Yang berantem sama aku di futsal," bisik Rizky.
    "Oohh..."

    Gw baru aja mau jelasin duduk perkaranya, tapi keburu dipotong sama Mbak Aline.

    "Dia juga yang aku bilang ikutan tawuran itu..."

    Tawuran? Ini apa lagi sih??
    Gw melototin Rizky. Rizky mandang gw dengan ekspresi bingung.
    "Saya nggak pernah tawuran kok, Mbak..."
    "Aku lihat sendiri kok. Aku pernah cerita kan waktu itu, Ma? Masih ingat nggak?"
    Mama mangguk-mangguk.
    Gw juga ingat ketika Mbak Aline cerita soal tawuran anak SMA. Tapi seingat gw, waktu itu gw gak memperhatikan omongannya.

    "Beneran kamu tawuran?"
    "Nggak kok, Yang.. Eh, Al..."
    "Tapi Mbak lihat sendiri..."
    "Sumpah! Nggak..."
    Gw menghela nafas. Kepala gw tetiba puyeng. Belum apa-apa Rizky udah buat masalah.

    "Mbak salah lihat kali!" kata gw coba bela Rizky.
    "Mata Mbak masih sehat!"
    "Sudah, sudah..." lerai Papa. "Al, Rizky... Silahkan duduk dulu..."
    "Makasih Om..." kata Rizky.
    Kita berdua duduk bersebelahan.
    "Mau minum apa?" tanya Papa.
    "Nggak usah, Om. Kalaupun mau, air putih aja..."
    Papa langsung memanggil bibik.

    "Rizky tinggalnya di mana?" tanya Papa.
    Rizky jawab alamat rumahnya secara lengkap sampe RT/RW dan nomor rumah. Jawabannya itu bikin Mama, Mbak Aline dan Bang Albert nyengir.

    Grrr...! Nih anak, udah gw bilangin jawab sekedarnya aja!!!

    "Orang tuanya kerja apa?" kali ini Mama yang nanya.
    Rizky jawab dengan panjang lebar. Bukan hanya sebatas kerjaan ortunya, cerita tentang keluarganya yang sering pindah tempat dan dia memutuskan tinggal sendiri sekarang karena nggak mau pindah-pindah sekolah mulu juga diceritain.

    "Ohh, jadi kamu di sini sendirian?" kali ini Mbak Aline yang nanya.
    Rizky mangguk.

    Hancur semuanya! Desis gw dalam hati. Gw udah bisa nebak gimana pendapat mereka tentang Rizky. Seorang anak muda yang masih puber, kelas 2 SMA yang rentan sama kenakalan remaja, hidup sendiri tanpa pengawasan orang dewasa, dan gay pula. Hidup Rizky pasti dicap nggak karu-karuan! Mana udah ada bukti jelas sebagai pendukung yakni berantem dan ikut tawuran. Lengkap sudah!

    Gw udah tahu keputusannya kayak gimana. Gw gak bakal dapat satupun dukungan dari keluarga untuk melanjutkan hubungan sama Rizky.

    "Ya sudah, silahkan kalian ngobrol. Om sama Tante ke dalam dulu," kata Papa sambil beranjak bangun dari duduknya diikutin Mama.
    "Gw juga! Waktu gw kebuang sia-sia nih..." kata Bang Albert langsung bangkit dan balik badan.
    "Mbak juga..." giliran Mbak Aline yang ninggalin ruangan.

    Sekarang tinggal kita berdua di ruang keluarga.

    Bukannya mereka gak ada pertanyaan lain, tapi mereka merasa gak perlu tanya apapun lagi tentang Rizky. Mereka udah punya keputusan tentang hubungan kami berdua. Dan keputusan itu sama yakni gak setuju.

