It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Para Pengikut Dewi Kegelapan berkumpul untuk menantikan detik-detik kebangkitan Dewi Kegelapan. Hari ini adalah hari yang sangat mereka tunggu sejak ribuan tahun silam. Hari di mana terjadi kesejajaran planet-planet di tata surya. Yang paling penting adalah hari pembalasan dendam, memperbudak kaum pelangi dan selanjutnya dapat menguasai seluruh alam semesta.
Cermin Jiwa diletakkan di depan lubang hitam yang mengerikan. Kabut hitam memenuhi lubang itu dan begitu banyak bayangan hitam yang berkelebat. Seth dan Octo berlutut paling depan, diikuti oleh Astarte, Astaroth dan pengikut yang lain. Mereka berulang-ulang menyembah ke arah lubang hitam sambil mengatakan “Bangkitlah yang mulia ratu, keabadian menantimu.”
Cermin Jiwa mulai bereaksi. Bayangan-bayangan putih mulai tersedot masuk ke dalam lubang hitam. Semakin lama jumlahnya semakin banyak dan kecepatannya bertambah. Terdengar suara-suara aneh setiap kali bayangan itu masuk ke dalam lubang hitam. Suara para pengikut Dewi Kegelapan makin cepat dan bersemangat.
Para Pelindung Pelangi dan Pelangi Api berlari ke arah tabung hitam besar yang muncul dari gedung parlemen. Tabung itu adalah kabut hitam yang menghubungkan bumi dengan awan hitam yang mengelilingi bumi. Mereka semakin merasakan energi kegelapan yang sangat besar saat mereka semakin dekat.
“Teman-teman... Selamat berjuang. Aku senang bisa berjuang bersama kalian.” Pelindung Kuning mengatakannya dengan keras saat mereka telah berada beberapa meter di tempat musuh.
“Aku senang bertarung bersama kalian.”
“Kita pasti bisa makan bareng lagi.”
“Kalian harus mentraktirku kalau kita menang.”
“Aku mau es krim yang banyak.”
Kata-kata mereka saling bersahutan. Lalu mereka tertawa bersama.
Mereka saling melihat antara satu dengan yang lain. Seakan ingin memberikan dukungan kepada sahabat atau mungkin bermakna sebagai salam perpisahan. Dengan kepala terangkat, mereka masuk ke dalam kabut hitam yang diameternya semakin lama semakin besar.
“Hahahahaha.” Suara tawa menggelegar.
“Hidup yang mulia ratu, keabadian milikmu. Hidup yang mulia ratu, keabadian milikmu.” Pengikut Dewi Kegelapan terus mengatakannya sambil menyembah sosok yang baru saja muncul dari lubang hitam. Dewi Kegelapan memiliki tatapan yang sangat tajam dan menyeramkan. Rambutnya panjang bergelombang hingga menyentuh lantai. Ia memakai pakaian dan riasan serba hitam.
Dewi Kegelapan menuju singgasananya. “Bangun.” Perintahnya sesaat setelah duduk. “Aku senang akhirnya bisa bebas. Dan aku... akan menguasai dunia. Hahahahaha.” Tawanya kembali menggelegar. Para pengikutnya ikut tertawa keras. Dewi Kegelapan melotot setelah dirinya selesai tertawa karena ada beberapa pengikutnya yang masih tertawa.
“Kami sangat senang Yang Mulia telah bebas.” Kata Seth. “Kami akan berbuat yang terbaik untuk melayani Yang Mulia.” Dia sedikit membungkuk.
“Kami siap menerima perintah Yang Mulia.” Octo tidak mau kalah dari Seth.
“Di mana anak itu?”
Octo, Astaroth dan Astarte saling berpandangan. Tidak satu pun di antara mereka yang berani menjawab.
“Apa kalian belum mendapatkan anak itu?” Dewi Kegelapan kembali bertanya.
“Ma...af Yang Mulia.” Astarte terlihat gugup.
Dewi Kegelapan tersenyum sesaat. “Bodoh!” Kemarahan Dewi Kegelapan membuat Octo, Astaroth dan Astarte terdorong kuat ke dinding yang serba hitam. Kedua lengan mereka dipasung pada dinding. Ketiganya merasakan sakit luar biasa pada punggung mereka akibat benturan. Mereka juga ketakutan karena ada mata pisau hitam yang telah menyentuh leher mereka masing-masing.
“Aku tidak suka kegagalan. Aku tidak akan mengampuni kalian jika melakukan kesalahan.” Wajah Dewi Kegelapan masih sangat mengerikan. “Tapi aku akan memberi kalian satu kesempatan karena kalian pengikutku yang paling setia. Aku menginginkan anak itu sebelum tengah hari. Jika tidak...”
Pisau-pisau itu menekan leher Octo, Astaroth dan Astarte hingga mengeluarkan darah hitam. Lalu pisau-pisau itu jatuh ke lantai bersamaan dengan lepasnya pasungan pada tangan mereka. Ketiganya jatuh tersungkur di lantai.
