BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Pistol Di Kebon Semangka

2456719

Comments

  • semangka kaka..!
  • Dear all,
    Sekarang jam 12.05 larut malam, gue coba lagi upload skrip lanjutan tapi masih eror 503 service,
    apa ya maksudnya ? harus ngetik kalimat di box ini ? hehehhhh aduh repot jadinya.
    Sabar ya


  • “Mas, namanya juga orang cari usaha. Segala macam cara ditempuh lah” goda papa yang aku yakin ada ujungnya berupa ceramah panjang yang membuat Putra betah menghilang dari jangkauan orang tuanya.


    “Terus gaji mereka yang setinggi langit sebagai pejabat masih kurang ?, usaha apa lagi sih pa ?” aku coba mengajak berlogika agar tidak kena ceramah lebih panjang.


    “Kurang itu namanya mas, buktinya mereka masih getol memasukkan lobi, hi hi hi” ciri khas mama yang terpingkal-pingkal.


    .....Aku diam, ga masuk dalam logikaku, dan ga cocok dengan sanubariku


    “Tapi coba mas bayangin, seandainya kami yang digituin. Lantas kehadiran kami ditolak dan tertutup pintu dialog” papa berusaha senyum sembringah sekedar menarik simpati agar aku membenarkan pemikiran beliau.


    “karena aku yakin papa ga akan begitu. Ga usah berdamailah pa dengan cara-cara gituan. Gini hari, ga ada yang gampang kan pa” pendapatku


    “hi hi hi hi si mas, sebentar lagi jadi pimpinan, ya harus harmonis dong dengan daerah yang dipimpin. Meski pahit dalam hati, keluarkan yang manis berupa ucapan. Musuh satu udah kerasa banyak mas” mama tahu benar menempatkan kalimat minang nan bijak, leluhur beliau.


    “wadoh manis mulut dong namanya ! anak papa ga boleh manis mulut. Kira-kira yang terbaik adalah menghindar saja. Dengan menghindar lama-kelamaan mereka tahu kamu ga tertarik dengan planning yang ditawarkan” susah emang untuk menghindari ceramah bapak tua yang satu ini.


    “dengar tuh mas, papamu bekas pemimpin yang ga kesampaian hi hi hi” guyon mama


    “he he heh, minimal papa kan jadi pemimpin rumah tangga” aku menimpali kata-kata mama biar papa ga lagi berniat untuk berceramah.


    “betul tu mas, meski level anak buah saja papa bisa nyekolahin Putra hingga ke US” papa begitu bangga dengan kelaki-lakiannya dan jasa baiknya (heheheh)

    “bergaya bangat si papa neh, si mas bisa juga nyekolahin dedek hingga ke bulan. Oh jadi teringat dedek yang kita tinggal di mesjid sama Ibu kamu mas” kata mama


    Kami terdiam


    “sebentar, nih donat masih tersisa satu, makan lah papa” mama secepat kilat menempelkan donat yang bertabur tepung gula ke mulut dan hidung papa hingga belepotan.


    “hi hi hi, hadiah untuk orang yang bisanya ceramah, susul tuh anakmu ke New Orlean sana” mama melangkah menuju mesjid dengan anggunnya tanpa merasa bersalah heheh


    “sialan nenek perfecto” guman papa


    “hahahh apa pa ? nenek PRESTO ? aku bilangin mama ntar ya” candaku yang juga mulai menggeserkan langkah menuju mesjid.


    “waah sudahlah mas, jangan gitu, makin gila dia ntar” papa juga menyusul di belakangku dengan tergesa-gesa


    ........


    “Selamat siang Inspektur, tadi Ibu dan dedek saya antar ke rumah Pak Nadjmin” lapor ajudanku


    “Iya, terima kasih. Sekarang kita susul mereka kesana” balasku


    “Siap Inspektur” balasnya


    “Siapa tu Pak Nadjmin itu ?” selidik papa


    “Keponakan jauh dari mamak, kebetulan tinggal di Prabumulih sini pa” jawabku


    “Agak rewel tadi dedek” kata ajudan itu lagi


    “Masa ? dedek tadi baik-baik saja kok sama Ibu di mesjid” keterangan dari mulut mama


    “Minta semangka dia” keterangan tambahan dari ajudan itu


    “Bukan rewel, seminggu yang lalu kak Nadjmin ngundang kami panen semangka, dengan segala propaganda : ada semangka kuning, ada semangka merah tanpa biji, ada semangka baby black, anehh. Namanya juga anak-anak pasti tertarik lah dia” penjelasan ku.