    "Kayaknya mereka gak suka sama aku, Yang..." desis Rizky.
    "Ya. Kamu sih, aku kan udah bilang ngomong seperlunya. Tapi kamu malah ngobrol kemana-mana..."
    "Emang aku salah ngomong ya?"
    "Nggak. Cuma mereka salah paham aja. Kamu berantem, kamu ikut tawuran. Ditambah lagi tinggal sendirian. Mereka pikir kamu berandalan..."
    "Tapi aku nggak tawuran, Sayang..."
    "Mbak aku bohong gitu?"
    "Nggak. Kalian gak ngasih aku kesempatan buat jelasin. Waktu itu ada tawuran. Aku lewat sana. Aku dihidang sama mereka. Aku terpaksa turun. Aku kena lempar mereka. Aku lempar balik. Udah gitu doang. Aku terus pulang..."
    "Oh, gitu?"
    "Iya. Jadi nggak tawuran. Lagian yang tawuran kan bukan SMA aku..."
    "Percuma aja sih... Mereka pasti gak bakal percaya."
    "Maaf ya, Sayang... Kamu pasti kena marah gara-gara aku."
    "Udah, tenang aja. Minum dulu gih airnya. Terus pulang."
    Rizky meraih gelas air putih di atas meja dan menenggaknya hingga habis.
    "Mungkin ini malam terakhir kita ketemu..."
    Rizky langsung noleh ke gw. "Kamu ngomong apa sih..."
    "Iya. Aku gak mungkin pacaran sama orang yang gak disetujui sama keluarga."
    "Kamu kok gitu..."
    "Gimana lagi? Kamu juga ngomong..."
    "Maaf, Sayang. Sialan nih mulut..." Rizky mukul mulutnya sendiri.
    Dia nampak kecewa. Gw gak sampai hati gangguin dia. Gw langsung belai rambut dia.
    "Nggak kok. Aku gak segampang itu nyerah... Kamu akan tetap jadi brondong aku."
    Rizky masih manyun.
    "Aku kan udah bilang, kalo udah cinta sama seseorang, maka cinta aku bakal awet. Sekarang kamu pulang aja. Gak akan ada yang berubah kok. Pulang dari sini langsung belajar terus tidur..."
    "Ya, Sayang."
    "Ya udah. Pulang gih..."
    Rizky bangkit. "Gimana nih? Aku pamitan dulu nggak sama calon mertua?"
    "Gak usah. Pulang aja langsung. Ntar aku sampaikan."
    "Oke. Selamat malam..."
    "Malam..."
    Gw ngantar Rizky sampai ke teras.
    "Btw, kamu ganteng banget malam ini, Sayang..." puji gw.
    "Bikin kamu horny nggak?"
    "Hey!"
    Rizky terkekeh.
    "Kamu juga ganteng...dan bikin aku ngaceng."
    "Kamu masih mau jadi pacar aku apa nggak?!"
    "Gitu aja ngambek..."
    "Pulang sana!"
    "Iya, iya..."

    ***

    "Rizky udah pulang?" tegur Mama saat gw melintasi ruang keluarga. Di sana ada Mama, Papa dan Mbak Aline.
    "Baru aja pulang. Tadinya dia mau pamitan, tapi aku nggak perbolehkan," jawab gw sambil berjalan ke kamar.
    "Ke sini dulu, Al," Papa menghentikan langkah gw.

    Oke. Gw bakal dapat wejangan kayaknya nih...