“Cepat laksanakan perintahku sebelum aku berubah pikiran.”
Octo, Astaroth dan Astarte segera bangkit lalu membungkuk. “Baik Yang Mulia.” Jawab mereka serentak. Kemudian mereka menghilang.
“Lapor Yang Mulia.” Seth membungkuk. “Pelindung Pelangi telah berada di tempat ini. Apa yang harus kami lakukan?”
“Tangkap lalu siksa mereka. Aku akan sangat menikmati rintihan tangis mereka. Hahahahaha.”
“Baik Yang Mulia.” Kata Seth lalu menghilang.
Para Pelindung Pelangi dan Pelangi Api mengalami kesulitan berada di tempat yang dipenuhi kabut. Untungnya mereka punya kemampuan untuk membuat penerangan seperti lampu raksasa berwarna sesuai dengan warna mereka.
“Teman-teman.” Pelindung Kuning berteriak. Dia hanya melihat Pelangi Api yang berada beberapa meter darinya. “Teman-teman kalian di mana?” Teriakannya tetap tidak mendapatkan jawaban.
Pelindung Jingga berjalan mendekati Pelindung Merah. “Aku tidak menemukan yang lain.”
“Aku juga.”
“Tempat ini sangat berbaha_. Merah awas!”
Pelindung Merah diserang dengan selendang-selendang hitam yang jumlahnya sangat banyak. Jika Pelindung Jingga tidak memperingatkan, mungkin Pelindung Merah tidak berhasil menghindar.
Pelindung Jingga bergerak cepat dan lincah. Ia meluncurkan rantai-rantainya lalu terjadi percikan-percikan kecil saat membentur selendang hitam. Namun selendang-selendang itu bukannya hancur, jumlahnya makin bertambah banyak.
Pelindung Merah juga mengalami hal yang sama. Setiap kali ia menebas selendang-selendang itu dengan pedangnya, potongan-potongan selendang menjadi sangat panjang dan terus menyerang mereka.
“Sekarang kita harus bagaimana?” Pelindung Jingga kebingungan. Dia ragu untuk melakukan serangan tetapi ia juga tidak mungkin pasrah begitu saja.
“Menghindar. Jangan sampai kita terperangkap. Kita harus mencari jalan keluar.” Jawab Pelindung Merah sambil terus bergerak untuk menghindari selendang hitam. Selendang-selendang hitam mengepung mereka dari berbagai penjuru. Pelindung Merah dan Jingga masih berusaha menghindar. Mereka seperti digiring ke sebuah titik yang sama. Keduanya panik, hanya tersisa ruang berdiameter kurang dari 10 meter.
“Merah.” Pelindung Jingga berteriak. Kaki kirinya telah dililit selendang hitam. Dia merasakan panas saat selendang hitam melilit kakinya.
Pelindung Merah menyabetkan pedangnya untuk memotong selendang yang melilit kaki Pelindung Jingga. Selendang itu berhasil terpotong, tetapi potongan selendang yang telah melilit Pelindung Jingga semakin panjang dan menjalar dengan cepat.
Pelindung Jingga tidak mau menyerah. Ia berusaha menghalau selendang-selendang di sekililingnya. Alangkah sial baginya, rantai pelangi miliknya begitu tak berdaya. Selendang-selendang itu melilit rantai dan terus menjalar. Di saat yang bersamaan, rantai yang melilit kakinya telah berhasil mencapai perut.
“Jingga...” Pelindung Merah sangat panik melihat temannya tak berdaya dililit selendang-selendang hitam, lalu tenggelam dalam lautan selendang. Kekuatan yang mereka miliki seperti tidak ada artinya. Dan Pelindung Merah pun mulai kesetanan menebaskan pedangnya ke berbagai arah.
Selendang hitam berhasil melilit tangan kanan Pelindung Merah dan menyebabkan pedangnya terlepas. Selendang hitam yang lain berhasil menggapai wajah Pelindung Merah dan menutupi matanya. “Tidak.” Pelindung Merah bergerak tak beraturan, berusaha melepaskan selendang-selendang itu. Namun usahanya sia-sia, selendang-selendang yang lain berhasil melilit kaki dan pinggangnya. Kemudian seluruh tubuh Pelindung Merah tertutupi selendang hitam.
Pelindung Hijau dan Biru menyusuri lorong yang lebarnya sekitar tiga meter. Mereka berjalan pelan dan sangat hati-hati. Setiap suara yang terdengar langsung menjadi pusat perhatian mereka.
“Suara apa itu?” Pelindung Hijau memperhatikan lorong yang telah mereka lalui.
“Tidak ada.” Jawab Pelindung Biru.
