BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

N A T H A N I E L [Nathan + Tristan + Daniel] (UPDATE)

edited October 2013 in BoyzStories
Permisi, numpang buang coretan aku disini ya, semoga ada yang suka
termasuk minta saran dan kritik atas tulisan aku ini
makasih
«13456712

Comments

  • "Kiri kang...!!!"

    Aku menyetop angkot yang membawaku menuju salah satu pasar buku terlengkap di kota Bandung. Setelah memberikan uang aku lantas menuju salah satu kios buku yang sudah menjadi langgananku sejak SMA. Aku lebih nyaman menggunakan angkot untuk menuju ke daerah ini, selain karena aku malas membawa kendaraan juga karena susah untuk mencari parkirnya.

    "Eh ada mas Nathan, cari apa mas?" tanya salah satu penjual disana yang sudah kukenal baik.

    "Iya mang, mau cari buku arsitektur nih, ada mang?"

    "Ooh ada dong, tapi tumbenan euy mas Nathan cari buku arsitektur, biasana teh kesini kan cari buku resep makanan?"

    "Iya mang, aku kan sebentar lagi masuk kuliah, jadi ya emang harus cari buku buat referensi!" jawabku seraya meneliti satupersatu buku di kios itu.

    "Ooh mas Nathan udah mau kuliah toh, keterima dimana?"

    "Hmmm di Jakarta mang, kebetulan ada tanteku disana, jadi ya sekalian aja!"

    "Ooh tapi kok jauh amat mas, emang di Bandung teu aya kampus nu bagus kitu?"

    "Bukan gitu mang, soalnya tanteku sendirian di Jakarta, suaminya juga baru meninggal, jadi sekalian aku temenin disana, lagian mama juga udah ngijinin kok!"

    Aku lantas kembali mencari buku-buku yang kuperlukan di kios itu. Tak lama datang sebuah mobil sedan silver berplat B yang berhenti tepat di depan kios buku ini. Kios buku ini memang terletak diujung jalan, sehingga dengan mudah dapat diakses oleh mobil dan kendaraan lainnya. Aku yang memang sedang sibuk mencari buku tidak terlalu memperhatikan siapa dan apa yang dicari oleh orang itu, namun sayup-sayup kudengar percakapan antara mang Didi dan orang itu.

    "Kang, gimana buku pesenan saya udah ada?" tanya orang itu.

    "Ooh buku ilmu hukum internasional yang dipesen minggu kemarin ya? Ada-ada ini kebetulan baru sampai kemarin sore, ada lagi yang mau dicari?"

    "Ooh udah kang, ini aja cukup, ini uangnya kang!"

    Aku yang memang sedang fokus mencari tidak terlalu memperhatikan keduanya. Tapi suara orang itu, suaranya cukup kukenal dan aku lantas memutar otak mengingat siapa orang yang suaranya pernah kudengar itu. Belum sempat aku melihatnya, orang itu sudah berlalu menuju kembali ke mobilnya. Aku hanya bisa memandangnya dari kejauhan dan kembali melanjutkan kegiatanku.


    Tak terasa sudah satu jam aku mencari buku yang kuperlukan dan perutku rasanya sudah berontak minta diisi. Ternyata cukup melelahkan juga aktivitasku siang ini. Setelah pamit dan membayar sejumlah uang untuk buku-buku yang kubeli, aku lantas memanggil taksi yang kebetulan lewat dan langsung membawaku ke salah satu restoran bebek panggang favoritku.

    Tak lama handphone ku berdering, kulihat ada telpon dari Daniel, pacarku sekaligus sahabat terbaikku sejak dulu.

    "Halo, iya kenapa sayang?"

    "Kamu dimana? Mau makan siang bareng aku gak?"

    "Ooh boleh, aku makan siang di restoran bebek yang biasa!"

    "Kamu mau aku jemput?"

    Gak usah sayang, aku udah dijalan kok, naik taksi ini!"

    "Oke sampai ketemu disana ya sayang!"

    Aku menyetop taksi yang sudah berada tepat di depan restoran itu. Aku lantas masuk dan memesan minuman sembari menunggu Daniel sampai. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan hingga ke tempat parkirnya. Disana aku melihat mobil berplat B yang kulihat di Pasar Buku Palasari tadi. Aku kembali mengedarkan pandangan guna mencari sosok yang rasanya suaranya sangat tidak asing bagiku. Namun, aku tidak melihat ada siapa2 disana kecuali aku dan beberapa pengunjung restoran ini.
    Tak lama Daniel sampai dan menghampiriku. Aku lantas memesan menu favoritku begitu juga Daniel. Restoran ini merupakan salah satu tempat favoritku bersamanya untuk menghabiskan waktu sebelum kita berdua berpisah tempat kuliah.

