BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

N A T H A N I E L [Nathan + Tristan + Daniel] (UPDATE)

1246712

Comments

  • Lau mau update mention yaaa jng lupa keren ceritanyaaaaa
  • Eaaa daniel sama tristan saling menjatuhkan,bakalan ada konspirasi hati nih..
    Lanjut :D
  • Cinta memang bisa membuat semua panca indra menjadi buta ..
  • wah, bahaya. pada nyuruh menjauh semua nih. thanks mentionnya. lanjut :))
  • cinta memang buta jadi percuma ja daniel kamu ingetin nathan soal tristan :)
  • makasi mention nya bro. up up next next lanjut
  • thx ya bro @shuichiakai gw uda dimention,. Makin menarik ni ceritanya,. Ada apa ya antara daniel dan tristan? Apakah ada kudeta hati yg menyebabkan konspirasi perasaan?
  • pernah dengar istilah "temanmu adalah musuhmu di masa depan, dan musuhmu adalah temanmu di masa depan" ?
    gw sering ngalamin ini
  • tristan : bad boy
    daniel : nice guy

    kdg bad boy lbh menarik drpd nice guy..hehe...
  • Makasih Mentionnya, dikit banget, gak berasa
  • Bel pulang sekolah berbunyi. Aku segera merapikan buku dan alat tulisku dan bergegas keluar kelas. Hari ini aku sendiri yang akan membuktikan perkataan Daniel maupun Tristan. Siapakah yang sebenarnya patut aku hindari. Apakah Tristan yang kukenal sangat baik dan ramah selama ini atau Daniel yang kharismatik itu. Setelah bel sekolah usai aku membuntuti Tristan menggunakan ojek yang telah kusewa. Aku hanya ingin mengetahui sebenarnya apa yang sering dilakukan Tristan seusai pulang sekolah. Namun sepertinya aku harus menunggu cukup lama setelah pulang sekolah karena biasanya Tristan akan nongkrong terlebih dahulu bersama teman-temannya. Setelah menunggu sekitar satu jam akhirnya Tristan mulai meninggalkan teman-temannya. Dengan mengendarai mobil, Tristan berjalan didepanku sementara aku dengan menaiki ojek motor membuntutinya dari belakang. Setelah melewati beberapa jalan yang memang sudah kukenal. Tristan membelokkan mobilnya kearah jalan kecil yang notabene jarang dilalui mobil. Mobilnya harus berjalan sangat pelan melihat kondisi jalannya yang lumayan rusak, banyak lubang dan kubangan air. Aku tak tau kemana arah tujuan Tristan. Aku tetap membuntutinya sampai Tristan menghentikan mobilnya di depan sebuah gang kecil. Setelah membayar jasa tukang ojek itu aku bersembunyi disamping tembok sebuah rumah sambil menunggu apa yang akan dilakukannya. Tak lama Tristan keluar mobil sambil membawa sekitar dua bungkusan plastik ukuran besar. Untuk apa Tristan membawa barang begitu banyak. Aku terus mengintip sampai Tristan menghilang masuk kedalam gang dan aku dengan segera berlari membuntutinya. Rupanya langkah kaki jenjang Tristan memang tidak bisa kutandingi. Kini aku kehilangan jejak Tristan ditengah gang kecil di sebuah perkampungan ini. Aku berjalan menyusuri gang senpit di perkampungan padat penduduk ini dan tidak menemui jejak Tristan sama sekali. Sesekali kulihat pandangan heran penduduk sana yang mungkin keheranan melihatku berjalan diantara gubuk-gubuk kecil disini. Setelah lelah mencari keberadaan Tristan, aku memutuskan untuk pulang. Namun, aku sendiri sekarang justru kebingungan karena sepertinya aku tersesat. Jalanan perkampungan yang berbelok-belok dan sempit ini benar-benar membuatku bingung. Aku memutuskan untuk menyusuri saja jalan disekitar sini. Kuharap aku bisa cepat menemukan jalan raya hingga setidaknya aku bisa naik ojek atau taksi untuk pulang ke rumah. Aku terus berjalan namun bukannya menemukan jalan raya aku makin tersesat dan bahkan sangat tidak mengenali tempat ini. Untuk kembali ke tempat Tristan memarkirkan mobilnya saja aku tidak tau. Aku berhenti sebentar seraya menarik nafas untuk istirahat. Cukup lelah juga sore ini berjalan tanpa arah dan tujuan. Aku mengedarkan pandangan kesekitarku dan yang kulihat hanya kebon pisang, kandang ayam, dan beberapa rumah penduduk yang sepi. Aku heran, seharusnya di tempat seperti ini banyak anak-anak berkeliaran, tapi kenapa disini sangat sepi sekali. Ibu-ibu yang biasa berkumpul sore hari untuk sekedar mengobrol pun juga tak kulihat sama sekali. Aku kembali melanjutkan perjalananku sambil kulirik arlojiku yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Hari menjelang gelap dan aku masih di tempat yang bahkan aku tak tau dimana. Belum berapa jauh melangkah aku bertemu dua orang pria yang bisa kubilang berpenampilan urakan, dengan tatto dan rambut berantakan dan sangat kusam. Aku segera berbalik arah namun sepertinya terlambat karena mereka sudah melihatku. Aku berupaya untuk lari tapi langkahku masih kalah cepat dari mereka. Aku ditarik dan disudutkan di sebuah dinding. Tercium jelas bau alkohol dari mulut keduanya.