    “Apa mas, baby black ? apa itu ?” papa juga ingin tahu


    “kurang ngertilah pa, aku ga suka semangka, yang di amerika tuh suka semangka” kataku sekenanya.


    “Malin kundang yang satu itu dengan segala jenis buah, dia suka mas” seru mama


    “mama ini mulut !!!!!! perkata orang tua tuh adalah do’a ma ” papa terbata-bata


    “siapa malin kundang di amerika Inspektur ?” tanya ajudanku heran.


    “hoooi mulutmu dijaga ya, nyetir yang baik !!!” spaning tinggi juga aku dengar mama berkata begitu terus orang ini ikut-ikutan lagi, sambil menyepak kaki ajudan itu.


    “owwww sakit pak, maaafff” dia meronta sakit


    ccccuiiiiiittttttt ttttttttttttttttt ngeeeekkkkkkk
    Ban mobil direm mendadak...... !!!!!!!!!!


    “Astagfirullah, nyebut mas.... kasar amat, ini jalan raya loh” mama protes padaku sementara papa terpojok menahan nafas


    “maaf Inspektur, kok ditendang? kaki saya diposisi rem” ajudan itu minta maaf dengan gugupnya


    “tarik nafas papa, ga apa kok, dah sampe, ayo turun” perintahku dengan tegas


    Semua mulut ternganga lebar


    “turun???” mama keheranan


    “makan siang mama, ini restoran pindang ikan patin yang paling uweeenak” promosiku


    “oh iya toh ???” mama melongo


    “Kamu jemput Ibu dan dedek, tidak pake lama” perintahku pada ajudan itu


    .............


    Selesai makan siang yang lezat ini, hingga papa dan mama nambah dua kali, barulah datang mamak dan dedek


    “Oma, aku tadi panen semangko” kata dedek dengan riangnya, semangko=semangka


    “Madai, mamak ini lamo nian ! Lah selesai kito makan ” protes ku


    “Kami lah makan tadi di rumah Nadjmin” kata mamak


    “Aku bawak semangko untuk oma jo opa” info dari dedek


    Mama dan papa tak lekang memandang wajah dedek yang polos, wajah yang menggambarkan ketulusan mata dan senyum manis Putra.


    “semangko kuning bae oma” kata dedek


    “mana semangka baby black ?” tanya papa


    “Kulitnya saja yang hijau hitam pekat Pak, isinya merah tua tulah” informasi dari mamak


    “wah perlu dicoba tuh mas suatu waktu mumpung papa masih disini” harapan papa


    “beres pa, di pekanbaru juga ada pastinya pa” kataku


    Mata mama dan papa tak lepas sedikitpun mandangi wajah dedek, itu membuat ajudanku makin bertanya dalam hati mungkin. Mamak melihat dari kejauhan lalu mamak berkata sesuatu untuk memecah kekeluan mulutku.


    “kasihlah ke oma sayang” kata mamak


    “Ini oma semangko kuning nyo” kata dedek dengan ramah penuh senyum


    “mata dedek mirip mamang Putra ya ?” papa asal cerocos


    “Iyo kato mamang Putra cak itu. Itu mamang dedek, sekali sebulan mamang telpon dedek” anak kecil emang tidak bisa berbohong. (terjemahan: iya kata om Putra seperti itu. Itu om dedek, ...)