    "Ada apa?" tanya gw sambil duduk.
    "Kamu ketemu Rizky di mana?" tanya Papa.
    "Dia anak SMA 4, Pa."
    "Yang pinjam gedung kalian itu ya?"
    "Iya."
    "Kok bisa kenal itu gimana?"
    "Gak sengaja. Pertama ketemu di kolam renang, terus di kampus aja. Dia suka main futsal di lapangan."
    "Kayaknya dia nggak cocok buat kamu, Al."
    "Papa belum tahu Rizky seperti apa."
    "Kita semua punya pandangan yang sama tentang dia. Jadi..."
    "Pandangan kalo dia berandalan kan?" gw memotong omongan Mbak Aline. "Mbak, dia nggak berandalan. Aku gak mungkin sembarangan aja. Dia berantem ada alasannya. Dia juga nggak tawuran."
    "Mbak lihat sendiri."
    "Dia udah bilang kalo dia mau pulang dan kejebat tawuran. Dan aku percaya dia."
    "Ngapain dia di lokasi tawuran? Terjebak gimana coba?"
    "Dia mau pulang..."
    "Sudahlah. Orang tuanya aja gak peduli sama dia. Masa dia dibiarin tinggal sendiri?" Mama angkat bicara.
    "Dia udah ngasih tahu alasannya tadi..." bela gw.
    "Iya. Sebagai orang tua harusnya jangan dikasih izinlah. Dia belum cukup umur. Kecuali ada yang nemenin dia di rumah..."
    "Aku sebenarnya juga nyayangin hal itu. Tapi Rizky bisa jaga dirinya. Dia gak macam-macam."
    "Nggak macam-macam gimana? Itu bikin anak orang babak belur?" timpal Mbak Aline.
    "Tuh orang aja yang mainnya curang..."
    "Tetap aja kriminal. Bisa dilaporin ke polisi."
    "Dia juga luka kok... Tapi karena dia jago, jadi gak terlalu parah sih, hehe..ups!" gw langsung nutup mulut.
    Mbak Aline langsung melotot.
    "Tuh kan, dia mulai terpengaruh. Dia anggap berantem itu hal biasa," kata Mbak Aline.
    "Nggak gitu kok...!" bantah gw.
    "Al juga marahin dia karena berantem. Tapi emang tindakan curangkan gak boleh... Untung Rizky jadi top scorer... Dia cuma kena hukuman mungutin sampah di halaman... Sekolah sayang sama dia..." kata gw dengan bangga.
    "Jago main bola dianya?" tanya Papa.
    "Messi-nya SMANPAT!"
    "Ada bola biasanya playboy..." kata Mbak Aline.

    Ya Ampun, Mbak Aline kenapa malam ini nyebelin banget sih...?!

    "Wajar sih. Dia kan ganteng..."
    "Mbak akuin dia ganteng. Ganteng banget. Bang Geri kalah sama dia. Tapi gak cukup cuma ganteng doang, dek..."
    "Menurut Mama, dia itu masih kecil, Al. Mau kamu apakan dia? Kamu mau digombalin anak kecil? Dari awal Mama udah nggak setuju kamu sama cowok, tapi ya gimana... Tapi ya mbok, cari yang bener dong, Nak. Seenggaknya Rivo. Ini Rivo ditolak malah milih anak bau kencur..."
    "Udah Aline bilang Ma sama Al. Tapi dia udah dipelet sama tuh bocah."
    "Dulu Al mau sama Kak Rivo, dianya nggak mau..."
    "Sekarang dia mau, toh?" timpal Papa.
    "Tapi Al udah gak mau. Kerenan juga Rizky."
    "Dari tampang iya. Tapi Rivo cakep. Cakepnya plus plus lagi. Cakep orangnya, cakep budinya, cakep pekerjaannya, cakep umurnya..."

    Hmmm, gw tahu kenapa Mbak Aline nyebelin banget malam ini. Pasti karena temannya gw tolak!

    "Beberapa tahun lagi Rizky gw juga bakal lebih dari Kak Rivo."
    "Lebih berandal?"
    "Lebih sukses, lebih tampan, lebih gede, lebih hot, lebih pokoknya lebih lebih deh..." ceracau gw.
    "Gini aja," kata Mama. "Papa dan Mama cuma setuju kamu sama Rivo.. Itu kalo kamu mau pacaran. Kalo nggak mau, mendingan nggak usah. Kecuali kalo pilihan kamu di atas Rivo. Titik."
    "Ya. Papa setuju. Sorry, lil son!" kata Papa.
    "Ya dong. Rivo udah paling passss...." kata Mbak Aline.
    "Ya udah deh, gw pikir-pikir dulu," kata gw. Gw bukannya mau nurut sama mereka, gw cuma mau keluar dari lingkaran perdebatan ini.