    "Waah, ada cina nih disini, biasanya yang mulus begini banyak duit, beng!" ujar sala. satu preman itu ke rekannya.

    "Yoi gon, mulus banget lagi nih anak!"

    Aku yang sudah terpojok saat itu merasa sangat ketakutan. Aku berharap mereka tidak berniat jahat apalagi sampai menyakitiku. Aku hanya berharap ada pertolongan tuhan disaat seperti ini. Mereka mencoba mempereteli apa saja yang ada di tubuhku. Handphone dompet, jam tangan juga sudah diminta. Tapi karena mayoritas kartu di dompetku adalah kartu-kartu bank atau instansi keluaran Singapura mereka hanya berani mengambil uangnya. Mereka juga coba menelanjangiku. Tak tau apa maksudnya tapi aku berharap semoga kemungkinan terburuk itu tidak akan terjadi. Aku dengan inisiatif sendiri mencoba teriak dan semoga ada orang yang mendengarku. Tampaknya kedua preman ini marah ketika aku teriak hingga kepalaku dipukul olehnya. Tak lama pertolongan tuhan datang. Ada seseorang yang datang. Kuamati ternyata itu Tristan. Dia langsung baku pukul dengan kedua preman tersebut. Sempat kulihat adu sengit antar ketiganya. Kulihat Tristan terpojok. Dia juga ikut dipukuli. Aku segera mencari akal untuk mengakhiri kebrutalan preman tersebut. Kulihat ada sebuah balok kayu berukuran sedang teronggok di semak-semak. Kuambil dan kupukul balok itu kearah keduanya. Mereka tersungkur. Dan kulempar balok itu ke Tristan. Tristan memegang balok itu dan memukuli keduanya hingga keduanya kabur melarikan diri. Awalnya Tristan ingin mengejar, namun aku tahan karena aku tak mau terjadi hal buruk terhadapnya. Biarlah uang, handphone dan jam tanganku yang hilang, asal Tristan tidak tersakiti. Tristan menuntunku berjalan. Tak kusangka ternyata mobil Tristan yang kucari hanya berjarak dekat dengan tempat kejadian tadi. Kurasa karena aku tidak hafal jalan sehingga aku malah tersesat.

    Tristan melajukan mobilnya sementara aku mengambil tisu untuk mengelap darah yang mengalir dari hidung dan bibirnya.

    "Kak Tristan, gapapa kan?" aku mengelap darah di bibir Tristan dengan wajah cemas.

    "Justru harusnya aku yang tanya sama kamu, kamu gapapa kan tan? Aku sih biasa deh kalo berantem gitu, gak usah khawatir!" jawabnya santai.