    "Sayang, kamu yakin jadi pindah ke Jakarta?"

    "Hmm.. sebenernya sih berat juga ninggalin kamu disini, tapi ya aku juga kasian sama tante aku yang sendirian disana, aku juga sebenernya pengen lanjutin kuliah disini, bareng kamu, tapi ya gitu!"

    "Okelah, toh kita masih bisa komunikasi kan, lagipula jarak Jakarta-Bandung kan gak terlalu jauh, jadi kalo kangen kamu bisa ke Bandung atau aku yang ke Jakarta!"

    "Iya makasih sayang atas pengertiannya!"

    Tak lama pesanan kita datang dan kita menikmati hidangan yang ada diselingi obrolan dan candaan kita berdua.
  • Perkenalkan namaku Nathan, lengkapnya Nathaniel Adiguna Wijaya. Sekarang aku menginjak usia 18 tahun dan sebentar lagi akan memasuki dunia baru, dunia mahasiswa.
    Hmm.. jadi mahasiswa, mungkin yang terbayangkan adalah dunia yang bebas, tanpa beban, bebas ikatan, gak terpaku pada aturan-aturan ketat yang biasa ada di masa sekolah dan pastinya pengalaman baru sebagai manusia yang selangkah lagi menuju tahap kedewasaan. Aku antara bersemangat dan sedih ketika mengingat aku akan jadi mahasiswa. Bersemangat karena aku akan mengalami hal-hal baru yang kurasa akan begitu berbeda. Tapi aku juga akan merasa sedih karena harus meninggalkan orang-orang yang kusayang, terutama Daniel. Yang sudah hampir 3 tahun menjadi seseorang yang begitu spesial buatku. Aku dan Daniel berbeda usia sekitar 2 tahun. Sekarang usianya menginjak 20 tahun dan sedang menjalani studinya di salah satu Institut Teknologi terkenal di kota Bandung. Aku awalnya juga berniat masuk kesana, namun, takdir yang menuntunku untuk berkuliah di Jakarta. Ketika awal pendaftaran SNMPTN, aku memilih jurusan yang sama di dua universitas berbeda. Pilihan pertamaku di ITB, mengingat Daniel juga berkuliah disana, sedangkan pilihan keduaku UI. Mungkin memang jalan takdirku untuk berpisah sebentar dengan Daniel. Aku antara senang dan sedih mengetahui diriku diterima di jurusan yang aku sukai sejak dulu. Awalnya Daniel sangat sulit menerima kenyataan ini, namun perlahan dia mulai dapat menerimanya. Aku sangat bersyukur mendapat pacar sebaik dirinya. Dia sangat sabar menghadapiku yang lumayan manja. Dan aku juga sangat senang bermanja-manja dengannya. Dia sudah menjadi sosok yang spesial buatku selama ini dan aku berharap kita akan bisa bersama selamanya. Tanpa adanya gangguan apapun dan dari siapapun.

    Dan ini adalah cerita tentang diriku, Daniel dan juga seseorang yang pernah hadir dalam masa laluku yang mungkin akan ada di masa depanku. Entahlah, waktu yang akan menjawabnya.
  • Aku berada bersama Daniel di jok depan dalam mobil yang membawaku pergi dari Bandung ke Jakarta. Awalnya aku mau diantar oleh mang Diman, supir keluargaku, namun Daniel menawarkan diri mengantarku sekaligus ingin berkenalan dengan tante Mirna. Aku sangat senang mengetahui Daniel dengan sigap mengantarku. Dia kulihat merupakan sosok lelaki yang sangat bertanggungjawab dan sabar dan itulah yang membuatku sangat mencintainya.

    "Kamu siap sayang?"
    "Iya yang, bawa mobilnya hati-hati ya!"

    Kami terus berbincang di dalam mobil dengan sesekali aku menatap wajah Daniel begitu pula sebaliknya. Tergambar jelas raut kehilangan darinya atas diriku yang sudah hampir tiga tahun ini selalu bersama. Aku kadang bersandar manja di bahunya seraya menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya yang sangat kusuka. Daniel dengan tangannya kadang mengelus lembut keningku dan hal ini membuatku meneteskan air mata.