    ***

    Di kamar gw langsung telepon Rizky.

    "Halo, Sayang..."
    "Kamu udah di rumahkan?"
    "Iya."
    "Bagus. Jangan lupa belajar ya. Besok ada PR nggak?"
    "Nggak ada."
    "Gak usah nge-game mulu!"
    "Kalo belum ngantuk iya nge-game."
    "Batasin. Nggak usah sampai lewat tengah malam."
    "Kamu juga. Nggak usah mikirin aku sampai tengah malam."
    "Ge-er."
    "Hehehe..."
    "Udah ya. Nite."
    "Tunggu dulu. Papa Mama kamu bilang apa setelah aku pulang?"
    "Kamu keren, kamu cakep, brondong berkualitas yang harus aku pertahankan."
    "Hahaha...! Aku serius."
    "Aku serius. Kamu harus tunjukin tuh kalo kamu emang brondong berkualitas super."
    "Aduh, berat nih..."
    "Kalo gagal, siap-siap kamu diganti sama Rivo."
    "Kamu masih mikirin Rivo?"
    "Habis capek mikirin kamu terus."
    "Makanya jangan cuma dipikirin, tapi disentuh, dibelai, dimanja..."
    "Mulai deh! Udah ah. Jangan begadang. Nite!" gw langsung mutusin sambungan.

    ***

    Gw baru aja selesai nge-les anak-anak lantas balik ke kamar. Gw ambil HP di atas meja dan ngecek ada WA dari Rizky. Btw, sekarang dikontak gw namanya udah berubah jadi Brondong mateng. Hehehe.

    Brondon mateng : sayang, kalo udah nge-les kasih tw ya.

    Gw langsung video call sama dia.