    "Iya gapapa kak, aku khawatir sama kakak, itu darahnya banyak banget!"

    Tristan sedikit mengelap darah yang menempel di bibirnya.

    "Justru aku yang khawatir sama kamu, kamu gak diapa-apain kan sama mereka, aku takut banget terjadi hal buruk sama kamu tan!"

    Ya tuhan aku hampir saja pingsan mendengar perkataan Tristan. Dia begitu mengkhawatirkan keadaanku. Dia begitu cemas tentangku. Apakah artinya dia menyayangiku. Ya tuhan terima kasih telah mengirimkan malaikat penjagaku yang begitu tampan dan baik hati. Aku sangat bersyukur atas hal itu.

    "Anyway, kamu ada urusan apa disana tan?" tanya Tristan.

    Deg. Aku bingung harus menjawab apa. Tak mungkin kukatakan bahwa aku membuntutinya. Otakku mulai berpikir keras mencari alasan yang tepat.

    "Ooh.. a.. aku tadi mau cari tanaman yang katanya cuma ada di daerah itu kak, tugas dari pak Leo, guru Biologi kelas aku!"

    "Ooh gitu, kirain kamu ngapain nyasar kesana,"

    "Kakak sendiri ngapain kesana?"

    "Ooh.. aku ada urusan sedikit disana, tapi udah selesai, kamu udah makan?"

    Aku menggeleng dan Tristan langsung membelokkan mobilnya ke sebuah restoran.

    "Kita makan disini yuk, iga penyet disini terkenal juara deh enaknya.. Ayo!"

    Setelah memesan makanan kita duduk dan membicarakan tentang kejadian tadi. Sepanjang aku cerita wajah Tristan terlihat khawatir dan cemas. Dia kemudian memegang tanganku dan mengatakan bahwa dia akan menjagaku dari sekarang karena dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padaku kembali. Dan setelahnya Tristan mengantarku pulang.


    * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

    <Tristan POV>


    Momen berangkat sekolah pagi ini harus kuawali dengan insiden yang tak mengenakan. Kedua orangtuaku kembali bertengkar saat kami sedang sarapan pagi bersama. Masalahnya tak lain ayahku yang gemar selingkuh dan pulang malam sementara mamaku hanya tipikal istri yang tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa diam tak mampu melawan. Aku pribadi sangat tidak menyukai ayahku. Kita tidak memiliki hubungan yang baik sejak lama. Aku tidak melihat sosok figur seorang ayah padanya. Aku bahkan sudah menganggapnya tiada. Sosok orangtua bagiku sekarang adalah hanya mamaku yang sangat sabar menghadapi ayahku yang sangat tempramental dan ringan tangan. Tak jarang kulihat bekas memar di beberapa bagian tubuh mama. Aku sangat menyayangi beliau bahkan melebihi siapapun di dunia ini. Aku langsung pergi ketika ayahku mulai menunjukan gelagat akan marah pagi ini. Dan benar saja, karena masalah sepele seperti menu sarapan yang tidak sesuai keinginannya dia akan langsung marah-marah. Aku tak tau dari apa terbuat hati mama karena bisa sabar menghadapi orang seperti ini.
    Aku melangkah keluar rumah tak lupa mencium kening mamaku dan aku tidak menyapa bahkan menoleh pun tidak pada ayah. Agaknya dia tau aku sangat tidak menyukainya. Hingga dia bahkan tidak pernah memberikan apapun kepadaku. Semua yang kupunya saat ini, mobil dan semua barang-barang adalah pemberian mamaku hasil dari usaha restorannya.
    Aku sendiri juga tidak berharap ayahku akan memberikan yang kumau, karena semua hal yang kubutuhkan sudah dipenuhi oleh mamaku. Singkatnya saat ini bahkan aku tidak membutuhkan dirinya. Hanya status dia sebagai ayahku yang tetap harus kuakui. Walaupun aku sendiri sangat tidak ingin mengakuinya sebagai ayah. Dia kuanggap hanya sebagai benalu dalam kehidupanku dan mama.