    "Kamu kenapa sayang?" tanyanya gusar.
    "Aku sedih aja yang, harus ninggalin kamu dan semua hal yang udah sering kita lakuin sama-sama, aku pasti akan sangat rindu momen-momen seperti ini!"
    "Iya sayang, aku ngerti, pokoknya aku akan sering mampir ke Jakarta untuk ketemu kamu sebisa aku, yang penting kamu jangan nangis gini ya!" ujarnya seraya menyeka airmataku dengan tangannya.

    Setelah perjalanan kurang lebih 2 jam, aku akhirnya sampai di rumah tante Mirna di kawasan Pondok Indah. Aku langsung keluar mobil dan mengajak Daniel masuk ke dalam. Kebetulan tante Mirna sudah menunggu di dalam.

    "Siang tante!" sapaku kepada tante Mirna yang menyambutku di depan pintu.

    "Siang sayang, keponakan tante makin ganteng aja nih, udah gede banget sekarang, ayo masuk dulu ke dalam!" ujar tante seraya mengecup kedua pipiku.

    Aku, Daniel dan tante Mirna lantas duduk di ruang keluarga dimana anak tante Mirna, Thomas yang masih duduk di bangku SD sedang asyik menonton televisi.

    "Gimana perjalanannya, capek gak?"

    "Lumayan sih tante, untungnya dianterin sama temen aku ini! jawabku sambil meninju lengan Daniel pelan.
    "Oh iya sekalian kenalin tante, ini Daniel, kakak kelas aku waktu SMA di Surabaya kebetulan dia sekarang kuliah di Bandung, dan setelah aku pindah SMA ke Bandung dua tahun lalu, ya Daniel ini yang selalu temenin aku, tante!"

    Tante Mirna menjabat erat tangan Daniel sembari melemparkan senyum.

    "Ayo nak Daniel, Nathan, Tom, kita makan siang dulu, tante udah siapin bebek goreng kesukaan kamu loh, tan!"

    Aku langsung sumringah mendengar tante Mirna menyiapkan menu makan siang favoritku itu.

    "Kamu semester berapa nak Daniel?" tanya tante Mirna membuka percakapan setelah makan siang selesai.

    "Hmm.. baru masuk semester lima tante!"

    "Orangtua asli Bandung?"

    "Enggak, mereka tinggal di Surabaya tante, aku ngekost di Bandung!"

    Tante Mirna dan Daniel kemudian melanjutkan obrolan sedangkan aku pamit menuju ruang kamarku yang sudah disediakan oleh tante Mirna. Letak kamarku bersebelahan dengan kamar Thomas. Tante sengaja mengaturnya agar jika Thomas suatu saat butuh orang untuk mengajarinya mata pelajaran sulit dia bisa dengan mudah bertanya padaku karena letak kamarnya yang dekat sekaligus juga agar aku bisa mengawasi kegiatan Thomas di malam hari karena anak jaman sekarang kan pola pergaulannya juga sudah terlalu jauh dan bebas.
    Setelah sampai kamar aku langsung meletakkan koper di depan lemari besar diujung ruangan, setelahnya aku menjelajah seisi kamar baruku ini.
    Jendela kaca yang super besar seolah menarikku untuk melihat suasana belakang rumah ini. Ada taman kecil yang dihiasi rumput hijau nan indah. Gazebo untuk bersantai sekedar minum teh atau menghirup udara segar. Dan kolam ikan kecil dengan ikan koi didalamnya. Aku langsung jatuh cinta dengan tempat ini.
    Aku lalu melangkah ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan sejurus kemudian kembali menghampiri Daniel dan tante Mirna yang sepertinya sudah masih asik berbincang.

    "Tante rumahnya bagus deh, aku kayaknya bisa betah nih disini!" pujiku.

    Terdengar Thomas dari kamarnya berteriak memanggil mamanya. Tante Mirna lantas bangkit dan pamit.

    "Makasih sayang, kamu jangan sungkan-sungkan ya disini, sebentar tante mau ke kamar Thomas, dia pasti minta dikelonin tidur, kamu temenin Daniel dulu!"

    "Iya siap tante!"

    Setelah tante Mirna pergi aku mengajak Daniel ke taman belakang.

    "Yank, kita ke belakang yuk, duduk-duduk cantik disana!" ajakku kepadanya.

    Kita berdua beranjak menuju taman belakang. Tak lupa aku mengambil cemilan di meja untuk kita makan bersama. Suasana yang nyaman ditambah semilir angin sejuk yang menerpa pipiku serta gemericik air dari kolam ikan koi menambah suasana menjadi semakin intim. Tiba-tiba Daniel mendekatkan wajahnya padaku. Aku dengan gugup dan ragu karena takut terlihat tante Mirna sedikit menghindar dan agaknya Daniel mengerti bahasa tubuhku.