“Coba dengarkan baik-baik.” Pelindung Hijau dan Biru memperhatikan dengan seksama. Suara yang semula terdengar samar kemudian terdengar semakin jelas. Pelindung Biru mengayunkan gadanya ke arah sumber suara hingga meluncurkan cahaya jauh ke depan.
“Itu... Cepat lari.” Pelindung Hijau panik saat melihat dinding yang bergerak cepat ke arah mereka.
“Tunggu.” Pelindung Biru menggenggam erat gadanya. Ia mengayun kencang gada ke arah dinding itu lalu muncul cahaya besar yang sangat bertenaga untuk menghalau dinding. Alangkah terkejutnya mereka saat serangan Pelindung Biru gagal menghancurkan dinding dan berbalik ke arah mereka. “Lari!” Mereka berlari luar biasa kencang tetapi kecepatan mereka kalah dengan kecepatan cahaya.
Pelindung Hijau dan Biru jatuh menelungkup saat serangan milik Pelindung Biru yang berbalik berhasil menyambar tubuh mereka. Hanya berselang sedetik, tubuh mereka dilindas dinding.
Agung merasa gelisah. Sudah satu jam ia terus mondar mandir tak jauh dari Pendeta yang sedang bermeditasi. Beberapa kali ia melihat keluar untuk memperhatikan keadaan. Hal itu membuatnya semakin tidak tenang karena setiap kali ia melihat ke langit, ia merasa mendung semakin gelap.
Pelindung Kuning meluncurkan anak-anak panah ke arah tombak-tombak yang meluncur ke arahnya. Pelindung Kuning gagal menghancurkan ombak-tombak itu bahkan jumlahnya terus bertambah. Pelindung Kuning masih tetap memanah sambil bergerak cepat untuk menghindari tombak.
Pelangi Api juga berusaha menghentikan tombak-tombak itu. “Gelombang Api.” Teriaknya dan muncullah api yang menyambar tombak-tombak itu tetapi tetap tidak ada hasilnya. “Ayo kita serang bersama-sama.” Pelangi Api kembali meluncurkan gelombang api bersamaan dengan Pelindung Kuning yang meluncurkan ratusan anak panah sekaligus. Mereka tersenyum saat melihat gerakan tombak-tombak itu terhenti dan warnanya berubah yang awalnya hitam menjadi kuning kemerah-merahan.
Namun senyuman Pelangi Api dan Pelindung Kuning hanya sesaat. Tombak-tombak terlihat retak lalu bagian luarnya yang berwarna kuning kemerah-merahan rontok bagaikan cat yang mengelupas. Tombak-tombak itu kembali berwarna hitam dan kembali meluncur cepat.
“Badai halilintar.” Seketika muncul kilatan-kilatan menyambar ke berbagai arah. Kekuatannya sangat dahsyat, petir berhasil menghancurkan tombak-tombak itu. Setiap tombak yang kembali muncul langsung hancur berantakan.
“Boleh juga.” Seth muncul. Kain yang hanya menutupi pinggang sampai pahanya bergerak-gerak tertiup angin akibat badai halilintar.
Pelangi Api dan Pelindung Kuning nampak waspada, bersiap-siap jika diserang. “Lepaskan orang-orang yang kau sandera atau...”
“Atau apa manis?” Tiba-tiba Seth membelai wajah Pelindung Kuning.
“Bajingan.” Pelindung Kuning marah tetapi Seth telah menghilang dari sampingnya. Pelindung Kuning dan Pelangi Api waspada dan berputar mencari keberadaan Seth.
“Apa kau merindukanku?” Seth berbisik di telinga Pelindung Kuning kemudian kembali menghilang.
Pelangi Api mengarahkan badai halilintar ke arah kelebatan bayangan Seth. Namun tanpa diduga badai halilintar tersedot ke dalam pusaran angin yang tiba-tiba muncul. “Tidak mungkin.” Gumam Pelangi Api. “Kita harus tetap waspada.” Pelangi Api kembali menyerang dengan badai halilintar tetapi badai itu kembali lenyap ditelan pusaran angin.
“Usaha kalian tak akan berhasil.” Seth muncul sambil mengusap rambut Pelindung Kuning.
“Kau!” Pelindung Kuning mengarahkan pukulan tetapi Seth kembali menghilang. “Kita harus bagaimana?”
Pelangi Api tak menjawab. Dia memperhatikan sekelilingnya. Saat melihat bayangan Seth, Pelangi Api langsung bergerak cepat untuk menyerangnya. Mereka bertarung dengan tangan kosong hanya sekejap karena Seth kembali menghilang.
“Sudah cukup kita bermain.” Seth muncul dan melemparkan jaring.
“Awas!” Pelangi Api berteriak. Ia berhasil menghindar tetapi tidak dengan Pelindung Kuning.
“Aakkkk!” Jaring yang semula lebar semakin mengecil, seperti menyesuaikan dengan ukuran tubuh Pelindung Kuning. Pelindung Kuning merasa seperti disengat listrik.