    Pulang sekolah seperti biasa aku berkumpul bersama teman-temanku di parkiran sekolah. Hal ini seolah sudah menjadi suatu rutinitas buatku selama ini.

    Leo : bro, kenapa muka lo bonyok gitu?
    Gue : biasa lah
    Leo : berantem sama siapa?
    Gue : preman di jalan belakang deket jembatan
    Leo : kenapa bisa sampe adu jotos gitu
    Gue : jadi kemarin gue nyelametin Nathan dari preman, kemarin dia dipalak
    Rio : anyway gimana nih taruhan kita
    Gue : tenang sebentar lagi gue yang bakalan menangin taruhan itu hahaha
    Rio : Sialan lo ya, gak cuma cewe yang kelepek-kelepek sama pesona lo, cowo homo aja sampe bertekuk lutut gitu
    Gue : iya dong, siapa dulu, Tristan
    Rio : trus progressnya gimana nih, asu lah gue bakal kalah taruhan nih
    Gue : iyalah lo pasti kalah, siapin aja dari sekarang barang taruhannya
    Ken : anyway gimana caranya lo bisa deketin dia tan?
    Gue : aduh kek gak tau aja, cowo homo kan kalo diperhatiin dikit aja kegeeran, yaudah skenario terus berjalan sampe sekarang
    Ken : trus gak lo manfaatin dia gitu, ML kek atau apa gitu
    Gue : asu lah, lo kira gue homo mau tidur ama dia
    Leo : trus lo bonyok gini gak ada keuntungannya gitu?
    Gue : ada lah, dia jadi makin percaya gue suka sama dia, padahal sih.. hahaha
    Rio : trus gak ada dapet apa-apa gitu dari dia
    Gue : dapet sih, kemarin dia jalan sama gue, dia mau beli hape gantiin hape dia yang ilang, ya sekalian gue dibeliin hape juga, lumayan lah
    Ken : enak banget lo, cuma modal rayuan maut dapet handphone, tau gitu gue aja yang taruhan sama Rio
    Gue : kalo lo yang taruhan gue gak yakin si maho Nathan itu bisa suka sama lo.. hahaha

    Tanpa kusadari ada yang sedari tadi menguping pembicaraan kita ini. Orang yang selama ini menjadi musuh besarku.


    * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

    <Daniel POV>


    Pulang sekolah ini aku rencananya ingin mencari lensa baru buat kameraku. Lensa yang lama kurasa sudah tak bagus lagi. Setelah membereskan alat tulisku aku bergegas keluar kelas menuju parkiran motor yang letaknya bersebelahan dengan parkiran mobil. Suasana pulang sekolah yang ramai membuatku setidaknya harus menunggu agar motorku bisa keluar halaman sekolah dengan lancar. Aku menunggu dibangku sambil memainkan smartphoneku. Sekilas kudengar tawa dari arah parkiran mobil dan kulihat disana Tristan sedang berkumpul dengan teman-temannya. Awalnya aku hanya cuek melihatnya, namun ingatanku atas Nathan membuatku penasaran atas apa yang sedang mereka perbincangkan. Apakah ada kemungkinan mereka merencanakan sesuatu yang buruk terhadap Nathan. Dan benar saja, aku mencuri dengar semua obrolan mereka, mulai dari Nathan dipalak preman hingga rencana jahat Tristan yang ingin menpermainkan dan menjadikan Nathan sebagai objek taruhan. Mengapa sebegitu tega Tristan memperlakukan Nathan seperti itu. Aku sendiri bingung langkah apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Memberitahukan semuanya kepada Nathan tapi kurasa dia pasti tak akan percaya begitu saja atas perkataanku. Tapi jika aku tidak mengatakan hal yang sejujurnya. Aku takut hal buruk lainnya bisa menimpa Nathan. Aku harus berani memberitahunya dan aku harus siap menghadapi konsekuensinya, seburuk apapun.
  • Semakin menarik, udah mulai muncul nih konfliknya.. Lanjut bro..
  • Eaaa..konfliknya udh mulai muncul nih
  • Tristan tolol fuck you Tristan!!!
Sign In or Register to comment.