    Sesak dadaku rasanya, mata mama dan papa berapi memandangku, aku bisa membaca fikiran mereka yang jarang sekali ditelpon Putra, dengan sigap mamak mengambil kendali suasana


    “deeeek, kasih Bapak kau lah deeek” kata mamak pada cucunya


    “Ini pak, jangan dihabisi yo pak ! siso kan untuk mamang Putra” lagi-lagi dedek berkata dengan spontan.
    Tetapi kata-kata ini terlalu mengiris relung kalbu dan perasaanku serta mama dan papa.
    Aku tertunduk, menutup wajah ini dengan kedua telapak tanganku. Papa tahu diri dan menepuk bahuku isyarat malu dengan ajudan, sedangkan mama mengambil selendang menutup hidung pura-pura hidangan pindang ini pedas, suara mereka tercekal.


    Lima tahun aku berusaha tegar, tapi hari ini aku luluh lantak di smack down oleh dedek kecil yang polos. Selama perjalanan pulang aku tidak bisa bicara sepatah katapun. Ada undangan ramah tamah makan malam dengan rekanan proyek yang dipantau papa tadi tidak menarik bagi kami.


    .........


    “Buk maafkan keluarga kami yang selalu merepotkan keluarga Ibuk, si mas dan Ibuk telah banyak berkorban untuk Putra, nasi telah jadi bubur Buk.
    Tolong jangan tinggalkan si mas ya Buk.
    Seandainya saya bisa tinggal disini Buk, tapi itu tidak mungkin” dengan nafas tertahan mama minta maaf dan mohon pamit balik ke Pekanbaru


    “Idak ado yang perlu disalahkan Buk, posisi Putra terlalu istimewa di keluarga kami, dan kami bahagia pernah kenal dengan Putra” kali ini giliran mamak ku mencurahkan rasa sakit di dadanya


    Antara malu menangis dan hancurnya pertahanan diri, aku terbaring di kasur subuh itu mendengar pembicaraan dengan jelas saat mama dan papa berpamitan untuk balik.


    “jangan menuntut terlalu banyak samo Putra Buk, yang terbaik mungkin kito do’a kan biar Putra cepat selesai study nyo dan balek ke Pekanbaru” saran bijak nan sederhana dari mamak


    Papa yang mengendong dedek agak memalingkan wajah menahan perasaan, dalam hal ini aku acungin jempol untuk papa yang bisa mengontrol emosi dan bisa memback up mama untuk tidak terlalu larut dalam kesal oleh sikap Putra.


    ......


    “Ayo sholat subuh mas, kami mau pamit neh ngejar pesawat siang dari Palembang” kata mama dan aku mencoba bangkit untuk mengambil wuduk dan menunaikan sholat. Papa melihat seisi kamar kerjaku. Ada beberapa foto anak-anakku waktu di Palembang dulu yang digendong oleh Putra.


    “si mas sakit lemes lutut ya, kemaren habis makan pindang pedas cinta tak terbalas, kehkehkeeeeh” hiburan yang ga lucu dari papa


    “sebenarnya hubungan kamu dengan si malin kundang ni gimana sih mas ?” mama juga mencoba menghibur


    “ya hubungan ranjang ! kaget ya ma !
    malin kundang melulu apaan sih ma,
    Putra bukan malin kundang lah ma, dia sibuk aja.
    Aku juga kali yang memulai untuk cuek makanya dia marah” pastilah aku membela Putra, masa aku menjelekan anak mereka


    “hubungan ranjang bergoyang apa, kok kamu belum hamil-hamil juga !” komen yang ga bermutu dari papa



    “ya kalo gitu, tolong dong kamu susul dia,
    mintalah cuti, masa kerjaaaaaaa terus bertahun-tahun,
    ke Pekanbaru saja kamu akhir-akhir ini hampir tak pernah” mama menimpali


    “iya neh. eh mas ! dia tiap bulan kirim uang ke rekening papa loh, udah terkumpul pastinya” info dari papa yang sepertinya surprise tapi tak begitu menurutku


    “hmmmm dia juga kirim duit untuk anaknya: dedek dan ayuk” balasku


    “nah klop itu mas, pake lah dan satukan dengan duit dari papa,
    kesempatan ga datang dua kali, susul dia gih !!!” saran papa


    “papa......, gaji aku lebih dari cukup untuk itu,
    Ga mau ah pa, ribet.
    Ini bukan lah masalah susul dan disusul pa,
    Misalnya aku kesana,
    Tapi dia yang ga pengen balik, ayo gimana ?” kalimat penutup dariku


    Bersambung ......