Pelangi Api menyerang Seth tetapi Seth kembali menghilang. Lalu mendekati Pelindung Kuning yang menggerak-gerakan tubuhnya. Pelangi Api hendak melepaskan jaring dan ia merasakan sengatan listrik. “Lepaskan dia!” Ia berteriak kepada Seth yang sedang tersenyum puas.
“Hahaha... Lakukan jika kau bisa.” Kata Seth. Kemudian tubuh Pelindung Kuning mulai tertelan ke dalam bumi seperti barang yang tertelan ke dalam lumpur.
Pelangi Api berusaha menariknya sekuat tenaga tetapi tidak berhasil. “Tidak...”
“Kau lihat... Kalian tidak akan mampu melawan kami.”
“Hadapi aku! Jangan jadi pengecut yang terus bersembunyi.” Tantang Pelangi Api.
“Hadapi kami jika kau mampu. Hahaha...” Kata Seth lalu menghilang. Tiba-tiba tempat itu berubah menjadi padang pasir yang sedang dilanda badai dahsyat.
“Pengecut!!!” Pelangi Api berteriak frustasi. Ia bergerak cepat menghindari badai sekaligus mencari jalan keluar. Ia menyerang badai itu dengan badai halilintar tetapi serangannya lenyap terhempas oleh badai pasir. Pelangi Api terus mencoba menghindari badai dengan bergerak cepat ke berbagai arah. Namun akhirnya Pelangi Api tergulung ke dalam badai pasir yang sangat dahsyat.
Agung semakin tidak tenang. Ia mempunyai firasat buruk. Di belakang Agung, Pendeta baru saja membuka mata, ia juga merasakan firasat buruk. Mereka membayangkan kemungkinan terburuk yang telah terjadi.
Terdengar ledakan yang sangat keras. Agung sangat terkejut lalu melihat ke arah Pendeta. “Suara apa itu?”
Pendeta berlari mendekati Agung. “Cepat lari.” Pendeta menarik Agung. Pendeta membuka sebuah pintu rahasia. “Ayo Pangeran...” Mereka masuk ke dalam terowongan yang gelap. Hanya ada obor yang mereka gunakan sebagai penerangan.
“Kita akan ke mana?”
“Kita menuju sebuah rumah di dekat sungai. Pangeran harus melarikan diri secepatnya. Saya sudah menyiapkan sebuah mobil yang akan Pangeran gunakan. Ingatlah petunjuk dari saya. Pangeran harus menyetir mengikuti jalan kecil, lalu akan menemukan perempatan setelah 500 meter. Pangeran harus berbelok ke kanan. Ingat! Harus belok ke kanan. Pangeran akan menuju ke luar kota. Pergilah sejauh yang Pangeran bisa. Saya sudah menyiapkan banyak makanan dan ada pula bahan bakar dalam jerigen.”
“Aku tidak mau jika harus pergi sendirian. Pendeta harus ikut denganku.”
“Tapi saya harus menunggu para Pelindung Pelangi.”
“Kalau begitu aku juga tidak akan pergi. Perjuangan ini bukan hanya milik kalian, aku juga berhak berjuang bersama kalian.”
“Tapi Pangeran_”
“Tidak ada tapi-tapian. Pendeta harus ikut denganku!” Nada bicaranya meninggi.
Pendeta terdiam karena ucapan Agung sangat tegas dan memaksa. Selanjutnya mereka menyusuri terowongan tanpa pembicaraan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
Sesampainya di rumah yang mereka tuju, Pendeta menggiring Agung menuju garasi yang terbuat dari kayu. Pendeta mengambil kunci yang disembunyikan di dalam sebuah mangkuk. “Cepat.” Pendeta menyerahkan kunci. “Saya akan membuka pintu pagar.” Pendeta berlari ke gerbang setelah Agung menerima kunci.
Agung segera menghidupkan mesin mini bus. Ia tak menunggu lama untuk menghangatkan mesin karena mereka harus cepat meninggalkan tempat itu. Agung melajukan mobil ke sebelah Pendeta yang berdiri di dekat pagar. “Ayo naik.” Agung membuka pintu mobil di sebelah kirinya. “Aku bersumpah tidak akan pergi kalau Pendeta tidak ikut.”
Pendeta nampak berpikir. Ia ragu untuk menuruti permintaan Agung. Ia berada dalam dilema.
“Cepat. Sebelum mereka menemukan kita.”
“Baiklah.”
“Bammm!!!” Suara keras. Sesuatu menimpa bagian depan mobil hingga bagian belakang mobil terangkat. Ternyata Octo yang memukulnya dan berhasil menghancurkan mesin mobil.