    "Malam... Udah ngelesnya pak guru?"
    "Eh, kok gelap sih? Kamunya di mana...??" dilayar gw cuma layar hitam doang. Gak ada penampakan brondong gw.
    "Di kamar..."
    "Kok gelap? Kamunya gak ada..." gw coba goyang-goyangin HP. Padahal gak ada pengaruhnya kali ya?
    "Tadaaa!!!" layar HP gw dipenuhi muka Rizky.
    "Ish..." ternyata kameranya dia tutupin pake karton hitam.
    "Udah kelar nge-lesnya?" tanya Rizky lagi.
    "Baru aja kelar. Ada apa?"
    "Gak ada apa-apa..." Rizky menjauhkan letak HP-nya.
    "Eh, kamu kenapa toples? Masuk angin ntar..." "Aku baru habis mandi..."
    "Mandi malam-malam? Kamu habis ngapain? Coli?"
    "Nge-gym. Enak aja coli. Kalo coli pasti aku ajak kamu."
    "Nge-gym? Sejak kapan suka nge-gym?"
    "Udah lama. Kamu nggak lihat perut aku udah mulai kelihatan six-pack nya?" Rizky mendekatkkan HP ke perutnya.
    "Lumayanlah. Terus kalo udah six-pack mau apa? Mau pamer?"
    "Ya dong. Biar cowok-cewek pada kesemsem sama aku.
    "Oh gitu..."
    "Becanda sayang. Jangan cemburu. Biar badan aku proporsional aja..."
    "Kirain dalam rangka muasin aku... Hahaha...!"
    "Hmmm... Yang udah minta dipuasin. Sini! Sini adek puasin, Bang..."
    Gw terkekeh.
    "Dijamin puas lahir batin."
    "Ah, jadi pengen...ups! Udah ah. Kamu pakai bajunya."
    "Kenapa sih? Gak tahan lihat aku topless, eh?"
    "Entar masuk angin."
    "Udah biasa, Yang..."
    "Ya udah, terserah kalo gitu. Kamu udah belajar?"
    "Ini mau belajar..." Rizky nunjukin buku yang terbuka di atas meja belajar.
    "Belajar dulu deh kalo gitu."
    "Iya. Ayang..."
    "Hem?"
    "Besok mau mancing gak?"
    "Mancing apa? Mancing keributan?"
    "Tetangga aku buka kolam pemancingan. Di hari pembukaannya, tetangga dekat rumah gratis buat ngeramein gitu..."
    "Aku kan bukan tetangganya tetangga kamu..."
    "Nggak apa-apa. Lebih rame lebih bagus katanya. Namanya juga promo..."
    "Lihat aja besok ya..."
    "Oke. Emang kamu suka mancing?"
    "Suka. Dulu waktu keluarga masih di sini, hampir seminggu sekali kita pergi mancing. Papa..., Mama... Semuanya hobi mancing."
    "Oohh... Orang yang suka mancing itu biasanya sabar..."
    "Bener banget! Buktinya aku sabar nunggu kamu..."
    "Iya deh, iya deh."
    "Kamu pasti gak suka mancing."
    "Emang iya. Mancing berjam-jam belum tentu ikannya dapat. Mendingan langsung beli ke pasar mau berapa kilo bisa..."
    "Pantesan kamu gak sabaran! Bukan masalah dapat ikannya atau nggak, tapi kepuasan batinnya..."
    "Kamu cari kepuasan batin? Sini sama aku aja."
    "Tawaran nih?"
    "Ya. Lagi diskon 75%."
    "Kirain lagi cuci gudang."
    "Sial..."
    "Hehehe..."
    "Udah ya, Yang. Belajar ya..."
    "Iya."
    "Habis belajar langsung tidur jangan nge-game."
    "Nggak janji, Yang..."
    "Hmmm... Bye!"
    "Muach...muach...Muaacchhh..."

    ***

    Adzan Maghrib berkumandang bertepatan dengan gw menjejakkan kaki di rumah. Gw baru aja pulang dari rumah Rizky. Kita berdua jadi mancing di pemancingan tetangganya. Gw cuma dapat satu ekor ikan. Sementara Rizky bida dapat enam ekor ikan. Dia jago mancingnya. Sebentar aja udah ada aja ikan yang nyamber umpannya.

    "Ikan aja suka sama kamu," goda gw.
    "Tapi aku sukanya sama kamu," dia balik ngerayu gw.

    Habis mancing kita berdua bikin ikan bakar bareng di rumahnya persis di tempat kita bakar-bakar saat malam tahun baru. Saking asiknya berduaan, gak terasa waktu udah sore. Jadinya gw baru pulang saat maghrib sudah menyapa.

    "Cepat amat pulangnya, Dek?" sapa Mbak Aline.
    "Habis mancing. Saking asyiknya lupa pulang," jawab gw.
    "Mancing? Sejak kapan kamu suka mancing?" celetuk papa.
    "Kebetulan tadi diajakin temen, Pa..."
    "Rizky?" Mbak Aline to the point.
    "Gw mandi dulu ah. Ntar waktu Maghrib keburu abis," elak gw sambil buru-buru ke kamar.

    Gw pikir obrolan tadi berakhir sampai di situ aja. Ternyata saat makan malam, Mbak Aline kembali melontarkan pertanyaan yang sama. Gw pun bilang terus terang.