  • Waduhhh bang @Putra111 Ќºќ' rhey gak ∂î mention ??
    Lupa nech ama rhey, . . .
    Hiks hiks
    Y dah gak papa
    Yang penting semangatt buat Lanjutin aja.
  • Bang putra bang putra !!!
    Kemana saja atuh ? Udah rebes bang studi'nya ?
  • semangka?
    bisa gtu? prnh nyoba?

    lkirain pake pie doang...

    #american pie jilid walahualam....

    pengen nonton ulang american beauty;
    la confidential;
    talented mr ripley

    wot else?...

    dundileo wrote: »
    semangka kaka..!

  • mas boljugg dua tahun ga berjumpa daya imajinasi mas boljugg luar biasa :) barudak bandung yg smart

    dedek Daramdhan udah kelar sejak 2004 kale !!!, kemaren itu kerjaan team research gitu dedek

    dedek Rey, itu udah di mention dek

    mas Dundi, ketemu lagi ya mas pasti deh kita ditemani mas wya :)

    koko Brands, lagi pacaran ya :)
  • Ondee mandeee
  • edited September 2013


    Saat itu adalah sore di hari Kamis, kota Palembang semakin luas rasanya ditopang oleh pembangunan yang pesat dalam menyongsong
    pekan olah raga negara-negara di asia tenggara.
    Aku menuju rumah yang dibangun Bapak di daerah KM 6 Palembang.
    Sekarang rumah itu ditempati oleh Mamak, Marlen dan anak-anak serta adekku.
    Anak-anak disekolahkan oleh Marlen di tempat yang bagus atas pemikiran dari
    adekku yang pastinya lebih hafal seluk beluk kota Palembang.



    Dalam kesibukanku yang luar biasa, mereka ternyata memilih sikap
    untuk tidak banyak berharap pada perhatianku (itu adalah salah karena aku tidaklah seperti yang mereka fikirkan).
    Malam harinya akan ada keramaian di rumah itu,
    ada tadarusan kelompok aktivis mesjid yang dijalankan oleh mamak dan rekan-rekan. Kebanyakan dari mereka adalah teman-teman haji mamak dan bapak karena mereka langganan naik haji.
    Alhamdulillah sekali, rezeki yang dilimpahkan Tuhan untuk orang-orang terdekatku terus mengalir.
    Usaha kelapa sawit Bapak dan keluarga Marlen maju pesat seiring majunya ekonomi sumsel, apalagi sekarang di support oleh kehadiran adekku
    dengan ilmu dan relasi yang dia punya maka bertambah menggeliatlah usaha itu.
    Putra, di negara seberang sana memperoleh ilmu pengetahuan dan penghasilan yang lebih dari cukup.



    Ada jejeran Ibu-ibu, Bapak-bapak, serta generasi muda mesjid diam sejenak mendengar kata-kata selamat datang dariku sebagai tuan rumah.
    Rata-rata diantara mereka tidak tahu bahwa yang berdiri adalah anak yang punya rumah ini.
    Pembawaanku yang tenang dan tegas menuntun jalannya acara hingga ke tujuan yang diharapkan dan akhirnya berakhirlah pengajian tersebut.



    Seperti biasanya, sesi makan bersama berlangsung di ujung acara. Sekelompok ibu-ibu dengan telaten melayani yang hadir dengan hidangan yang cukup menarik dan enak menurutku.
    Kebiasaan dan sifat dasar dari mamak dan bapak serta marlen tidak pernah mengenalkan aku secara formal dengan yang hadir, (bertolak belakang dengan keluarga yang berpendidikan tinggi seperti keluarga Putra yang entah yang keseratus kalinya mereka memperkenalkan aku sebagai anak mereka pada suatu party ataupun gathering. Mereka emang dari dulu pengen sekali dapat anak yang berprofesi sebagai Polisi).
    Tapi inilah keluargaku, apa adanya.