    "Nanti keliatan tante, yank!" ucapku.

    Daniel hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyum manis terbaiknya tanda mengerti.

    "Tapi tempat ini agak tertutup juga sih, lagipula kan ada pohon yang nutupin, jadi.... gapapa deh!" jawabku sambil mengerling genit kepadanya.

    Sejurus kemudian aku yang menyerang Daniel dengan bibirku. Bibir kami menyatu, mengalirkan cinta dan kehangatan yang seolah ingin kami bagi bersama. Cinta yang tak ingin kami bagi ke siapapun, hanya khusus untuk kita berdua. Aku mengecup pelan bibirnya sebelum airmataku turun kembali membasahi bibirku.

    "Jangan nangis sayang, aku akan selalu inget kamu selama kita pisah!" ujarnya menenangkanku.

    Aku mengangguk pelan lalu memeluknya, erat, sangat erat, seolah tak ingin kulepaskan pelukan ini. Kuhirup pelan aroma tubuhnya. Wangi yang akan selalu kurindukan. Daniel kembali mengecup bibirku sebelum ia berdiri dan berniat pamit karena hari sudah menjelang sore. Aku berusaha menahannya untuk tidak buru-buru pergi.

    "Sayang, kita jalan-jalan dulu yuk sebentar, aku mau habisin waktu seharian ini sama kamu!" ajakku.

    "Kamu gak capek? Kan seharian ini kita pergi terus!"

    "Aku mau habisin sisa waktu hari ini sama kamu, gapapa kan?"

    "Ya gapapa dong sayang, anyway kita mau kemana?"

    "Hmm aku juga gak tau nih yank mau kemana, masih belum tau Jakarta, kita ke mal deket sini aja deh, PIM aja gimana?"

    "Yaudah yuk, kita pamit dulu sama tante kamu!"

    Kita berdua kemudian pamit ke tante Mirna dan sejurus kemudian aku dan Daniel sudah bersama memecah kemacetan kota Jakarta. Aku tak tau kenapa untuk saat ini aku hanya ingin menghabiskan waktuku berdua hanya dengan Daniel. Aku sadar di waktu depan akan sangat sulit mencari waktu yang tepat agar kita bisa setidaknya menghabiskan waktu berdua bersama.
  • Sedikit membicarakan tentang diriku dan keluargaku. Aku terlahir bukan dari keluarga yang bahagia dan harmonis. Kedua orangtuaku bercerai ketika aku baru menginjak usia 5 tahun. Sejak saat itu aku diurus oleh ayahku yang kebetulan bertugas sebagai salah satu pejabat di kementerian luar negeri. Tugasnya sebagai diplomat mengharuskannya berpindah ke berbagai negara. Sementara ibuku setelah bercerai tetap tinggal di Bandung dengan kakak perempuanku. Tak lama ayahku menikah dengan seorang gadis cantik asal Singapura yang kelak akan menjadi ibu tiriku. Dan sejak menikah itu pula ayahku tinggal menetap di negeri singa itu sampai ketika usiaku menginjak lulus SMP, ayahku pindah ke Surabaya dengan istrinya. Aku yang sejak kecil dibiasakan menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa komunikasi sehari-hari menjadi agak kesulitan ketika harus beradaptasi menggunakan bahasa indonesia di Surabaya. Aku didaftarkan masuk ke salah satu SMA swasta favorit di Surabaya dengan tujuan agar mudah menerima pelajaran karena di sekolah tersebut bahasa pengantarnya adalah bahasa inggris.
    Namun, tetap saja dalam lingkungan pergaulan aku menjadi bingung karena tetap saja bahasa yang digunakan adalah bahasa indonesia yang kadang tercampur aksen jawa medok yang membuatku sedikit kesulitan.

    Di sekolah ini juga aku menemukan cintaku, Daniel Henry Winata. Daniel sendiri adalah anak dari pengusaha tekstil terkenal di Surabaya. Meskipun berasal dari keluarga yang lumayan berada. Sifatnya yang sederhana dan baik yang justru membuatku jatuh hati kepadanya. Ditambah dia merupakan salah satu bintang sekolah karena sering menjadi perwakilan sekolah dalam berbagai lomba karya ilmiah maupun yang lainnya.
    Namun jauh sebelum aku mengenal Daniel, aku juga mengenal seseorang lainnya di sekolah ini yang pernah singgah dalam hatiku. Aku bahkan mencintainya melebihi siapapun sebelum rasa benciku membungkus semua hal manis tentangnya dan memaksaku membuang semua kenangan tentangnya dalam memori otakku.
  • Braak..