    "Udah berapa lama kalian pacarannya?" tanya Mbak Aline.
    "Sebulan lebihlah..."
    "Sebulan lebih juga kamunya suka pulang sore. Bahkan keluar malam dan nggak pulang..." kata Mbak Aline.
    "Kamu nginap di rumah Rizky?" kali ini Mama yang nanya.
    Gw mangguk.
    "Apa juga mama bilang, kamu jadi berubah... Dia mempengaruhi kamu."
    "Tapi kita nggak macam-macam, Ma..."
    "Gw sedikit banyak tahu dunia homo kayak gimana. Gak jauh-jauh dari pesta, seks bebas..." Bang Albert ngomporin.
    "Gw nggak kayak gitu!" bantah gw keras.
    "Narkoba, minum-minum, mabuk... " Bang Albert tetap ngelanjutin omongannya.
    "Rizky itu polos. Dia jauh dari hal-hal semacam itu. Apalagi gw," gw menekankan.
    "Dia aja berandalan gitu..."
    "Cuma karena dia bikin babak belur adik teman lu terus dia dicap berandalan? Gimana sama adik teman lu?! Dia berandalan juga?"
    "Dia nggak homo..." jawab Bang Albert.
    "Gak nyambung..."
    "Dia gak homo. Jadi dia jauh dari dunia yang gw bilang tadi."
    "Oh ya...??? Ya kali homo aja yang kayak gitu. Jangan suka nyudutin satu pihak aja dong..."
    "Udah!" lerai Mama. "Al, kamu nggak usah pacaran dulu. Sama siapa aja. Titik!"
    "Kecuali sama Rivo," timpal Mbak Aline.
    "Rivo juga nggak. Nggak sama siapa-siapa. Fokus sama kuliah aja!"
    Gw langsung menghela nafas.
    "Mama udah terima keadaan kamu. Sekarang mama yang minta kamu buat nurutin kata mama. Kamu bisa kan?"
    Gw menunduk. Gw gak bisa jawab bisa atau nggak.

    ***

    Gw menghempaskan tubuh ke ranjang dengan kesal.
    Gw benci banget sama Mbak Aline dan Bang Albert! Kenapa mereka selalu ikut campur urusan gw?! Kenapa mereka selalu memaksakan kehendak mereka ke gw?! Mereka ngejelek-jelekin Rizky sehingga Mama dan Papa nggak suka brondong gw itu. Dan sekarang Mama ngelarang gw buat pacaran!

    Huffhh... Kenapa serumit ini sih? Masalah selalu silih berganti menerpa hidup gw. Dulu gw pacaran diam-diam sama Kak Edo karena gw gak mungkin kasih tahu hubungan gw sama mereka, dan sekarang gw bisa leluasa pacaran tapi justru hubungan gw gak direstui. Dan ujung-ujungnya gw harus pacaran diam-diam lagi.

    Gw pikir gw cuma dilarang buat pacaran aja. Ternyata gw juga gak diperbolehkan buat keluar malam lagi kecuali punya alasan yang kuat banget. Itupun harus ada yang nemenin dan gak boleh nginap. Gw pengen berontak rasanya. Tapi apa daya gw? Kelar nge-les anak-anak gw harus langsung masuk kamar. Untung Rizky pengertian banget. Dia minta gw supaya nurut sama keluarga gw dulu.