    Akhirnya jam 9 malam itu tiba juga, satu persatu mohon izin pulang dan tinggalah pengurus inti yang menjelaskan pembagian tugas pembimbingan haji oleh lembaga yang mereka bentuk. Pengalaman mamak dan bapak tentang masalah ini tidak diragukan sudah berkali-kali mereka naik haji.
    Tahun ini mamak dan bapak dapat peran lain yaitu peran mengayomi sesama lansia naik haji dan para lansia itu tentunya adalah dari keluarga kaya raya asal jambi, sumsel, dan lampung utara yang berbatasan dengan sumsel. Keluarga itu biasanya sudah mereka kenal dengan baik.
    Rezeki tidak kemana, dengan usaha ini saja bisa diperkirakan mamak dapat penghasilan yang cukup.



    Tibalah pada kesempatan yang sudah lama ku pendam, sengaja ku nanti meski hampir jam 12 malam begini. Tidak ada keinginan bicara dengan Bapak dan sejak kedatanganku tadi. Mereka punya firasat aku ingin bicarakan hal serius. Kular kilir mereka ga jelas mengulur waktu. Aku tunggu, bukan hal yang berat bagi polisi yang sudah sangat terlatih mentalnya.
    Sudah saatnya aku ingin ngomong secara terbuka pada Marlen, disaksikan oleh bapak dan mamak.
    Belum lagi dimulai marlen sudah menangis tersedu-sedu
    Aku tidak peduli



    “Marlen, disaksikan oleh mamak dan bapak, boleh ditanya dan boleh juga kau usut pada keluarga kau, SIAPA YANG PENGEN KAWIN DENGAN AKU DULU ????” kalimatku mengalir dengan lancar tanpa ada emosi



    Mereka diam



    “Bulan ini adalah tepat kito berumah tangga 8 tahun, aku lah banyak mengalah ikutin kemauan kau, kemauan bapak dan mamak serta keluarga kau” aku memancing mereka mulai bicara, dan benar sekali, bapak bersuara dengan lunak



    “Rasonyo, kami idak banyak kemauan, cubo kau ingat-ingat lagi” kata bapak



    “Aiii gitu ye ? maksoke keinginan untuk 8 taun masih kurang ye ?. Aku jugo susah bersikap. Tiap hari rasonyo aku marah terus samo si NGun, Bapak dimano? Siapo yang pengen kawin dulu Pak ? tolong di jawab Pak, kalo pacak menjawab” mamak adalah selalu membela dan sayang pada anaknya ini



    Bapak lesu darah dan tidak berani menatap mata anaknya, dengan terbata-bata marlen bersuara



    “maaf kak, aku dan keluargaku di banyung lencir tu banyak berharap samo Bapak. Banyak terimo kasih untuk kemajuan bersamo” tangis marlen makin menjadi



    “Jangan kau kiro gampang ye 8 taun jadi lakikau tampak baik di mato semua, dah saatnyo aku melaju dengan jalan yang kuingin” sekedar pemberitahuan dariku



    “maaf kak, aku dak galak pisah dengan Bapak, dengan mamak, dengan Aisyah, dengan anak-anakku. Lah biaso selamo 8 taun ni. Terserah kakak lah aku dak galak katek gawe balek ke banyung lencir” tangis marlen mereda dalam kehampaannya



    “Idak adolah sampe ke situ maksudku.
    Tapi selamo ini terkesan kalian mendang aku tidak berharga.
    Kalau polisi berkarir kan memang cak ini sibuknyo!
    Mau dapat yang santai-santai idak usah bae aku kuliah dan sungguh-sungguh,
    tinggal bae di jalan banyung lencir banyak tuh rezeki dari supir-supir truk yang tidak bersalah,
    apa itu mau kalian ????????” baru kali ini mungkin mereka dengar penjelasan yang sebenarnya mengingat tingkat pendidikan mereka



    “Jadi cak mano anak-anakku ? sebentar lagi Putra balik, aku bawa ke dua anakku ke Jakarta, tinggalah kalian semua” ancamanku yang paling sadis