Pendeta sangat terkejut. “Pangeran.” Ia panik dan berlari ke sebelah kanan mobil. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan Agung dan langsung membuka pintu mobil. “Pangeran tidak apa-apa?” Ia mendapati Agung masih memegang erat setir dan terlihat sedikit shock. “Ayo pangeran.” Pendeta menarik Agung agar segera meninggalkan mobil.
“Akhirnya kita bertemu lagi.” Kata Astaroth yang muncul bersamaan dengan Astarte. Octo melompat di depan mobil lalu berjalan pelan mendekat pada Agung dan Pendeta.
“Kalian tidak boleh membawanya!” Pendeta berdiri di depan Agung sambil merentangkan tangan.
“Oh ya?” Astarte menunjukkan ekspresi menyepelekan. “Aku ingin tau apa yang bisa kau lakukan untuk menghalangi kami.” Astarte pelan, melenggok sambil memelintir rambutnya.
“Aku tidak akan membiarkan kalian membawanya.” Pendeta berkata lantang walaupun tubuhnya bergetar.
“Banyak omong.” Octo tiba-tiba sudah berada di depan Pendeta. Octo mencengkram baju Pendeta lalu mencampakkannya.
“Pendeta!” Agung berteriak keras saat melihat sang Pendeta terhempas dan membentur pohon besar yang jaraknya sekitar 15 meter. Banyak daun yang berguguran akibat benturan itu. Agung berlari untuk menghampiri Pendeta. “Pendeta...” Agung meraih tubuh Pendeta. Ia meletakkan kepala sang Pendeta di atas pahanya. “Bertahanlah. Pendeta tidak boleh mati.” Agung sangat sedih mendapati Pendeta terluka parah, darah mengalir dari mulutnya.
“Oh... Adegan yang mengharukan.” Astaroth pura-pura bersedih.
“Pa...ngeran ha..ha..rus sela...mat.” Pendeta bersusah payah mengatakannya.
“Aku janji. Aku pasti selamat. Mereka pasti bisa dikalahkan. Tapi Pendeta juga harus bisa bertahan. Berjanjilah pa_” Ucapan Agung terputus karena tiba-tiba Pendeta lenyap dari pangkuannya. “Pendeta...” Agung berteriak.
“Kau ingin mengalahkan kami?” Tanya Astarte. Di sebelah kirinya terlihat tubuh Pendeta yang melayang di udara. “Coba selamatkan dia kalau kau mampu.”
“Kalian kejam. Kenapa kalian harus memperlakukan kami seperti ini?”
“Pemalasan dendam.” Octo telah berada di belakang Agung.
Agung kaget. Ia langsung melompat ke kanan. “Kalian tidak akan bisa menangkapku!” Sorot mata Agung memancarkan kemarahan. Ia berlari mendekati Pendeta yang sudah tak sadarkan diri. Namun tiba-tiba kaki Agung bagaikan membeku, tak dapat digerakkan. “Brengsek. Apa yang kalian lakukan?!”
“Waktu bermain sudah habis.” Kata Octo.
“Aakkk.” Agung kesakitan karena rambutnya dijambak Octo.
“Berarti Pendeta busuk ini sudah tidak ada gunanya.” Astarte mencekik leher Pendeta. Kemudian tubuh Pendeta terlihat kejang-kejang.
“Jangan...!” Agung berteriak. “Kalian tidak akan kumaafkan!”
Ketiga pengikut Dewi Kegelapan tertawa saat mendengar kata-kata Agung.
Tiba-tiba mata pisau perak melesat menusuk tangan Astarte. “Anjing.” Astarte berteriak dan di saat yang sama tubuh Pendeta jatuh ke tanah. “Bangsat.” Astarte marah lalu kaget ketika melihat bola mata Agung berwarna-warni.
Agung menggenggam pergelangan tangan Octo yang menjambak rambutnya, dan dengan cepat membanting Octo ke depan. Di saat yang sama, banyak benda berterbangan dan melesat ke arah Astarte dan Astaroth.
Octo segera bangkit dan terlihat kaget. Sedangkan Astarte dan Astaroth menghindari benda-benda yang meluncur ke arah mereka lalu menghancurkan benda-benda itu dengan kipas mereka. “Cepat bawa dia!” Perintah Octo yang diikuti dengan dengusan kesal dari Astaroth dan Astarte.
Astaroth dan Astarte muncul di kiri dan kanan Agung. Mereka tersenyum senang saat berhasil memegang kedua tangan Agung tanpa sedikit pun perlawanan. “Kau lihat. Sangat mudah.” Astarte meledek.
Hanya berselang sedetik kemudian, Astaroth dan Astarte merasakan tangannya terbakar dan melepuh. “Bangsat!” “Sial.” Kata mereka bersamaan.
Octo menyerang Agung tetapi Agung menghilang. Kemudian Agung muncul di atas atap rumah dengan pandangan kosong. Octo menyerang Agung dengan bintang mati, bola hitam besar melesat ke arah Agung. Serangan itu gagal, Agung kembali menghilang lalu muncul di belakang ketiga pengikut Dewi Kegelapan.