    Sebuah bola basket berguling tepat menjauh dariku setelah terlebih dulu bola itu menghantam keras kepalaku. Aku yang sedang duduk di taman dekat lapangan basket itu mengiris kesakitan dan agak sedikit merasa pusing.

    "Hey, are you ok?" tanya seseorang tak lama setelah insiden itu.

    "Hmm.. a bit dizzy, but yeah, I'm fine!" jawabku tak yakin.

    Aku langsung bangkit dan tak lama keseimbanganku goyah dan jatuh, orang itu langsung membantuku.

    "You're not fine apparently, sebaiknya kita ke klinik sekolah dulu yuk!" dia lantas membopongku ke klinik sekolah yang letaknya tak jauh dari lapangan basket.

    Setelah dirawat sebentar oleh petugas kesehatan disana, aku hanya disarankan untuk istirahat sebentar. Aku mengedarkan pandangan kepenjuru ruangan klinik. Tak kusangka dia masih menunggu disana. Aku mengenalnya. Namanya Tristan, anak kelas XII IPS 1, salah seorang primadona sekolah ini. Bagaimana tidak, di usianya yang mungkin baru menginjak 17 tahun dia sudah menjadi salah satu pemain basket semi profesional di salah satu klub basket di kota Surabaya yang juga sering mengadakan turnamen rutin tingkat provinsi. Membicarakan perawakan tubuhnya pasti juga dapat membuat tercengang. Didukung tinggi tubuhnya yang kutaksir lebih dari 180cm, berwajah oval dengan rambut bergelombang kecoklatan, pasti membuat banyak orang iri terhadapnya. Termasuk aku mungkin. Tapi aku lebih kagum atas sifat gentle nya saat ini, mengantarku ke klinik dan menungguiku disini. Aku hanya tersenyum ketika beradu pandang dengannya.

    "Hi, still hurts?" tanyanya.

    "Not really, thanks!" jawabku.

    Aku berusaha bangkit dari tempat tidur dan Tristan membantuku.

    "Did u still have a class? Would u mind to spare ur time for having a cup of tea or something in cafetaria?"

    Aku hanya mengangguk dan sejurus kemudian kita sudah berada di cafetaria.

    "Still hurts?" Tristan menyentuh pelan keningku.

    "Yeah, I'm great!"

    "Oh ya, ini novel kamu, tadi aku simpan pas kamu tidur,suka Harry Potter ya?"

    "Iya suka sekali, ini novel aku baca sudah hampir tiga kali tapi belum bosan juga!" jawabku dengan bahasa indonesia yang terbatas.

    Tristan tersenyum.

    "Why u're smiling at me?"

    "Aksen kamu lucu, kalo aku ke Singapore paling sering denger aksen yang kek kamu gini, SingLish,"

    "Hahaha iya aku belum biasa bicara bahasa indonesia!"

    Tak lama pesanan kita datang dan kita menghabiskan waktu selanjutnya dengan berbincang tentang banyak hal.

    "Nanti pulang naik apa?" tanya Tristan.

    "Hmm.. taxi, I don't really know the public transportation in here!"

    "Yaudah bareng aku aja ya, sebagai bagian dari permintaan maafku atas insiden yang tadi!"

    Akhirnya Tristan mengantarku sampai ke rumah.

    "Sekali lagi maaf ya atas insiden yang tadi, aku gak sengaja!"

    "Never mind, aku juga sudah sehat kok, anyway thanks for the ride, Bye!"

    Aku langsung masuk rumah dan istirahat di dalam kamar.

    Tak lama handphone ku berdering, tanda SMS masuk.

    ~I'm sorry for the accident this afternoon, hope u get well soon. Tristan~

    Aku membalasnya sambil tersenyum. Mudah-mudahan ini awal yang baik buatku agar bisa kenal lebih dekat dengan Tristan. Sifatnya yang baik benar-benar membuatku kagum terhadapnya.
  • Wow Cinta segitiga ,
  • Seru nih.. Udah update mention aku yaa ^^
  • seru nih kayaknya
    tolong mention ya kalo update, thanks ^^
  • klo update jgn lupa mention saya ya kang :)
  • Seruu..
    Jgn lupa mention yaa :D
  • Jangan cinta segita dong..... :((
  • Add me to your mention list too :)
  • Menarik...
  • kayaknya bakal seru nih...
Sign In or Register to comment.