    Mulai lagi marlen terisak, dan butir hangat dari mata Bapak menetes, mamak berfikir keras. Satu sisi sayang mamak akan lebih untukku, satu sisi lain, jiwa perempuannya tentu berpihak pada marlen



    Masuklah Aisyah yang tentunya dari tadi tentunya menggigil mendengar pembicaraan kami



    “Kak, idak galak aku tinggal dewek di Palembang ini, aku ikut ye samo om Putra dan dedek” protes Aisyah



    “Kau jugo dek, om kau selalu ngasih perhatian khusus, karena tahu aku sibuk idak mungkin perhatikan kau. Bisa kau fikir dak ? biarkau mandiri bisa nolong keponakan kau bukan ikut-ikutan musihin aku!!!” sebuah teguran untuk Aisyah, lalu aku ambil wuduk, untuk sholat tahajut sekedar menenangkan diri



    “Aiii ado mamak dan om Putra yang sayang apolagi lah, kami-kami salahkan bae! Kalau kau pergi kak bawak dedekku ku kejar kau” cemburu besar seorang adik sang idealis dan seorang adik tetaplah adik bagaimanapun……. Oh adikku yang nyenyes…….



    …….



    Aku bablas ketiduran hingga sekitar jam 6 pagi, buru-buru ku ambil wuduk untuk sholat subuh. Tidak banyak do’a yang kuminta, karena itu bukanlah jam subuh lagi.
    Ku langkahkan kaki ini menuju dapur, ku lihat ada nasi goreng entah bikinan siapa
    Dan biasanya nasi goreng tidak pernah jadi enak !!!! kenapa kemampuan masak mereka ga pernah meningkat ????



    Saat mencicipi nasi goreng itu,



    “Kak…..” suara marlen di belakang badanku



    “apo kau panggil-panggil, aku lagi sombong” kataku sekenanya



    “sombonglah terus kau tu, tadi subuh Putra nelpon” kata marlen, aku pura-pura tidak terkejut



    “terus kau bilang apo ?” pancing ku



    “ku bilang bae kau ngamuk-ngamuk marahi aku dan Bapak” kata marlen lagi



    “apo kato orang hebat itu ?” tanyaku dengan serius



    “Putra nyo malah ketawa, bingung aku” lugunya si marlen, aku pura-pura tidak tertarik padahal hati ini serasa terbang membayangkan bibir pacarku lahir batin yang sering kusentuh dengan amuk nafsu birahi. Aku harus segera balik ke Prabumulih pagi ini menghindari macet dan kalo bisa sholat jum’at dah di Prabumulih ada khotib idolaku yang akan naik mimbar dan aku harus mendengarnya.



    “liburkan hari jum’at ini? Siapa yang mau ikut Bapak ke Prabumulih????” pancingku



    “idaaakkkk, aku nak chating samo mamang Putra bentar lagi” penolakan dedek yang seolah ngusir aku jauh-jauh



    “boleh dak Bapak ikutan chatingan ???” aku sedikit iseng menggoda



    “idak boleh, pengen tahu….. bae Bapak neh” protes ayuk



    ……



    Saat itu aku bersiul-siul kecil, sedikit beban dan unek-unek sudah dibicarakan dengan baik-baik. Terjadilah apa yang akan terjadi, itu moto hidupku setelah berjuang hingga hari itu. Putra dan anak-anak adalah milik Tuhan, tidak akan ku bawa mati.
    Aku menyetir di jalan raya Palembang-Prabumulih yang padat dan sering kecelakaan.
    Sampe di Indralaya nanti akan ku beli nomor baru dengan pulsa yang melimpah,
    biarlah Putra terkaget dan dikiranya itu adalah nomor mamak.




    Hari ini akan kutuntaskan dendamku untuk menelpon dia.
    Lagi apa dia sekarang, lagi jalan sama siapa dia sekarang,
    Untuk sekaliber dia harusnya sudah menamatkan study, apa yang ditunggunya?
    Seribu pertanyaan di kepalaku butuh jawaban dari Putra …..