    "Gak apa-apa sayang. Kita bisa teleponan dan video call. Kita juga bisa ketemu di kampus..."
    "Sorry ya. Mereka keterlaluan banget."
    "Semua juga gara-gara aku..."
    "Kamu gak salah. Semua bakalan baik-baik aja."
    "Ya."
    "Selagi aku gak bisa ke rumah kamu, kamu jangan nakal dan gak boleh keluar malam-malam!"
    "Iya. Kita kan video call. Jadi kamu tahu aku keluar malam apa nggak..."
    "Hehe.."
    "Kamu juga gak boleh mikirin orang lain selain aku."
    "Gak bisa dong!"
    "Bilang aja 'iya' kenapa sih?!"
    "Hehehe... Aku gak segampang itu bilang iya."
    "Selalu kayak gitu."
    "Habis permintaannya berat banget..."
    "Kalo permintaannya cuma semangkok bakso aku juga bisa beli..."
    "Ngambek nih...?"
    "...."
    "Oh my God, demi apa aku pengen lihat muka manyun brondong ini. Pengen peluk dia supaya gak ngambek lagi."
    "Udah ah. Ntar aku baper lagi."
    "Hehehe..."
    "Sayang, teman-teman aku banyak yang les---"
    "Udah deh. Jangan mulai lagi. Pokoknya nggak. Kalo mau les, ke bimbel aja," potong gw.
    "Kamu kan guru les."
    "Aku gak yakin bisa profesional."
    "Aku janji, yang. Aku bakal serius."
    "Aku yang takut gak bisa serius."
    "Come on..."
    "Lagian gimana bisa aku nge-les kamu? Ketemu aja kita gak boleh."
    "Pulang sekolah aja."
    "Aku guru les SD dan SMP."
    "Kamu mah cari alasan. Aku akan bayar kamu secara profesional."
    "Gak tahu deh. Aku pikir-pikir dulu."
    "Dasar... Dengar dibayar secara profesional langsung pikir-pikir."
    "Hahaha. Gak sayang. Kalo buat kamu gratis."
    "Jadi mau ya nge-les aku?"
    "Belum tentu dong!"
    "Hadeehh... Kamu mau aku cari tempat bimbel yang tutornya cakep? Terus aku kepicut sama dia?"
    "Silahkan aja. Kalo udah ketemu jangan lupa kenalin ke aku."
    "Terus threesome. Yeaahh!"
    "Ide bagus tuh."
    "Tau ah. Capek ngomong sama kamu."
    "Kalo capek istirahat gih."
    "Aku ngambek."
    "Ngambek kok bilang-bilang..."
    "Aku berhenti ngambek kalo kamu mau jadi guru les aku."
    "Murahan banget sih? Masa obat ngambeknya dikasih tahu."
    "Biarin."
    "Ah, coba kalo keluarga aku tahu yang disangka brandal itu orangnya ngambekan dan unyu banget..."
    "Aku gak unyu. Aku ganteng!"
    "Iya deh ganteeennnngggg. Udah ya, besok kita ngobrol lagi di sekolah."
    "Nggak mau. Bilang dulu kamu mau jadi guru aku."
    "Iya."
    "Bilang: aku mau jadi guru les kamu, gitu."
    "Iya."
    "Bilang yang jelas dong."
    "Plis deh, Ky!"
    "Apa susahnya sih cuma bilang?"
    "Aku mau jadi guru les kamu gitu."
    "Gitunya nggak usah."
    "Aku mau jadi gitu les kamu gitunya nggak usah."
    "Almer!"
    "Ya, ada apa?"
    "Terserahlah. Kamu bikin aku badmood."
    "Ngambek la---"

    Tut!

    Gw terkekeh. Enak banget deh ngejahilin brondong. Hihihi.

    ***


  • Duuuh godaan baru nih si Pak Dosen.
  • Wew :o rivo mau dinongolin lagi

    knpa kau al? Di sms ditelpon di WA terus2an sama rizky merasa terganggu, tapi sekalinya ga dikontak sama rizky malaaaaahhhh merasa ada sesuatu yg kurang ya al? Ciee cieeee hahaha
  • Disaat al sdh jadian sama rizky..kok dosen mau mendakati al.mendingan dosen kasih sama fredo aja deh.kelakuan dosen sama fredo sebelas duabeles.rizky sama al sangat perhatian tiap hari selalu sms sama telpn.tapi al nggak terlalu nanggapin...setelah rizky nggak ada kabar beritanya lagi..malah al sangat khawatir dengan rizky..duh seadainya fredo tau al sama rizky jadian gimana ya ngga bisa bayangin deh bagaimana dgn perasaan fredo.kalu mantannya sdh bersama yang lain.keren bang locky lanjut.
Sign In or Register to comment.