“Habisi dia!” Astarte emosi, ia mengayun kipasnya. Gelombang-gelombang hitam melesat ke arah Agung. Astaroth juga mengayunkan kipasnya yang sama dengan saudarinya, dan Octo kembali kembali melesatkan bintang mati. Serangan mereka bersamaan menghempas tubuh Agung. Apa yang terjadi tak sesuai harapan mereka, serangan mereka berubah menjadi pendar cahaya pelangi saat menyentuh tubuh Agung. Ketiganya sangat kaget dan terbengong.
“Pa...ngeran.”
Agung merasa sepertinya Pendeta memanggil. Ia langsung tersadar. Ia berlari mendekati Pendeta yang tergeletak di tanah. “Pendeta...” Agung menggenggam tangan Pendeta. Ia meneteskan air mata. “Maaf.” Tetesan air mata Agung mengenai tangan Pendeta.
Tetesan air mata Agung bagaikan obat yang menjalar ke seluruh tubuh Pendeta. Jaringan-jaringan sel di sekujur tubuh Pendeta seakan menerima energi dan kembali hidup.
Agung tersentak. Ia dapat melihat seluruh memori Pendeta. Ia seperti melihat video kehidupan sang Pendeta, bahkan mimpi-mimpinya. Agung juga mengingat memori ribuan tahun silam yang sebenarnya pernah ia rasakan saat dulu berubah menjadi Pangeran Pelangi.
Octo, Astaroth dan Astarte perlahan mendekati Agung. Mereka bingung harus melakukan apa. Mereka menyaksikan perubahan Agung secara perlahan-lahan. Diawali dengan wajahnya yang mengalami perubahan, rambutnya mulai berkilau, lalu pakaiannya pun berubah.
Ingatan Pangeran Pelangi telah kembali. Nafasnya tak beraturan dan tubuhnya terasa lemas. Proses perubahan wujud dan kembalinya memori sungguh melelahkan. Ia merasakan tenaganya habis terkuras. Kemudian Pangeran Pelangi jatuh pingsan.
***
Pangeran Pelangi membuka matanya. Ia menggerakan tangannya tetapi tak bisa. Seluruh tangan dan kakinya terkekang erat pada tiang. Ia berada dalam kerangkeng bulat yang melayang di ruang hampa. Ia berusaha melepaskan diri tetapi tidak berhasil melakukannya.
“Akhirnya kau sadar.” Dewi Kegelapan muncul, melayang di luar kerangkeng. “Senang bertemu denganmu. Aku sudah lama menantikan pertemuan kita.”
“Selamanya kau tidak akan bisa menguasai dunia.”
“Bodoh!” Dewi Kegelapan berteriak.
Percikan-percikan hitam terlihat di sekujur tubuh Pangeran Pelangi. Pangeran Pelangi meringis menahan sakit. “Kau salah jika berpikir aku akan menyerah.”
“Hahahahaha... Kau belum menyerah? Lihat dirimu! Kau tidak akan selamat.” Dewi Kegelapan sangat percaya diri.
Pangeran Pelangi tersenyum. “Aku akan bertahan selama masih ada cinta yang mendukungku. Aku mengasihanimu yang tidak pernah memiliki cinta.”
“Lancang!” Dewi Kegelapan sangat marah.
Pangeran Pelangi tetap tersenyum walaupun ia merasakan siksaan yang semakin menyakitkan. “Orang-orang yang ada di belakangku terus berjuang bersamaku karena cinta mereka. Sedangkan kau... Pengikutmu tetap setia karena mereka takut padamu.”
“Kurang ajar...!!!” Dewi Kegelapan semakin murka. “Kau! Lihat apa yang akan terjadi pada orang-orang yang kau cintai.” Ruangan hampa berubah menjadi ruangan besar yang berlantai marmer hitam. Tiang-tiangnya kokoh menjulang tinggi.
Hati Pangeran Pelangi sangat perih saat melihat orang-orang yang disayanginya disalib pada banyak tiang-tiang. Ia melihat Dika dengan kepala yang masih diperban dalam keadaan tak sadar. Begitu pula dengan keluarga Pangeran Pelangi selama menitis di bumi, orang tua dan dua saudaranya terlihat sangat menyedihkan. Raut-raut kelelahan nampak jelas di wajah mereka.
Lalu Pangeran Pelangi melihat para Pelindungnya dan Pelangi Api yang terluka akibat siksaan. Tatapan mereka bertemu. Pangeran memperhatikan gerakan bibir para pelindungnya. Sedangkan Pelangi Api hanya menatap sayu.
“Aakkkk...” Pelangi Api dan Pelindung Pelangi menjerit serentak. Mereka merasakan sakit yang luar biasa. Jeritan mereka terdengar sangat memilukan hati.