    Bersambung


  • dundileo wrote: »
    lagi..!

    makasih mas dundi atas waktunya :)

  • edited September 2013


    tuuuuuutttt tuuuuuuuttttt tuuuuuuuttttt



    “koq idak diangkat sih ?” gumanku dalam hati


    tuuuuuutttt tuuuuuuuttttt tuuuuuuuttttt


    “asik nian dio melayani chating dari 4 orang” otakku berfikir menghentikan aktivitas si dia. Asik chating atau ga mau ngankat telpon dari nomor asing.
    Hanya ada satu nomor mungkin yang dia hormati, yaitu nomor mamak


    “Mak, mobil ini berulah di lepas Pemulutan” nada bicaraku memelas sekali


    “Eeeee aman bae kan NGun ? kau mantab-mantab disano dulu, pak…. Pak
    Si NGun terperangkap di lepas Pemulutan Pak, mobilnyo mogok” mamak bersuara nyaring hingga memecah gendang telinga ku


    “Weeeeh bahayo itu daerah sano, tungggu kami segera kesano” suara bapak juga jelas dari telepon ini kemudian giliran mamak yang bersuara
    “deeeekkkk ayuuuk mau ikut dak, mobil bapak kau terperangkap, tu lah tadi diajak bapak kau dak galak” suara mamak


    Lumayan juga kegemparan pagi itu, hingga 15 menit berlalu, HP ku berdering


    “Kami lah nuju jembatan panjang tuh, kau baik-baik kan?” suara mamak khawatir


    “aku dapat tumpangan ke Timbangan, aman lah” balasku


    “Oh yo itu lebih aman dari pado kau berdiri disano” tanggapan mamak


    Dari jembatan itu ke Timbangan butuh waktu lebih dari 30 menit, pagi ini lumayan lancar lalu lintasnya. Aku meletakkan mobilku di lokasi piket sejawat yang jaga di Timbangan tersebut.


    Aku mencari sebuah rumah makan sunda yang cukup besar di daerah itu.
    Sambil menunggu rombongan mamak, untuk mencapai maksudku yang teramat penting hari ini membuka mulut si Putra.
    Setelah tiba waktunya, HP ku berdering lagi sebuah panggilan dari mamak


    “Bapak, dimano ? aman kan Pak, kami lah nuju Timbangan” suara ayuk si anak sulungku


    “Eh ayuk, Bapak baik bae, ditunggu di rumah makan selah kanan sebelum simpang Timbangan” kataku untuk ayuk. Ohhhh cemas kali anak-anakku karena selama ini aku tidak pernah bermasalah dengan mobil mogok bisa ku atasi sendiri


    “Bapak, aman-aman bae ????” ayuk berlari ke arah ku


    “aman kok” kataku


    “syukurlah” balas mamak


    “mano mobilnyo NGun ? lah masuk bengkel ???” tanya Bapak


    “iyo Pak lah masuk bengkel, duduk dulu Pak pasti capek nyetir nyo” balasku


    “Iyo, idak tenang aku nyetirnyo, mamak samo anak kau gelisah cak itu” komen Bapak


    “dedek pengen jus, haus ni Pak” dedek kehausan di perjalanan


    “pesanlah mak jus atau makan apo” kata Bapak


    “bentar mak, bentar ye, HP ku habis pulsa, pinjam HP nyo yo mak” rengek ku


    ……


    Tibalah saat yang mendebarkan,
    Rasain kau Putra …..


    ttttuuuuuuutttttttt tttttuuuuuuttttttt tttuuuuuuuuuttttt


    Kreeeeeekkkkkkkk


    “Assalaamu’alaikum mama, tadi aku ditelpon Aisyah, napa mas NGun ma ? baik-baik saja kan ma ? bukan kecelakaan kan ma ? halo…” begitu resahnya nada suara Putra


    “Waalaikumsalam Putr, jangan kaget ya” tanggapanku dengan nada tidak berdosa


    “Aduh…, nomor mama kenapa ada sama elu ? mau ngerjain gue ya ?” Putra menanggapi sadis lebih dari perkiraanku, ada rasa ciut pada nyali ini mendengar aku dihardik. Hari gini aku dihardik ? tapi masalah ini harus dituntaskan


    “Masih ada ternyata rasa belasungkawa mu, aku kira sudah hilang” balasku


    “ciiiiieeee mas Jayadi Langit dah berpangkat Inspektur sekarang ya aneh aja mau bicara sama rakyat miskin ! Puas elu marah-marahin Bapak dan Marlen ?” suara Putra menggelegar, kangen banget aku sama kata-kata Jayadi Langit yang disebutnya ini ya Allah


    “ya harus, biar bisa ku perintah-perintah” kata ku


    “Perintah apa ? arogan jangan dipelihara donk ? balas Putra


    “Perintah Segera Pulang, tinggalkan pacar barumu itu Sekarang Juga” nada suaraku agak tinggi


    “Pacar baru elu ? sok tahu ! Iya pacar baru gue buku Trace Element in Hazard edisi terbaru, puas elu !” ketusnya seorang Putra Pratama


    “Hohoho, udah lima tahun tidak juga dapat pacar baru, jangan salahkan orang kalau badanmu tambah kurus” kataku memainkan emosi Putra dengan harapan dia makin terpancing untuk ngobrol berlama-lama dengan aku


    “Ya biarin, gue kurus mikirin elu tambah tua bukannya tambah bijaksana, malah tambah pemarah, hobby abadi nya membentak Bapak-Bapak dan perempuan. Berani ga elu membentak gue ?” Putra balas menantang


    “Ada yang berani kok sama kamu, nih orangnya” kataku sambil ngasihkan HP mamak kembali hahahahahhhhh


    “Sini elu kalo berani, gue patahin batang leher elu” emosi Putra meledak di tempat yang salah


    “Putra, ini mamak, kok marah-marah ? ga usah diladenin si NGun gila, nih pulsa mamak LUDES dipakenya” kata mamak


    Terlihat mamak senyam senyum mungkin Putra ngomong maaaaaffff maaaaaffff, si mas ngajak berantem terus, OK gue call balik mama ya (dalam hayalannku, karena ga tahu juga apa yang mereka bicarakan). Yang jelas aku berhasil meludeskan pulsa mamak yang terkenal amat banyak sebagai ibu-ibu yang suka ngerumpi


    Bhhhuuukkkssssssss tangan mamak melayang ke pundakku


    “kurang ajar kau ye, ngabisin pulsa ku, bikin Bapak dan anak-anak jantungan, ruponyo mau ngomong sama Putra” kesal sekali mamak dengan candaku pagi jelang siang ini


    “mobil mogok di pemulutan itu akal-akalan kau ? aiiihhh NGun aku banyak urusan sebenarnyo” protes Bapak


    “Aiiii dahhh Bapak nehhh aku lagi asik-asik chating samo mamang Putra, aidah” wajah ayuk begitu asemnya


    Kemudian HP mamak berdering


    “Tuh mamang Putra kau nelpon, hahahhhh” wajahku angkuh merasa menang besar hari ini di hadapan anak-anak


    “aiiiihhhh Bapak tuh akal-akalan bae biar biso pakai HP nenek…….
    bla….. bla….. bla…….
    Bagai suara lebah : mamak, bapak, anak-anak ngomong dengan Loadspeaker sama belahan jiwaku.
    Ringan rasanya kakiku melangkah mendapati bahwa pacar baru Putra hanyalah buku tentang mineral jarang edisi terbaru, wahahahahhh
    Aku memesan hidangan istimewa rumah makan dan
    menunggu hingga Putra selesai menelpon pasukan lebah itu
    biii biii bla bla cas cis cus …… berdengung-dengung sambung menyambung, pusing
    Hingga akhirnya HP menuju lagi ke telingaku


    “Nih, telpon dari mamang Putra nak ngomong, tapi jangan lamo-lamo” kata dedek


    Bersambung …..



  • wow....dendam rindu kan terlampiaskankah...????

    aku nungguin nich put gak pake lama updatenya !!!
Sign In or Register to comment.