“Hentikan!” Pangeran Pelangi tidak sanggup melihat mereka tersiksa. “Lepaskan mereka. Siksa saja aku.”
“Owhh. Sungguh mengagumkan.” Dewi Kegelapan menghilang lalu muncul di antara Pelindung Hijau dan Biru. “Serahkan Kristal Pelangi jika kau ingin menyelamatkan mereka. Atau kau ingin mereka...”
“Ja...ngan.” Pelindung Biru berkata lirih. “Jangan se...rahkan. Aakkkk...” Pelindung Biru kesakitan karena siksaan padanya semakin keras. Percikan-percikan hitam semakin banyak di tubuhnya.
“Cukup!”
“Serahkan Kristal Pelangi.”
“Aku tak memilikinya.”
“Apa kau ingin mengujiku?!” Dewi Kegelapan kesal. “Lihat ini!”
Pelindung Hijau dan Biru menjerit semakin kencang. Percikan-percikan hitam semakin banyak bermunculan di tubuh mereka. Kemudian mereka terkulai.
“Hijau! Biru!” Pangeran Pelangi terpukul saat melihat kedua pelindungnya lepas dari tiang dan jatuh tak bernyawa. Ia menangis, menyesali yang baru saja terjadi.
“Apa kau masih ingin bermain?” Dewi Kegelapan mendekat pada Pangeran Pelangi. “Bagaimana dengan mereka?” Pelindung Kuning dan Jingga yang disalib telah berada di kanan dan kirinya. “Serahkan Kristal Pelangi kalau kau ingin mereka hidup.”
“Jangan bunuh mereka. Aku mohon...” Air mata Pangeran Pelangi semakin deras mengalir.
“Jangan menangis.” Pelindung Kuning berkata lirih.
Pelindung Jingga menggeleng. “Kami tidak a...pa-apa.”
“Aku tidak memiliki Kristal itu.”
“Pembohong!!!” Suara Dewi Kegelapan menggelar. Pelindung Kuning dan Jingga berteriak kesakitan lalu terkulai tak berdaya. Keduanya mati dan jatuh ke lantai menyusul dua temannya.
“Apa kau merelakan nyawa mereka?” Pelindung Merah dan Pelangi Api telah berada di sisi Dewi Kegelapan.
“Apapun yang terjadi jangan serahkan Kristal Pelangi.” Kata Pelindung Merah.
Dewi Kegelapan menampar wajah Pelindung Merah.
“Bertahanlah demi ketenangan alam semesta. Aku yakin Pangeran mampu melakukannya. Aku akan selalu mendukungmu. Aku percaya padamu.”
“Diam.” Dewi Kegelapan berteriak. “Kau! Semua ini terjadi karena kau. Kau laki-laki tetapi kau mencintai Pangeran Pelangi. Andai kau dulu menerima cintaku pasti pertempuran ini tidak pernah terjadi. Bahkan setelah kau terlahir kembali, kau juga mencintai dia. Kau benar-benar membuatku muak. Pendeta sok suci.”
“Kau tidak pantas untuk dicintai.”
“Bangsat! Matilah kalian!”
Pelindung Merah dan Pelangi Api merasakan siksaan yang dahsyat. Keduanya berusaha tetap bertahan, menyerah bukanlah hal yang mereka pikirkan.
“Cukup! Jangan siksa mereka. Siksa saja aku.” Air mata membanjiri pipi Pangeran Pelangi.
“Lihat mereka. Pendeta suci yang sangat kau cintai sedang dijemput maut. Pengawal setiamu, pelindung yang sejak dulu sangat kau percaya dan sangat kau sayangi akan meregang nyawa. Semua orang yang kau sayangi pasti mati. Hahahahaha...”
“Tidakkk...” Pangeran Pelangi menjerit ketika melihat Pelindung Merah dan Pelangi Api jatuh tak berdaya. Kemudian muncul sinar yang berkilauan dari dada Pangeran Pelangi. Sinar itu semakin lama semakin terang dan berwarna-warni.
“Itu... Akhirnya.” Dewi Kegelapan langsung menyambar Kristal Pelangi. “Kau lihat. Aku akan menguasai dunia.” Ia tertawa sangat keras. Para pengikutnya nampak puas, merasa kemenangan sudah berada di tangan mereka.
“Aku akan mengenyahkan seluruh kaummu. Kini Kristal Hitam dan Kristal Pelangi telah berada di tanganku, tidak ada lagi yang bisa menghalangi keinginanku untuk menguasai alam semesta.” Kristal Hitam berada di tangan kirinya dan Kristal Pelangi di tangan kanannya.
“Sebelum kau mati. Aku akan membiarkanmu melihat kematian mereka.” Dewi Kegelapan menunjuk ke arah Dika dan keluarga Agung. “Hahahahaha...”
Air mata Pangeran Pelangi sangat deras. “Jangan...” Ia berteriak sangat keras. Tiba-tiba kerangkeng yang mengurung Pangeran Pelangi hancur karena dihantam air mata yang berubah menjadi Kristal-kristal perak. Pangeran Pelangi tidak terkekang lagi, tiang-tiang itu pun hancur. Begitu pula mereka yang disiksa juga terlepas dari salib yang mengekang mereka.
“Tidak mungkin.” Dewi Kegelapan sangat shock. “Tapi kau tidak mungkin mengalahkanku.” Dewi Kegelapan mengerahkan kekuatan dari Kristal Hitam dan Kristal Pelangi.
Pangeran Pelangi memejamkan mata. “Seluruh makhluk yang memiliki cinta, bantulah aku. Berikan kekuatan cinta kalian.” Keajaiban terjadi, energi dari bumi dan langit terserap ke dalam tubuh Pangeran Pelangi.
Serangan Dewi Kegelapan tidak mampu menembus perisai yang mengelilingi Pangeran Pelangi. Tubuh Pangeran Pelangi berada dalam bola transparan yang berkilau indah.
“Kau tidak tau apa artinya cinta. Kau tak mengerti kekuatan yang bisa muncul dari ketulusan cinta.” Kekuatan cinta dari alam semesta dengan cepat menjadi semakin besar lalu menghancurkan Dewi Kegelapan yang jeritannya menggema keras. Octo dan kawan-kawan juga hancur diterjang kilauan-kilauan pelangi yang menyebar ke setiap penjuru alam semesta.
Bumi kembali cerah. Pohon-pohon nampak segar di bawah sinar mentari. Burung-burung berkicauan di dahan pohon. Dan kupu-kupu menghiasi taman yang berisi berbagai macam bunga.
***
“Pagi Ndra...” Agung menyapa Andra yang baru mengeluarkan motornya dari garasi. Agung sangat bersemangat mengayuh sepedanya. Agung terlihat seperti pembalap, lengkap dengan helm dan pelindung lutut, walaupun ia menggunakan seragam sekolah.
“Agung tunggu.” Andra terburu-buru mengendarai motornya. Ia segera mengejar Agung dan memainkan klakson di sepanjang jalan.
Keduanya terlihat sangat bahagia menyambut mentari yang baru bersinar. Pagi yang sangat cerah setelah hujan turun membasahi bumi.
“Ayo lebih kencang.” Teriak Agung sambil tersenyum pada Andra.
TAMAT
@3ll0 Kembali kasih. Nyicilnya yg rajin ya biar cpt lunas. hihi
Di tunggu cerita selanjutnye, kalau bisa seperti yg kisah ku, lebih menguras emosi.
pada hal 19 kakek memukul tengkuk Agung hingga pingsan (pada judul tertulis Pelangi XI), tapi hal 21 ( tertulis Pelangi XIII) Agung kembali tenang setelah mendapat penjelasan dari kakek, bukanya itu penjelasan dari pendeta kepada pelindung pelangi?
kemanakah bagian Pelangi XII?
emang terasa buru2nya om @danielsastrawidjaya tapi tetap KEREN..!!!
terima kasih banyak untuk ceritanya om... di tunggu karya selnjutnya... heheh
Kembali kasih @arieat
Emang ada yg bilang Agung jadian sm Andra? Itu mah persepsi kamu aja. hahaha
Ide2 cerita dah bnyk bgt, tp mls mulai nulisnya krn takut terbengkalai. 1 cerbungku yg lain pun msh gantung gak jls.
@Tsunami wkwkkkk memang endingnya kurang pas, kmrn mlm dah gak sanggup lg ngelanjutinya jd buru2 deh.
@harya_kei Pokokke makasih ya dah ngikutin cerita ini.
@andrean20 page 19 Pelangi XXII, tp di atasnya ada kata "Sebelumnya di Pelangi XI", mgkn itu yg mengecoh dirimu. Di akhir PELANGI XII memang pendeta yg bercerita ke para pelindung pelangi, kakek jg bercerita ke Agung stelah sadar dr pingsan tp ceritanya diskip. Jd gak ada chapter yg hilang.
@sasadara duh sorry nih udah buat kamu nunggu sampe ketiduran. Kl aku tau kan krm aja Octo tuk nemenin kamu. haha
Iya nih om, buru2 krn gak sanggup lg nulis cerita ini. hik
@uci wkwkkk aku takut buat cerita kyk gt. Takut terlalu menghayati cerita sampe karakternya melekat pd diriku. Aduh nek entar eike jd keliatan makin bagondek. *ngakak
@danar23 itu dah komentar loh... bilang menegangkan segala. Apanya yg tegang? lol
Yang disukai Dewi Kegelapan tu Pelangi Api ya?
Trus cinta Agung berlabu sama siapa?
Kayaknya perlu extra chapter deh #Reader cerewet
Tapi apapun itu Aku ucapkan Terima Kasih atas ceritanya^^